Objek studi geografi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu objek material dan objek formal. Objek material berkaitan dengan substansi materi yang dikaji, sedangkan objek formal berkaitan dengan cara pandang dan cara berfikir terhadap suau fenomena. Objek material studi geografi adalah fenomena geosfer, sedangkan objek formalnya adalah cara pandang dan cara berfikir (pendekatan) yang digunakan dalam memahami fenomena geosfer tersebut.
Objek material studi geografi adalah fenomena geosfer yang meliputi litosfer (termasuk pedosfer), hidrosfer, atmosfer, biosfer, dan antroposfer. Melihat objek material ini, cakupan objek studi geografi sangat luas, karena fenomena apapun di permukaan bumi bisa dikaji oleh geografi. Objek material geografi bisa menjadi objek kajian ilmu-ilmu yang lain. Litosfer bisa menjadi objek kajian ilmu geologi, petrografi, atau mineralogy, hidrosfer bisa menjadi objek kajian hidrologi atau oceanografi, atmosfer bisa menjadi objek kajian klimatologi atau meterorologi, biosfer bisa menjadi objek kajian biologi atau ilmu pertanian, antroposfer bisa objek kajian sosiologi, ilmu ekonomi, dan lain-lain.
Dari uraian di atas diketahui bahwa antara objek material geografi dan ilmu-ilmu yang lain bisa sama. Fenomena geosfer yang merupakan jenis flora yang tumbuh di suatu wilayah misalnya, bisa menjadi objek material geografi, namun objek yang sama juga bisa menjadi objek ilmu yang lain seperti biologi, pertanian, dan ekonomi. Terkait dengan hal ini, maka objek objek formal dari masing-masing ilmu tersebut yang membedakannya.
Geografi memiliki objek formal atau pendekatan yang secara spesifik membedakannya dengan ilmu-ilmu lain. Pendekatan tersebut adalah pendekatan keruangan (spatial approach). Selain itu, dalam geografi juga dikenali adanya pendekatan kelingkungan (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach).
Pendekatan Geografi
Menurut Goodall, sebagaimana yang dikutip oleh Yunus (2007), menyatakan bahwa apapun pengayaan yang diadopsi dan apapun spesialisasi keilmuan yang dilakukan, kajian Geografi harus selalu mengacu pada pada tiga tema utama studi Geografi, yaitu (1) penekanan pada pendekatan keruangan dengan mengangkat ruang sebagai variable (spatial approach); (2) pendekatan pada interrelasi antara hubungan manusia dengan dengan lingkungannya (ecological approach), dan (3) penekanan pada sintesis antara pendekatan spasial dan pendekatan ecological (regional complex approach).
Yunus (2007) menjelaskan pendekatan geografi sebagai berikut.
1. Pendekatan Keruangan
Pendekatan keruangan adalah merupakan suatu metode analisis yang menekankan analisisnya pada eksistensi ruang (space) sebagai wadah untuk mengakomodasikan kegiatan manusia dalam menjelaskan fenomena geosfer. Oleh karena objek studi geografi adalah fenomena geosfer, maka segala sesuatu yang terkait dengan objek dalam ruang dapat disoroti dari berbagai matra, antara lain pola (pattern);struktur (structure); proses (process); interaksi (interaction); organisasi dalam system keruangan (organization within the spatial system); asosiasi (association); tendensi atau kecenderungan (tendency or trends); pembendingan (comparation); dan sinergisme keruangan (spatial synergism).
Dalam mengaplikasikan pendekatan keruangan, seseorang tidak cukup hanya menyebutnya saja, namun harus secara eksplisit dan jelas menyebutkan tema apa yang akan dianut serta penjelasan mengenai operasionalisasi pendekatannya. Aplikasi analsisis pendekatan keruangan, minimal meliputi sembilan macam dan apabila kesembilan macam tema analisis tersebut harus dilaksanakan maka akan menghabiskan waktu yang lama, tenaga yang banyak, biaya yang besar, penguasaan teknik analisis yang mendalam serta kemantapan keilmuan yang memadai. Masing-masing tema analisis mempunyai spesifikasi sendiri yang terkait dengan spesifikasi objek kajian yang akan dilaksanakan. Salah satu atau gabungan dari beberapa di antaranya sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan tanpa mengurang kadar keilmuannya.
