29 September 2012

KEPALA SEKOLAH SMA MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA (PROFIL YANG DIHARAPKAN)


FILSAFAT PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH:
Tinjauan Historis dan Praksis
Mohamad Ali dan Marpuji Ali
Dosen Al Islam & Kemuhammadiyahan UMS

PENDAHULUAN
Prof. M. Yunan Yusuf, Ketua Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah Pusat periode 2000-2005, acapkali melontarkan wacana "Robohnya Sekolah Muhammadiyah" untuk menggambarkan betapa rendahnya rata-rata kualitas dan mutu sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah. Kritisi atas pendidikan Muhammadiyah juga muncul berkenaan dengan belum tercerminnya nilai-nilai Islam dalam perilaku warga sekolah, belum berhasil menekan ongkos pendidikan sampai ke batas termurah, belum sanggup menciptakan kultur islami yang representatif, telah kehilangan identitasnya, dan lebih kooperatif dengan kelompok penekan. Berbagai kritik tersebut tidak cukup dijawab hanya dengan perombakan kurikulum, peningkatan gaji guru, pembangunan gedung sekolah ataupun pengucuran dana. Untuk menyahuti dan menuntaskan problem-problem itu harus ada keberanian untuk membongkar akar permasalahan yang sesungguhnya, yaitu karena belum tersedianya orientasi filosofi pendidikan Muhammadiyah dan teori-teori pendidikan modern dan islami. Karena adakalanya keterbelakangan sektor kependidikan suatu bangsa atau suatu umat disebabkan tidak terutama oleh keterbelakangan infrastruktur yang mendukungnya tetapi oleh perangkat konsep yang mendasarinya.
Dalam usia Muhammadiyah menjelang satu abad dengan jumlah lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi ribuan, adalah suatu yang aneh Muhammadiyah belum mempunyai filsafat pendidikan. Bagaimana mungkin kerja hiruk-pikuk pendidikan tanpa satu panduan cita-cita yang jelas? Apatah lagi bila dikaitkan dengan upaya mendidik dalam rangka pembentukan generasi ke depan. Ketiadaan penjabaran filsafat pendidikan ini, menurut Mahsun Suyuthi, merupakan sumber utama masalah pendidikan di Muhammadiyah. Bahkan Rusli Karim menengarai bahwa kekosongan orientasi filosofis ini ikut bertanggung jawab atas penajaman dikotomi antara “ilmu-ilmu keagamaan” dan “ilmu umum”, yang pada giliran berikutnya akan melahirkan generasi yang berkepribadian ganda yang tidak menutup kemungkinan justru akan melahirkan "musuh" dalam selimut.  Dengan demikian, sudah tinggi waktunya untuk bergegas mencoba menjajagi kemungkinan munculnya satu alternatif rumusan pendidikan Muhammadiyah sebagai ikhtiar meniti jalan baru pendidikan Muhammadiyah. Menyatakan bahwa pendidikan Muhammadiyah belum memiliki rumusan filosofis bukan berarti tidak ada sama sekali perbincangan ke arah itu. Laporan seminar nasional filsafat pendidikan Muhammadiyah Majlis Dikdasmen Muhammadiyah Pusat, telah mulai menyinggung pembahasan tentang filsafat pendidikan Muhammadiyah, terutama tulisan A. Syafii Maarif yang berjudul "Pendidikan Muhammadiyah, aspek normatif dan filosofis". Sesuai dengan temanya, Maarif hanya menelusuri hasil-hasil keputusan resmi Muhammadiyah (aspek normatif) dan orientasi filosofis konsep ulul albab. Demikian pula buku suntingan Yunahar Ilyas dan Muhammad Azhar berjudul Pendidikan dalam Persepektif Al-Qur'an yang ditulis oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah, berusaha mengelaborasi konsep-konsep pendidikan di dalam Al-Qur'an dan mendialogkan wahyu dengan perkembangan teori-teori pendidikan mutakhir. Karya terakhir yang patut dipertimbangkan adalah buku Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah karya Abdul Munir Mulkhan, seorang aktifis Muhammadiyah. Menurutnya, kemacetan intelektualisme Islam serta kemandegan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Muslim akibat berkembangnya semacam “ideologi ilmiah” yang menolak apapun yang bukan berasal dari Islam.
Artikel ini secara hati-hati akan coba mencari alternatif filsafat pendidikan Muhammadiyah dan merumuskannya pada tingkat praksis, ditingkat kurikulum pendidikan. Untuk melangkah ke arah itu, pertama akan ditelusuri problematika perumusan filsafat pendidikan Islam sebagai payung besar pendidikan Muhammadiyah. Kedua,  melacak gagasan kunci dan praksis pendidikan Kyai Ahmad Dahlan yang bertitik tolak dari pendidikan integraslistik. Ketiga, menjajagi kemungkinan tauhid sebagai titik tolak perumusan filsafat pendidikan Muhammadiyah, dan kemudian ditutup dengan refleksi.

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM

Filsafat yang dianut dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka sebagai konsekuensinya logik, Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya. Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Dalam kaitan ini filsafat pendidikan Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari filsafat pendidikan Islam, karena yang dikerjakan oleh Muhammadiyah pada hakikatnya adalah prinsip-prinsip Islam yang menurut Muhammadiyah menjadi dasar pijakan bagi pembentukan manusia Muslim. Oleh karena itu, sebelum mengkaji orientasi filsafat pendidikan Muhammadiyah perlu menelusuri konsep dasar filsafat pendidikan Islam yang digagas oleh para pemikir maupun praktisi pendidikan Islam.
Filsafat pendidikan Islam membincangkan filsafat tentang pendidikan  bercorak Islam yang berisi perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendidikan Islam itu dan bagaimana usaha-usaha pendidikan dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan hukum-hukum Islam. Mohd. Labib Al-Najihi, sebagaimana dikutip Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, memahami filsafat pendidikan sebagai aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Suatu filsafat pendidikan yang berdasar Islam tidak lain adalah pandangan dasar tentang pendidikan yang bersumberkan ajaran Islam dan yang orientasi pemikirannya berdasarkan ajaran tersebut. Dengan perkataan lain, filsafat pendidikan Islam adalah suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis dan metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam. 
Al-Syaibany menandaskan bahwa filsafat pendidikan Islam harus mengandung unsur-unsur dan syarat-syarat sebagai berikut: (1) dalam segala prinsip, kepercayaan dan kandungannya sesuai dengan ruh (spirit) Islam; (2) berkaitan dengan realitas masyarakat dan kebudayaan serta sistem sosial, ekonomi, dan politiknya; (3) bersifat terbuka terhadap segala pengalaman yang baik (hikmah); (4) pembinaannya berdasarkan pengkajian yang mendalam dengan memperhatikan aspek-aspek yang melingkungi; (5) bersifat universal dengan standar keilmuan; (6) selektif, dipilih yang penting dan sesuai dengan ruh agama Islam; (7) bebas dari pertentangan dan persanggahan antara prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasarnya; dan (8) proses percobaan yang sungguh-sungguh terhadap pemikiran pendidikan yang sehat, mendalam dan jelas.
Objek kajian filsafat pendidikan Islam, menurut Abdul Munir Mulkhan, dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu obyek material dan obyek  formal. Obyek material filsafat pendidikan Islam adalah bahan dasar yang dikaji dan dianalisis, sementara obyek formalnya adalah cara pendekatan atau sudut pandang terhadap bahan dasar tersebut. Dengan demikian, obyek material filsafat pendidikan Islam adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia secara sadar untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian atau akhlak peserta didik melalui pendidikan. Sedangkan obyek formalnya adalah aspek khusus daripada usaha manusia secara sadar yaitu penciptaan kondisi yang memberi peluang pengembangan kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian  sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk menjalani dan menyelesaikan permasalahan hidupnya dengan menempatkan Islam sebagai hudan dan furqan. Sebagaimana dinyatakan Arifin, bahwa filsafat pendidikan Islam merupakan ilmu yang ekstensinya masih dalam kondisi permulaan perkembangan sebagai disiplin keilmuan pendidikan. Demikian pula sistematikanya, filsafat pendidikan Islam masih dalam proses penataan yang akan menjadi kompas bagi teorisasi pendidikan Islam. Kalau demikian, apabila filsafat pendidikan Muhammadiyah mengacu atau sama dengan filsafat pendidikan Islam sebenarnya masih memunculkan masalah, sebab ia masih rentan dan belum kukuh untuk disebut sebagai sebuah disiplin ilmu baru. Pada titik ini, orientasi filsafat pendidikan Muhammadiyah itu dapat memperkaya dan memperkukuh kedudukan filsafat pendidikan Islam.

KYAI AHMAD DAHLAN: PERETAS PENDIDIKAN INTEGRALISTIK

Meskipun tema pembaharuan pendidikan Muhammadiyah memperoleh perhatian yang cukup serius dari para pengkaji sejarah pendidikan Indonesia, namun sejauh ini belum ada satu karya pun yang menunjukkan bagaimana sebenarnya model filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh Muhammadiyah. Untuk melangkah ke arah itu bisa dilakukan dengan beberapa pendekatan: (1) pendekatan normatif yakni bertitik tolak dari sumber-sumber otoritatif Islam (al-Qur’an dan Sunnah Nabi), terutama tema-tema pendidikan, kemudian dieksplorasi sedemikian rupa sehingga terbangun satu sistem filsafat pendidikan; (2) pendekatan filosofis  yang diberangkatkan dari mazhab-mazhab pemikiran filsafat kemudian diturunkan ke dalam wilayah pendidikan; (3) pendekatan formal dengan merujuk pada hasil-hasil keputusan resmi persyarikatan; (4) pendekatan historis-filisofis yaitu dengan cara melacak bagaimana konsep dan praksis pendidikan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kunci dalam Muhammadiyah lalu dianalisis dengan dengan pendekatan filosofis. Corak pendekatan keempat yang dipilih dalam tulisan ini, dengan menampilkan Kyai Dahlan, pendiri Muhammadiyah, sebagai tokoh kuncinya. Benar bahwa dia belum merumuskan landasan filosofis pendidikan tapi sebenarnya ia memiliki minat yang besar terhadap kajian filsafat atau logika sehingga pada tingkat tertentu telah memberikan jalan lempang untuk perumusan satu filsafat pendidikan.
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan kyai musti lebih banyak merujuk pada bagaimana ia membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir Kyai yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Kyai terhadap pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat Kyai dalam pencerahan akal, yaitu: (1) pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci; (2) akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia; (3) ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt.
Pribadi Kyai Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat dikatakan sebagai suatu "model" dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan "titik pusat" dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada persoalan politik dan ekonomi, Kyai Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik bidik pada dunia pendidikan pada gilirannya mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya. Seiring dengan bergulirnya politik etis atau politik asosiasi (sejak tahun 1901), ekspansi sekolah Belanda diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser lembaga pendidikan Islam semacam pondok pesantren. Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua: pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini Kyai Dahlan “gelisah”, bekerja keras sekuat tenaga untuk mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan itu.
Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesau dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid-muridnya Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang musti dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala  al-Ma’un sebagaimana dipraktekan Kyai Dahlan.     
Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya, bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari Kyai Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya. Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik.  Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.     

SEKOLAH SYARIAH: SEBUAH CATATAN KANCAH

Pendidikan Islam yang bercorak integralistik adalah suatu sistem pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara sebegitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam. Meski ide ini telah klasik namun tetap menarik perhatian, sebab merealisasikan ke tataran praksis selalu tidak mudah. Setelah pembaharuan pendidikan berlangsung hampir satu abad dualitas pendidikan Islam (juga Muhammadiyah) masih tampak menonjol. Suatu dualitas budaya muncul di mana-mana di dunia Muslim, suatu dualitas dalam masyarakat yang berasal dari sistem pendidikan ganda; sistem pendidikan Islam tradisional, dan sistem pendidikan sekuler modern melahirkan tokoh-tokoh sekuler. Dengan demikian, proses pencarian sistem pendidikan integralistik harus dilakukan secara terus-menerus sebangun dengan akselerasi perubahan sosial dan temuan-temuan inovatif pendidikan. Di Muhammadiyah, langkah ke arah itu masih terus berlangsung yaitu dengan membangun sekolah-sekolah alternatif atau kemudian dikenal dengan sekolah unggulan.
Satu dekade terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar menjangkiti seluruh warga Muhammadiyah. Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pendidikan untuk menuju pada kualifikasi sekolah unggul. Sekarang ini hampir di semua daerah kabupaten atau kota terdapat sekolah unggul Muhammadiyah, terutama untuk tingkat TK dan Sekolah Dasar. Sekolah yang dianggap unggul oleh masyarakat sehingga mereka menyekolahkan anak-anak di situ pada umumnya ada dua tipe; sekolah model konvensional tetapi memiliki mutu akademik yang tinggi, atau sekolah model baru dengan menawarkan metode pembelajaran mutakhir yang lebih interaktif sehingga memiliki daya panggil luas.
Ada beberapa sisi menarik dari Sekolah Model Baru ini. Pada umumnya dikelola oleh anak-anak muda, memakai sistem full day school (waktu pembelajaran hingga sore hari), memakai metode-metode baru dalam pembelajaran. Hampir semua SD model baru ini justru muncul atau gedungnya itu berasal dari SD Muhammadiyah yang sudah mati, tapi dengan manajemen dan sistem pendidikan baru dapat tumbuh menjadi sekolah unggul, misal; di Jakarta ada SD Muhammadiyah 8 Plus yang berada di Duren Sawit, Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya, SD Muhammadiyah Alternatif di Magelang, SD Muhammadiyah Condong Catur di Yogyakarta, termasuk SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta.
Perjumpaan penulis dengan mereka (kepala-kepala sekolahnya) menunjukkan bahwa inovasi-inovasi pendidikan yang dikembangkan, meskipun sudah cukup signifikan belum menyentuh pada persoalan krusial, yakni mencoba merumuskan bagaimana filsafat dan kurikulum pendidikan alternatif. Ahmad Solikhin, Kepala SD Muhammadiyah Condong Catur, sudah merasakan urgensinya namun belum menjadi kesadaran bersama sehingga belum ada upaya-upaya serius untuk merumuskan satu sistem pendidikan alternatif yang islami. Ikhtiar untuk coba merumukan satu sistem pendidikan alternatif mulai tumbuh di SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta di bawah bimbingan langsung seorang pakar pendidikan khusus, Prof. Sholeh YAI, Ph.D. Adalah menarik untuk mengikuti dari dekat proses-proses yang sedang berlangsung di dalamnya.
Untuk meraih kembali kegemilangan Islam, menurut Prof. Sholeh, sudah tinggi waktunya untuk segara menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan sistem, atau Tafsir Sistem. Pada instansi pendidikan ada satu konsep kunci yang musti dirumuskan, yakni ide fitrah berupa tauhid. Dengan demikian, orientasi filsafat dan kurikulum pendidikan bertitik tolak dari konsep Tauhid. Bagaimana tauhid mendasari pendidikan di SD Muhammadiyah Program Khusus, mari kita ikuti penjelasan berikut:
Berseberangan dengan pandangan hidup (paradigma pendidikan) kaum sekuler yang menempatkan material-duniawiyah sebagai tujuan utama. Paradigma pendidikan Islam justru mengaksentuasikan nilai-nilai tauhid sebagai tujuan yang paling prinsipil dan substansial. SD Muhammadiyah Program Khusus menjadikan tauhid sebagai landasan pokok kurikulum yang secara kongkrit terejawantahkan dalam seluruh proses pembelajaran. Kurikulum yang ada dimodifikasi, dirancang, dan didesain sedemikian rupa sehingga nilai-nilai tauhid menjiwai dan mempola seluruh mata pelajaran; pembelajaran matematika, sains, bahasa dan materi lain diorientasikan untuk mengungkit kembali potensi tauhid (baca fitrah), menumbuhkembangkan, dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Secara kasat mata adalah mudah untuk mengatakan bahwa seluruh lembaga pendidikan Islam, apalagi sekolah Muhammadiyah, sudah otomotis berdasarkan tauhid. Bukankah di sekolah tersebut diajarkan materi agama yang relatif banyak? Kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Ketiadaan orientasi filsafat pendidikan pada urutannya membawa kebingungan pada diri pendidik sehingga ketika mengajar peserta didik sangat mungkin tergelincir pada filsafat pendidikan sekuler. Dengan demikian, tanpa disadari kita telah ikut mengkampanyekan paham sekularisme. Bagaimana kedudukan Tauhid dalam penyusunan kurikulum di SD Muhammadiyah Program Khusus, kita simak uraian di bawah ini:
Sebuah ilustrasi berikut mungkin bisa membantu: puluhan truk (rit) pasir, sejumlah sak semen dan beberapa kaleng cat tidak begitu bermakna apabila hanya di pajang di toko atau disimpan di gudang. Material itu menjadi bermakna di tangan tukang batu atau arsitek, beragam bentuk bangunan atau arsitektur akan bisa diwujudkan…..Dalam konteks pendidikan ilustrasi tersebut menjadi jelas; melimpahnya materi tentang aqidah, akhlak, al-Qur’an-Hadits, atau hafalan sekian juz plus materi ilmu umum menjadi tidak bermakna manakala dijejalkan begitu saja ke peserta didik dalam keadaan saling terpisah dan bersifat parsial.
Kita menyadari bahwa ikhtiar membangun kurikulum berbasis tauhid (KBT) tidak semudah membalikkan telapak tangan dan membutuhkan beberapa generasi untuk merealisasikannya, tapi langkah itu setidaknya telah meletakkan satu batu bata untuk pembangunan peradaban Islam yang kokoh dan anggun. Dan kerja di pendidikan adalah kerja-kerja yang sangat stategis dalam rangka meretas generasi masa depan yang berkualitas. Mungkin ada yang bertanya, bagaimana aktualisasi KBT di SD Muhammadiayah Program Khusus? Untuk sekarang ini masih terlalu dini untuk melakukan penilaian, tapi paling tidak sebuah penilaian awal yang bersifat umum perlu dikemukakan. Perlu ditekankan di sini, bahwa ini adalah penglihatan awal dari sebuah proses yang masih sedang berlangsung sehingga tidak menutup kemungkinan ada perubahan di kemudian hari.
Pertama, peserta didik pada umumnya berani mengekspresikan diri, ada keberanian untuk mengutarakan pikirannya. Meski ada keberatan dari beberapa orang tua dan guru karena alasan etika atau unggah ungguh, seiring meningkatnya kedewasaan masalah ini pasti akan tertata dengan sendirinya. Kemampuan ini adalah sesuatu yang sangat berharga, dan telah telah menghilang di sekolah-sekolah konvensional. Banyak temuan di lapangan, anak-anak berani mengingatkan orang tuanya yang lupa makan dengan berdiri, mengingatkan mereka untuk sholat. Fenomena ini disebabkan atau dilatar belakangi oleh (a) alasan agama yang memang ditanamkan di sekolah ini, bahwa yang wajib di takuti (dalam makna positif) dan Yang Maha Benar adalah Allah karenanya selain Dia tidak perlu ditakuti dan ada kemungkinan melakukan kekeliruan sehingga sudah pada tempatnya bila diingatkan, tidak terkecuali orang tua atau guru. Dan, karena (b) model pembelajaran inklusi yang dikembangkan oleh sekolah. Dengan pembatasan jumlah siswa maksimal 30 perkelas dan diampu 2 guru memungkinkan setiap potensi anak terdeteksi oleh guru sehingga dapat ditumbuhkan secara optimal.
Kedua, semangat anak-anak untuk mempraktekkan ajaran agama sangat  tinggi, sejak kelas 1 ditanamkan untuk selalu shalat wajib lima waktu secara berjamaah. Mulai kelas 3 sudah kelihatan bahwa mereka rata-rata lebih suka shalat berjamaah di masjid, bahkan ada beberapa anak yang sudah secara rutin menjalankan shalat Tahajud. Keadaan ini sedikit banyak merupakan buah dari pendekatan praktek dalam pembelajaran agama. Agama bukan hanya olah intelektual yang berisi konsep-konsep abstrak atau menjadi hafalan di kepala, tapi dengan mempraktekkan secara langsung apa yang diperintahkan oleh Islam dan menghindari apa yang dilarangnya. 
Ketiga, muncul rasa ingin tahu yang besar pada diri anak-anak untuk segera memahami suatu permasalahan. Ini memang sudah dirancang, di mana semua tema pembelajaran harus di kaitkan dengan problem-problem kongrit di lapangan, baik yang dilakukan secara reguler berupa Praktek Pembelaran Lapangan (PPL) yang dilakukan setahun 2 kali maupun dengan model riset laboratorium.    