Oleh karena alat indera manusia sangat terbatas kemampuannya, untuk mengamati kenampakan geografis di suatu wilayah atau di permukaan bumi, maka untuk maksud analisis keruangan seseorang memerlukan alat bantu. Disinilah peranan model visualisasi permukaan bumi diperlukan kehadirannya. Kehadiran peta, foto udara, maupun citra satelit sangat diperlukan dalam analisis. Namun demikian gambaran yang ditampilkan dalam peta, foto udara maupun citra satelit kadang-kadang masih sangat rumit dan kompleks sifatnya, sehingga kita dituntuk untuk mampu mengabstraksikannya dalam bentuk visualisasi yang sederhana, yaitu berupa symbol yang dapat berujut titik, garis maupun bidang. Sembilan tema analisis dalam pendekatan keruangan yang dikembangkan oleh disiplin geografi, yaitu sebagai berikut.
a. Analisis pola (spatial pattern analysis)
Penekanan utama dari analisis ini adalah pada sebaran elemen-elemen pembentuk ruang. Taraf awal adalah identifikasi mengenai aglomerasi sebarannya dan kemudian dikaitkan dengan upaya untuk menjawab pertanyaan geografi (geographic questionsi). Pertanyaan geografi adalah meliputi what, where, when,why, who, and how atau terkenal dengan 5W dan 1H. Sebagai contoh dapat dikemukakan adanya sebaran kenampakan tertentu (misalnya permukiman) yang mengelompok pada bagian tertentu dan menyebar pada bagian lain. Dalam hal menjawab 5W1H, akan timbul pertanyaan yang utama, yaitu (1) fenomena apa yang akan diteliti (what), (2) dimana gejala tersebut terjadi (where), (3) kapan kenampakan gejala tersebut ada (when), (4) mengapa terjadi pengelompokan seperti itu (why), (5) siapa yang mendiami (who), dan (6) bagaimana proses pengelompokan tersebut dapat terjadi (how).
Dalam konsep keruangan geografi, terdapat tujuh konsep yang esensial, yaitu (1) aglomerasi, (2) jarak, (3) letak, (4) keterjangkauan, (5) interaksi, (6) distribusi atau deferensiasi keruangan, (7) keterpaduan atau sintesis.
(1) Aglomerasi
Aglomerasi merupakan kecenderungan pengelompokan pada suatu kegiatan serupa, misalnya kegiatan pertanian, industri, dsitribusi penduduk, dan sebagainya.
(2) Jarak
Fenomena geografi dapat dijelaskan dengan jarak, misalnya lokasi industri akan mencari jarak yang dekat dengan pasar, bahan mentah, tenaga kerja dan lain-lain. Jarak dapat bersifat absolute maupun relative.
(3) Letak
Letak sangat penting dalam menjelaskan fenomena geografi, sehingga dikenal ada istilah letak geografis, letak astronomis, letak administrative, dan sebagainya.
(4) Keterjangkauan
Keterjangkauan memiliki arti penting terhadap suatu fenomena geografi yang ada di suatu tempat. Keterjangkauan ini sangat erat kaitannya dengan jarak, baik jarak rekatif maupun absolute.
(5) Interaksi
Fenomene geografi dapat dijelaskan dengan interaksi, terutama pada geografi manusia.
(6) Distribusi/ deferensiasi
Perbedaan tempat akan menyebabkan terjadinya perbedaan fenomena yang ada, dengan kata lain bahwa di permukaan bumi ini terdapat variasi keruangan. Terjadinya variasi keruangan inilah yang kemudian mendorong terjadinya interaksi inter wilayah.
(7) Keterpaduan
Pada dasarnya geografi merupakan sintesis dari berbagai fenomena di suatu daerah maupun keterpaduan antar daerah.
b. Analisis struktur keruangan (spatial structure analysis)
Analisis ini menekankan pada analisis susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa struktur elemen-elemen keruangan dapat dapat dikemukakan dari berbagai fenomena baik fenomena fisikal maupun non fisikal. Sebagai contoh, misalnya struktur ruang atas dasar komposisi bentuk pemanfaatan atau dari struktur mata pencaharian penduduk. Misalnya, dari pemanfaatan ruang tertentu terdiri dari 15 % hutan, 10 % permukiman, 67 % pertanian, 5 % industri, dan 3 % lain-lain. Selanjutnya dengan analisis struktur keruangan, tugas utama yang pertama adalah mengidentifikasi susunan keruangan yang ada baru kemudian dikaitkan dengan dengan upaya untuk menjawab pertanyaan geografi (5W 1H). Pertanyaan what, when, dan where merupakan pertanyaan yang bersifat deskriptif sedangkan pertanyaan why, who, dan how merupakan pertanyaan yang bersifat analitis.
c. Analisis proses keruangan (spatial process analysis)
Analisis ini menekankan pada proses keruangan yang biasanya divisualisasikan pada perubahan ruang. Perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dapat dikemukakan secara kualitatif maupun kuantitatif. Setiap analisis perubahan tidak dapat dilaksanakan tanpa mengemukakan dimensi waktu, sehingga dimensi temporal mempunyai peranan utama dalam hal ini. Minimal diperlukan dua titik waktu untuk mengenali perubahan. Misalnya perkembangan fisik Kota Sidoarjo tahun 1990 – 2008. Dengan membandingkan dua buah peta, foto udara, atau citra yang dibuat pada kedua tahun tersebut, maka perubahan kota Sidoarjo secara fisik pada kurun waktu tersebut dapat diketahui. Pertanyaan analitis yang perlu dijawab adalah mengapa terjadi perubahan, bagaimana perubahan itu terjadi dan dampak apa saja yang mungkin timbul dari perubahan tersebut?
d. Analisis interaksi keruangan (spatial interaction analysis)
Analisis ini menekankan pada interaksi antar ruang. Hubungan timbal balik antara ruang yang satu dengan yang lain memiliki variasi yang sangat besar, sehingga upaya mengenali faktor-faktor pengontrol interaksi menjadi sedemikian penting. Tahap selanjutnya adalah menjawab mengapa terjadi interaksi dan bagaimana interaksi terjadi.
e. Analisis organisasi dalam system keruangan (spatial organization analysis)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen lingkungan mana yang berpengaruh terhadap terciptanya tatanan spesifik dari elemen-elemen pembentuk ruang. Penekanan utamanya pada keterkaitan antara kenampakan satu dengan yang lain secara individual. Analisis ini kebayakan diaplikasikan pada organisasi keruangan system kota-kota atau system permukiman disuatu daerah yang luas.
f. Analisis asosiasi keruangan (spatial association analysis)
Analisis ini bertujuan untuk mengungkapkan terjadinya asosiasi keruangan antara berbagai kenampakan pada suatu ruang. Apakah ada keterkaitan fungsional atas sebaran keruangan atau gejala tertentu dengan sebaran keruangan gejala yang lain? Apakah ada hubungan antara berkurangnya lahan pertanian dengan pertumbuhan penduduk di suatu wilayah? Apakah ada hubungan antara berkurangnya lahan hutan dengan banyaknya mata air di suatu wilayah?
g. Analisis tendensi atau kecenderungan (spatial tendency/trend analysis)
Analisis ini menekankan pada upaya kecenderungan perubahan suatu gejala. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan analisis yang berbasis ruang dan analisis yang berbasis waktu. Sebagai contoh adalah untuk mengetahui apakah Kota Sidoarjo memiliki kecenderungan perkembangan ke arah tertentu? Faktor-faktor apa yang secara dominan berpengaruh, bagaimana proses terjadinya dan konsekuensi keruangan apa yang akan terjadi pada masa mendatang?
h. Analisis pembandingan (spatial comparison analysis)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan atau kelebihan suatu ruang dibandingkan dengan ruang yang lain. Hal ini penting dilaksanakan sebagai dasar penentuan kebijakan pengembangan wilayah.
i. Analisis sinergisme keruangan (spatial sunergism analysis)
Analisis ini bertujuan untuk menganalisis sinergi antara suatu wilayah dengan yang lain. Hal ini diperlukan karena semakin majunya system transportasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya mobilitas orang, informasi, barang dan jasa semakin tinggi. Akibatnya dinamika keruangan juga semakin tinggi. Dalam era teknologi informasi yang mengglobal seperti saat ini, batas-batas wilayah dalam kegiatan manusia menjadi semakin kabur.
2. Pendekatan ekologikal
Pendekatan ini mengacu pada kajian ecology, maka terlebih dahulu perlu dipahami makna dari ekologi tersebut. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya. Geografi adalah ilmu yang bersifat human oriented sehingga manusia dan kegiatan manusia selalu menjadi focus analisis dalam keterkaitannya dengan lingkungan biotic, abiotik, maupun lingkungan social, ekonomi, dan kulturalnya. Manusia dalam hal ini tidak diartikan sebagai makluk biologis semata, tetapi juga sebagai sosok yang dikaruniai daya cipta, rasa dan karya . Dengan demikian interelasi antara manusia dan lingkungannya akan menjadi tekanan analisis dalam pendekatan ekologi yang dikembangkan dalam disiplin geografi. Pendekatan ekologi dalam geografi mempunyai 4 tema analisis utama, yaitu sebagai berikut.
a. Tema analisis interaksi antara perilaku manusia -- lingkungan.