REFLEKSI

Apabila Muhammadiyah benar-benar  mau membangun sekolah/universitas unggul maka harus ada keberanian untuk merumuskan bagaimana landasan filosofis pendidikannya sehingga dapat meletakkan secara tegas bagaimana posisi lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah dihadapan pendidikan nasional, dan kedudukannya yang strategis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fungsinya sebagai wahana dakwah Islamiyah. Ketiadaan orientasi filosofis ini jelas sangat membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang sejauh ini kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek maka harus ada keberanian memilih arah yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. Model pondok gontor bisa dijadikan alternatif, dengan bahasa dan kebebasan berfikir terbukti mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia-manusia yang unggul.
Jika menengok sekolah/universitas Muhammadiyah saat ini, dari sisi kurikulumnya itu sama persis dengan sekolah/universitas negeri ditambah materi al-Islam dan kemuhammadiyahan. Kalau melihat materi yang begitu banyak, maka penambahan itu malah semakin membebani anak, karenanya amat jarang lembaga pendidikan melahirkan bibit-bibit unggul. Apakah tidak sudah waktunya untuk merumuskan kembali Al-Islam dan kemuhammadiyahan yang terintegrasikan dengan materi-materi umum, atau paling tidak disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik; misalnya, evaluasi materi ibadah dan Al-Qur’an, serta bahasa dengan praktek langsung tidak dengan sistem ujian tulis seperti sekarang ini.
Sembari merumuskan orientasi filosofis pendidikan, pendidikan Islam (Muhammadiyah) memerlukan kepekaan dalam memahami perkembangan kehidupan dan menjawab setiap kebutuhan baru yang timbul dari cita-cita anggota masyarakat dengan strategi sebagai berikut:
1.      mengusahakan nilai-nilai islami dalam pendidikan Islam menjadi ketentuan standar bagi pengembangan moral atau masyarakat yang selalu mengalami perubahan itu;
2.      Mengusahakan peran pendidikan Islam mengembangkan moral peserta didik sebagai dasar pertimbangan dan pengendali tingkah lakunya dalam menghadapi norma sekuler;
3.      Mengusahakan norma islami mampu menjadi pengendali kehidupan pribadi dalam menghadapi goncangan hidup dalam era globalisasi ini sehingga para peserta didik mampu menjadi sumber daya insani yang berkualitas;
4.      Mengusahakan nilai-nilai islami dapat menjadi pengikat hidup bersama dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam yang kokoh dengan tetap memperhatikan lingkungan kepentingan bangsa; dan (5) mengusahakan sifat ambivalensi pendidikan Islam agar tidak timbul pandangan yang dikotomis.        

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkhan.1993. Paradigma Intelektual Muslim;Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: SIPRESS.

_________________ .1990. Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Abdul Mukti Ali. 1985. Interpretasi Amalan Muhammadiyah. Jakarta: Harapan Melati.

_____________ . 1987. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali Pers.
Achmadi. 1992. Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta Aditya Media.

Ahmad Syafii Maarif. "Pendidikan Muhammadiyah: Aspek Normatif dan Filosofis" dlm. M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir. 2000. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Naskah Awal. Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah.

Ahmad D. Marimba.1989. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Al-Maarif.

Ahmad Tafsir. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung; Rosdakarya.

Amir Hamzah Wirjosukarto.1968. Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran yang diselenggarakan oleh Pergerakan Muhammadiyah.Malang: Ken Mutia.

Brubacher, John S. 1978. Modern Philosophies of Education. New York: McGraw-Hill Book Company.

CA van Peursen. 1980. Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta: Gramedia.

HM Arifin.1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Imam Barnadib. 1982. Arti dan Metode Sejarah Pendidikan. Yogyakarta:FIP-IKIP Yogyakarta.

Karel A. Steenbrink.1994. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta; LP3ES.

Marpuji Ali & Mohamad Ali, “Meretas Sekolah Unggul dan Menata Majlis Dikdasmen Muhammadiyah” dalam  Suara Muhammadiyah  1-15 Oktober 2004.

M. Sholeh YAI & Mohamad Ali. “Menuju Kurikulum Berbasis Tauhid” dalam PK Media edisi II/2004.

MT Arifin.1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan. Jakarta: Pustaka Jaya.

M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir. "Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Sebuah Perumusan Awal" dalam M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir (ed.). 2000. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Naskah Awal. Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah.

M. Rusli Karim. "Pendidikan Muhammadiyah dilihat dari Perspektif Islam" dlm. M.Yunan Yusuf dkk. (ed.). 1985. Cita dan Citra Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Mahsun Suyuthi. "Filsafat Pendidikan Muhammadiyah Kembali Tergugat" dlm. Amien Rais (ed). 191984. Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M.

M. Quraish Shihab. 1993. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Muhammad Quthb. 1984. Sistem Pendidikan Islam. Terjemahan Salman Harun. Bandung: Al-Ma’arif

Noeng Muhadjir.1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Terjemahan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.

Soegarda Purbakatja. 1970. Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka. Jakarta: Gunung Agung.

Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. 1996. Dasar-Dasar Kependidikan Islam. Surabaya: Karya Abditama. 

Seperti biasa, dengan retorika berapi-api Prof. Yunan Yusuf berulang kali melemparkan gagasan itu, misalnya dalam acara Diksuspala angkatan XV dan Workshop Sekolah Unggul Muhammadiyah yang berlangsung tiga kali masing-masing di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya sepanjang tahun 2004. Istilah 'Robohnya Sekolah Muhammadiyah' beliau pinjam dari sasatrawan asal Minang, AA Nafis (2000) melalui karanya yang berjudul 'Robohnya Surau kami'. Melalui cerpen ini Navis mengkritik kaum agamawan (para penganut agama, terutama Islam) yang terlalu bersemangat untuk meraih surga diakhirat tapi melupakan meraih "surga" di muka bumi ini melalui kerja-kerja kemanusiaan (menjalankan fungsinya sebagai khalifah), sampai akhirnya Surau itu roboh. Dengan meminjam istilah itu, secara konotatif kemungkinan kritik itu diarahkan kepada warga Muhammadiyah yang berlomba-lomba mendirikan sekolahan hanya bermodal ikhlas tanpa memperhatikan mutu/kualitas dan standar kelayakan pendidikan sehingga begitu ada arus perubahan satu persatu sekolah-sekolah Muhammadiyah rontok, kehabisan murid seperti yang terjadi belakangan ini. Sedangkan secara denotatif, memang untuk menunjukkan bahwa bangunan gedung-gedung sekolah Muhammadiyah rata-rata sudah menua, reot sehingga benar-benar mau roboh. 
 Kritik itu diutarakan oleh saudara Mahsun Suyuthi, "Filsafat Pendidikan Muhammadiyah Kembali Tergugat" dlm M. Amien Rais, Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial (Yogyakarta: PLP2M, 1985) hlm. 85-101.
 Filsafat memang bukan hal yang mudah, namun di lain pihak dapat dikatakan bahwa setiap orang berfilsafat karena ia merefleksikan banyak hal. Berfilsafat merupakan salah satu kemungkinan yang terbuka bagi setiap orang, seketika ia mampu menerobos lingkaran kebiasaan yang tidak mempersoalkan hal ikhwal sehari-hari. Pernyataan inklisifitas filsafat tersebut disampaikan CA van Peursen, Orientasi di Alam Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1980) hlm 1- 8.
 Al-Syaibani menunjukkan beberapa kegunan filsafat pendidikan dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan, yaitu: (1) untuk membentuk pemikiran yang sehat bagi para penyelenggara dan pengelola terhadap proses pendidikan; (2) dapat membentuk azas yang dapat ditentukan pandangan pengkajian yang umum dan yang khas; (3) untuk penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh; (4) menjadi sandaran intelektual atas tindakan-tindakan dalam pendidikan; (5) memberi corak dan pribadi yang khas dan istimewa  sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan realitas sosial yang melingkunginya. Lihat Omar Mohammad Al Touny Al-syabani, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 32-38.
 Persoalan ini telah digumuli secara intensif oleh Dr. Ahmad Tafsir mulai dari penelitian tesis sampai dengan disertasi dan pengalaman menjadi kepala SMP Muhammadiyah di Bandung selama 7 tahun, ia menuturkan: "Disertasi itu sendiri tidak terlalu baik, tapi ada satu hal penting yang saya temukan dalam penelitian itu: mengapa sekolah-sekolah Muhammadiyah secara pukul rata mutunya lebih rendah ketimbang sekolah pemerintah dan sekolah yang dikelola oleh lembaga Katolik". Menurutnya ada dua kelemahan mendesar: pertama, umat Islam belum memperhatikan masalah mutu pendidikan; kedua, pengelola, kepala sekolah dan guru sekolah Islam/Muhammadiyah belum memiliki teori-teori pendidikan modern dan islami. Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Rosdakarya, 1994) hlm. 1-3.
 Winarno Surakhmad, “Ilmu Kependidikan untuk Pembangunan” dlm. Prisma No 3/1986.
 Mahsun Suyuthi, "Men
ggugat .......   hlm. 96.
 Rusli Karim melihat bahwa ijtihad KH Ahmad Dahlan untuk mengadopsi sistem pendidikan model Barat adalah satu jalan pintas, keterpaksaan (baca: dharurat). Sebab, Kyai melihat bahwa pendidikan merupakan kunci untuk melakukan berbagai perintah agama. Mengingat sistem pendidikan kolonial dianggap yang terbaik maka jalan yang paling mudah adalah dengan mengadopsi sistem tersebut lalu disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran agama. Generasi sesudah Kyai Dahlan lebih disibukkan untuk mendirikan lembaga pendidikan hasil ijtihad, bukan menangkap subsatansi ijtihad yaitu bagaimana mengintegrasikan/mensintasakan ilmu umum dan ilmu agama, karenanya cita-cita Kyai untuk melahirkan ulama-intelek dan intelek ulama belum dapat terpenuhi.  
 Ahmad Syafii Maarif, "Pendidikan Muhammadiyah: Aspek Normatif dan Filosofis" dlm  M. Yunan Yusuf dan Piet H. Chaidir (ed.), Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah, 2000) hlm. 19-27.
 Buku ini ditulis oleh para intelektual Muhammadiyah seperti: Ahmad Ahzar Basyir, Ahmad Syafii Maarif, Mochtar Buchori, Noeng Muhadjir, Yunan Yusuf, dan lain-lain. Sedangkan tema-tema yang dipilih meliputi: manusia dalam perspektif Al-Qur'an, psikologi dalam perspektif al-Qur'an, Pendidikan dalam perspektif Al-Qur'an tinjauan mikro dan makro, sains dan teknologi dalam perspektif Al-Qur'an, dan pendidikan Al-Qur'an di perguruan tinggi.
 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam  dan Dakwah (Yogyakarta: Sipress, 1993).
 Pedoman Guru Muhammadiyah, Seri MPP No. 5, hlm. 26. 
 M. Yunan Yusuf & Piet H. Khaidir, "Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Sebuah Perumusan Awal" dlm M.Yunan Yusuf & Piet H. Khaidir (ed.) Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Naskah Awal (Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah, 2000) hlm. 1-2.
 Di sini dibedakan antara Pendidikan Islam dan Pendidikan Agama Islam. Pendidikan Islam meliputi segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia dan berbagai potensi yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam. Sedangkan pendidikan agama Islam lebih dikhususkan pada usaha memelihara dan mengembangkan fitrah keberagamaan subjek didik agar lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam. Dalam tulisan ini makna pendidikan Islam mengacu pada pengertian yang pertama, karenanya tidak terbatas pada mata pelajaran agama seperti fikih, aqidah, syariah tapi mencakup seluruh bidang studi yang memakai pendekatan Islam. Lihat, Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media, 1992) hlm. ix.  
 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Maarif, 1989) hlm 24.
 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 27.
 HM Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hlm. 27.
 Mulkhan, Paradigma ...... hlm. 74.
 Al-Syaibany, Falsafah..... hlm. 47-50.
 Mulkhan, Paradigma ....... hlm 78.
 Arifin, Filsafat ......... hlm. 176.
 Lihat: Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran yang di Selenggarakan oleh Muhammadiyah (Malang: Ken Mutia, 1968); MT Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan (Jakarta: Pustaka Jaya, 1987); Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka (Jakarta: Gunung Agung, 1970); karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1994), untuk menyebut beberapa pengkaji pendidikan di Indonesia terkemuka. Para peneliti itu umumnya memakai pendekatan sejarah dalam mengkaji pendidikan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah sehingga tidak mampu menyingkap lebih jauh apa sebenarnya ide dasar dibalik pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan. Padahal, idealnya kajian sejarah itu dilengkapi dengan filsafat pendidikan sehingga mampu menggambarkan secara utuh proses yang berlangsung sebagaimana ditandaskan oleh Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1987); dan Imam Barnadib, Arti dan Metode Sejarah Pendidikan (Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 1982). 
 Contoh yang sangat bagus untuk kajian ini dilakukan oleh Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam (Bandung: PT AlMaarif, 1984). Bertitik tolak dari ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah ia mencoba merumuskan bagaimana sistem pendidikan Islam melalui tema-tema: alat dan tujuan, ciri-ciri khas sistem pendidikan Islam, Jaringan-jaringan yang berlawanan pada diri manusia
 Sebuah kajian mendalam tentang model ini dilakukan oleh John S. Brubacher, Modern Philosophies of Education (New York: McGraw-Hill, 1978). Brubacher mendaftar tidak kurang dari dua belas (12) mazhab filsafat yang berpengarung dalam pengembangan pendidikan, eksistensialisme, organisme, idealisme, realisme, rekonstrusionisme dan lain-lain.
 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 1990) hlm. 13-14.
 Nurcholish Madjid, "Tentang Cendekiawan dan Pembaharuan" dlm. Aswab Mahasin & Ismed Natsir (ed.) Cendekiawan dan Politik. (Jakarta: LP3ES,1984) hlm. 310-314.
 Ridwan Saidi, "Catatan di sekitar Regenerasi dalam Kelompok Islam" Prisma No 2 Februari 1980.
 Secara resmi tahun 1901 adalah awal di mulaianya ethische politiek oleh pemerintah Belanda yang dimaksudkan untuk membayar hutang budi (ereschuld) negeri Belanda kepada Indonesia dengan cara meningkatan tingkat melek huruf anak-anak Indonesia melalui pengadaan lembaga-lembaga pendidikan model Belanda. Hasrat untuk menyelenggarakan pendidikan model Barat sangat besar,  terbukti dengan menjamurnya sekolah-sekolah swasta. Ini dapat dipahami karena jabatan-jabatan pemerintah membutuhkan lulusan dari sekolah-sekolah Belanda dan pendidikan Barat memungkinkan orang untuk bergaul dan berhubungan dengan bangsa Belanda pada taraf yang sama atau setidak-tidaknya lebih tinggi dari pada jika hanya berpendidikan Indonesia. Kebijakan ini dari sisi kuantitas tidak begitu signifikan, tapi telah mampu menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya pendidikan sebagai sarana mobilitas sosial sehingga mampu memunculkan kaum elit baru yang peduli kepada bangsanya yang menuntut emansipasi dan kemerdekaan. 
 Abdul Mukti Ali, Interpretasi Amalan Muhammadiyah (Jakarta: Harapan Melati, 1985) hlm. 26-27.
 Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan ……. hlm 92.
 Abdul Mukti Ali, Beberapa Persoalan Dewasa Ini (Jakarta: Rajawali Pers,1987) hlm. 20.
 Konsep Sekolah Syariah berasal dari Prof. Moch. Sholeh YAI, PhD, konsultan SD Muhammadiyah Program Khusus, mengacu pada lembaga pendidikan yang mengarahkan warga sekolah, khususnya peserta didik agar mampu mengotimalisasikan Tauhid.
 Sajjad Husain & Ali Ashraf, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam (Bandung: Gema Risalah Press, 1994) hlm. 1.
 Ibid. hlm. 4.
 Tentang trend sekolah umggul di lingkungan Muhammadiyah lihat Marpuji Ali & Mohamad Ali, “Meretas Sekolah Unggul dan Menata Majlis Dikdasmen Muhammadiyah” dlm Suara Muhammadiyah 1-15 Oktober 2004. Secara normatif rumusan Sekolah Muhammadiyah Unggul apabila out putnya mampu (1) tertib ibadah; (2) mahir baca tulis al-Qur’an; (3) berwawasan kebangsaan; (4) pengetahuan akademis tinggi; (5) mampu berbahasa asing; (6) memiliki ketrampilan komputer, lihat Program Kerja Majlis Dikdasme PP Muhammadiyah.  
 Pengertian sekolah unggul yang dipahami masyarakat merujuk pada seberapa besar jumlah siswanya yang diterima di sekolah-sekolah favorit di jenjang berikutnya, di luar itu faktor kedisiplinan warga sekolah, kelengkapan sarana pendidikan, prestasi anak-anak dalam setiap perlombaan, dan pelayanan juga menjadi pertimbangan tersendiri dalam menjatuhkan pilihan.
 Dalam sejarah perkembangan tafsir A-Qur’an pada garis besarnya terdapat dua model penafsiran: tafsir al-ma’tsur (riwayat) dan tafsir al-mawdhu’iy (tematik). Yang pertama, metode ma’tsur, dalam menafsirkan al-Qur’an didasarkan atas tiga sumber; penafsiran Nabi Muhammada saw., penafsiran sahabat-sahabat Nabi, dan dan penafsiran tabiin. Sedangkan metode mawdhu’iy memiliki dua pengertian: (1) penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema semtralnya, serta menghubungkan persoalan yang beraneka ragam dalam surat tersebut sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan. (2) penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat al-Qur’an dan yang sedapat mungkin dirunut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut guna menarik petunjuk al-Qur’an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu. Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1993) hlm. 71-74. Berbeda dengan kedua penafsiran tersebut, menurut Prof Sholeh tafsir sistem tidak menterjemahkan teks (simbol) ke teks (simbol) tapi langsung pada realitas.
 M. Sholeh YAI & Mohamad Ali, “Menuju Kurikulum Berbasis Tauhid” dlm. PK Media II/2004.
 Sudah satu tahun lebih Tim SD Muhammadiyah Program Khsusus Kottabarat dengan bimbingan Prof. Sholeh mencoba menyusun kurikulum tersendiri yang berbasis Tauhid, dan proses ini  masih terus berlangsung mungkin sudah mencapai 95%. Secara skematis urutannya adalah: Al-Qur’an dan Sunnah juga Asmaul Husna, materi, perkembangan anak, lingkungan (sekolah, rumah, dan masyarakat), prosedur dan proses, dan tujuan (jangka pendek dan panjang). Berdasarkan urutannya terlihat dengan jelas bahwa Al-Qur’an diletakkan di bagian depan yang bermakna bahwa semua tema pembelajaran (baca: ayat kauniyah) dilandasi dengan dengan konsep wahyu (ayat qauliyah) yang tidak boleh dilupakan bahwa alur penjelasannya harus mempertimbangkan tingkat perkembangan peserta didik. Lebih dari itu, konsep-konsep itu juga musti dieksplorasi baik di lingkungan sekolah (ustadz/ustadzah dan peserta didik lain), lingkungan keluarga (orang tua dan saudaranya), dan lingkungan sosial (warga masyarakat). Dengan pembelajaran yang demikian, diharapkan mereka tidak hanya menjadi orang yang profesional di bidangnya sekaligus manusia yang berkualifikasi Ulul Albab.   
 M. Sholeh YAI & Mohamad Ali, Menuju………. hlm. 39 
 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam (Surabaya: Karya Abditama, 1996) hlm. 126.


MEMBANGUN KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN UNTUK KEPALA SEKOLAH MUHAMMADIYAH
Pendahuluan
DEPDIKNAS mengeluarkan PERMENDIKNAS NO. 13 TAHUN 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Permendiknas yang baru tersebut dalam rangka pelaksanaan Pasal 38 ayat (5) PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Ada 5 dimensi kompetensi kepala sekolah/madrasah yang diatur dalam Permendiknas tersebut, yaitu: kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial.
Kami akan mencoba mencermati dan mengurai kompetensi ketiga dari lima dimensi kompetensi kepala sekolah/madrasah yaitu kompetensi kewirausahaan. Lima dimensi kompetensi kewirausahaan yang tertuang dalam peraturan tersebut meliputi :
  1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah
  2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif
  3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
  4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala
  5. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar siswa
Membangun Jiwa Interpreneurship Kepala Sekolah
Banyak referensi dan literatur yang membahas pemahaman tentang kewirausahaan. Menurut Dr.Suyana, Msi, melalui bukunya yang berjudul “kewirausahaan, pedoman praktis, kiat dan proses menuju sukses”. kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (creatif new and different) melalui berfikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang. Bagaimana membangun jiwa kewirausahaan(interpreneurship) dapat diuraikan bahwa memahami kewirausahaan maka kepala sekolah harus memahami terlebih dahulu bagaimana muatan konsep kewirausahaan tersebut secara praktis dan menerapkannya secara teknis. Membangun jiwa kewirausahaan haruslah dimulai dengan kemauan kreatif dan inovatif kepala sekolah untuk mencapai suatu tujuan pada sekolah yang dipimpinnya. Banyak orang yang berhasil dan sukses karena memiliki kemampuan berfikir kreatif dan inovatif. Hal tersebut penting untuk dipahami mengingat selama ini dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang yang menafsirkan dan memandang bahwa kewirausahaan identik dengan apa yang dimiliki  dan dilakukan oleh “usahawan” atau “wiraswasta”. Padahal jiwa kewirausahaan (interpreneurship) tidak hanya dimiliki oleh usahawan akan tetapi dapat dimiliki oleh setiap orang yang berfikir kreatif dan bertindak inovatif baik kalangan pemerintah, mahasiswa, dosen, guru termasuk kepala sekolah.
Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara baru dalam pemecahan masalah dan menemukan peluang (thinking new thing). Sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang (doing new thing).Jadi kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru dan berbeda. Sesuatu yang baru dan berbeda tersebut dapat dalam bentuk prestasi sekolah, prestasi guru terlebih prestasi peserta didik, dan bisa dalam bentuk proses  pembelajaran seperti ide, metode dan cara. Sesuatu yang baru dan berbeda yang diciptakan melalui proses berfikir kreatif dan bertindak inovatif merupakan nilai tambah (value added) dan merupakan keunggulan yang dimiliki sekolah yang dipimpinnya. Nilai tambah yang berharga adalah sumber peluang bagi kepala sekolah. Ide kreatif akan muncul apabila kepala sekolah“look at old and think something new or different”.
Untuk mendorong berkembangnya jiwa kewirausahaan, maka kepala sekolah haruslah memiliki kompetensi. Kompetensi tersebut merupakan syarat utama bagi kepala sekolah yang ingin melakukan proses perjalanan kreativitas berfikir dan inovasi tentang keinginan yang diharapkannya untuk kemajuan sekolah. Kompetensi adalah seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan/ kegiatan. Dalam bukunya Geoffrey G. Meredith (Kewirausahaan : Teori dan Praktek) dan Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz, MBA (Kewirausahaan : Suatu Pendekatan Kontemporer) beliau memberikan pemahaman wirausaha tidak hanya memerlukan pengetahuan tapi juga keterampilan. Keterampilan-keterampilan tersebut diantaranya keterampilan manajerial (managerial skill), keterampilan konseptual (conceptual skill) dan keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi (human skill) dan keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan (decicion making skill), keterampilan mengatur dan menggunakan waktu (time management skill) dan keterampilan teknik lainnya secara spesifik.
Ide berwirausaha akan menjadi peluang apabila kepala sekolah bersedia melakukan evaluasi terhadap peluang secara terus menerus melalui proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda, mengamati pintu peluang, menganalisis proses secara mendalam dan memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi. Oleh karenanya maka kepala sekolah harus memiliki ciri dalam dirinya, yaitu percaya diri (self confidence), berorientasi pada tugas dan hasil, keberanian mengambil risiko, berorientasi pada masa depan dan orisinil. Ciri-ciri tersebut perlu dikembangkan secara lebih detail dan terperinci untuk kemajuan sekolah. Bahwa keberhasilan kepala sekolah memimpin sekolah didasari atas sikap dan persepsinya sendiri tentang apa yang dikerjakannya. Jika sikap dan persepsinya positif tentang apa yang dilakukannya, maka dengan sendirinya motivasi dan kreativitas serta inovasi akan muncul seiring dengan harapan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kepala Sekolah Muhammadiyah sebagai Wirausaha Sosial
Sebagai bidang yang relatif baru berkembang, masih terdapat sejumlah pendapat yang tidak seragam tentang maksud kewirausahaan sosial dan siapa saja yang dapat disebut sebagai wirausaha sosial. Berbagai pendapat atau rumusan yang sudah ada cenderung menggambarkan suatu jenis wirausaha sosial yang unggul beserta karakteristik peran dan kegiatannya. Berdasarkan analisis adanya berbagai jenis wirausaha bisnis, dan ada  pula sejumlah jenis wirausaha sosial. Dari sejumlah rumusan kewirausahaan sosial yang telah didefinsikan oleh organisasi dan ahli yang menggumuli bidang ini. Misalnya, Ashoka Fellows, yang didirikan oleh Bill Drayton tahun 1980, menyebutkan karakteristik kegiatan wirausaha sosial sebagai berikut:
  1. Tugas wirausaha sosial ialah mengenali adanya kemacetan atau kemandegan dalam kehidupan masyarakat dan menyediakan jalan keluar dari kemacetan atau kemandegan itu. Ia menemukan apa yang tidak berfungsi, memecahkan masalah dengan mengubah sistemnya, menyebarluaskan pemecahannya, dan meyakinkan seluruh masyarakat untuk berani melakukan perubahan.
  2. Wirausaha sosial tidak puas hanya memberi “ikan” atau mengajarkan cara “memancing ikan”. Ia tidak akan diam hingga “industri perikanan” pun berubah.
Dengan karakteristik tersebut maka sangat relevan bahwa kepala sekolah muhammadiyah adalah sebagai wirausahawan sosial sejati. Kepala sekolah harus dapat mengenali kemacetan atau kemandegan sekolah yang dipimpinnya dan bagaimana mencari jalan keluar dari kemacetan atau kemandegan tersebut. Kepala sekolah harus dapat menemukan apa yang tidak berfungsi dan menecahkan berbagai masalah yang dihadapi sekolah. Kepala sekolah harus dapat meyakinkan guru dan peserta didik untuk berani melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Pada prestasi yang lebih tinggi kepala sekolah harus dapat membangun mata rantai sekolah menjadi system yang seimbang (link and matc) antara wali peserta didik, guru. Peserta didik, pengguna lulusan dan persyarikatan Muhammadiyah. Semoga segera dapat terwujud. Amien.SUMBER : UMY

28 September 2012

PENYELENGGARAAN SMA MUHAMMADIYAH HARUS BERPEDOMAN PADA SK PP DIKDASMEN


PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
SURAT KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
Nomor: 138/KEP/I.0/B/2008
Tentang:
PEDOMAN MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
Bismillahirrahmanirrahim
Pimpinan Pusat Muhammadiyah:
Membaca        :  Surat  Keputusan   Pimpinan  Pusat  Muhammadiyah
                     nomor 86/KEP/I.0/B/2007 tanggal 25 Jumadats Tsaniyah 1428 H / 10 Juli 2007 M tentang Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah;
Menimbang        : 1.   bahwa dalam Pedoman Majelis  Pendidikan Dasar  
     dan Menengah Muhammadiyah sebagaimana ditetapkan dengan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 86/KEP/I.0/B/2007 tanggal 25 Jumadats Tsaniyah 1428 H / 10 Juli 2007 M terdapat pasal-pasal yang perlu diubah khususnya mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Majelis;
  1. bahwa   perubahan – perubahan   tersebut  perlu
dituangkan dalam suratkeputusan;
Mengingat     :  1.  Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
                            Muhammadiyah;
  1. Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 77.1/KEP/I.0/B/2005 tentang Pedoman dan Tata Kerja Pimpinan Pusat Muhammadiyah Masa Jabatan 2005 – 2010;
  2. Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 120/KEP/I.0/B/2006 tanggal 09 Sya’ban 1427 H / 02 September 2006 M tentang Qa’idah Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan;
Berdasar        : Pembahasan dan keputusan rapat pleno Pimpinan
                       Pusat Muhammadiyah tanggal 23 Juni 2008;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan        : KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
                       TENTANG PEDOMAN MAJELIS PENDIDIKAN DASAR
                       DAN MENENGAH sebagai berikut:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
  1. Persyarikatan adalah Muhammadiyah.
  2. Pimpinan Persyarikatan sesuai dengan tingkatannya adalah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah, dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah.
  3. Majelis adalah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah merupakan Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan bidang pendidikan dasar dan menengah.
  4. Amal Usaha, Program, dan Kegiatan adalah bentuk usaha bidang pendidikan dasar dan menengah.
  5. Keuangan dan kekayaan adalah seluruh harta benda milik  Persyarikatan yang dikelola oleh Majelis.
  6. Pengawasan adalah pemeriksaan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan terhadap Majelis.
  7. Sanksi adalah tindakan administratif dan/atau yuridis yang dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan terhadap Majelis yang menyalahi ketentuan dan peraturan yang berlaku.
BAB II
KEDUDUKAN DAN PEMBENTUKAN
Pasal 2
Kedudukan dan Pembentukan
  1. Majelis berkedudukan di tingkat pusat, wilayah, daerah, dan cabang.
  2. Majelis dibentuk oleh Pimpinan Persyarikatan pada masing-masing tingkat.
BAB III
FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG
Pasal 3
Fungsi
Majelis tingkat pusat sampai dengan tingkat cabang berfungsi sebagai penyelenggara amal usaha, program, dan kegiatan bidang pendidikan dasar dan menengah sesuai kebijakan Persyarikatan, meliputi:
  1. Pembinaan ideologi Muhammadiyah di sekolah.
  2. Perencanaan, pengorganisasian, pembimbingan, pengkoordinasian, dan pengawasan atas pengelolaan amal usaha, program, dan kegiatan.
  3. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga profesional.
  4. Pengembangan kualitas dan kuantitas amal usaha.
  5. Penelitian dan pengembangan bidang pendidikan dasar dan menengah.
  6. Penyampaian masukan kepada Pimpinan Persyarikatan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan bidang pendidikan dasar dan menengah.
Pasal 4
Tugas
  1. Majelis tingkat pusat sampai dengan cabang bertugas menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan bidang pendidikan dasar dan menengah sesuai kebijakan Persyarikatan, meliputi:
  1. Pembinaan ideologi Muhammadiyah di sekolah.
  2. Perencanaan, pengorganisasian, pembimbingan, pengkoordinasian, dan pengawasan atas pengelolaan amal usaha, program, dan kegiatan.
  3. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga profesional.
  4. Pengembangan kualitas dan kuantitas amal usaha.
  5. Penelitian dan pengembangan bidang pendidikan dasar dan menengah
  6. Penyampaian masukan kepada Pimpinan Persyarikatan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan bidang pendidikan dasar dan menengah.
(2) Majelis tingkat pusat bertugas:
  1. Mengatur Pelaksanaan pasal 4 ayat (1)
  2. Mengatur pendirian dan pembubaran sekolah,
  3. Mengatur pengangkatan dan pemberhentian guru dan karyawan.
  4. Mengatur pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Wakil-Wakil Kepala Sekolah.
  5. Mengatur pengangkatan dan pemberhentian Pengawas.
  6. Mengatur penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah.
  7. Mengatur penetapan Komite Sekolah
  8. Menetapkan kurikulum nasional dan kurikulum Al-Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab, dan bahasa Inggris (ISMUBARIS).
(3) Majelis tingkat wilayah bertugas:
  1. Melaksanakan ketentuan pasal 4 ayat (2) huruf a
  2. Mengusulkan pendirian dan pembubaran sekolah kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
  3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
  4. Mengangkat dan pemberhentian Wakil-Wakil Kepala Sekolah SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang.
  5. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pengawas SMA/SMK/MA Mu’alimin-Mu’alimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
  6. Mengesahkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah tingkat SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat.
(4) Majelis tingkat daerah bertugas:
  1. Melaksanakan ketentuan pasal 4 ayat (2) huruf a.
  2. Mengusulkan pendirian dan pembubaran sekolah kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dengan persetujuan dan atas nama Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian guru dan karyawan kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  5. Mengangkat dan Memberhentikan Wakil-Wakil Kepala Sekolah SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat.
  6. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pengawas SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  1. Mengesahkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah tingkat SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat.
Pasal 5
Wewenang
  1. Majelis tingkat pusat sampai dengan cabang berwenang melaksanakan kebijakan Persyarikatan dalam penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan bidang pendidikan dasar dan menengah, meliputi:
  1. Pembinaan ideologi Muhammadiyah di sekolah.
  2. Perencanaan, pengorganisasian, pembimbingan, pengkoordinasian, dan pengawasan atas pengelolaan amal usaha, program, dan kegiatan.
  3. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga profesional.
  4. Pengembangan kualitas dan kuantitas amal usaha.
  5. Penelitian dan pengembangan bidang pendidikan dasar dan menengah.
  6. Penyampaian masukan kepada Pimpinan Persyarikatan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan bidang pendidikan dasar dan menengah.
  1. Majelis tingkat pusat berwenang menetapkan:
  1. Ketentuan tentang tata cara:
  1. Pelaksanaan pasal 5 ayat (1)
  2. Pendirian dan pembubaran sekolah, dengan ketentuan:
  1. Pendirian SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat ditetapkan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  2. Pendirian SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah.
  3. Pembubaran SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat, dan SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah  atas persetujuan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
  1. Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Wakil-Wakil Kepala Sekolah, dengan ketentuan:
  1. Kepala Sekolah SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain
  2. yang sederajat ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
  3. Kepala Sekolah SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat
  4. ditetapkan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah. Wakil-Wakil Kepala Sekolah SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat ditetapkan oleh Majelis tingkat wilayah. 4. Wakil-Wakil Kepala Sekolah SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat ditetapkan oleh Majelis tingkat daerah.
  1. Pengangkatan dan pemberhentian guru dan karyawan.
  2. Pengangkatan dan pemberhentian Pengawas.
  3. Penyusunan dan pengesahan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah.
  4. Penetapan Komite Sekolah.
  1. Kurikulum nasional dan kurikulum Al-Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab, dan bahasa Inggris (ISMUBARIS).
(3) Majelis tingkat wilayah berwenang:
  1. Melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat (2)
  2. Mengusulkan:
  1. Pendirian SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
  2. Pembubaran SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
  1. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
  2. Mengangkat dan memberhentikan Wakil-Wakil Kepala Sekolah SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat
  3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pengawas SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
  4. Mengesahkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah tingkat SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat
(4) Majelis tingkat daerah berwenang:
  1. Melaksanakan ketentuan pasal 4 ayat (2) huruf a
  2. Mengusulkan:
  1. Pendirian SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  2. Pembubaran SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Wilayah  Muhammadiyah dengan persetujuan dan atas nama Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  1. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah. Mengangkat dan memberhentikan Wakil-Wakil Kepala Sekolah SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat.
  2. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pengawas SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian guru dan karyawan SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat, dan SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMA LB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  4. Mengesahkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah tingkat SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat
BAB IV
HUBUNGAN DAN TATA KERJA
Pasal 6
Hubungan
  1. Majelis mengadakan hubungan vertikal dalam penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan Persyarikatan di bidang pendidikan dasar dan menengah Muhammadiyah dengan pemberitahuan baik kepada Pimpinan Persyarikatan setingkat maupun yang dituju. Dalam hal hubungan dengan Pimpinan Persyarikatan dilakukan dengan persetujuan dan atas nama Pimpinan Persyarikatan setingkat.
  2. Majelis mengadakan hubungan horisontal dengan Majelis dan  Lembaga lain serta Organisasi Otonom, dengan pemberitahuan kepada Pimpinan Persyarikatan.
  1. Majelis dengan persetujuan Pimpinan Persyarikatan dapat mengadakan hubungan dengan Amal Usaha Majelis lain dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang sama, dilakukan dengan pemberitahuan sebelumnya kepada Majelis yang membawahi amal usaha tersebut dan Pimpinan Persyarikatannya.
  2. Majelis dapat mengadakan hubungan dan kerjasama dengan pihak lain di luar Persyarikatan, dengan persetujuan Pimpinan Persyarikatan setingkat. Dalam hal hubungan dan kerjasama dengan pihak luar negeri, diatur oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pasal 7
Tata Kerja
Majelis menyusun tata terja dengan menerapkan prinsip-prinsip amanah, adil, transparan, akuntabel, dan partisipatif berdasarkan aturan-aturan Persyarikatan.
BAB V
PIMPINAN
Pasal 8
Persyaratan
(1) Syarat Pimpinan Majelis:
  1. Taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam.
  2. Setia pada prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah.
  3. Dapat menjadi teladan dalam perjuangan Muhammadiyah.
  4. Taat pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah.
  5. Memiliki kecakapan dan berkemampuan menjalankan tugasnya.
  6. Telah menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya satu tahun dan berpengalaman dalam kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah bagi pimpinan tingkat daerah, wilayah, dan pusat.
  7. Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan organisasi politik dan pimpinan organisasi yang amal usahanya sama dengan Muhammadiyah di semua tingkat.
  8. Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan amal usaha yang menjadi tanggungjawabnya.
  1. Penyimpangan dari ketentuan pasal 8 ayat (1) huruf f, g, dan h hanya dapat dilakukan atas keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pasal 9
Susunan
Susunan Pimpinan Majelis terdiri atas :
1. Ketua dan Wakil Ketua.
2. Sekretaris dan Wakil Sekretaris.
3. Bendahara dan Wakil Bendahara.
4. Ketua Bidang Pendidikan Dasar.
5. Ketua Bidang Pendidikan Menengah.
6. Ketua Bidang Al Islam dan Kemuhammadiyahan.
7. Ketua Bidang terkait yang diperlukan.
8. Anggota.
Pasal 10
Penetapan
Penetapan Pimpinan Majelis dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan masing-masing tingkat.
Pasal 11
Masa Jabatan
  1. Masa jabatan Pimpinan Majelis sama dengan masa jabatan Pimpinan Persyarikatan.
  2. Jabatan ketua Majelis tingkat pusat, wilayah, dan daerah dapat dijabat oleh orang yang sama dua kali masa jabatan berturut-turut.
  3. Perubahan personalia Pimpinan Majelis dapat dilakukan dalam tenggang masa jabatan oleh Pimpinan Persyarikatan masing-masing tingkat atas usul Pimpinan Majelis, dan/atau kebijakan Persyarikatan.
  4. Pimpinan Majelis yang telah habis masa jabatannya tetap  menjalankan tugasnya sampai ditetapkan Pimpinan Majelis yang baru.
BAB VI
RAPAT
Pasal 12
Rapat Pimpinan Majelis
  1. Rapat Pimpinan Majelis terdiri atas:
  1. Rapat Harian.
  2. Rapat Bidang.
  3. Rapat Pleno.
  1. Rapat Harian ialah rapat Pimpinan Majelis yang anggotanya terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara, Wakil Bendahara, diadakan sekurangkurangnya satu kali dalam satu minggu, membahas pelaksanaan keputusan rapat pleno, keputusan rapat bidang, kebijakan organisasi, dan kegiatan rutin.
  2. Rapat Bidang ialah rapat bidang tertentu dalam Majelis yang dihadiri oleh anggota bidang yang bersangkutan, diadakan  sekurang-kurangnya satu kali dalam dua minggu, membahas pelaksanaan program dan kegiatan bidang masing-masing. Rapat Bidang dapat mengundang pihak lain yang diperlukan.
  3. Rapat Pleno ialah rapat Pimpinan Majelis yang anggotanya terdiri atas semua anggota Pimpinan Majelis, diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan, membahas kebijakan organisasi dalam penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan Persyarikatan.
Pasal 13
Rapat Kerja Majelis
  1. Rapat Kerja Majelis ialah rapat yang diadakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Majelis untuk membahas penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan, diselenggarakan sekurang-kurangnya dua kali dalam satu masa jabatan.
  2. Acara Rapat Kerja:
  1. Laporan Majelis.
  2. Penyelenggaraan program, meliputi penjabaran, pelaksanaan, dan penilaian.
  3. Masalah umum yang berkaitan dengan bidang tugas Majelis.
  1. Rapat Kerja dihadiri oleh:
  1. Tingkat pusat:
  1. Anggota Majelis tingkat pusat.
  2. Wakil Majelis tingkat wilayah.
  3. Undangan.
  1. Tingkat wilayah:
  1. Anggota Majelis tingkat wilayah.
  2. Wakil Majelis tingkat daerah.
  3. Undangan.
  1. Tingkat Daerah:
  1. Anggota Majelis tingkat daerah.
  2. Wakil Majelis tingkat cabang.
  3. Undangan.
  1. Tingkat cabang:
  1. Anggota Majelis tingkat cabang.
  2. Wakil Pimpinan ranting.
  3. Undangan.
  1. Keputusan Rapat Kerja Majelis mulai berlaku setelah ditanfidz oleh Pimpinan Persyarikatan setingkat.
Pasal 14
Rapat Koordinasi
  1. Rapat Koordinasi adalah rapat antara Majelis dengan Pengurus dan Pimpinan Amal Usaha Muhammadiyah bidang pendidikan  dasar dan menengah, diadakan oleh dan atas tanggung-jawab Pimpinan Majelis. Rapat Koordinasi diadakan di tingkat pusat, wilayah, daerah, dan cabang.
  2. Rapat Koordinasi membahas pelaksanaan amal usaha, program, dan kegiatan di bidang pendidikan dasar dan menengah.
  3. Rapat Koordinasi dihadiri oleh:
  1. Tingkat pusat:
  1. Anggota Majelis tingkat pusat.
  2. Pengurus dan Pimpinan Amal Usaha yang dikelola oleh Majelis.
  3. Undangan.
  1. Tingkat wilayah:
  1. Anggota Majelis tingkat wilayah.
  2. Pengurus dan Pimpinan Amal Usaha yang dikelola oleh Majelis.
  3. Undangan.
  1. Tingkat Daerah:
  1. Anggota Majelis tingkat daerah.
  2. Pengurus dan Pimpinan Amal Usaha yang dikelola oleh Majelis.
  3. Undangan.
  1. Tingkat Cabang:
  1. Anggota Majelis tingkat cabang.
  2. Pengurus dan Pimpinan Amal Usaha yang dikelola oleh Majelis.
  3. Undangan.
BAB VII
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 15
Keuangan
  1. Majelis dapat mengusahakan dana dari sumber yang halal, sah, dan tidak mengikat atas persetujuan dan dalam koordinasi Pimpinan Persyarikatan setingkat.
  2. Majelis menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja tahunan yang disahkan oleh Pimpinan Persyarikatan setingkat.
Pasal 16
Kekayaan
  1. Kekayaan Majelis secara hukum milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
  2. Pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan dapat dilakukan oleh Majelis sesuai dengan ketentuan dan/atau kebijakan Pimpinan Persyarikatan.
  3. Pemindahan hak atas kekayaan berupa benda bergerak dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan masing-masing tingkat atas pelimpahan wewenang dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sedang untuk benda tidak bergerak dilakukan atas ijin tertulis Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
BAB VIII
PENGAWASAN DAN SANKSI
Pasal 17
Pengawasan dan Sanksi
  1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan amal usaha, pelaksanaan program dan kegiatan, serta pengelolaan keuangan dan  ekayaan Majelis dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan pada semua tingkat secara periodik dan/atau insidental.
  2. Sanksi berupa tindakan administratif dan/atau yuridis dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan terhadap Majelis baik institusi dan/atau perorangan yang menyalahi ketentuan dan peraturan yang berlaku.
  3. Peraturan tentang pengawasan dan sanksi ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
BAB IX
LAPORAN
Pasal 18
Laporan
  1. Laporan pertanggungjawaban tentang hasil kerja penyelenggaraan amal usaha, pelaksanaan program, dan kegiatan, serta  pengelolaan keuangan dan kekayaan dibuat oleh Majelis pada akhir masa jabatan, disampaikan kepada Pimpinan Persyarikatan masing-masing tingkat, tembusannya disampaikan kepada Majelis satu tingkat di atasnya.
  2. Laporan Tahunan tentang perkembangan penyelenggaraan amal usaha, pelaksanaan program, dan kegiatan, serta pengelolaan keuangan dan kekayaan dibuat oleh Majelis disampaikan kepada Pimpinan Persyarikatan masing-masing tingkat, tembusannya disampaikan kepada Majelis satu tingkat di atasnya.
  3. Laporan insidental tentang penanganan terhadap peristiwa atau masalah khusus di luar ketentuan ayat (1) dan (2) disampaikan dan dipertanggungjawabkan secara tersendiri kepada Pimpinan Persyarikatan selambat-lambatnya satu bulan setelah kegiatan tersebut dinyatakan selesai.
  4. Sistem pelaporan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Ketentuan Peralihan
  1. Pedoman ini menjadi dasar penyusunan peraturan di bawahnya.
  2. Ketentuan-ketentuan tentang Majelis yang pernah ada dinyatakan tidak berlaku lagi.
  3. Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman ini akan diatur kemudian oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
BAB XI
PENUTUP
Pasal 20
Penutup
Pedoman ini menjadi pengganti Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 86/KEP/I.0/B/2007 dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Yogyakarta
Pada tanggal : 27  Syawal 1429 H
         27 Oktober 2008 M
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua,                                 Sekretaris Umum,
                 dto                                           dto
Dr. H. Haedar Nashir, M.Si.      Drs. H. A. Rosyad Sholeh
          NBM. 545549                              NBM. 157825

SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
Nomor : 124 /KEP/I.4/F/2008
T e n t a n g
PANDUAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis  Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Menimbang        : 1.Bahwa  dalam rangka pembinaan Sekolah Muhammadiyah yang terencana dan terprogram,  diperlukan   Panduan Pembinaan Sekolah Muhammadiyah di lingkungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah  Muhammadiyah;                        
         2.Bahwa dalam rangka peningkatan kualitas kepemimpinan sekolah Muhammadiyah, maka perlu disusun Panduan Pelatihan Kepemimpinan  Sekolah Muhammadiyah.
Mengingat:      1.         Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  1. Peraturan Pemerintah  No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
  2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  Muhammadiyah;
  3. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 45 Tahun 2005 di Malang;
  4. Keputusan PP Muhammadiyah Tahun  2005 tentang Program Kerja Majelis dan Lembaga Tahun 2005-2010;
  5. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 29 Rabiul Akhir 1428 H/17 Mei 2007 tentang Tanfidz Keputusan Tanwir  Muhammadiyah Tahun 1428/2007 M.
  6. Keputusan Rakernas Majelis Dikdasmen Tahun 2006;
  7. Keputusan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah tentang Evaluasi Program Kerja Tahun 2005-2010 tanggal, 9 -10 Februari 2007;
Memperhatikan:        Keputusan  Pleno Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal  16-17  Juni 2008.
MEMUTUSKAN
Menetapkan      :   PANDUAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH.
Pertama    :         Panduan Pelatihan Kepemimpinan Sekolah Muhammadiyah sebagaimana terlampir untuk dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pelatihan  Kepemimpinan Sekolah Muhammadiyah.
Kedua      :       Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
                                                           Ditetapkan :  di Jakarta
                       Tanggal : 16 Jum Akhir 1429 H
                                      20     Juni      2008 M
Ketua,                                   Sekretaris,
                             dto                                                          dto
H. Yahya A. Muhaimin                H. Abdul Mu’ti
                 KTAM : 314.255                      KTAM : 750.178
        PIRAN SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR 124 TAHUN 2008
TENTANG

PANDUAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN

SEKOLAH MUHAMMADIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Rasional

Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang berdiri pada tahun 1912 telah berkiprah dan berpartisipasi aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sejak sebelum Indonesia merdeka. Oleh karena itu peran dan sumbangan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kemajuan bangsa Indonesia saat ini.
Lembaga pendidikan yang dikelola Muhammadiyah dari tingkat Pendidikan Usia Dini (PAUD) sampai dengan Pendidikan Tinggi sebanyak 11.421 buah, dengan rincian Kelompok Belajar sebanyak 442 buah, Taman Kanak-kanak sebanyak 5.106 buah, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 2.899 buah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah sebanyak 1.706 buah, Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 941 buah, Madrasah Diniyah sebanyak 182 buah, pondok Pesantren sebanyak 67 buah dan perguruan Tinggi Muhammadiyah sebanyak 78 buah.
Secara kelembagaan lembaga pendidikan       Muhammadiyah    tersebut
dikelola oleh tiga Majelis Pendidikan yaitu Majelis Pendidikan PP Aisyiah mengelola pendidikan anak usia dini (PAUD), Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah mengelola Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah mengelola pendidikan tinggi Muhammadiyah.
Lembaga pendidikan Muhammadiyah tersebut di atas merupakan potensi dan aset yang sangat berharga khususnya bagi persyarikatan Muhammadiyah dan bangsa Indonesia pada umumnya. Oleh sebab itu lembaga pendidikan Muhammadiyah tersebut perlu dikelola secara profesional sehingga dapat menghasilkan lulusan yang bermutu dan berguna bagi persyarikatan, masyarakat, dan bangsa.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah sebagai salah satu unsur pembantu pimpinan yang diberi tanggung jawab mengelola pendidikan Dasar dan Menengah perlu melakukan upaya pembinaan yang maksimal secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian sekolah Muhammadiyah dapat bersaing dan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Salah satu unsur penting agar sekolah Muhammadiyah dapat bersaing dan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas perlu kepemimpinan sekolah yang profesional. Karena kepemimpinan sekolah merupakan salah satu faktor dominan bagi kemajuan sekolah itu sendiri. Pengalaman menunjukkan banyak sekolah menjadi baik apabila dipimpin oleh kepala sekolah yang tepat dan profesional dan sebaliknya banyak juga sekolah yang stagnan dan bahkan tidak ada kemajuan sama sekali karena dipimpin oleh orang yang tidak tepat dan tidak profesional.
Dengan alasan seperti tersebut di atas, maka pelatihan kepemimpinan sekolah Muhammadiyah perlu dilakukan oleh Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Pimpinan Wilayah.
  1. Tujuan dan Output

  1. Tujuan Umum:
Pelatihan kepemimpinan sekolah bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan dalam mengelola sekolah Muhammadiyah secara profesional yang berorientasi kepada peningkatan mutu.
  1. Tujuan Khusus:
  1. Meningkatkan kemampuan peserta untuk memahami ideologi Muhammadiyah;
  2. Meningkatkan kemampuan peserta untuk melakukan evaluasi diri terhadap kondisi sekolah yang dipimpinnya;
  3. Meningkatkan kemampuan peserta dalam menyusun kerangka kurikulum KTSP yan mencakup visi, misi dan tujuan sekolah;
  4. Meningkatkan kemampuan peserta dalam menyusun rencana strategis rencana pengembangan sekolah Muhammadiyah dan RAPBS;
  5. Meningkatkan kemampuan peserta dalam pengelolaan sekolah secara profesional;
  6. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan sikap enterpreneurship para peserta;
  7. Meningkatkan kemampuan peserta dalam kepemimpinan sekolah, manajemen pembelajaran, pembiayaan pendidikan dan membangun jejaring menuju SBI;
  8. Meningkatkan kemampuan evaluasi dan supervisi pendidikan
  9.   Meningkatkan kemampuan peserta dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung pengelolaan sekolah.
  1.   Output Kegiatan:
  1.   Menghasilkan pimpinan  sekolah Muhammadiyah yang memahami ideologi Muhammadiyah secara utuh;
  2. Teridentifikasinya kondisi nyata sekolah Muhammadiyah peserta pelatihan;
  3.    Meningkatnya kemampuan peserta dalam menyusun kerangka kurikulum KTSP yan mencakup visi, misi dan tujuan sekolah;
  4. Meningkatnya kemampuan peserta dalam menyusun rencana strategis pengembangan sekolah Muhammadiyah dan RAPBS;
  5.    Meningkatnya kemampuan peserta dalam pengelolaan sekolah secara profesional;
  6.    Meningkatnya kemampuan kepemimpinan dan sikap enterpreneurship para peserta;
  7. Meningkatnya kemampuan manajerial peserta yang berorientasi pada peningkatan mutu sekolah Muhammadiyah;
  8. Meningkatnya kemampuan evaluasi dan supervisi pendidikan.
  9. Meningkatnya wawasan dan kemampuan peserta dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung pengelolaan sekolah yang berbasis teknologi.
C. Kriteria Peserta
Kriteria peserta pelatihan kepemimpinan sekolah Muhammadiyah adalah sebagai berikut
  1. Kepala sekolah/wakil kepala sekolah/guru tetap yang belum mengikuti pelatihan yang diselengarakan oleh Majelis Dikdasmen
  2. Mempunyai Nomor Baku Muhammadiyah
  3. Mempunyai ijazah Sarjana/D4
  1. Nara Sumber
  1. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah
  2. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
  3. Pejabat Departemen Pendidikan Nasional/Dinas Pendidikan
  4. Pejabat Departemen Agama/Kanwil Departemen Agama Propinsi
  5. Pakar pendidikan
  6. Dll (disesuaikan dengan kebutuhan)

BAB II
MEKANISME PELAKSANAAN PELATIHAN
  1. Pelaksana Pelatihan
Pelaksana kegiatan pelatihan adalah Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah.
  1. Biaya Pelatihan
Biaya yang digunakan untuk kegiatan pelatihan berasal dari:
  1. Sumbangan Organisasi
  2. Sumbangan wajib perorangan
  3. Donatur
  4. Sumber lain yang tidak mengikat
  1. Waktu dan Tempat Pelatihan
Waktu dan tempat kegiatan ditentukan oleh Majelis Dikdasmen Wilayah
  1. Pendekatan Pelatihan
Pendekatan yang digunakan dalam pelatihan ini adalah:
  1. Partisipatif, narasumber memberikan uraian atau penjelasan kepada peserta yang dilakukan secara lisan;
  2. Andragogi, pendekatan yang didasarkan pada prinsip belajar orang dewasa yakni adanya hubungan timbal balik, saling membantu, komunikasi dua arah, dan berada dalam satu kesetaraan.
Adapun metodologi pelatihan yang digunakan, meliputi:
  1. Ceramah, narasumber memerikan uraian atau penjelasan kepada peserta yang dilakukan secara lisan;
  2. Brainstorming, bertukarpikiran secara intensif dan terfokus dengan topik pembahasan;
  3. Small Group Discussion, yaitu diskusi tentang topik bahasan tertentu ke dalam kelompok diskusi;
  4. Presentasi, yaitu proses pelatihan di mana peserta diminta menyajikan materi hasil kerja kelompoknya;
  5. Kunjungan lapangan

  1. Struktur Program Pelatihan
Untuk mencapai tujuan pelatihan kepemimpinan sekolah disusun struktur program sebagai berikut :

No.
Materi/Kegiatan
Kompetensi
Alokasi Waktu
Kep
Man
Wir
Sos
1.
Al Islam & Kemuhammadiyahan
16
2.
Pengembangkan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT)
8
3.
Kepemimpinan Pendidikan
8
4.
Pembiayaan Pendidikan
4
5.
Enterpreneurship
4
6.
Manajemen Perubahan
4
7.
Kebijakan Pengelolaan Pendidikan sesuai SNPM
8
8.
Pengembangan Kurikulum
8
9.
Pengembangan Jaringan (Net Working)
4
10.
Evaluasi & Supervisi Pendidikan
6
11.
Kunjungan Kerja Lapangan (KKL)        
12
Jumlah
82 jam
Keterangan :
Kep = Kepemimpinan/Kepribadian;
Man = Manejerial;
Sos = Sosial;
Wir = Kewirausahaan;  
SNPM = Standar Nasional Pendidikan Muhammadiyah;

BAB III
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A.  Monitoring dan Evaluasi
Monitoring adalah pemantauan terhadap kegiatan pelatihandari sesi ke sesi oleh fasilitator dan panitia, sedangkan Evaluasi kegiatan pelatihan dapat dilakukan pada saat kegiatan pelatihan sedang berlangsung dan ketika kegiatan akan berakhir.
B.  Pelaporan
Pelaporan merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan baik laporan administrasi keuangan maupun akademik.
         Ditetapkan :  di Jakarta
         Tanggal : 16 Jum Akhir 1429 H
                                                                  20     Juni      2008 M
                     Ketua,                                   Sekretaris,

                        dto                                                    dto
                H. Yahya A. Muhaimin            H. Abdul Mu’ti
                    KTAM : 314.255                    KTAM : 750.178
                                        


SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
Nomor : 126 /KEP/I.4/F/2008
T e n t a n g
PANDUAN  PEMBINAAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH
 MELALUI SISTEM KLUSTER
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis  Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
   Menimbang        : 1. Bahwa  dalam rangka pembinaan Sekolah Muhammadiyah yang terencana dan terprogram,  diperlukan   Panduan Pembinaan Sekolah Muhammadiyah di lingkungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah  Muhammadiyah;                        
             2.  Bahwa       dalam     rangka    peningkatan kualitas
                                    pembinaan sekolah Muhammadiyah, maka perlu disusun Panduan   Pembinaan Sekolah Muhammadiyah melalui Sistem Kluster.
  Mengingat        :    1.         Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  1. Peraturan Pemerintah  No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
  2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  Muhammadiyah;
  3. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 45 Tahun 2005 di Malang;
  4. Keputusan   PP Muhammadiyah Tahun 2005  tentang Program Kerja Majelis dan Lembaga Tahun 2005-2010;
  5. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 29 Rabiul Akhir 1428 H/17 Mei 2007 tentang Tanfidz Keputusan Tanwir  Muhammadiyah Tahun 1428/2007 M;
  6. Keputusan Rakernas Majelis Dikdasmen Tahun 2006;
  7. Keputusan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah tentang Evaluasi Program Kerja Tahun 2005-2010 tanggal, 9 -10 Februari 2007.

Memperhatikan        :        Keputusan  Pleno Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal  16-17  Juni 2008.
MEMUTUSKAN
Menetapkan      :   PANDUAN  PEMBINAAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH MELALUI SISTEM KLUSTER

Pertama        :         Panduan Pembinaan Sekolah Muhammadiyah melalui sistem kluster sebagaimana terlampir untuk dijadikan pedoman dalam Pembinaan Sekolah Muhammadiyah di lingkungan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Kedua        :        Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
                                           Ditetapkan :  di Jakarta
                                                       Tanggal : 16 Jum Akhir 1429 H
                                         20      Juni     2008 M          
Ketua,                                  Sekretaris,
            dto                                                 dto
H. Yahya A. Muhaimin        H. Abdul Mu’ti
KTAM : 314.255                KTAM : 750.178
                                        
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR  126 TAHUN 2008
TENTANG

PANDUAN PEMBINAAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH

MELALUI SISTEM KLUSTER

  1. Latar Belakang
Sekolah Muhammadiyah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Sekolah Muhammadiyah lahir jauh sebelum sistem pendidikan nasional ada. Kehadiran Sekolah Muhammadiyah di Indonesia merupakan wujud nyata partisipasi aktif Muhammadiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa agar menjadi bangsa yang mandiri dan bermatabat. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa pendidikan nasional merupakan tanggung jawab bersama yaitu pemerintah, orang tua, dan masyarakat termasuk organisasi Muhammadiyah.
Selain hal tersebut di atas sekolah Muhammadiyah juga merupakan wahana untuk menanamkan dan menyebarkan  nilai-nilai serta cita-cita organisasi, menyiapkan kader atau generasi penerus persyarikatan, dan sebagai laboratorium pengembangan pendidikan yang maju yang dapat merespon perubahan dan tantangan masa depan.
Namun demikian, saat ini sekolah Muhammadiyah dihadapkan pada masalah yang cukup berat untuk diatasi, antara lain : (1) rendahnya kualitas lulusan, (2) rendahnya kualitas tenaga pendidik dan kependidikan, (3) terbatasnya sumber pembiayaan, (4) kurangnya sarana dan prasarana, (5) lemahnya manajemen sekolah. Di sisi lain ilmu  pengetahuan dan teknologi berkembang cepat dan masyarakat juga berubah dengan cepat. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pengelolaan sekolah Muhammadiyah.
Berdasarkan tersebut maka diperlukan upaya pembinaan sekolah yang terencana dan terpadu, sehingga dapat memenuhi tuntutan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, perlu melakukan pembinaan sekolah dengan sistem kluster. Dengan sistem kluster diharapkan peran Majelis Dikdasmen Muhammadiyah akan lebih meningkat dan sekaligus memberikan wewenang yang luas kepada sekolah untuk meningkatkan kualitas pengelolaannya secara optimal. Dengan cara seperti ini diharapkan sekolah  Muhammadiyah secara bertahap dapat meningkat kualitas lulusannya dan dapat bersaing dengan sekolah-sekolah lain yang berkualitas di Indonesia.
  1. Pengertian
Secara harfiah kluster berarti sekelompok benda yang sejenis dan saling berdekatan/terkait. Dengan demikian pengertian pembinaan sekolah melalui sistem kluster adalah pembinaan sekolah Muhammadiyah yang berhimpun menjadi satu kelompok binaan, yang dibina/digerakkan oleh sekolah pembina dalam kelompok tersebut.
  1. Tujuan
Pembinaan sekolah dengan sistem kluster bertujuan untuk meningkatkan mutu pengelolaan sekolah Muhammadiyah melalui sekolah pembina sesuai dengan jenjang satuan pendidikan.
  1. Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari pembinaan sekolah melalui sistem kluster  sebagai berikut :
  1. Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah Muhammadiyah melalui sekolah pembina;
  2. Menjadikan sekolah Pembina sebagai sekolah model bagi sekolah yang menjadi kelompok binaannya;
  3.  Meningkatkan peran Majelis Dikdasmen dalam pembinaan sekolah sebagai regulator dan supervisor;
  4. Meningkatkan efisiensi pembinaan oleh Majelis Dikdasmen dan memberikan peran yang lebih luas kepada sekolah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sekolahnya;
  5. Meningkatkan mutu sekolah Muhammadiyah secara terencana dan bersama-sama;
  1. Kriteria Sekolah Pembina
  1. Terakreditasi A;
  2. Memiliki Kepala Sekolah yang kreatif , inofatif dan memiliki integritas yang tinggi terhadap persyarikatan; 
  3. Memiliki tenaga pendidik dan kependidikan sekurang-kurangnya 90% berijazah S 1 dan 10 % berijazah  S 2;
  4. Memiliki sarana dan prasarana sesuai dengan standar sekolah Muhammadiyah (SSM);
  5. Memiliki nilai UN terbaik dalam 3 (tiga) tahun terakhir antara sekolah Muhammadiyah di wilayahnya;
  6. Memiliki prestasi akademik dan non akademik pada tingkat kabupaten/kota, propinsi, nasional, dan internasional;
  7. Apabila dalam 1 (satu) kluster tidak terdapat sekolah yang memenuhi kriteria sebagai sekolah Pembina, maka dipilih salah satu sekolah yang ada dalam kluster yang mempunyai kriteria yang mendekati criteria tersebut diatas.
  1. Unsur-unsur Utama Sistem Kluster
Agar pembinaan sekolah dengan sitem kluster dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka perlu adanya unsur-unsur peran utama yang harus dipenuhi sebagai berikut :
  1. Kesamaan Visi dan Misi;
  2. Peran aktif kepala sekolah;
  3. Peran aktif komite sekolah;
  4. Peran aktif guru, pegawai, siswa dan warga sekolah lainnya;
  5. Peran aktif Majelis Dikdasmen Muhammadiyah;
  1. Kriteria Pembentukan Kluster
  1. Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)
  1. Kelompok kluster sekurang-kurangnya terdiri atas 10 Sekolah yang berada dalam satu Kabupaten/Kota;
  2. Pengelompokan kluster diusulkan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang
  3. Penentuan kelompok kluster ditetapkan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah;
  4. Dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) kelompok kluster;
  5. Bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kurang dari 10 SD (Sekolah Dasar) dapat membentuk 1 (satu) kluster;
  1. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
  1. Kelompok kluster sekurang-kurangnya terdiri atas 10 sekolah yang berada dalam satu Kabupaten/Kota;
  2. Pengelompokan kluster diusulkan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang
  3. Penentuan kelompok kluster ditetapkan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah;
  4. Dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) kelompok kluster;
  5. Bagi Kabupaten/Kota yang memiliki SMP/MTs kurang dari 10 (sepuluh) dapat membentuk 1(satu) kluster;
  1. Sekolah Mengah Atas (SMA)/Madrash Aliyah (MA)
  1. Kelompok kluster sekurang-kurangnya terdiri atas 5 sekolah/madrasah yang berada berada dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota;
  2. Pengelompokkan kluster diusulkan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah;
  3. Penetapan kelompok kluster ditetapkan oleh Majelis Dikdasmen Wilayah;
  4. Bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kurang dari 5 sekolah dapat bergabung dengan Kabupaten/Kota terdekat untuk menjadi 1 (satu) kluster;
  1. Sekolah Menengah Kejuruan
  1. Kelompok kluster sekurang-kurangnya terdiri atas 5 sekolah/yang berada dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota;
  2. Pengelompokkan kluster diusulkan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah;
  3. Penetapan kelompok kluster ditetapkan oleh Majelis Dikdasmen Wilayah;
  4. Bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kurang dari 5 sekolah dapat bergabung dengan Kabupaten/Kota yang terdekat untuk menjadi 1 (satu) kluster;

  1. Strategi Pembinaan
Strategi pembinaan sekolah dengan sistem kluster adalah strategi pembinaan sekolah dengan cara memberdayakan sekolah pembina untuk membina sekolah yang menjadi binaannya agar secara bertahap sekolah binaan dapat meningkat kualitasnya.
Secara sederhana strategi pembinaan oleh Majlis Dikdasmen dapat dilihat pada bagan berikut :
Majelis Dikdasmen
Pimpinan Pusat
Majelis Dikdasmen
Pimpinan Wilayah
SMA/MA/SMK
SMA/MA/SMK
Majelis Dikdasmen
Pimpinan Daerah
Majelis Dikdasmen
Pimpinan Cabang
SMP/MTs
SMP/MTs
SD/MI
SD/MI
Bagan 1
Alur Strategi Pembinaan Sekolah Muhammadiyah dengan Sistem Kluster
  1. Mekanisme Pembinaan
Pembinanan sekolah melalui sistem kluster dilakukan oleh Majelis Dikdasmen Sekolah Pembina dapat dilihat sebagai berikut :
  1. Sekolah Pembina Tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah :
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster
Sekolah Pembina
SD/MI
Kluster
Kluster
Bagan 2
Sekolah Kluster SD/MI
  1. Sekolah Pembina Tingkat Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsnawiyah :
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster
Sekolah Pembina
SMP/MTs
Kluster
Kluster
Kluster
Kluster

         Bagan 3
Sekolah Kluster SMP/MTs
  1. Sekolah Pembina Tingkat Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
Kluster
Kluster
Kluster
Sekolah Pembina SMA/MA
Kluster
Kluster
Bagan 4
Sekolah Kluster SMP/MTs
  1. Sekolah Pembina Tingkat Sekolah Menengah Kejuruan
Kluster
Kluster
Kluster
Sekolah Pembina SMK
Kluster
Kluster
Bagan 5
Sekolah Kluster SMK
Bagan tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang dinilai baik pada kelompok kluster menjadi sekolah pembina pada kluster tersebut;
  2. Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah yang dinilai baik pada kelompok kluster menjadi sekolah pembina pada kluster tersebut;
  3. Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah yang dinilai baik pada kelompok kluster menjadi sekolah pembina pada kluster tersebut;
  4. Sekolah Menengah Kejuruan yang dinilai baik pada kelompok kluster menjadi sekolah pembina pada kluster tersebut;
  1. Ruang Lingkup Pembinaan
Secara ideal pembinaan sekolah Muhammadiyah dengan sistem kluster harus memenuhi 9 (sembilan) standar pendidikan yaitu : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetesi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, (8) standar penilaian pendidikan, dan (9) standar Al Islam dan Kemuhammadiyahan.
Pembinaan dilakukan secara bertahap berdasarkan prioritas kebutuhan sekolah secara umum. Tahapan tersebut sebagai berikut :
Tahap I :   Pembinaan terfokus pada 5 hal
                  sebagai berikut :
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Standar Isi
  3. Proses pembelajaran
  4. Pembiayaan
  5. Standar AIK
Tahap II :  Pembinaan terfokus pada 7 hal
                   sebagi berikut :
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Standar Isi
  3. Proses pembelajaran
  4. Pembiayaan
  5. Standar AIK
  6. Standar Kompetensi Lulusan
  7. Pengelolaan
Tahap III :  Pembinaan terfokus pada 9 hal
                     sebagai berikut :
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Standar Isi
  3. Proses pembelajaran
  4. Pembiayaan
  5. Standar AIK
  6. Standar Kompetensi Lulusan
  7. Pengelolaan
  8. Sarana Prasarana
  9. Penilaian
  1. Tahap Pelaksanaan
Agar pembinaan sekolah Muhammadiyah  dengan sistem kluster dapat dilaksanakan dan target pencapaiannya dapat diukur, maka perlu langkah-langkah yang dilakukan secara terencana melalui program tahunan dan jangka menengah. Program-program tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel Rencana Pencapaian Pembinaan melalui sistem kluster
1. Program Tahunan (2008/2009)

PELAKSANA
Majelis Dikdasmen
PP
PWM
PDM
PDM
PDM
PDM
PDM
SASARAN
Dikdasmen PWM se-Indonesia
Dikdasmen PDM/PCM
Seluruh Kab/Kota
Seluruh Kab/Kota
Seluruh Kab/Kota
 Minimal1 (satu) kluster
Minimal 1 (satu) kluster
Seluruh Sekolah
Seluruh Sekolah
Seluruh Sekolah
 Minimal 1 (satu) kluster
Minimal 1 (satu) kluste
SEMESTER
II
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
I
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
KEGIATAN
Sosialisasi
Sosialisasi
Sosialisasi
Pendataan
Seleksi
Pernetapan
Launching
Sosialisasi
Pendataan
Seleksi
Pernetapan
Launching
NO
1.
2.
1.
2.
3.
4.
5
1.
2.
3.
4.
5
  1. Program Jangka Menengah (2008-2010)

PELAKSANA
Majelis Dikdasmen
PCM
PCM
PDM
SASARAN
Minimal 1 (satu) kluster
Minimal 1 (satu) kluster
Minimal 1 (satu) kluster
TAHUN
2008
2008
2008
KEGIATAN
Pembinaan Sekolah Tingkat SD/MI
Tahap I
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Monitoring da Evaluasi 
Pembinaan Sekolah Tingkat SMP/MTs
Tahap I
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Monitoring da Evaluasi
Pembinaan Sekolah Tingkat SMA/MA/SMK
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Monitoring da Evaluasi
NO
1.

PCM
PCM
PDM
Minimal 1 (satu) kluster
Minimal 1 (satu) kluster
Minimal 1 (satu) kluster
2009
2009
2009
Pembinaan Sekolah Tingkat SD/MI
Tahap II
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Standar isi
  6. Standar Kompetensi Lulusan
  7. Pengelolaan
  8. Monitoring da Evaluasi
Pembinaan Sekolah Tingkat SMP/MTs
Tahap II
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Standar isi
  6. Standar Kompetensi Lulusan
  7. Pengelolaan
  8. Monitoring da Evaluasi
Pembinaan Sekolah Tingkat SMA/MA/SMK
 Tahap II
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Standar isi
  6. Standar Kompetensi Lulusan
  7. Pengelolaan
  8. Standar AIK
  9. Monitoring dan Evaluasi
2.

PCM
PDM
Minimal 2 (dua) kluster
Minimal 2 (dua) kluster
2010
2010
Pembinaan Sekolah Tingkat SD/MI
Tahap III
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Standar isi
  6. Standar Kompetensi Lulusan
  7. Pengelolaan
  8. Sarana Prasarana
  9. Penilaian
  10. Standar AIK
  11. Monitoring dan Evaluasi
Pembinaan Sekolah Tingkat SMP/MTs
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Standar isi
  6. Standar Kompetensi Lulusan
  7. Pengelolaan
  8. Sarana Prasarana
  9. Penilaian
  10. Standar AIK
  11. Monitoring dan Evaluasi
3.

PDM
Minimal 2 (dua) kluster
2010
Pembinaan Sekolah Tingkat SMA/MA/SMK
Tahap III
  1. Pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Proses pembelajaran
  3. Pembiayaan
  4. Standar AIK
  5. Standar isi
  6. Standar Kompetensi Lulusan
  7. Pengelolaan
  8. Sarana Prasarana
  9. Penilaian
  10. Standar AIK
  11. Monitoring da Evaluasi
3.
  1. Monitoring dan Evaluasi
Pembinaan sekolah Muhammadiyah melalui sistem kluster perlu dimonitor dan dievaluasi. Hal ini dimaksudkan agar diketahui kemajuan dan kendala yang dihadapi baik oleh sekolah pembina, sekolah binaan, maupun Majelis Dikdasmen.
Kegiatan monitoring dan evaluasi perlu dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya pada setiap awal semester dan akhir tahun pelajaran.
  1. Penutup
Hal-hal lain yang belum tertuang dalam pedoman ini akan diatur lebih lanjut oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

        Ketua,                                            Sekretaris,
         dto                                                   dto
       
H. Yahya A. Muhaimin                H. Abdul Mu’ti
     KTAM : 314.255                       KTAM : 750.178

SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
Nomor : 128 /KEP/I.4/F/2008
T e n t a n g
PANDUAN PEMBINAAN ORGANISASI OTONOM (ORTOM)
 DI SEKOLAH MUHAMMADIYAH
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis  Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Menimbang        :  1. Bahwa  dalam rangka pembinaan Sekolah Muhammadiyah yang terencana dan terprogram,  diperlukan   Panduan Pembinaan Sekolah Muhammadiyah di lingkungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah  Muhammadiyah;                        
             2. Bahwa dalam rangka peningkatan kualitas Pembinaan Organisasi Otonom di  Sekolah Muhammadiyah, maka perlu disusun Panduan Pembinaan Organisasi Otonom (ORTOM) di Sekolah     Muhammadiyah.
Mengingat        :  1.         Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  1. Peraturan Pemerintah  No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
  2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  Muhammadiyah;
  3. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 45 Tahun 2005 di Malang;
  4. Keputusan  PP Muhammadiyah Tahun 2005 tentang Program Kerja Majelis dan Lembaga Tahun 2005-2010;
  5.    Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 29 Rabiul Akhir 1428 H/17 Mei 2007
tentang Tanfidz Keputusan Tanwir  Muhammadiyah Tahun 1428/2007 M;
  1. Keputusan Rakernas Majelis Dikdasmen Tahun 2006;
  2. Keputusan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah tentang Evaluasi Program Kerja Tahun 2005-2010 tanggal, 9 -10 Februari 2007.
Memperhatikan        :        Keputusan  Pleno Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal  16-17  Juni 2008.
MEMUTUSKAN
Menetapkan      :   PANDUAN PEMBINAAN ORGANISASI OTONOM (ORTOM) DI SEKOLAH  MUHAMMADIYAH
Pertama       :         Panduan Pembinaan Organisasi Otonom (ORTOM)  di Sekolah  Muhammadiyah sebagaimana terlampir untuk dijadikan pedoman dalam Pembinaan Organisasi Otonom di lingkungan Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah;
Kedua         :        Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
                                         Ditetapkan :  di Jakarta
                                                       Tanggal : 16 Jum Akhir 1429 H
                                         20      Juni     2008 M          
Ketua,                                  Sekretaris,
            dto                                                 dto
H. Yahya A. Muhaimin        H. Abdul Mu’ti
KTAM : 314.255                KTAM : 750.178
                                                                                                              
                                        
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR 128 TAHUN 2008
TENTANG

PANDUAN PEMBINAAN ORGANISASI OTONOM (ORTOM)

DI  SEKOLAH MUHAMMADIYAH

BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan
  1. Organisasi otonom adalah Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Tapak Suci Putera Muhammadiyah dan Hizbul Wathan
  2. Lembaga pendidikan Muhammadiyah adalah satuan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren
  3. Pimpinan lembaga pendidikan Muhammdiyah adalah kepala sekolah, kepala madrasah dan mudir
  4. Guru Muhammadiyah adalah guru yang mengajar dan membimbing di lembaga pendidikan Muhammadiyah.
  5. Majelis adalah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah dan Majelis Pendidikan Kader
  6. Pembinaan adalah aktifitas kegiatan perkaderan formal dan non formal
  7. Pembina adalah guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah dibawah koordinasi kesiswaan untuk membina organisasi otonom di lembaga pendidikan Muhammadiyah
Pasal 2
Tujuan
  1. Mengoptimalkan peran lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai pusat perkaderan dan dakwah
  2. Menyiapkan kader-kader muhammadiyah sebagai kader persyarikatan, kader bangsa maupun kader ummat.
  3. Menyiapkan kader-kader muballigh muda dalam mengembangkan dakwah Islam
BAB II
Kedudukan Organisasi Otonom
Pasal 3
  1. Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah satu-satunya organisasi pelajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah
  2. Hizbul Wathan adalah satu-satunya organisasi kepanduan di lembaga pendidikan Muhammadiyah
  3. Tapak Suci Putera Muhammadiyah adalah satu-satunya organisasi seni beladiri di lembaga pendidikan Muhammadiyah  
BAB III
Program Pembinaan dan Sasaran Binaan  
Pasal 4
Program Pembinaan
  1. Melaksanakan Perkaderan formal sesuai dengan sistem pengkaderan masing-masing organisasi otonom
  2. Melaksanakan Perkaderan non formal sesuai dengan tuntunan masing-masing organisasi otonom
  3. Melaksanakan ekstrakurikuler kepanduan Hizbul Wathan dan seni olahraga beladiri Tapak Suci
  4. Mengikuti kegiatan yang dilaksanakan persyarikatan atau masyarakat lainnya
Pasal 5
Sasaran Binaan
Sasaran binaan adalah siswa-siswi lembaga pendidikan Muhammadiyah
BAB IV
Pembagian Peran
Pasal 6
Pimpinan lembaga pendidikan Muhammadiyah
1.   Bertanggung jawab terhadap eksistensi organisasi otonom di lembaga pendidikan yang dipimpinnya
  1. Menyediakan anggaran pembinaan sesuai dengan kemampuan dan kondisi keuangan lembaga pendidikan
  2. Melakukan evaluasi program pembinaan dilembaga pendidikan yang dipimpinnya
  3. Memberikan laporan program pembinaan dilembaga pendidikan yang dipimpinnya kepada majelis pendidikan dasar dan menengah
Pasal 7
Guru Muhammadiyah
Bertanggung jawab atas pelaksanaan program pembinaan dan bimbingan di lembaga pendidikan Muhammadiyah
Pasal 8
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
Melakukan komunikasi, evaluasi dengan pimpinan lembaga pendidikan Muhammadiyah  terhadap pelaksanaan program pembinaan organisasi otonom di lembaga pendidikan Muhammadiyah
Pasal 9
Majelis Pendidikan Kader
Melakukan mediasi antara organisasi otonom dengan majelis pendidikan dasar dan menengah dalam hal evaluasi program pembinaan organisasi otonom di lembaga pendidikan Muhammadiyah
Pasal 10
Pembina
  1. Berkewajiban melaksanakan pembinaan dan pengkaderan formal dan non formal organisasi otonom di lembaga pendidikan Muhammadiyah
  2. Berkewajiban membina dan membimbing kegiatan ekstrakurikuler kepanduan Hizbul Wathan dan seni olahraga beladiri Tapak Suci
  3. Berperan aktif mengikuti kegiatan persyarikatan
  4. Berkewajiban membuat laporan pelaksanaan program pembinaan kepada pimpinan lembaga pendidikan Muhammadiyah
BAB V
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Untuk kelancaran pelaksanaan pedoman, pimpinan lembaga pendidikan dan majelis pendidikan dasar dan menengah dapat melakukan koordinasi dengan organisasi otonom pada tingkat pimpinan cabang atau daerah.
BAB VI
Keputusan
Pasal 11
Panduan ini  berlaku sejak sitetapkan dalam surat keputusan.  
            Ketua,                                              Sekretaris,
          dto                                     dto        
       
      H. Yahya A. Muhaimin                     H. Abdul Mu’ti, M.Ed
       KTAM : 314.255                           KTAM : 750.178
        
SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
Nomor : 125 /KEP/I.4/F/2008
T e n t a n g
PANDUAN SEKOLAH SEHAT
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis  Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Menimbang :1. Bahwa  dalam rangka pembinaan Sekolah Muhammadiyah yang terencana dan terprogram,  diperlukan   Panduan Pembinaan Sekolah Muhammadiyah di lingkungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah  Muhammadiyah;                        
        2. Bahwa   dalam rangka peningkatan kualitas kesehatan di lingkungan  Sekolah Muhammadiyah, maka perlu disusun Panduan Sekolah Sehat.
Mengingat        :  1.         Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  1. Peraturan Pemerintah  No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
  2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  Muhammadiyah;
  3. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 45 Tahun 2005 di Malang;
  4. Keputusan  PP Muhammadiyah Tahun 2005 tentang Program Kerja Majelis dan Lembaga Tahun 2005-2010;
  5. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 29 Rabiul Akhir 1428 H/17 Mei 2007 tentang Tanfidz Keputusan Tanwir  Muhammadiyah Tahun 1428/2007 M;
  6. Keputusan Rakernas Majelis Dikdasmen Tahun 2006;
  1. Keputusan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah tentang Evaluasi Program Kerja Tahun 2005-2010 tanggal, 9 -10 Februari 2007.
Memperhatikan        :        Keputusan  Pleno Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal  16-17  Juni 2008.
MEMUTUSKAN
Menetapkan      :   ”PANDUAN SEKOLAH SEHAT”
Pertama        :         Panduan Sekolah Sehat   sebagaimana terlampir untuk dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan  Sekolah Sehat, di lingkungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah;
Kedua        :        Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
                                           Ditetapkan :  di Jakarta
                                                       Tanggal : 16 Jum Akhir 1429 H
                                         20      Juni     2008 M          
Ketua,                                  Sekretaris,
            dto                                                 dto
                          H. Yahya A. Muhaimin             H. Abdul Mu’ti
                   KTAM : 314.255                  KTAM : 750.178
                        
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR 125 TAHUN 2008
TENTANG

PANDUAN SEKOLAH SEHAT

A. Latar Belakang
Sekolah merupakan lembaga yang sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik fisik, mental, moral maupun intelektual. Sekolah juga merupakan lingkungan pendidikan kedua setelah keluarga untuk meletakkan dasar perilaku kehidupan dan masa depan anak. Oleh sebab itu, pendidikan di sekolah merupakan investasi (human investment) bagi pembangunan dan kemajuan bangsa. Selain itu, sekolah merupakan komunitas yang terorganisir, yang terdiri dari guru, karyawan, dan siswa, sehingga mudah dijangkau dalam rangka usaha kesehatan sekolah.
Peserta didik merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima perubahan atau pembaharuan, karena mereka sedang berada dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan, sehingga mudah untuk dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan sehat, sehingga dapat mendukung untuk upaya kesehatan dan kebiasaan hidup sehat.
Guru dan orang tua merupakan kelompok potensial untuk mendukung dan mengusahakan kesehatan di sekolah. Oleh karena itu, mereka bertanggung jawab terhadap pembinaan kebiasaan hidup sehat dan sebagai teladan bagi pembentukan perilaku  sehat dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk terciptanya generasi sehat, maka di sekolah perlu dilakukan usaha sekolah sehat, sehingga para siswa, guru, dan karyawan dapat meningkat dan terjaga kesehatannya. Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang bergerak antara lain di bidang pendidikan dan kesehatan perlu menerapkan pola hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah Muhammadiyah.
Perguruan Muhammadiyah dengan ribuan sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, dari Sabang sampai Merauke, dengan jumlah siswa yang besar perlu disiapkan secara maksimal kesehatan fisik dan mental para siswanya, sehingga dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang mempunyai kualitas fisik maupun mental yang sehat sebagai Sumber Daya Manusia pembangunan yang potensial.
Untuk itu, sekolah-sekolah Muhammadiyah perlu membuat program sekolah sehat yang memenuhi standar kesehatan. Dengan demikian diharapkan siswa, guru, dan karyawan di Perguruan Muhammadiyah dapat hidup sehat.
B.  Tujuan
  1. Meningkatkan derajat kesehatan warga sekolah.
  2. Mencegah dan memberantas penyakit menular di lingkungan sekolah.
  3. Memperbaiki dan memulihkan kesehatan warga sekolah.
C.  Standar Sekolah Sehat
Sekolah bukan hanya sekedar tempat belajar untuk menuntut ilmu atau pengembangan intelektual saja, melainkan juga tempat pembentukan perilaku yang dapat dijadikan modal bagi kehidupan masa depan peserta didik. Perilaku hidup sehat yang diterapkan sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah sangat penting bagi pembentukan perilaku kesehatan para peserta didik. Oleh karena itu upaya kesehatan sekolah (Health Promoting School) menjadi penting dan strategis dalam usaha untuk menghasilkan generasi bangsa yang sehat. Untuk mencapai hal tersebut, setiap sekolah Muhammadiyah harus memenuhi lingkungan sekolah yang sehat (healtfull sekolah living) baik fisik maupun non fisik
1. Lingkungan Fisik :
  1. Letak sekolah jauh dari tempat keramaian
  2. Luas bangunan sesuai ratio dengan jumlah murid yang ditampung (sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  3. Tersedia halaman dan kebun atau taman sekolah
  4. Ventilasi memadai untuk sirkulasi udara disetiap ruang
  5. Pencahayaan yang cukup, terutama cahaya mata hari harus dapat masuk ke setiap ruang
  6. Tidak ada genagan air dilingkungan sekolah
  7. Tersedia air bersih yang cukup  
  8. Tersedia tempat BAK dan BAB (jamban)
  9. Tersedia tempat pembuangan sampah di teras dan setiap  ruangan organic dan an organik
  10. Tersedia keset
  11. Tersedia buku-buku kesehatan di perpustakaan
  12. Tersedia kantin/warung sehingga kebersihan dan keamanan makanan jajanan anak dapat diawasi
  13. Tersedia sarana ibadah (Musholla, Mesjid)
  14. Tersedia sarana olah raga dan seni
  15. Tersedia ruangan UKS (usaha kesehatan sekolah)
  16. Tersedia system drainase dan pembuanagn air limbah sesuai dengan amdal
  17. Tersedia dapur yang bersih dengan fasilitas tempat/bak cuci berdir
  1. Lingkungan Non Fisik :
  1. Hubungan yang harmonis dan saling menghormati antara guru dengan guru, guru dengan karyawan, guru dengan siswa, guru dengan orangtua siswa dan siswa dengan siswa
  2. Tidak ada diskriminasi antara warga sekolah baik atas dasar sosial ekonomi maupun SARA
  1. Kebersihan :
a. Kebersihan perorangan (personal hygiene)
  1. Kebersihan anggota badan.
  2. Kebersihan dan kerapian pakaian.
b. Kebersihan lingkungan :
  1. Kebersihan sarana sekolah (meja, kursi dan ruangan belajar)
  2. Kebersihan jamban
  3. Kebersihan ruang sekolah
  4. Membuang sampah pada tempatnya
  5. Pemeliharaan tanaman untuk keindahan sekolah
  6. Tidak sembarangan meludah
  7. Lingkungan bebas dari asap rokok
  1. Usaha Keamanan Sekolah
  1. Ada pagar sekolah, dan pintu pagar dikunci saat PBM
  2. Ada tanda lalu lintas  untuk sekolah yang berada di jalan umum, agar  pengguna jalan waspada di lingkungan sekolah
  3. Tersedia P 3 K dan tenaga yang terlatih untuk P 3 K
  4. Tersedianya Keamanan (satpam) sekolah
D.  Indikator Sekolah Sehat
Indikator Input :
1.  Tersedia jamban sehat dan air bersih
  1. Tersedia jamban untuk laki-laki
  2. Tersedia jamban untuk perempuan
  3. Tersedia bak air bersih (tidak ada kotoran, tidak berlumut, tidak ada jentik dan nyamuk)
  4. Tersedia gayung air yang bersih
  5. Jamban bersih, tidak ada kotoran, tidak berlumut, tidak licin, tidak ban, tidak ada jentik dan nyamuk
  6. Penerangan yang memadai
  7. Warga sekolah menggunakan jamban untuk BAK dan BAB
2.  Adanya rencana kegiatan PSN DBD (3 M Plus)
  1. Ada daftar piket pemeriksaan jentik
  2. Ada jadwal pemeriksaan jentik
  3. Ada penetapan lokasi pemeriksaan jentik ( bak air, pot bunga, genangan air sekitar taman sekolah dll)
3.  Ada larangan merokok di sekolah
  1. Ada larangan merokok (poster, tulisan, gambar spanduk, stiker, dll) baik di luar maupun di dalam ruangan sekolah
  2. Ada peraturan yang melarang warga sekolah. (Guru, Murid, Orang Tua Murid, dan tamu) merokok di sekolah
4.  Ada larangan membawa senjata tajam bagi semua warga sekolah
5.  Tersedia Warung/kantin sekolah sehat
  1. Makanan dan minuman yang dijual terjamin gizi, bebas dari zat-zat berbahaya, terlindung dari debu dan lalat (tertutup)
  2. Tersedia air bersih dan sabun untuk mencuci tangan
  3. Tersedia lap tangan
  4. Ruangan tempat pembuatan dan penjualan makanan dan minuman bersih dan rapih
  5. Tersedia tempat sampah yang tertutup  
  6. Tersedia saluran pembuangan air kotor  
  7. Perlengkapan makan dan minum dicuci dengan air bersih
  8. Penyelenggaraan kantin/warung diawasi secara teratur oleh guru (petugas khusus)
6.  Tersedia sarana dan prasarana pencegahan dan pengobatan sederhana
a.   Tersedia tempat cuci tangan
  1. Tersedia ruang dan peralatan P 3K
  2. Tersedia alat-alat  medis sederhana,  misalnya alat pengukur suhu badan, alat pengukur tekanan darah dll
Indikator Proses
1.   Penggunaan jamban sehat dan air bersih
  1. Menggunaan dan kebutuhan jamban sehat dan air bersih
  2. Advokasi pengadaan sarana dengan berbagai pihak
2.   Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
  1. Kegiatan P3M Plus (menguras, menulup, dan mengubur serta abatisasi) seminggu sekali
  2. Praktek cara pemeriksaan jentik nyamuk di lingkungan sekolah dan sekitamya
3.   Melaksanakan peraturan tentang larangan merokok di sekolah
a.   Ada sanksi bagi masyarakat sekolah dan tamu yang merokok di sekolah
  1. Informasi larangan merokok diketahui secara jelas oleh masyarakat sekolah dan tamu sekolah
4.  Pemeliharaan kebersihan perorangan (personal hygiene)
  1. Pemeriksaan kuku, gigi dan mulut secara rutin
  2. Pemeriksaan kebersihan dan kerapihan pakaian secara rutin
  3. Pemeriksa penggunaan alas kaki (sepatu)
  4. Pengawasan jajan di luar kantin/warung sekolah
  5. Cuci tangan sebelum menyentuh makanan
  1.   Kantin/Warung sehat sekoJah
  1. Tersedia makanan dan minuman yang terjamin kualitas gizinya, bebas dan zat-zat berbahaya, terlindung dari debu dan lalat (tertutup)
  2. Tersedia air bersih dan sabun untuk mencuci tangan
  3. Tersedia lap tangan
  4. Terjaganya kebersihan dan kerapihan ruangan/tempat pembuatan dan penjualan makanan dan minuman
  1. Tersedia tempat sampah yang tertutup dan saluran pembuangan air kotor
  2. Penggunaan air bersih untuk mencuci perlengkapan makan dan minum
  3. Pengawasan secara teratur oleh guru dan tenaga kesehatan  terhadap penyelenggaran kantin/warung sekolah
  1. Kegiatan penyuluhan kesehatan (kespro/kesehatan reproduksi, narkoba, gizi, kesling/kesehatan lingkungan, HIV/AIDS, gigi dan mulut, dll)
  1. Aktivitas Fisik
  1. Olahraga dan seni terjadwal
  2. Kerja bakti (kebersihan dan PSN) terjadwal
  3. Advokasi pengadaan sarana dan prasarana olahraga pada pihak-pihak terkait
Indikator Output
  1. Penggunaan jamban sehat dan air bersih oleh masyarakat sekolah
  2. Sekolah bebas jentik
  3. Sekolah bebas asap rokok
  4. Kantin/warung sekolah sehat
  5. Masyarakat sekolah tidak membuang sampah sembarangan
  6. Melakukan aktivitas fisik
  7. Lingkungan sekolah bersih dan rapih
  8. Guru dan murid sehat (angka kesakitan rendah)
E. Pemantuan  dan Penilaian (monitoring dan evaluasi)
Pemantauan  
  1. Pelaksana pemantauan adalah Tim Pembina UKS
  2. Kegiatan dan pemantauan dapat dilakukan melalui:
a    Pengamatan langsung pada waktu kegiatan promosi kesehatan ditaksanakan
  1. Pertemuan UKS berkala (bulanan/triwulan)
  2. Catatan kegiatan promosi kesahatan sekolah yang dibuat oleh penanggtmg jawab UKS
Penilaian
  1. Penilaian dilakukan untuk memberikan umpan balik sebagai dasar penyempumaan kegiatan pembinaan dan pengembangan
  2. Mendapatkan gambaran tentang keberhasilan pelaksanaan kegiatan
  3. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan indikator yang telah ditentukan dengan hasil akhir dari pencapaian kegiatan. Bila hasil akhir telah sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan berarti promosi dan kegiatan sekolah sehat telah berhasil dengan baik
        Ketua,                                             Sekretaris,
          dto                                     ttd
       
H. Yahya A. Muhaimin                H. Abdul Mu’ti
  KTAM : 314.255                   KTAM : 750.178

SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
Nomor :  127 /KEP/I.4/F/2008
T e n t a n g
PANDUAN  MANAJEMEN MASJID SEKOLAH MUHAMMADIYAH
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis  Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Menimbang        :   1. Bahwa  dalam rangka pembinaan Sekolah Muhammadiyah yang terencana dan terprogram,  diperlukan   Panduan Pembinaan Sekolah Muhammadiyah di lingkungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah  Muhammadiyah;                        
             2.  Bahwa dalam rangka peningkatan pengelolaan Manajemen Masjid sekolah Muhammadiyah, maka perlu disusun Panduan Pembinaan Manajemen Masjid  Sekolah Muhammadiyah.
Mengingat        :    1.         Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  1. Peraturan Pemerintah  No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
  2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  Muhammadiyah;
  3. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 45 Tahun 2005 di Malang;
  4. Keputusan  PP Muhammadiyah  Tahun 2005 tentang Program Kerja Majelis dan Lembaga Tahun 2005-2010;
  5. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 29 Rabiul Akhir 1428 H/17 Mei 2007 tentang Tanfidz Keputusan Tanwir  Muhammadiyah Tahun 1428/2007 M;
  6. Keputusan Rakernas Majelis Dikdasmen Tahun 2006;
  7. Keputusan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah tentang Evaluasi Program Kerja Tahun 2005-2010 tanggal, 9 -10 Februari 2007;

Memperhatikan        :        Keputusan  Pleno Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal  16-17  Juni 2008.
MEMUTUSKAN
Menetapkan      :   PANDUAN MANAJEMEN MASJID SEKOLAH MUHAMMADIYAH.
Pertama        :         Panduan Manajemen Masjid Sekolah Muhammadiyah sebagaimana terlampir untuk dijadikan pedoman dalam pengelolaan Masjid Sekolah Muhammadiyah.
Kedua        :        Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
                                          Ditetapkan :  di Jakarta
                                                       Tanggal : 16 Jum Akhir 1429 H
                                         20      Juni     2008 M          
Ketua,                                  Sekretaris,
            dto                                                 dto
H. Yahya A. Muhaimin        H. Abdul Mu’ti
KTAM : 314.255                  KTAM : 750.178
        
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR 127 TAHUN 2008
TENTANG

PANDUAN MANAJEMEN MASJID  

SEKOLAH MUHAMMADIYAH

  1. LATAR BELAKANG
Pada saat sekarang ini manajemen sudah merupakan suatu kebutuhan praktis masyarakat dalam mengatur kehidupannya. Secara etimologis, manajemen mempuyai arti: mengurus, mengelola, mengatur, dan memimpin. Sedangkan secara terminologis, manajemen adalah sebagai proses dalam mencapai tujuan bersama yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama dengan berbagai kegiatannya. Proses ini meliputi berbagai upaya mencari dan menentukan strategi serta mengambil langkah-langkah yang tepat dalam pencapaian tujuan.
Masjid merupakan tempat yang suci, tempat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Siapa saja yang hendak mendekatkan diri kepada Allah swt, dipersilakan masuk ke dalamnya dengan leluasa. Kedatangan jamaah ke masjid sangat diharapkan sekalipun mereka tidak memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan masjid. Oleh sebab itu, pengertian manajemen masjid di sini berbeda dengan pengertian manajemen sebagai kelompok orang yang bertugas mengarahkan usaha untuk mencapai tujuan bersama melalui kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Karena mengelola masjid tidak mungkin berhasil tanpa keterlibatan langsung sang manajer dan staf lainnya sebagai pemberi contoh dalam proses pencapaian tujuan mendirikannya.
Manajemen masjid merupakan suatu proses pencapaian tujuan melalui diri sendiri dan orang lain. Di dalamnya terkandung proses keteladanan dan kepemimpinan yang melibatkan semua potensi umat dalam membina kehidupan masyarakat melalui optimalisasi fungsi dan peran masjid berdasarkan nilai-nilai Islam.
B.  PERMASALAHAN
Bertambahnya jumlah masjid di Indonesia, termasuk dibangunnya masjid-masjid/mushalla di sekolah-sekolah belum menunjukkan ada peningkatan aktivitas keagamaan yang mencolok, bahkan seringkali munculnya masjid baru justru menimbulkan persoalan baru karena jaraknya terlalu dekat dan adanya perbedaan-perbedaan dalam masalah fikih ibadah yang tidak prinsipil. Atau mungkin saja motivasi berdirinya masjid baru itu sengaja untuk memisahkan diri karena perbedaan tersebut. Karena itu masalahnya adalah: “Bagaimana cara pengelolaan masjid yang baik agar tidak muncul dampak negatif sehingga tidak menimbulkan citra buruk bagi umat Islam di mata umat lainnya”?.
  1. C.  FUNGSI MANAJEMEN MASJID
  1. Menyusun rencana strategis, menentukan langkah-langkah berbagai alternatif kegiatan sesuai dengan situasi, kondisi dan potensi yang dimiliki jamaah.
  2. Menetapkan fungsi, peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab pengurus.
  3. Memimpin, melatih, membimbing, menggerakan dan melakukan promosi serta memberikan imbalan dan sanksi (reward dan punishman).
  4. Melakukan pengawasan, pengendalian, penilaian dan pelaporan penggunaan sumber daya dan kegiatan yang telah dilaksanakan.
  5. Mengkomunikasikan semua gagasan, ide, dan kegiatan yang akan dilaksanakan kepada jama’ah.
  6. Mendorong pengurus dan jamaah untuk melaksanakan tugas dengan ikhlas dan bertanggung jawab.
D.  PERENCANAAN  PROGRAM MASJID
Perencanaan program masjid yang baik dapat memprediksi tentang kecenderungan kebutuhan jamaahnya sehingga kegiatan masjid selalu aktual di mata jamaahnya. Dalam menyusun perencanaan program masjid, para pengurus masjid dapat menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Menentukan visi, misi dan tujuan yang jelas.
  2. Mengidentifikasi potensi yang dimiliki oleh jamaah.
  3. Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait secara baik-baik.
  1. Membangun komitmen yang utuh antara para pengurus.
  2. Menyusun progaram kerja secara berjangka/bertahap.
  3. Menentukan skala prioritas.
E  PENGORGANISASIAN KEGIATAN MASJID        
Pengorganisasian masjid meliputi menetapkan personel yang bertugas dan bertanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan secara bersama. Struktur personel yang terlibat dalam mengelola masjid adalah sbb:
.
Penanggung Jawab          : Kepala Sekolah
Pembina                         : Wakasek Bidang Keagamaan dan Kesiswaan
Ketua                         : Pimpinan Masjid/Mushalla di Sekolah
Sekretaris                         : Guru AIK/Ketua IPM
Bendahara                         : Ketua Rohis Sekolah
Anggota                         : - Para Wali Kelas
- Pengurus Kelas masing-masing
  1. PROGRAM
  1. Penyelenggaraan pembinaan keagamaan kepada para siswa melalui penanaman nilai-nilai akhlak islami dalam pergaulan dengan sesama dan guru melalui penegakan disiplin dan pengembangan tradisi sekolah Muhammadiyah.
  2. Mengadakan lomba kreativitas siswa di bidang keagamaan, seperti : tilawah al-Quran, fahmi al-Quran, Syarhi al-Quran, tartil al-Quran, kaligrafi, dakwah, kebersihan lingkungan kelas masing-masing, pidato dengan bahasa Arab dan bahasa Inggris.
  3. Membantu pelaksanaan Pesantren  Ramadhan.
  4. Mengadakan studi lapangan yang berorientasi pada peningkatan kualitas, kreatifitas, kemandirian, penajaman aqidah dan keteladanan akhlak mulia.
  5. Perpustakaan untuk memperluas wawasan keagamaan dan sebagai sumber pembelajaran.
  1. TUJUAN
Tujuan pokok pembinaan siswa di masjid sekolah-sekolah Muhammadiyah adalah  untuk dapat membangun mental siswa agar menjadi warga Negara Indonesia yang taat beragama, serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral islami dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut perlu kiranya dibuat program pembinaan siswa yang dapat meningkatkan motivasi belajar, disiplin dan berakhlak islami sehingga siswa-siswa sekolah Muhammadiyah menjadi manusia yang mandiri, bertangungjawab, dan mempunyai kecakapan hidup serta mempunyai solidaritas yang tinggi.
  1. SASARAN
Terwujudnya pembinaan keagamaan bagi warga sekolah secara komprehensif sehingga mampu mengantarkan mereka menjadi generasi muslim yang unggul, presentatif, mandiri, dan menjaga nama baik almamaternya.
I. KEGIATAN MASJID
   1. KEGIATAN BERSIFAT RUTIN
        

No
Uraian Kegiatan
Tujuan/Sasaran yang diharapkan
Waktu/Tempat
Keterangan
1
Pengajian rutin siswa di awal dan akhir pembelajaran (Tadarrus)
Siswa memiliki kemampuan hapal surat-surat dalam juz ‘Amma dan ayat-ayat pilihan
Setiap awal pembelajaran di kelas 15 menit setiap hari
Dikondisikan oleh Wakasek Keagamaan, Wali Kelas dan Ketua kelas
2
Pembinaan membaca dan menulis ayat al-Quran serta khat Arab
Siswa memiliki kemampuan menulis huruf Arab yang indah serta kemampuan membaca dengan qiraat
Saat liburan setelah dibagi raport atau saat bulan ramadhan
Diatur oleh wakasek keagamaan dan pembimbingan guru agama/tutor yang ahli
3
Taushiah/Muhadharah (Kultum Zuhur) oleh dan untuk siswa
Siswa memiliki pemahaman ten-tang wawasan ke-islaman dan me-miliki kemampuan dalam berdakwah
Setiap hari sebelum /sesudah iqomah Zuhur
Dikondisikan oleh Wakasek Keagamaan, Wali Kelas dan Ketua kelas
4
Shalat Dhuhur berja-maah dan shalat jum- ’at bagi putra, serta shalat ashar jika sekolah sampai sore hari
Siswa memiliki kebiasaan shalat berjamaah
Setiap hari di Masjid /Mushala yang ada di sekolah
Dikondisikan oleh pengurus Masjid/Mushalla dan bidang kesiswaan
5
Shalat Dhuha
Siswa memiliki kebiasaan shalat dhuha sebagai bagian ibadah
sunnat
Jam pertama sebelum masuk kelas di Masjid / Mushalla
Dikondisikan oleh bidang keagamaan , guru agama, dan wali kelas sekaligus jadi contoh
6
Pungutan infaq dompet peduli siswa
  1. Siswa memiliki kesadaran dalam berinfaq, shadaqah dan zakat
  2. Membantu siswa yang kurang mampu, bantuan kematian,musibah, dan sejenisnya.
Setiap hari senin dan jum’at
Dikondisikan oleh wakasek keagamaan dan para pengurus kelas.
7
Pembinaan akhlak mulia
Siswa memiliki akhlak terpuji dan menjadi kebiasaan sehari-hari
Setiap hari
Dikondisikan pada momen-momen tertentu oleh semua guru mata pelajaran
8
Pembinaan lingkungan bersih dan hijau
Siswa memiliki kesadaran akan kelestarian lingkungan yang nyaman dan asri
Setiap hari jum’at menjelang jum’atan
Dikondisikan oleh para wali kelas dan pengurus kelas serta bidang kesiswaan
9
Pembinaan Perpustakaan Masjid
Memperluas wawasan Keagamaan
Setiap hari
Dilaksanakan oleh pengurus Masjid
II. KEGIATAN BERSIFAT INSIDENTAL/TEMPORER

No
Uraian Kegiatan
Tujuan/Sasaran yang diharapkan
Waktu/Tempat
Keterangan
1
Pengajian untuk :
  1. Guru-guru dan karyawan
  1. Guru, Karyawan dan Keluarga
  2. Guru, Karyawan dan Keluarga pada bulan Syawwal
Menambah wawasan dan pencerahan tentang nilai-nilai kebenaran Islam
  1. Satu bulan/1 kali
  1. 2-3 bulan 1x
  1. 1 tahun 1 x
Ditugaskan oleh Kepsek, dan sesekali mendatangkan pakar Islam dari luar sekolah
         
                                                        
PERATURAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR : 085/KEP/I.4/F/2009
TENTANG
TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAN
WAKIL KEPALA SEKOLAH MUHAMMADIYAH
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah :
Menimbang             :        Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 4 Ayat (2) point d Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, perlu menetapkan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala dan Wakil Kepala Sekolah Muhammadiyah.
Mengingat             :        1.   Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah;
  1. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang;
  2. Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah tahun 2008;
  3. Pedoman Tata Kerja Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan  Pusat Muhammadiyah tahun 2006;
  4. Keputusan Rakernas Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah tahun 2006 di Jakarta;
Memperhatikan      :        Keputusan Rapat Pleno Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah  tanggal  24 Rabiul Akhir 1430 H /  20 April 2009  M.
MEMUTUSKAN
Menetapkan            :        Peraturan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala dan Wakil Kepala Sekolah Muhammadiyah.
BAB I
Kepala Sekolah
Pasal 1
 (1)           Kepala Sekolah adalah Guru yang diberi tugas memimpin pengelolaan sekolah/madrasah/pesantren Muhammadiyah yang diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah.
  1. Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penanggungjawab utama dalam mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan di suatu sekolah/madrasah/pesantren Muhammadiyah.
  2.  Kepala Sekolah dalam melakukan tugasnya dibantu oleh Wakil Kepala yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan.  
  3. Wakil Kepala Sekolah bertugas membantu Kepala dalam bidang pembinaan kurikulum, kesiswaan, sarana prasarana kehidupan ke-Islaman dan Kemuhammadiyahan, ekstra kurikuler, dan kehumasan yang diangkat dan diberhentikan oleh Majelis Dikdasmen Muhammadiyah.
  4. Kepala Sekolah  dan Wakil Kepala Sekolah berkewajiban membina Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai satu-satunya Organisasi Siswa Intra Sekolah, Hizbul Wathan (HW) dan Tapak Suci. sebagai ekstra kurikuler.
BAB II
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 2
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Sekolah/Madrasah/Pesantren diatur sebagai berikut :
  1. Kepala Sekolah pada SD/MI dan SMP/MTs yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah, diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah berdasarkan usul Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah melalui Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  2. Kepala Sekolah pada SD/MI dan SMP/MTs yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah berdasarkan usul Pimpinan Ranting Penyelenggara dan Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah melalui Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  3. Kepala Sekolah pada SD/MI/SMP/MTs yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah atas usul Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  4. Kepala Sekolah pada SMA/SMK/MA yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah berdasarkan usul Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah melalui Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah..
  5. Kepala Sekolah pada SMA/SMK/MA yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah berdasarkan usul Pimpinan Ranting Penyelenggara melalu i Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang, Daerah, dan Wilayah Muhammadiyah.
  6. Kepala Sekolah pada SMA/SMK/MA yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah, diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah berdasarkan usul Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah melalui Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah, dan Wilayah Muhammadiyah.
  7. Kepala Sekolah pada SMA/SMK/MA yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah berdasarkan usul Majelis Dikdasmen Wilayah Muhammadiyah.
  8. Kepala Sekolah pada Madrasah Muallimin/Muallimat, Kuliyatul Muballighin/Muballighat, dan Mudir Pesantren diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah atas usul Majelis Dikdasmen Wilayah Muhammadiyah.
  9. Kepala Sekolah pada Madrasah Diniyah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah atas usul Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah.
  10. Kepala Sekolah pada SD/SMP/MTs LB diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah atas usul Majelis Dikdasmen Penyelenggara melalui Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
  11. Kepala Sekolah pada SMA LB diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah atas usul Majelis Dikdasmen Penyelenggara melalui Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
Pasal 3
Persyaratan Kepala dan Wakil Kepala Sekolah adalah :
  1. Berstatus sebagai guru tetap yang diangkat Persyarikatan atau guru dpk pada jenjang pendidikan yang bersangkutan.
  2. Memiliki kualifikasi akademik (minimal berijazah S 1 / D IV), dan kompetensi keguruan.
  3. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
  4. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.
  5. Anggota Muhammadiyah yang ber KTAM minimal 2 (dua) tahun dan memiliki komitmen terhadap visi dan misi Muhammadiyah.
  6. Memiliki kemampuan dalam menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
  7. Diutamakan telah mengikuti Pendidikan Khusus Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen.
Pasal 4
Kepala/Wakil Kepala Sekolah diberhentikan karena :
(1).     Masa jabatan berakhir, atau
  1. Meninggal dunia, atau
  2. Mengundurkan diri, atau  
  3. Melakukan tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
BAB III
Tata Cara Pengusulan Pimpinan Sekolah
Pasal 5
Tata cara pengusulan Kepala Sekolah :
  1. Kepala Sekolah/Madrasah/Mudir Pesantren bersama guru menjaring bakal calon kepala sekolah dari guru-guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat 1 s/d 7.
  2. Kepala Sekolah/Madrasah/Mudir Pesantren meminta pernyataan kesediaan tertulis bakal calon untuk dicalonkan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/Pesantren.
  3. Kepala Sekolah/Madrasah/Mudir Pesantren mengajukan calon-calon yang telah menyatakan kesediaannya lengkap dengan berkas persyaratan kepada Majelis Dikdasmen Penyelenggara untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
  4. Majelis Dikdasmen Penyelenggara melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon kepala sekolah, memberikan penilaian (scoring), dan mengajukan 3 (tiga) orang calon berdasarkan urutan hasil penilaian kepada Majelis Dikdasmen di atasnya.
  5. Majelis Dikdasmen di atasnya sebagaimana ayat (4) pasal ini, mengusulkan ketiga calon Kepala Sekolah tersebut kepada Pimpinan Persayrikatan.
  6. Pimpinan Persyarikatan yang bersangkutan memilih 1 (satu) orang calon berdasarkan Rapat Pleno untuk ditetapkan sebagai Kepala Sekolah.
  7. Pimpinan Daerah Muhammadiyah menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Kepala SD/MI, SMP/MTs, SDLB, SMPLB.
  8. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah menerbitkan Surat keputusan Pengangkatan Kepala SMA/MA/SMK/SMALB dan Mualimin/at, Kuliyatul Mubhalighin/at serta Mudir Pesantren.
  9. Pimpinan Cabang Muhammadiyah menerbitkan surat keputusan pengangkatan Kepala Madrasah Diniyah.
Pasal 6
Tata Cara pengusulan Wakil Kepala Sekolah :
  1. Kepala Sekolah/Madrasah/Mudir Pesantren mengusulkan calon-calon Wakil Kepala Sekolah/Mudir Pesantren yang memenuhi persyaratan sebagai mana dimaksud pada pasal 3 ayat 1 s/d 7, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, setelah mendapat pertimbangan dari Guru, kepada majelis Dikdamen Penyelenggara, paling lambat 2 bulan setelah tanggal penerbitan surat keputusan pengangkatan Kepala Sekolah, untuk ditetapkan sebagai Wakil Kepala Sekolah/Madrasah/Naib Mudir Pesantren melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
  2. Majelis Dikdasmen Penyelenggara melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon wakil kepala sekolah/madrasah/naib mudir pesantren, dan memberikan penilaian (scoring), serta mengajukan satu/dua/tiga orang calon wakil kepala sekolah/madrasah/naib mudir pesantren yang paling layak dan patut serta memperoleh nilai tertinggi kepada Majelis Dikdasmen di atasnya, setelah mendapat persetujuan Pimpinan Persyarikatan yang bersangkutan untuk ditetapkan sebagai Wakil Kepala Sekolah/Naib Mudir Pesantren.
  3. Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Wakil Kepala  SD/MI, SMP/MTs, SDLB, SMPLB.
  4. Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Wakil Kepala SMA/MA/SMK//SMALB dan Mualimin/at, Kuliyatul Mubhalighin/at serta Naib Mudir Pesantren.
  5. Majelis Dikdasmen Cabang menerbitkan surat keputusan pengangkatan Wakil Kepala Madrasah Diniyah.
BAB IV
Masa Jabatan
Pasal 7
 (1)    Masa jabatan Kepala dan Wakil Kepala Sekolah/Madrasah, Mudir dan Naib Mudir Pesantren adalah 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu masa jabatan berikutnya.
  1. Kepala dan Wakil Kepala Sekolah/Madrasah, Mudir dan Naib Mudir Pesantren diharuskan menyampaikan laporan pertanggungjawaban dan mempersiapkan pergantian pimpinan yang baru sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
BAB V
Penutup
Pasal 8
  1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur tersendiri oleh Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah.
  2. Ketentuan yang ada dan bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
  3. Peraturan ini menjadi pengganti Surat Keputusan Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah No. 64/KEP/I.4/F/2006, dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.
           Ditetapkan        : di Jakarta
           Tanggal        : 24 Rab. Akhir 1430 H
                                                                                               20     April     2009 M        
Ketua,-                                  Sekretaris,-
                        dto                                   dto                    
Prof. Dr. H. Yahya A. Muhaimin                 Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed
                      NBM : 314.255                              NBM : 750.178
PERATURAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR :  097/KEP/I.4/F/2009
TENTANG
TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH MUHAMMADIYAH
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah :
Menimbang             :        Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 4 Ayat (2) point e Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, perlu menetapkan Tata Cara Pengangkatan dan  Pemberhentian Pengawas Sekolah/Madrasah Muhammadiyah.
Mengingat             :        1.   Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
                              Muhammadiyah;
  1. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang;
  2. Surat keputusan pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 138/KEP/I.O/B/2008 tentang Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah;
  3. Pedoman Tata Kerja Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan  Pusat Muhammadiyah tahun 2006;
  4. Keputusan Rakernas Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah tahun 2006 di Jakarta;
Memperhatikan      :        Keputusan Rapat Pleno Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah  tanggal  24 Rabiul Akhr  1430 H /  20 April  2009 M.
MEMUTUSKAN
Menetapkan            :        Peraturan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Peraturan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Pengawas Sekolah/Madrasah Muhammadiyah.
BAB I
P E N G A W A S
  1. Pengawas Sekolah/Madrasah Muhammadiyah adalah pejabat dalam lingkungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan di satuan pendidikan Muhammadiyah;
  2. Pengawas Sekolah/Madrasah Muhammadiyah wajib memberikan bimbingan kearah perbaikan dalam penyelenggaraan pendidikan pada umumnya, dan pendidikan Al Islam dan Kemuhammadiyahan pada khususnya.
BAB II
PERSYARATAN PENGAWAS
Pasal 2
Persyaratan Pengawas Sekolah/Madrasah Muhammadiyah sebagai berikut :
  1. Anggota Muhammadiyah;
  2. Berakhlak mulia dan berkomitmen terhadap Persyarikatan;
  3. Memenuhi standar pengawas Sekolah/Madrasah sesuai Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas;
BAB III
TUGAS, WEWENANG, DAN RUANG LINGKUP PENGAWAS
Pasal 3
  1. Pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan : Kurikulum, Ketenagaan, Pengelolaan Sarana dan Prasarana, Administrasi, Keuangan Sekolah dan memberikan laporan kepada Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah yang mengangkatnya;
  1. Pengawas berwenang mengawasi, menilai, dan membina pendidikan pada sekolah/madrasah dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Muhammadiyah;
  1. Ruang lingkup tugas dan wewenang pengawas adalah :
  1. Bidang Kurikulum berupa pencapaian kurikulum termasuk Al Islam dan Kemuhammadiyahan;
  2. Bidang Ketenagaan, mengenai peningkatan kemampuan professional dan kepribadian Kepala Sekolah, Guru, dan Karyawan;
  3. Bidang Pengelolaan sarana dan prasarana, meliputi tanah dan bangunan, perabot, dan peralatan, alat tulis kantor, lingkungan sekolah, tempat ibadah dan lain-lain.
  4. Bidang Administrasi Sekolah, meliputi administrasi Kepala Sekolah, kesiswaan, guru dan karyawan, perlengkapan, perpustakaan, dan surat menyurat.
BAB IV
LAPORAN
Pengawas wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Majelis Dikdasmen tentang tugas dan wewenangnya setiap akhir semester.
BAB V
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
  1. Pengawas Pendidikan Dasar diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah atas usul oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah;
  2. Pengawas Pendidikan Menengah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah atas usul Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah;
  3. Pengawas pendidikan Khusus (Madrasah Diniyah) diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah berdasarkan usul Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Pimpinan Cabang Muhammadiyah;
  4. Pengawas pendidikan Khusus (Madrasah Muallimin/Muallimat, Mubalighin/Mubalighat, Kursus-kursus diangkat dan diberhentikan oleh Majelis Pendidkan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
BAB VI
LAIN-LAIN
Pasal 6
Selama menjabat Pengawas mendapat imbalan yang layak sesuai dengan kemampuan Majelis Dikdasmen bersangkutan.
Pasal 7
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan dan akan ditinjau kembali apabila terdapat kekeliruan
Ditetapkan        : di Jakarta
  Tanggal        : 24 Rabiul Akhir1430 H
                                              20       April      2009 M
Ketua                                        Sekretaris
dto                                           dto                
      Prof. Dr. H. Yahya A. Muhaimin                 Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed
                  KTAM : 314.255                               KTAM : 750.178
PERATURAN
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR : 098/KEP/I.4/F/2009
TENTANG
KOMITE SEKOLAH/MADRASAH MUHAMMADIYAH
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah :
Menimbang             :        Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 4 Ayat (2) point g Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, perlu menetapkan Komite Sekolah/Madrasah Muhammadiyah.
Mengingat             :        1.   Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
                                Muhammadiyah;
  1. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang;
  2. Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah tahun 2008;
  3. Pedoman Tata Kerja Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan  Pusat Muhammadiyah tahun 2006;
  4. Keputusan Rakernas Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah tahun 2006 di Jakarta;
Memperhatikan      :        Keputusan Rapat Pleno Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah  tanggal 24 Rabiul Akhir 1430 H /  20 April 2009 M.
MEMUTUSKAN
Menetapkan            :        Peraturan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Penetapan Komite Sekolah/Madrasah Muhammadiyah.
BAB I
KOMITE SEKOLAH
Pasal 1
Pengertian
  1. Komite Sekolah adalah Komite Sekolah/Madrasah/Pesantren Muhammadiyah;
  2. Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat Muhammadiyah dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan Muhammadiyah;
  3. Komite Sekolah sebagaimana dimaksud ayat (2), merupakan wadah bersama bagi orang-orang yang peduli, ikhlas berkorban, dan mau memberi tanpa pamrih, serta berjuang untuk kepentingan peningkatan kualitas Sekolah/Madrasah/Pesantren Muhammadiyah.
BAB II
KEDUDUKAN DAN SIFAT
Pasal 2
Kedudukan
Komite Sekolah berkedudukan di tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK, Pesantren, atau Komplek Perguruan Muhammadiyah.
Pasal 3
Sifat
Komite Sekolah bersifat mandiri tidak mempunyai hubungan struktural dengan Persyarikatan Muhammadiyah.
BAB III
TUJUAN, PERAN DAN FUNGSI
Pasal 4
Tujuan
Komite Sekolah bertujuan untuk :
  1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat Muhammadiyah dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan Muhammadiyah;
  2. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat Muhammadiyah dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
  3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Pasal 5
Peran
  1. Sebagai pemberi pertimbangan ( Advisory Agency) dalam penentuan dan pelaksanan, kebijakan di sekolah/madrasah/pesantren Muhammadiyah;
  2. Pendukung (Supporting Agency) baik berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah/pesantren Muhammadiyah;
  3. Pengontrol (Controlling Agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaran dan keluaran pendidikan di sekolah.madrasah/pesantren Muhammadiyah;
  4. Sebagai meditor (Mediator Agency) antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di Sekolah/Madrasah/Pesantren Muhammadiyah
Pasal 6
Fungsi
  1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarkat terhadap penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah yang bermutu;
  2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan penyelnggaraan pendidikan Muhammadiyah yang bermutu;
  3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
  4. Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada Sekolah/Madrasah Muhammadiyah dalam hal :
  1. Kebijakan dan Program pendidikan;
  2. Penyusunan RAPB Sekolah/Madrasah;
  3. Kriteria kinerja satuan pendidikan;
  4. Kritiria tenaga kependidikan;
  5. Kriteria fasilitas pendidikan;
  6. Dan lain-lain yang terkait dengan pendidikan;
  1. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
  2. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah Muhammadiyah sesuai dengan kemampuan;
  3. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaran dan keluaran pendidikan di sekolah/madrasah Muhammadiyah.
BAB IV
ORGANISASI
Pasal 7
Keanggotaan
  1. Keanggotaan Komite Sekolah tediri atas :
  1. Unsur masyarakat Muhamadiyah dapat berasal dari :
  1.  orang tua/Siswa peserta didik;
  2.  tokoh masyarakat;
  3.  tokoh pendidikan;
  4.  dunia usaha;
  5.  wakil alumni;
  1. Unsur Guru, Majelis Dikdasmen;
  2. Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang yang jumlahnya gasal;
  1. Kepengurusan Komite Sekolah :
  1. Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas Ketua, Sekretaris, dan Bendahara;
  2. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota;
  3. Ketua bukan berasal dari kepala satuan pendidikan;
  1. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) :
  1. Komite Sekolah wajib memiliki AD dan ART;
  2. Anggaran Dasar sekurang-kurangnya memuat :
  1. Nama dan tempat kedudukan;
  2. Dasar, tujuan, dan kegiatan;
  3. Keanggotaan dan kepengurusan;
  4. Hak dan kewajiban anggota pengurus;
  5. Keuangan;
  6. Mekanisme kerja dan rapat;
  7. Perubahan AD dan ART untuk  pembubaran.
BAB V
PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH
Pasal 8
Prinsip Pembentukan
Pembentukan Komite Sekolah menganut prinsip musyawarah, transparan dan akuntabel serta kemitraan;
Pasal 9
Mekanisme Pembentukan
  1. Pembentukan Komite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia persiapan terdiri atas unsur Majelis Dikdasmen, Kepala Sekolah, Guru, Pemerhati pendidikan, tokoh masyarakat Muhammadiyah dan Orang Tua/Wali;
  2. Panitia melaksanakan pembentukan Komite Sekolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Sosialisasi tentang komite sekolah adalah mengacu pada SK Menteri Pendidikan No. 044/U/2002 dan SK PP Muhammadiyah No. 138/KEP/I.O/B/2008;
  2. Menyusun kriteria dan identifikasi calon anggota;
  3. Seleksi calon anggota;
  4. Menyusun nama-nama calon anggota terpilih;
  1. Menyampaikan nama pengurus dan anggota kepada kepala sekolah;
  2. Panitia persiapan dinyatakan bubar;
  1. Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali oleh Kepala Sekolah, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART.
BAB VI
MASA BAKTI
Pasal 10
  1. Masa bakti kepengurusan Komite Sekolah/Madrasah/Pesantren Muhammadiyah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa berikutnya;
  2. Ketua Komite Sekolah/Madrasah/Pesantren Muhammadiyah diharuskan menyampaikan laporan pertanggung jawaban dan mempersiapkan penggantian kepengurusan yang baru sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya masa jabatan.
BAB V
PENUTUP
Pasal 11
  1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur tersendiri oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah;
  2. Ketentuan yang ada dan bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
       Ditetapkan : di Jakarta
       Tanggal      : 24 Rabiul Akhir 1430 H
                                                             20      April        2009 M
                                  Ketua,-                                    Sekretaris,-
                       dto                                               dto                 
                  Prof. Dr. H. Yahya A. Muhaimin         Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed
 KTAM : 314.255                      KTAM : 750.178