Sebagai fokus adalah perilaku manusia, baik perilaku sosial, ekonomi, kultural, dan perilaku politik yang dilakukan seseorang atau komunitas tertentu. Contohnya di suatu daerah tertentu terdapat sekelompok penduduk yang selalu menebangi kayu pada hutan lindung. Untuk mencari jawaban mengenai latar belakang kejadian tersebut harus dicari unsur-unsur internal maupun eksternal yang terkait dengan perilaku tersebut. Apa latar belakangnya, bagaimana prosesnya, apa dampaknya serta apa dan bagaimana upaya mengatasinya menjadi bahasan sentral dari analisis ini.
b. Tema analisis aktivitas manusia -- lingkungan.
Analisis ini menekankan pada keterkaitan antara aktivitas manusia dengan lingkungan. Latar belakang perilaku bukan menjadi pembahasan sentral namun kegiatan manusianya yang menjadi sentral. Kegiatan terkait dengan tindakan mansia dalam menyelenggarakan kehidupannya sedangkan perilaku terkait dengan sikap batiniah dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap lingkungannya. Dalam hal ini dikenal sebagai kegiatan manusia dalam menyelenggarakan kehidupan antara lain kegiatan pertanian, pertambangan, perikanan, industri, pembangunan perumahan, dan sejenisnya. Contoh misalnya ada industri mebel di berbagai daerah. Di daerah yang satu berkembang dengan pesat sedangkan di tempat lain cenderung stagnan. Dalam hal seperti ini seseorang dituntut untuk mampu mengungkapkan faktor-faktor penyebabnya, misalnya dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang merupakan elemen-elemen lingkungannya dan kemudian menganalisisnya, sehingga ditemukan faktor-faktor mana yang paling menentukan dan faktor-faktor mana yang tidak.
c. Tema analisis keterkaitan antara kenampakan fisikan alami – elemen-elemen lingkungan.
Analisis ini menekankan pada keterkaitan antara kenampakan fisikal alami dengan elemen-elemen lingkungannya. Sebagai contoh misalnya sebuah danau alami yang menunjukkan gejala peningkatan polusi air dan kemudian menakibatkan banyaknya biota danau, khususnya ikan banyak yang mati. Gejala menurunnya kualitas air danau dapat ditelusuri dengan menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor internal (danau itu sendiri) maupun faktor-faktor eksternal (lingkungan di sekitar danau) seperti curah hujan, tata guna lahan, kondisi hutan, cara membuang limbah/sampah, permukiman yang ada di sekitar danau, dan sebagainya. Dengan meneliti keterkaitan faktor-faktor tersebut diharapkan akan dapat diperoleh jawaban, mengapa kualitas air danau mengalami penurunan.
d. Tema analisis keterkaitan antara fisikal buatan – lingkungan.
Analisis ini memfokuskan pada keterkaitan antara kenampakan fisikal buatan dengan lingkungan. Sebagai contoh misalnya di daerah tertentu ada permukiman mengalami genangan yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Kompleks permukian adalah merupakan bentukan artifisial (buatan) yang bersifat fisikal. Dalam hal ini dapat bertitik tolak dari faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang diperkirakan memiliki keterkaitan erat dengan munculnya genangan. Variabel-variabel yang perlu diperhatikan antara lain perubahan iklim/curah hujan, alur-alur sungai atau saluran, kondisi laut, kerusakan hutan, kantong-kantong resapan air, kebijakan pembangunan, cara pembuangan limbah/sampah, dan sebagainya. Dengan meneliti keterkaitan variabel-variabel tersebut penyebab terjadinya genangan dapat dianalisis.
3. Pendekatan kompleks wilayah
Pendekatan ini merupakan integrasi dari pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis. Pengunaan istilah regional kompleks mengisyaratkan adanya adanya pemahaman yang mendalam tentang property yang ada di suatu wilayah yang bersangkutan dan merupakan kesatuan regional. Kompleksitas gejala menjadi dasar pemahaman utama dari eksistensi wilayah di samping efek internalitas dan eksternalitas dari padanya. Contoh untuk mengendalikan banjir tahunan di Jakarta tidak mungkin dapat ditangani secara internal di dalam kota Jakarta sendiri, tetapi juga harus dianalisis dalam kaitannya dengan daerah lain yang lebih luas. Karena banjir yang terdapat di Jakarta bukan semata-mata disebabkan oleh hal-hal yang terdapat di Jakarta itu sendiri, tetapi juga terkait dengan wilayah di sekitarnya, seperti misalnya Bogor.
SUMBER : Drs. Daryono, M.Si.KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANDIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar