27 Juni 2011

Foto Bergerak (Bukan Video) Unik & Keren

Dalam film-filem harry potter, tampak gambar bergerak layaknya sebuah video. Dibawah ini beberapa foto bergerak (sebagian) menjadikan unik & keren. Sebuah karya profesional yang asyik untuk dinikmati :

Anting Bergerak-Gerak

Air ditaman Mengalir Kebawah

Pantulan Mobil Bergerak di Kaca

Api Lilin Bergerak Ketika Ditiup
SMA MUHAMMADIYAH

19 Juni 2011

Tiga Ethos Wirausaha Untuk Kesinambungan Bisnis Keluarga


Bambang Suharno
Direktur Indonesian Entrepreneur Society (IES)
Pada saat tulisan ini disusun, saya baru saja menyelesaikan sebuah buku berjudul “Sembilan Dosa Bisnis Keluarga dan Solusinya” yang beredar bulan September 2009. Buku ini saya susun untuk memberikan pencerahan kepada pelaku bisnis keluarga atau calon pebisnis yang pada umumnya dimulai dengan bisnis (skala) keluarga agar mereka tidak terjebak pada masalah 9 masalah utama yang saya identifikasi dalam buku ini berikut alternatif solusinya.
Dalam salah satu babnya, disebutkan bahwa salah satu masalah utama dalam kesinambungan bisnis keluarga adalah rendahnya ethos kerja para pewaris. Ini mengakibatkan banyak bisnis keluarga mengalami kemunduran tatkala diteruskan oleh generasi kedua. Pameo yang populer di kalangan kita mengenai bisnis keluarga adalah, generasi pertama membangun dengan keringat bercucuran, generasi kedua menikmati, dan generasi ketiga menutup. Bahkan tak sedikit kejadian, generasi pertama membangun, generasi kedua menutup.
Saya akhirnya berkesimpulan, ternyata bukan hanya “ethos kerja” yang perlu ditekankan pada generasi pewaris melainkan juga “ethos wirausaha”. Barangkali ini istilah baru mengenai Ethos, itu sebabnya saya perlu merumuskan mana yang dimaksud ethos kerja dan mana ethos wirausaha. Ini saya perlukan karena dalam kenyataannya, tak sedikit generasi pewaris yang ethos kerjanya bagus, tapi tak dapat menjalankan kesinambungan bisnis orang tua mereka.
Tak sedikit pengusaha yang putra-putrinya memiliki ethos kerja yang baik. Mereka disekolahkan di sekolah terbaik, dididik dengan disiplin yang ketat, terbiasa berkompetisi di kelas, dan lulus dengan nilai terbaik. Para keturunan pebisnis ini lantas bekerja di perusahaan besar atau di lembaga pemerintahan. Mereka sibuk dengan karirnya, sementara ayahnya berusaha terus melanjutkan pengembangan bisnis yang dirintis sejak muda. Apa yang terjadi dikala pebisnis ini semakin tua? Putranya terlampau sibuk dengan karirnya, sehingga kurang berminat dengan bisnis orang tuanya. Padahal semua orang tahu, berkat bisnis ayahnyalah ia bisa sekolah hingga perguruan tinggi.
Sementara sang anak semakin bekerja keras untuk dirinya, sang ayah merasa apa yang dirintisnya kini sulit diwariskan ke anaknya, akibat anaknya memiliki ethos kerja yang hanya bermanfaat untuk karirnya saja, bukan untuk pengembangan bisnis yang diwariskan dari orang tua kepadanya.
Di kampung saya, ada daerah dimana waktu saya kecil sepanjang jalan kota dipenuhi toko-toko yang pemiliknya adalah penduduk setempat. Toko-toko itu maju pesat di tangan pendiri. Toko-toko itu kini lebih maju lagi, tapi sayangnya kini pemiliknya bukanlah generasi pewaris sang pendiri. Sesungguhnya anak-anak pendiri toko bukanlah pemalas, melainkan haluan hidupnya tidak lagi dengan berwirausaha.
Adapula pengusaha yang memiliki daya kepimpinan kharismatik dalam mengembangkan bisnisnya. Intuisinya bagus dan cemerlang. Ia tidak kelihatan sibuk sebagaimana eksekutif, namun sekali bertemu dengan timnya di kantor, ia langsung dapat mengambil keputusan strategis untuk mengembangkan bisnis. Ketika anaknya mulai menggantikannya, tidak ada aura kewibawaan seorang pemimpin bisnis. Yang terasa di lingkungan perusahaan adalah seorang anak cerdas, bekerja keras, namun kurang wibawa. Terlebih lagi, sang pewaris ini lebih suka hidup dalam kemewahan, dan kurang punya sifat kedermawanan. Sudah bisa ditebak, di tangan anaknya, bisnis keluarga ini semakin merosot.

Tiga Ethos Wirausaha
Saya merenung, kalau demikian kejadiannya, berarti bagi sang pewaris bisnis keluarga, bukan hanya ethos kerja yang mereka butuhkan, melainkan ethos yang lainnya, yang kemudian saya sebut ethos wirausaha. Saya merumuskan 3 ethos utama wirausaha yang selalu menjadi ciri pengusaha hebat dan mulia, yaitu ethos uang produktif, ethos pemberdaya dan ethos tangan di atas.
Pesan utama dari ethos uang produktif adalah sisihkan sebagian penghasilan anda untuk menciptakan penghasilan baru atau untuk menambah penghasilan utama. Cobalah kita lihat banyak pengusaha yang bisnisnya terus berkembang. Mereka bukan berarti tak pernah bangkrut, melainkan “mati satu tumbuh seribu”. Setiap mendapat hasil, yang diutamakan bukan membeli mobil baru atau tempat tinggal yang lebih mewah, melainkan menyisihkan agar tercipta penghasilan baru. Jika gagal, cari alternatif lain. Begitu seterusnya.
Untuk menunjang sikap “uang produktif” mereka, para pengusaha hebat, memiliki ethos pemberdaya, yaitu adalah kemampuan, kemauan dan kebanggaan untuk memberdayakan orang lain. Ya, kalau dalam beberapa perbincangan pebisnis pemula sering kita dengar orang mengeluh tidak dapat mencari karyawan yang jujur, maka ia perlu mengoreksi diri apakah selama ini ia lebih bangga mengerjakan kegiatan bisnis sendirian atau lebih bangga memberdayakan orang lain. Kalau pusing memimpin karyawan, itu bisa jadi pertanda belum tumbuh ethos pemberdaya dalam jiwanya.
Ethos pemberdaya akan membuat bisnis lebih maju karena kemampuan memberdayakan orang lain. Itu sebabnya mereka yang punya ethos pemberdaya senantiasa belajar memimpin dan mendelegasikan pekerjaan.
Ethos Tangan Di Atas, sebenarnya paling mudah diaplikasikan. Pesan utamanya adalah, janganlah anda jadi pengusaha yang pelit. Kemajuan bisnis anda akan menjadi berkah bagi keluarga anda manakala anda menjadi orang dermawan. Lanjutannya, kedermawanan anda akan mendorong kemajuan bisnis anda. Semakin banyak memberi, akan semakin banyak menerima, artinya bisnis anda semakin maju.
Bukan itu saja, dengan pola pikir sebagai pemberi, anda sudah melampaui apa yang disebut kemandirian yang kerap didengungkan pemerintah. Kemandirian adalah sikap mengenai bagaimana anda bisa membangun usaha tanpa bantuan orang lain. Sedangkan ethos tangan di atas adalah mandiri dan berbagi. Buat apa mandiri tapi pelit?
Ethos tangan di atas juga membuat anda selalu berpikir dan bertindak sebagai orang yang membantu, bukan yang minta bantuan, karena dengan banyak membantu, otomatis banyak dibantu. Negara-negara maju bukanlah selalu negara kaya, melainkan karena sikap pemimpinan yang suka membantu negara lain. Mereka membantu bukan karena kaya, melainkan karena sering membantu maka jadi kaya.
Nah, jika para pewaris bisnis keluarga punya ethos di atas, tak usah khawatir, bisnis keluarga akan berbiak dan membesar sampai ”tujuh turunan”.***

Bambang Suharno
Penulis Buku-buku wirausaha
Buku terbaru:
1. Sembilan ”Dosa” Bisnis Keluarga dan Solusinya
2. Tujuh Cara Tidak Gila Jadi Pengusaha
3. Tujuh Kiat Bisnis Tahan Krisis
SUMBER:WIRAUSAHA

18 Juni 2011

WIRAUSAHA MUDA

Jangan Mau Jadi Sarjana Nganggur
ADA sebuah kekhawatiran besar yang saat ini dihadapi sebagian besar mahasiswa menjelang wisuda, yakni ketakutan akan menyandang status pengangguran intelektual. Kondisi itu saya tangkap dari obrolan teman-teman mahasiswa semester akhir yang tinggal menunggu waktu saja untuk meraih gelar sarjana, yang merasa khawatir dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan sebab kompetisi dunia kerja semakin ketat dan keras. Memang tidak bisa digeneralisir, namun penulis yakin sebagian besar mahasiswa mengalami hal serupa terkait makin banyaknya jumlah sarjana yang nasibnya belum beruntung hingga menyandang sebutan ’pengacara’ (pengangguran banyak acara).

Kondisi itu dapat dimengerti akibat jumlah lulusan mahasiswa yang menenteng gelar sarjana maupun diploma dari tahun ke tahun semakin banyak. Sementara, lapangan kerja yang tersedia jumlahnya tak sebanyak job seekers (pencari kerja). Alih-alih mendapat pekerjaan, para sarjana masih banyak yang menganggur. Data yang dilansir Ditjen Dikti Depdiknas tahun 2010menyebutkan jumlah angka pengangguran lulusan perguruan tinggi mencapai 2 juta lebih. Angkanya cukup fantastis tersebut terdiri 1.224.520 bergelar sarjana dan pengangguran tingkat diploma mencapai 882.550. Data dari Dirjen Dikti bahkan menyebut angka pengangguran sarjana menunjukan kecenderungan terus naik. Fakta itu jelas bikin miris semua pihak mengingat pada 2008, jumlah sarjana yang tak bekerja masih 976.473 orang dan alumni diploma 727.507. Bisa dilihat terjadi peningkatan cukup signifikan jumlah pengangguran yang merupakan lulusan perguruan tinggi (PT).

Tak Punya Skill

Banyaknya pengangguran intelektual merupakan cerminan buruknya kualitas pendidikan Tanah Air. Lihat saja jumlah pengangguran diploma yang jumlahnya tak terlampau jauh dibanding sarjana. Padahal program diploma dibuat untuk menekankan pada ilmu praktik dan bukan teori, namun pada kenyataannya tetap saja banyak yang tak bisa mengaplikasikan ilmu yang didapatkannya di bangku kuliah dengan terbukti tak bisa diterima di dunia kerja. Hal itu jelas sangat ironis dan menjadi bukti bahwa terjadi kesenjangan antara ilmu yang didapatkan di perkualiahan dengan permintaan dunia kerja.

Harus Ada Kemampuan Berwirausaha Generasi Muda

Kemampuan teknik dan kemampuan bisnis yang dimiliki generasi muda ini akan mampu mengubah peluang usaha menjadi usaha baru yang menguntungkan. Penguasaan kemampuan teknik akan mendorong wirausaha untuk melakukan inovasi dan bekerja secara efisien. Pemberian informasi mengenai arah perkembangan produk, perkembangan teknologi produksi dan proses adopsi teknologi akan membantu meningkatkan kemampuan teknik dari wirausaha Indonesia. Gambaran umum upaya penumbuhan unit wirausaha baru dapat dilihat sebagai berikut :

Solusi untuk mengatasi pengangguran Pemuda di Indonesia sangat banyak. Hal ini harus dilakukan secara komprehensif dan total. Program-program mengatasi pengangguran tersebut mengedepankan:

Penguatan kecakapan hidup dan kewirausahaan yang komprehensif meliputi personal, sosial dan vocational skills, Keterpaduan antar lembaga yang bersifat horizontal maupun antar lembaga yang bersifat vertikal, dan Penjaminan terjadinya four in one process (rekrutmen, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, penyaluran /pemandirian lulusan).

Lembaga Pendidikan baik Formal maupun Nonformal harus mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dengan semangat kewirausahaan. Kewirausahaan akan mampu menjadi solusi atas Pengangguaran pemuda di Indonesia dengan menghasilkan lulusan yang berbasis kewurausahaan. Semoga kontribusi Positif lembaga pendidikan akan semakin memajukan bangsa Indonesia.

Pemerintah sangat memprioritaskan program kewirausahaan sebagai upaya untuk penyerapan pekerjaan baru. Hal ini merupakan bagian yang utuh untuk memajukan dan memandirikan bangsa Indonesia.

Semoga Wirausaha Muda terus maju dan berkembang untuk memajukan bangsa Indonesia,amiin
WIRAUSAHA MUDA
SMA MUHAMMADIYAH
SMA MUHAMMADIYAH

17 Juni 2011

Inspirational ENTREPRENEUR Public Figure : Chairul Tanjung

Chairul Tanjung berbagi rahasia suksesnya menjadi pengusaha. Menurut pria yang masuk dalam daftar 1.000 orang terkaya di dunia versi Majalah Forbes tersebut, modal utama untuk menjadi seorang pengusaha bukanlah modal yang besar.

Namun yang terpenting, seorang calon pengusaha tidak boleh cengeng dan mudah menyerah.

"Tanpa kerja keras ini semua omong kosong. Modal utama pengusaha adalah jangan cengeng, jangan mudah menyerah," kata Chairul saat ditemui dalam Pesta Wirausaha 2010 di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto Jakarta Minggu (11/4/2010).

Apa yang disampaikannya bukanlah omong kosong belaka. Namun lebih berdasarkan pada pengalamannya sebagai seorang pengusaha sukses. Ia mengaku saat memulai membangun kerajaan bisnisnya, ia sudah terbiasa bekerja lebih dari 18 jam per hari. Menurut Chairul, itu dilakukan untuk mewujudkan impiannya, yang sering dianggap terlalu.

"Anda semua akan dapat berdiri di sini menggantikan saya apabila bekerja keras. Dan dibutuhkan kemampuan entrepenuer dan manajerial yang baik. Tidak lagi semata-mata modal," ungkapnya di hadapan para wirausaha yang bernaung dalam wadah komunitas 'Tangan Diatas' (TDA).

Selain kerja keras, hal lain yang harus diingat adalah kerja ikhlas. Setelah itu, imbuh dia, baru menyerahkan segala hasil kerja keras yang dilakukannya kepada Tuhan.

Tips lainnya untuk menjadi seorang pengusaha sukses di tanah air yaitu harus mampu menciptakan bisnis yang tidak biasa (unusual). Dirinya mencontohkan bagaimana seorang pengusaha air mineral, AQUA, menciptakan peluang yang tidak dipikirkan orang kebanyakan sebelumnya. Dan akhirnya AQUA diikuti oleh banyak pengusaha lain untuk terjun di bisnis air kemasan.

"Kita juga ingat bagaimana Bill Gates menjadi pendiri Microsoft, dan menciptakan sistem komputer pertama yang dapat digunakan dengan mudah. Bill Gates juga tercatat sebagai yang paling sering masuk dalam orang terkaya di dunia. Sekarang siapa yang bisa menyaingi Microsoft. Begitu juga dengan AQUA. Tidak ada," paparnya.

Seperti diketahui, pada awal bulan lalu pemilik Para Group ini masuk ke dalam daftar 1.000 orang terkaya di dunia versi majalah forbes, dia menempati posisi 937 dengan jumlah kekayaan sebesar US$ 1 Miliar. Tahun lalu, pengusaha kelahiran Jakarta, 16 Juni 1962 ini juga masuk daftar 40 orang terkaya di Indonesia.

Selama ini, bidang bisnis yang pernah digeluti olehnya adalah bidang keuangan, properti, dan multimedia. Bahkan Chairul Tanjung pernah dinobatkan sebagai seorang tokoh bisnis paling berpengaruh di Indonesia oleh Majalah Warta Ekonomi.

Chairul bukan tergolong pengusaha "dadakan" yang sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa. Mengawali kiprah bisnis selagi kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, sepuluh tahun kemudian ia telah memiliki sebuauh kelompok usaha yang disebut Para Group yang membawahi dua stasiun televisi yaitu Trans TV dan Trans7. Selain itu Chairul juga membidangi usaha sektor keuangan melalui PT Bank Mega Tbk.

Kelompok usaha ini dibangun berawal dari modal yang diperoleh dari Bank Exim sebesar Rp 150 juta. Bersama tiga rekannya yang lain, ia mendirikan pabrik sepatu anak-anak yang semua produknya diekspor.

Chairul Tanjung dilahirkan di Jakarta. Ia anak A.G. Tanjung, seorang wartawan di zaman orde lama yang pernah menerbitkan lima surat kabar beroplah kecil. Chairul dan keenam saudaranya hidup berkecukupan. Namun, pada zaman Orde Baru, sang ayah dipaksa menutup usaha persnya karena berseberangan secara politik dengan penguasa.
Setamat SMA, Chairul masuk Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada tahun 1981. Chairul menghadapi masalah pada biaya kuliahnya. Ia pun mulai berbisnis dari dasar sekali, berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan lainnya di kampusnya. Selanjutnya, ia membuka sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat tapi bangkrut.

Setelah menutup tokonya, Chairul membuka usaha kontraktor. Kurang berhasil, Chairul bekerja di industri baja dan kemudian pindah ke industri rotan. Waktu itulah, ia bersama tiga rekannya ia membangun PT Pariarti Shindutama. Bermodal awal Rp 150 juta dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor. Keberuntungan berpihak padanya, karena perusahaannya langsung mendapat pesanan 160 ribu pasang sepatu dari Italia. Dari sini usahanya merambah ke industri genting, sandal dan properti. Sayang, karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha dengan ketiga rekannya, Chairul memilih menjalankan usahanya sendiri.

Mengarahkan usahanya ke konglomerasi, Chairul mereposisikan dirinya ke tiga bisnis inti : keuangan, properti, dan multi media. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Tugu yang kini bernama Bank Mega yang kini telah naik peringkatnya dari bank urutan bawah ke bank kelas atas. Selain memiliki perusahaan sekuritas, ia juga merambah ke bisnis asuransi jiwa dan asuransi kerugian. Di sektor sekuritas, lelaki kelahiran Jakarta ini mempunyai perusahaan real estate dan pada tahun 1999 telah mendirikan Bandung Supermall. Di bisnis multimedia, Chairul mendirikan Trans TV, di samping menangani stasion radio dan media on line atau satelit. Ia juga bersiap untuk masuk ke media cetak.

Di tengah persaingan yang ketat di sektor media televisi, Chairul merasa yakin Trans TV akan mampu bersaing. Ini karena ia melihat pada belanja iklan nasional yang sudah mencapai Rp 6 triliun setahun, 70% di antaranya akan diambil oleh televisi. Jumlah perusahaan Chairul, yaitu Para Group mempunyai Para Inti Holdindo sebagai father holding company, yang membawahi beberapa sub holding seperti : Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti) dan jumlah karyawan yang dipekerjakan kurang lebih mencapai 5.000 orang.

Dikutip dari detik.com bahwa Chairul Tanjung (CT) yang telah mengakusisi 40% saham PT Carrefour Indonesia direspon positif oleh sesama pengusaha di dalam negeri. Diharapkan Carrefour dibawah Chairul Tanjung bisa mengendepankan kepentingan nasional yaitu dapat menyumbangkan pembinaan terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia.

"Jadi harus betul-betul membela kepentingan kita, jangan justru sebaliknya," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi saat dihubungi detikFinance, Minggu (18/4/2010).

Sofjan mengakui langkah Para Group tersebut merupakan aksi yang positif bagi dunia usaha di Indonesia. Selain itu, kata dia, kehadiran pengusaha lokal disebuah perusahaan asing akan memberikan keyakinan bahwa kiprah Carrefour di Indonesia tidak semata-mata hanya untuk kepentingan pemodal asing.

"Saya harapkan Chairul Tanjung bisa mebantu para pelaku UKM, dengan dia masuk tidak lagi menimbulkan konfrontasi, jadi kuncinya ada di Chairul Tanjung," katanya.

Seperti diketahui, Chairul Tanjung melalui kelompok usahanya yaitu Para Group mengakuisisi 40% saham PT Carrefour Indonesia senilai lebih dari Rp 3 triliun. Akuisisi itu dilakukan Trans Corp melalui PT Trans Ritel, sebuah anak perusahaan Trans Corp.

Setelah akuisisi oleh Trans Corp ini, maka komposisi pemegang saham PT Carrefour Indonesia adalah Trans Ritel (40%), Carrefour SA 39%, Carrefour Netherland BV 9,5%, dan Onesia BV 11,5%.

Setelah membeli 40% saham Carrefour, Chairul kini menjadi komisaris utama PT Carrefour Indonesia didampingi oleh AM Hendropriyono (mantan Kepala BIN) dan S.Bimantoro (mantan petinggi Polri) sebagai komisaris.
Gurita bisnis Chairul Tanjung memang sudah meluas. Setelah menguasai bisnis stasiun televisi, bank hingga waralaba, Chairul Tanjung meluaskan bisnisnya ke ritel dengan membeli 40% saham PT Carrefour Indonesia.

Setelah akuisisi oleh Trans Corp ini, maka komposisi pemegang saham PT Carrefour Indonesia adalah Trans Ritel (40%), Carrefour SA 39%, Carrefour Netherland BV 9,5%, dan Onesia BV 11,5%.

Chairul Tanjung menempatkan dirinya pada urutan ke 937 dari 1.000 orang terkaya didunia versi majalah forbes dengan total kekayaan senilai US$ 1 Miliar. sedangkan daftar 40 orang terkaya Indonesia tahun 2009 versi Forbes yang dirilis, Kamis (3/12/2009) lalu. Chairul Tanjung menempatkan dirinya pada posisi ke 13 , datanya bisa dilihat disitus detik.com disini

Pendididkan
- SD Van Lith, Jakarta (1975)
- SMP Van Lith, Jakarta (1978)
- SMA Negeri I Budi Utomo, Jakarta (1981)
- Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (1987)

Kegiatan Lain
- Anggota Komite Penasihat Prakarsa Jakarta (Restrukturisasi Perusahaan)
- Delegasi Indonesia untuk Asia-Europe Business Forum
- Anggota Pacific Basin Economic Council
- Pengurus Yayasan Kesenian Jakarta
- Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia
- Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia
- Ketua Yayasan Indonesia Forum

Lahir: 16 Juni 1962 (umur 47) Jakarta, Indonesia
Pekerjaan: Pemilik (CEO) utama Para Group
Agama: Islam

Chairul Tanjung (lahir di Jakarta, 16 Juni 1962; umur 47 tahun[1]) adalah pengusaha asal Indonesia. Mamanya dikenal luas sebagai usahawan sukses bersama perusahaan yang dipimpinnya, Para Group[2].

Chairul telah memulai berbisnis ketika ia kuliah dari Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia[2]. Sempat jatuh bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya. Perusahaan konglomerasi miliknya, Para Group menjadi sebuah perusahaan bisnis membawahi beberapa perusahaan lain seperti Trans TV dan Bank Mega[3].

Karier dan Kehidupan

Chairul dilahirkan di Jakarta dalam keluarga yang cukup berada. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Chairul berada dalam keluarga bersama enam saudara lainya. Ketika Tiba di zaman Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan tersebut memaksa orangtuanya menjual rumah dan berpindah tinggal di kamar losmen yang sempit[1].

Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Boedi Oetomo pada 1981, Chairul masuk Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia[4] (lulus 1987[1]). Ketika kuliah inilah ia mulai masuk dunia bisnis. Dan ketika kuliah juga, ia mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat Nasional 1984-1985[1].
Demi memenuhi kebutuhan kuliah, Ia mulai berbisnis dari awal yakni berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan lainnya di kampusnya. Ia juga membuka usaha foto kopi di kampusnya. Chairul juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat, tetapi bangkrut[3].

Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT Pariarti Shindutama bersama tiga rekannya pada 1987. Bermodal awal Rp 150 juta dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor[5]. Keberuntungan berpihak padanya, karena perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan 160 ribu pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi, karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, Chairul memilih pisah dan mendirikan usaha sendiri[5].

Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai pengusaha membuat bisnisnya semakin berkembang. Mengarahkan usahanya ke konglomerasi, Chairul mereposisikan dirinya ke tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Tugu yang kini bernama Bank Mega[3].

Ia menamakan perusahaan tersebut dengan Para Group. Perusahaan Konglomerasi ini mempunyai Para Inti Holdindo sebagai father holding company, yang membawahkan beberapa sub-holding, yakni Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti)[1].

Di bawah grup Para, Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial antara lain Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega Tbk, Mega Capital Indonesia, Bank Mega Syariah dan Mega Finance. Sementara di bidang properti dan investasi, perusahaan tersebut membawahi Para Bandung propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah Investindo, Mega Indah Propertindo. Dan di bidang penyiaran dan multimedia, Para Group memiliki Trans TV, Trans 7, Mahagagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans Studio[6].
Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall[3]. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana 99 miliar rupiah. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central Business District pada 1999[1]. Sementara di bidang investasi, Pada awal 2010, Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp., membeli sebagian besar saham Carefour, yakni sejumlah 40%. Mengenai proses pembelian Carrefour. MoU pembelian saham Carrefour ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di Perancis[7].

Majalah ternama Forbes merilis daftar orang terkaya dunia 2010. Sebagai sebuah pencapaian, menurut majalah tersebut, Chairul Tanjung termasuk salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia. Forbes menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937 dunia dengan total kekayaan US$ 1 miliar[8].


Latar Belakang Pendidikan

Berikut selengkapnya latar belakang pendidikan seorang Chairul Tanjung[1].

SD Van Lith, Jakarta (1975)
SMP Van Lith, Jakarta (1978)
SMA Negeri I Boedi oetomo, Jakarta (1981)
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia (1987)
Executive IPPM (MBA; 1993)


Pemikiran

Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan (network) adalah penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik diperlukan[9]. Membangun relasi pun bukan hanya kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun. Bagi Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembang bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus (baca: sepi pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan. Bagi Chairul, bahkan berteman dengan petugas pengantar surat pun adalah penting[9].

Dalam hal investasi, Chairul memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional[7]. Ia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi, ini merupakan upaya perusahaan nasional Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan rumah di negeri sendiri[7].

Menurut Chairul, modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Baginya, kemauan dan kerja keras harus dimiliki seseorang yang ingin sukses berbisnis[4]. Namun mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Baginya, membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring (networking) dalam menjalankan bisnis[9].
Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda bisnis sudah seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak tangan[6]. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan sampai banyak yang mengambil jalan seketika (instant), karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar. Membangun integritas adalah penting bagi Chairul. Adalah manusiawi ketika berusaha,sesorang ingin segera mendapatkan hasilnya. Tidak semua hasil bisa diterima secara langsung[6].





"The Rising Star"

Dalam peta baru pengusaha besar nasional belakangan ini, namanya disebut sebagai the rising star. Pemilik Para Group ini berhasil melakukan lompatan bisnis spektakuler justru ketika ekonomi masih dilanda badai krisis. Lompatan besar bermula ketika ia mengambil alih Bank Mega. Namun di PBSI, sebagai Ketua Umum ia kurang beruntung, dan memilih mundur. Ia digantikan Sutiyoso, Gubernur DKI dalam Munaslub di Jakarta sabtu 17 Juli 2004

Badai krisis yang berlangsung sejak empat tahun lalu telah meluluh lantahkan bangunan bisnis lama. Para pengusaha raksasa yang populer disebut konglomerat satu demi satu telah berguguran. Tak hanya dari kelompok nonpri, pengusaha besar dari kalangan pribumi pun hampir tak ada yang terbebas dari lilitan masalah. Jika kini disusun sebuah daftar kelompok usaha besar baru, misalnya dengan tolok ukur aset di atas Rp 1 triliun, petanya pasti telah jauh berubah dibanding sebelum krisis.

Belakangan ini, Chairul Tanjung adalah sosok pengusaha yang namanya paling banyak disebut ketika berbicara mengenai peta baru pengusaha besar nasional. Ia banyak disebut sebagai the rising star. Pengusaha pemilik Para Group ini berhasil melakukan lompatan bisnis yang spektakuler justru ketika ekonomi masih dilanda badai krisis.

Lompatan besar bermula ketika ia memutuskan untuk mengambil alih kepemilikan Bank Mega pada 1996 lalu. Berkat tangan dinginnya, bank kecil dan sedang sakit-sakitan yang sebelumnya dikelola oleh kelompok Bappindo itu kemudian disulap menjadi bank besar dan disegani. Pada akhirnya bank ini pun menjadi pilar penting dalam menopang bangunan Para Group. Dua pilar lain adalah Trans TV dan Bandung Supermall.

Sebagai sosok pengusaha sukses yang kini langka, Chairul dikalangan teman-teman dekatnya sering dijuluki sebagai The Last of The Mohicans. Sebutan ini mengacu pada sebuah judul film terkenal produksi Hollywood beberapa tahun lalu yang menceritakan kisah penaklukan kaum kulit putih terhadap bangsa Indian di Amerika Serikat sana. Pada akhirnya, bangsa asli yang sebelumnya menjadi tuan tanah dan penguasa wilayah itu kemudian semakin terpinggir dan menjadi sosok langka. Namanya saja sebutan berbau joke sehingga tetap atau tidak penting.

Yang jelas Chairul bukan tergolong pengusaha "dadakan" yang sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa. Mengawali kiprah bisnis selagi kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, sepuluh tahun kemudian ia telah memiliki sebuauh kelompok usaha yang disebut Para Group. Kelompok usaha ini dibangun berawal dari modal yang diperoleh dari Bank Exim sebesar Rp 150 juta. Bersama tiga rekannya yang lain, ia mendirikan pabrik sepatu anak-anak yang semua produknya diekspor. "Dengan bekal kredit tersebut saya belikan 20 mesin jahit merek Butterfly," ujarnya suatu saat kepada Eksekutif.

Kini pengusaha kelahiran 16 Juni 1962 itu menjadi figur sukses yang sangat sibuk. Ketika Eksekutif meminta kesempatan untuk sebuah wawancara khusus, ia mengaku kerepotan untuk memilih waktu yang tepat. Meklum, selain sibuk mengurus bisnis, pria satu ini juga punya segudang kegiatan kemasyarakatan. Sebelum terpilih menjadi ketua umum PB PBSI beberapa waktu lalu, Chairul telah aktif di berbagai organisasi sosial seperti PMI, Komite Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. "Kini waktu saya lebih dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan," ungkapnya. (Tokoh Indonesia, Repro Eksekutif No. 269)


Tokoh Bisnis

Warta Ekonomi 28 Desember 2005 menganugerahi Chairul Tanjung, Komisaris Utama Grup Para sebagai salah seorang tokoh bisnis paling berpengaruh tahun 2005. Prestasinya, dinilai tak sesederhana penampilannya. Tiga pilihan bidang bisnisnya, keuangan, properti, dan multimedia, menunjukkan kinerja yang nyaris sempurna. Chairul Tanjung adalah rising star.

Sulit membayangkan seorang dokter gigi terjun bebas ke dunia bisnis. Namun, tidak bagi Chairul Tanjung, komisaris utama Grup Para. Semasa kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi UI, Chairul muda sudah mulai berani berjualan untuk mengasah kemampuannya berbisnis. Nalurinya kian terarah ketika bisnis sepatunya, yang memperoleh pinjaman dari Bank Exim, makin berkembang.

Orang nomor satu di Grup Para ini adalah sosok yang bersahaja. Penampilannya sederhana, tetapi sangat tajam dalam menerjemahkan visi bisnisnya. Chairul mereposisikan kelompok usahanya dalam tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia.

Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Tugu dan mengganti namanya menjadi Bank Mega. Kini bank ini menjadi salah satu bank papan atas. Hingga September 2005, Bank Mega memiliki nilai buku asetnya mencapai Rp1,5 triliun. Tahun 2005 ini sejumlah investor asing dari Eropa dan AS sudah mengajukan surat resmi untuk membeli saham Bank Mega seharga tiga kali lipat dari nilai bukunya. Selain bank, Chairul juga memiliki perusahaan sekuritas dan mulai merambah bisnis asuransi jiwa dan kerugian.
Di bisnis properti, pria kelahiran Jakarta ini mempunyai Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana Rp99 miliar. Itu pun belum semua area dibangun. Rencananya, di sisa lahan 8 hektar ia akan membangun hotel, restoran, dan bangunan pendukung lainnya.

Bisnis Chairul yang paling moncer adalah Trans TV dengan 21 menara yang mencakup seluruh Jawa, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Papua. Pada akhir 2005 dia berharap seluruh Indonesia bisa di-cover, dengan menambah menara sampai 31—32. Investasi untuk satu menara diperkirakan Rp3—5 miliar. Chairul sangat optimistis di bisnis ini karena melihat belanja iklan nasional sudah mencapai Rp6 triliun, dengan 70% di antaranya akan masuk ke TV.

Ia pun berencana mendirikan stasiun radio dan media online atau satelit. Target lainnya adalah bersiap masuk ke media cetak. Dua-tiga tahun setelah Trans TV mendapatkan keuntungan, ia berencana melepas 20%—30% sahamnya ke pasar modal. Dana hasil IPO ini akan ia alokasikan untuk pengembangan usaha dan membayar utang.

Saking banyaknya, Chairul mengaku sampai tak tahu berapa jumlah perusahaannya. Namun, yang jelas, Grup Para mempunyai Para Inti Holdindo sebagai holding company, yang membawahkan beberapa subholding: Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi), dan Para Inti Propertindo (properti). Kini ia mempekerjakan 5.000 karyawan.

Apa jadinya jika seorang calon dokter gigi justru merambah bisnis televisi? Jika ingin tahu jawabannya, lihatlah sosok Chairul Tanjung, pebisnis asli pribumi yang kini namanya berkibar dengan Grup TransTV dan Trans7. Berkat kesulitan ekonomi yang menderanya, ternyata hal tersebut justru menjadi bekal mengasah ketajaman insting bisnisnya.

Saat kuliah di Fakultas Kedokteran gigi Universitas Indonesia, pada periode tahun 1980-an, ia memang harus memenuhi kebutuhan kuliahnya sendiri. Meski terlahir dari keluarga yang cukup berada, karena perubahan keadaan politik, keluarganya terpaksa menjalani kehidupan seadanya. Dari rumah yang tergolong besar, mereka harus menjualnya, dan menyewa sebuah losmen sempit.

Namun, ternyata, kesulitan ini justru membuat Chairul membulatkan tekadnya untuk kembali berjuang meraih kesuksesan," Saya bercita-cita jadi orang besar." Maka, lepas dari SMA Boedi Utomo Jakarta, ia pun masuk ke Fakultas Kedokteran Gigi UI. Kesulitan biaya kuliah membuatnya harus kreatif mencari dana untuk meneruskan sekolahnya. Maka, kelahiran Jakarta, 18 Juni 1962 ini pun lantas memulai bisnis kecil-kecilan. Mulai dari berjualan buku kuliah stensilan, kaos, sepatu, dan aneka barang lain di kampus dan kepada teman-temannya. Dari modal usaha itu, ia berhasil membuka sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di daerah Senen Raya, Jakarta. Sayang, karena sifat sosialnya - yang sering memberi fasilitas kepada rekan kuliah, serta sering menraktir teman - usaha itu bangkrut.

Namun, rupanya, menjadi pebisnis telah memikat hatinya. Walau bangkrut, ia justru langsung mencoba usaha lain, kali ini di bidang kontraktor. Meski juga kurang berhasil, ia merasa mendapat pelajaran banyak hal dari bisnis-bisnis yang pernah ditanganinya. Dari bekal pengetahuan itu, ia memberanikan mendirikan CV pertamanya pada tahun 1984 dan menjadikannya PT pada tahun 1987. Dari PT bernama Pariarti Shindutama itu, ia berkongsi dengan dua rekannya mendirikan pabrik sepatu. Kepiawaiannya menjaring hubungan bisnis langsung membuat sepatu produksinya mendapat pesanan sebanyak 160 ribu pasang dari pengusaha Italia. Dari kesuksesan ini, bisnisnya merambah ke industri genting, sandal, dan properti. Namun, di tengah kesuksesan itu, rupanya ia mengalami perbedaan visi dengan kedua rekannya. Maka, ia pun memilih menjalankan sendiri usahanya.

Ternyata, ia justru bisa makin berkembang dengan berbagai usahanya. Ia pun lantas memfokuskan usahanya ke tiga bisnis inti, yakni: keuangan, properti, dan multimedia. Melalui tangan dinginnya, ia mengakuisisi sebuah bank kecil yang nyaris bangkrut, Bank Tugu. Keputusan yang dianggap kontoversial saat itu oleh orang dekatnya. Namun, pengalaman bangkit dari kegagalan rupanya mengajarkannya banyak hal. Ia justru berhasil mengangkat bank itu, - setelah mengubah namanya menjadi Bank Mega - menjadi bank papan atas dengan omset di atas Rp1 triliun saat ini.

Selain itu, suami dari dokter gigi Ratna Anitasari ini juga merambah bisnis sekuritas, asuransi jiwa dan asuransi kerugian. Kemudian, di bisnis properti, ia juga telah membuat sebuah proyek prestisius di Kota Bandung, yang dikenal dengan Bandung Supermall. Dan, salah satu usaha yang paling melambungkan namanya yaitu bisnis televisi, TransTV. Pada bisnis pertelevisian ini, ia juga dikenal berhasil mengakuisisi televisi yang nyaris bangkrut TV7, dan kini berhasil mengubahnya jadi Trans7 yang juga cukup sukses.
Tak heran, dengan semua prestasinya, ia layak disebut sebagai "The Rising Star". Bahkan, baru-baru ini, ia dinobatkan sebagai orang terkaya Indonesia, di posisi ke-18, dengan total kekayaan mencapai 450 juta dolar AS. Sebuah prestasi yang mungkin tak pernah dibayangkannya saat memulai usaha kecil-kecilan, demi mendapat biaya kuliah, ketika masih kuliah di UI dulu.

Hal itulah yang barangkali membuat Chairul Tanjung selalu tampil apa adanya, tanpa kesan ingin memamerkan kesuksesannya. Selain itu, rupanya ia pun tak lupa pada masa lalunya. Karenanya, ia pun kini getol menjalankan berbagai kegiatan sosial. Mulai dari PMI, Komite Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. "Kini waktu saya lebih dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan," ungkapnya.

Pencapaian Chairul Tanjung sebagai tokoh bisnis yang gemilang, dengan berbagai jenis usahanya, telah membuat ia dinobatkan sebagai "The Rising Star". Ia mampu membuktikan, bahwa kebangkrutan dan kegagalan, justru bisa menjadi bahan pembelajaran guna meraih sukses yang luar biasa di kemudian hari. Dan, yang terpenting, di tengah kesuksesannya, ia kini tak lupa berbagi, dengan menjadi pegiat berbagai urusan sosial kemasyarakatan. Sebuah catatan kehidupan seorang Chairul Tanjung yang bisa diteladani kita semua.

Siapa sangka hanya karena selembar kain halus membuat jiwa wiraswasta Chairul Tanjung muncul. Kini sang CEO Para Group itu memiliki segudang bisnis yang bergerak di jasa keuangan, gaya hidup dan hiburan, properti, dan sumber daya alam.

Kisah itu bermula dari awal kuliah di jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Biaya masuk kuliah kala tahun 1981 sebesar Rp 75 ribu, dengan uang kuliah per tahun Rp 45 ribu. Rupanya, untuk membayar uang kuliah tersebut, sang ibu sampai harus menggadaikan selembar kain halus.
Tak jelas kain seperti apa yang digadaikan, namun pada masa itu kain tersebut biasanya hanya dikeluarkan pada peristiwa penting seperti pernikahan. Chairul baru tahu, sang ibunda menggadaikan kain setelah dia masuk kuliah. Mengetahui rahasia itu, dia terenyuh dan berjanji pada diri sendiri tidak akan meminta uang kepada orang tuanya.

"Saya betul-betul terenyuh dan shock, sejak saat itu saya bersumpah tidak mau meminta uang lagi ke orang tua," kata dia dalam forum CEO Speaks yang diselenggarakan Binus Business School di Jakarta pada pertengahan Januari 2009 ini.

Semenjak itu, Chairul mulai mencari uang sendiri dengan berbagai cara, mulai dari menjual stiker, buku, tas, kaos, sepatu hingga membuka fotokopi bagi mahasiswa. Dia bekerjasama dengan pemilik mesin fotokopi, dan meletakkannya di tempat strategis yaitu di bawah tangga kampus.

Pria kelahiran Jakarta ini membuktikan untuk menjadi wirausaha, uang bukan modal utama. "Namun itu perlu kemauan dan kerja keras," ujarnya. Ditambah lagi sebagai aktivis kampus, menurut dia, ternyata menguntungkan karena dia memiliki banyak jaringan.

Uang pertama diperoleh saat dia berbisnis dalam pembuatan buku penilaian kuliah. Berbekal jaringan yang dia miliki, dia meminta teman yang mempunyai mesin fotokopi untuk membuat buku itu dengan harga Rp 150 per buku. Dia menjualnya Rp 300. Dari hasil itu dia mendapatkan Rp 15 ribu pertama dalam hidupnya.

"Bukan hanya Rp 15 ribu, mendapatkan Rp 100 ribu pertama akan jauh lebih susah daripada Rp 100 miliar ke dua," pesan dia.

Dia percaya menjadi orang sukses harus dimulai secara bertahap. Jatuh bangun adalah proses yang biasa. Pada 1984, dia membuat toko alat kedokteran di daerah Senen Raya. Namun usahanya harus ditutup akibat sifat sosialnya yang suka mentraktir teman-temannya.

Namun, dia tak patah arang. Pria kelahiran 18 Juni 1962 ini mencoba bisnis lainnya. Berbekal modal awal dari Bank Exim sebesar Rp 150 juta, Chairul mendirikan pabrik sepatu yang diekspor bersama temannya. Dengan bekal itulah ia belikan 20 mesin jahit.

Dari usaha itulah, Para Group mulai melebarkan bisnisnya perlahan demi perlahan. Lompatan besarnya terjadi pada saat dia mengakuisisi Bank Karman pada 1996, dan mengganti namanya menjadi Bank Mega. Saat itu, aksinya malah dipandang aneh karena pada saat krisis justru ia malah mengambil alih bank. Namun, di tangannya, bank kecil yang hampir bangkrut tersebut malah berkembang besar seperti sekarang.

Kini Para Group mempunyai kerajaan bisnis yang mengandalkan pada tiga bisnis inti. Pertama jasa keuangan seperti Bank Mega, Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Mega Capital Indonesia. Kedua, gaya hidup dan hiburan seperti Trans TV, Trans7. Ketiga berbasis sumber daya alam.
Mantan Ketua Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PBSI) ini juga mempunyai bisnis properti, seperti Bandung Supermall. Dengan bisnisnya ini, tak heran suami dari Dokter gigi Ratna Anitasari ini dijuluki "The Rising Star"

Dalam menjalankan kepemimpinan, dia menerapkan gaya memberi panutan terhadap anak buah. Cara ini terbukti ampuh. "Jika anda mencontohkan kerja keras maka anak buah akan kerja keras. Saya mempraktekkannya. Dan, itu jalan." kata dia.

Ambisi membesarkan semua lini bisnis Para Group semakin besar. Bank Mega misalnya, dirancang untuk menjadi bank terbesar dalam 10 tahun ke depan. Strateginya, Bank Indonesia akan banyak membuka cabang di Indonesia Timur dalam tiga tahun mendatang. Targetnya 200 kantor baru di Indonesia Timur, sehingga bisa menjadi bank terbesar di wilayah itu.

Untuk bisnis media, dia mengaku akan melakukan ekspansi. Namun, strateginya tidak sama dengan pemain media lain, seperti banyak di antara mereka yang membuat media online. "Kalau kami akan masuk ke new media sesungguhnya, apa bentuknya? tunggu saatnya," tuturnya diplomatis.
Sekarang, dalam situasi krisis yang menghantam sejumlah grup bisnis besar, Chairul mengaku juga terkena imbas, khususnya unit bisnis sumber daya alam. Namun, dia tak menyerah.

Dia malah sengaja berkeliling Indonesia untuk bertemu dengan seluruh karyawannya. Dia menjelaskan bagaimana kondisi perekonomian saat ini agar pegawainya siap menghadapi krisis. Ada tiga pesan, pertama, jika ternyata krisis ini sangat panjang dan semua orang harus mati, maka pastikan menjadi orang yang terakhir mati.

Kedua, jika krisis ini sangat panjang dan hanya tersisa satu orang, maka pastikan anda menjadi orang tersebut. Ketiga, jika tidak terjadi krisis maka pastikan anda menjadi orang yang paling bahagia karena anda sudah siap.


Pelajaran penting dari pak Chairul Tanjung:

Inspirasi Entrepreneurship dari Pak Chairul Tandjung

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti seminar entrepreneur yang sangat keren. Seminar itu merupakan acara pembuka dari rangkaian program UI young and smart entrepreneur. Disana, saya mendapatkan banyak sekali inspirasi dari pembicara-pembicaranya yang hebat-hebat. Saya lupa daftar seluruh pembicara-pembicaranya. Catatannya ketinggalan di rumah. Jadi sekarang saya mau sedikit membagi apa yang saya dapatkan dari seminar itu. Pada postingan kali ini saya mau berbagi sharing yang saya dapat dari Pak Chairul Tandjung pemilik Para Group yang punya TransTV, Trans7, Bank Mega dan lain lain.

Pak Chairul Tandjung, Beliau adalah satu-satunya pengusaha yang pernah saya ikuti seminarnya yang sudah membangun bisnisnya mulai dari bisnis mikro sampai bisa menjadi level korporat. Pengusaha-pengusaha lain yang sering mengisi seminar biasanya belum sampai tingkatan korporat (Cuma tetep aja udah sukses). Satu hal yang tidak saya sangka-sangka adalah bahwa Pak Chairul Tandjung ini sama sekali tidak punya background bisnis. Dia kuliah di jurusan yang jauh sekali dari yang namanya bisnis-bisnisan. Beliau kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Pak Chairul Tandjung memulai kiprah usahanya sejak pertama kuliah. Waktu itu, beliau cuma bisnis fotokopian aja. Beliau bilang bahwa beliau dulu adalah ketua angkatan. Suatu saat di suatu mata kuliah di jurusannya, ada yang mewajibkan mahasiswa untuk memiliki diklat yang sudah diberikan dosen. Mahasiswa harus mem-fotokopinya sendiri. Kala itu (tahun 81-an kalau tidak salah), harga fotokopian di sekitar FKG UI adalah 500 rupiah. Kemudian beliau bilang bahwa beliau kenal seorang teman yang punya usaha percetakan dan mau memberi jasa fotokopi itu hanya dengan 150 rupiah. Walhasil, Pak Chairul berpikir ini adalah peluang bisnis. Maka, dia tawarkan jasa fotokopi itu ke teman-temannya seharga 300 rupiah. Tentu saja semua temannya tertarik, akhirnya 100 orang temannya itu menggunakan jasa fotokopinya. Dan itulah 15.000 (profit Rp. 150 x 100 orang) pertama yang dia dapatkan dari hasil usahanya sendiri. Pak Chairul bahwa uang pertama itu sangat penting, jauh lebih penting daripada 1 milyar kedua. Karena apa? karena uang pertama yang kita dapatkan dari hasil usaha kita itu akan menumbuhkan kepercayaan diri yang besar pada kita untuk melanjutkan bisnis kita.

Usahanya itu terus berlanjut sampai dia bisa melobi pihak dekat kampusnya supaya bisa memberikan ruang kosong dibawah tangga di kampusnya sebagai tempat untuknya membuka usaha fotokopi. Jadilah pak chairul tandjung itu sebagai orang pertama yang punya usaha fotokopi di bawah tangga di kampus UI. Kini, sudah banyak tempat fotokopi semacam itu di UI. Dari sini kita bisa melihat bagaimana seharusnya kita senantiasa mampu mencari titik-titik peluang usaha dan segera memanfaatkannya.
Pada tahun ke empat beliau kuliah, akhirnya beliau bisa punya satu toko alat-alat kedokteran sendiri di daerah Senen. Namun, toko tersebut gagal merugi karena tempatnya itu sering jadi markas para aktivis mahasiswa disana. Beliau bilang teman-teman sesama aktivisnya itu gak tau diri juga (dengan nada bencana tentunya ) saat numpang di toko miliknya sampai-sampai toko itu bankrut dan harus ditutup. Pak Chairul menceritakan itu dengan sangat santai. Cara beliau bercerita menunjukkan pada kita bahwa kegagalan adalah hal yang sangat biasa dalam berwirausaha. Tak perlulah berlama-lama frustasi akan kegagalan-kegagalan itu. Pak Chairul juga tak lantas menyalahkan teman-temannya atas kebankrutan usahanya. Beliau hanya terus bangkit dan bergerak lagi..


Resep Sukses dari Pak Chairul Tandjung

Melanjutkan postingan yang berjudul Inspirasi Entrepreneurship dari Pak Chairul Tandjung. Saya ingin menyampaikan resep sukses yang disampaikan pak Chairul Tandjung saat menjadi pengisi seminar pembukaan UI Smart and Young Entrepreneur. Pada seminar itu, pak chairul tandjung memberikan 4 resep suksesnya. Ini dia:

Mulai dengan niat yang baik
Kalau kita ingin berbisnis, mulailah dengan niat yang baik. Niatkanlah usaha yang kita jalankan itu untuk memberi manfaat paling tidak untuk diri kita sendiri. Kalau sudah begitu berilah manfaat untuk keluarga kita. Dan yang jauh lebih baik lagi, niatkanlah bisnis kita untuk memberi manfaat pada orang lain.
Kerja keras

Pak Chairul tandjung bilang bahwa dulu waktu masih bujangan, beliau kerja 18 jam/hari. Wow… Saya cukup kaget mendengar hal itu. Itu berarti waktu istirahat pak Chairul dalam sehari hanya 3 jam. Setelah berkeluarga, barulah beliau mengurangi jam kerjanya menjadi 14 jam/hari (Tetep aja ya lebih banyak dari kebanyakan kita). Itu menunjukkan betapa kerasnya usaha yang ditempuh pak Chairul menuju kesuksesan. Memang begitulah jalan kesuksesan. Jalan itu membutuhkan pengorbanan yang besar dari kita.

Kerja cerdas
Kerja keras saja tentu tidak cukup. Coba lihat tukang gorengan atau tukang sayur atau tukang roti atau siapapun yang menjalankan usahanya sendiri di dekat rumah kita. Banyak pengusaha-pengusaha itu yang tidak pernah mengalami kemajuan dalam usahanya. Usahanya mandek di satu tempat, tidak pernah berkembang. Pengusaha-pengusaha informal itu biasanya adalah seorang pekerja keras, tapi mereka belum bekerja cerdas. Akhirnya usahany tidak berkembang. Pak Chairul Tandjung bilang bahwa bekerja keras saja tidak cukup. Kerja keras itu harus diiringi dengan kerja cerdas. Pak Chairul Tandjung memberikan contoh usahanya bekerja cerdas dengan salah satu usahanya sebagai penjual es krim. Dia membeli perusahaan es krim bernama Robin Baskin (Kalo gak salah). Usaha es krim itu sebelumnya berupa restoran khusus es krim. Positioning sebagai restoran es krim itu dinilai Pak Chairul sebagai strategi yang salah, karena duduk di restoran hanya untuk makan es krim bukanlah kultur orang Indonesia. Lalu Pak Chairul merubah total strategi penjualannya. Bukan lagi restoran melainkan kedai kecil. Dia menaruh kedai kecil itu di mal. Dia tidak menaruh 1 kedai untuk setiap mal melainkan 7 sampai 8 kedai. Kalau seseorang datang melewati salah satu kedai dan dia merasa tergiur dengan es krim itu, ada kemungkinan dia menunda dulu untuk membelinya. “Nanti ah… jalan-jalan dulu“. Nah nanti ketika sambil jalan-jalan ternyata ketemu lagi dengan kedai tersebut. Harapannya orang yang tadinya memang sudah tergiur akhirnya akan membeli. Itulah strategi dagang yang cerdas.

Hasil serahkan sama Yang Di Atas
Inilah resep terakhir yang diberikan Pak Chairul. Apabila kita sudah mulai dengan niat yang baik, lalu kita sudah bekerja sedemikian keras dan tak lupa juga bekerja cerdas, namun ternyata hasilnya belum juga memuaskan. Maka itulah takdir yang diberikan oleh Allah. Tak perlu disesali, tak perlu kecewa. Apapun hasil yang diberikan oleh Allah, terima saja dan syukuri. Yakini saja bahwa memang itulah yang terbaik untuk kita.


Redefinisi Arti Sukses
“Andaikan dimasa depan nanti kamu jadi orang kaya, punya banyak uang, punya gedung bertingkat, punya segala-galanya. Apakah itu berarti kamu sudah sukses? BELUM TENTU! Kita hanya bisa tahu apakah kita sukses atau tidak di akhirat nanti, bukan di dunia.”

Beberapa minggu lalu saya terhenyak oleh pernyataan tersebut. Sebuah pernyataan yang disampaikan oleh mentor saya. Sebuah pernyataan yang mengingatkan kembali diri saya akan orientasi awal saya dalam berbisnis, yaitu untuk menebar manfaat yang seluas-luasnya ke seluruh penduduk bumi. Bisa dibilang beberapa waktu belakangan ini orientasi saya agak mengabur. Mulai terkikis oleh realitas-realitas dalam dunia usaha. Alhamdulillah saya diingatkan kembali dengan pernyataan tersebut. Makanya saya sangat bersyukur punya peer group yang selalu bisa mengingatkan saya agar tidak silau oleh kerlap-kerlip dunia.

Banyak sekali kita lihat pengusaha-pengusaha yang rela bermain kotor demi mendapatkan sekedar semilyar dua milyar (kayak dikit aje semilyar 2 milyar :p ). Coba saja lihat Anggodo brothers, dia rela mengeluarkan uang sekian banyak untuk menyuap pejabat demi kelancaran bisnisnya. Hal ini merupakan salah satu penyebab masih banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak begitu mengapresiasi profesi sebagai pengusaha. Para pengusaha dipandang sebagai golongan masyarakat elit yang culas. Golongan masyarakat yang bisa berada di puncak atas karena menghisap orang-orang di sekitarnya. Pengusaha-pengusaha seperti itu bisa lahir karena arti sukses dalam benaknya hanyalah uang dan harta dan juga uang serta harta. Tak ubahnya seperti karakter Mister Crab dalam kartun SpongeBob Squarepants yang rela melakukan apa saja demi uang. Terkait hal ini, Ibnu Hajar Rahimahullah pernah berkata:

“Budak dinar adalah orang yang mencarinya dengan semangat tinggi. (Bila mendapatkannya), dia menjaganya seolah-olah dia menjadi khadim, pembantu, dan budak.”

Pengusaha dengan tipikal “Budak Dinar” seperti yang disebutkan diatas tadi mungkin saja bisa mendapatkan semua keinginannya di dunia. Dia bisa saja “sukses” di dunia, tapi di akhirat dia pasti jadi orang yang paling melarat. Di dunia mungkin dia jadi orang paling banyak mendapat untung, tapi di akhirat dia adalah orang yang paling merugi.

Untuk itu, buat teman-teman pengusaha semua, marilah kita luruskan niat kita dalam berbisnis. Jangan jadikan uang, harta dan kekayaan sebagai orientasi utamanya. Menjadikan hal itu sebagai orientasi utama tak akan pernah bisa membuat kita benar-benar hidup bahagia dunia akhirat. Kita akan terus terobsesi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Lalu seandainya harta tersebut sudah tertumpuk di tangan kita, so what? mau apa lagi? Jadikanlah akhirat sebagai tujuan utama kita. Jadikanlah keridhoan Allah sebagai alasan kenapa kita memilih menjadi pengusaha. Menumpukan orientasi bisnis kita pada akhirat bisa dijamin akan membuat kita menjadi pengusaha yang sangat-sangat tangguh dan pantang menyerah.

So, mari kita redefinisi arti sukses. Sukses sebenarnya bukanlah di dunia melainkan di akhirat kelak!
Mari kita kejar akhirat, dan biarkan dunia mengejar-ngejar kita


NEKAD, modal utama entrepreneur

Inspirasi tulisan saya kali ini adalah dari postingan teman saya leni di blognya yang berjudul “jadi sales di pondok indah“. Disana dia bercerita tentang kenekatannya membagi-bagikan leaflet mengenai usahanya di mal pondok indah jakarta. Dia beserta rekan-rekan usahanya berusaha tebal muka dengan membagi-bagikan leaflet tersebut. Mereka berhasil membuang rasa malu mereka jauh-jauh. Upaya mereka melakukan hal tersebut tentunya membutuhkan kenekatan tingkat tinggi, mereka harus bisa menyingkirkan rasa malu yang biasa hinggap dalam diri kita ketika akan memulai kegiatan-kegiatan seperti itu.

Kenyataannya, memang kenekatan itulah yang memberi banyak perubahan pada dunia. Tanpa kenekatan mungkin saat ini dunia belum akan sampai semaju ini. Untuk itu, butuh kenekatan tingkat tinggi untuk memulai sebuah usaha. Banyak orang yang terus menerus memikirkan resiko demi resiko yang mungkin muncul dalam suatu usaha. Hingga akhirnya dia sama sekali tidak berani memulai usahanya. Dia berhenti apada tataran ide. Tapi ide tersebut tak dapat dia realisasikan karena kurangnya kenekatan dalam dirinya untuk menangggung segala resiko.

Oleh karena itu, buat kamu semua yang punya ide usaha tertentu, ambillah langkah NEKAD untuk segera memulai usaha tersebut. Tanpa perlu terlalu banyak berpikir panjang akan ribuan resiko yang mungkin muncul. Buat kamu yang sudah memulai bisnis, teruslah mengambil langkah-langkah NEKAD untuk mengembangkan usaha kamu. Peliharalah kenekatan tersebut. Sehingga dengan begitu, usaha kita dapat terus melakukan locatan-loncatan besar dalam pengembangannya.


Jangan lari dari masalah

Masalah adalah sesuatu yang akan selalu menemani hidup kita. Kita tidak akan pernah lepas dari masalah. Hidup itu isinya memang sekumpulan masalah demi masalah yang datang silih berganti. Walaupun diluar itu, ada saja kesenangan-kesenganan yang sedikit menghiasi. namun sebagian besar hidup seorang manusi itu berisi masalah. Dan sebagai insan manusi, kita tidak akan pernah bisa lepas dari rangkaian masalah. tak peduli sekencang apapun kita berlari. tak peduli sehebat apapun kita bersembunyi. Kita akan tetap menemukan masalah.

Oleh karena itu, kalau kita ingin menikmati hidup yang kita miliki saat ini maka kita harus bisa menikmati semua masalah tersebut. Kita tidak boleh memandang masalah tersebut sebagai sebuah beban yang mencekam hidup kita. Yang membuat hidup kita menjadi begitu suram. Kita harus menganggap maslah tersebut sebagai tantangan. Kita harus melihat masalah tersebut sebagai sesuatu yang dapat lebih mewarnai hidup kita. Kita harus berpikir positif bahwa masalah yang kita hadapi itu akan menjadi faktor peningkat potensi kita jika kita mampu bertahan dan menyelesaikan semua masalah tersebut.

Banyak orang yang selalu ingin lari dari masalah. Padahal ketika dia berlari ke sudut yang lain, dia akan menemukan masalah yang lain. Bahkan seringkali masalah yang kita tinggalkan itu juga ikut mengejar kita. Akhirnya semua masalah-masalah tersebut menumpuk semakin banyak dan semakin tak terkendali.
Ketika kita melihat ada yang salah dari kondisi sekitar kita. Kita juga seharusnya punya tanggung jawab untuk memperbaiki kondisi tersebut. Bukan justru malah lari meninggalkan kondisi yang salah tersebut untuk mencari tempat yang lebih nyaman untuk kita. Kalau seperti itu terus, dunia ini akan dipenuhi dengan berbagai macam keburukan. Karena keburukan akan terus merambah dan merajalela. Dan kebaikan akan semakin terpinggirkan. Contoh konkrit dari hal ini adalah adanya sebagian umat islam yang sama sekali tak mau berkecimpung dalam dunia politik karena menganggap dunia politik itu kini sudah sangat kotor sehingga akan membuat kita yang berkecimpung didalamnya ikut menjadi kotor. Oleh karena itu mereka berusaha menjauh sejauh mungkin dari dunia tersebut. Akhirnya dunia perpolitikan kini benar-benar hanya diisi oleh orang-orang kotor.

Oleh karena itu, kita tidak boleh lari dari masalah. Hadapilah semua masalah tersebut dan jadikan itu sebagai modal kedepan supaya potensi diri kita semakin berkembang. Bahkan kalau perlu ceburkanlah diri kita dalam berbagai macam masalah. Hadapi dan tuntaskan semua masalah tersebut. Dengan begitu potensi diri kita akan terus terasah. Kita akan menjadi pribadi yang kokoh dan tahan banting.


Jangan pernah berhenti bergerak!

“Udah telat 1 jam nih, males ah masuk kuliah…”
“Waduh… dedlain tugas tinggal 3 jam lagi! gak tau lagi mesti ngapain, udahan ah… bodo amat”
“besok vonis hukuman akan ditetakan buat saya, kalau begitu hari ini saya tidak usah mengerjakan yang lain lah…” (true story, sohib saya: purniawan)
“kini saya lumpuh, saya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. saya pasrah sajalah…”
“dokter bilang umur saya tinggal seminggu lagi, percuma saja saya berbuat apapun”


Ungkapan-ungkapan seperti itu seringkali kita dengan dalam keseharian kita. Mulai dari hal-hal sepele seperti males masuk kuliah sampai pada hal-hal berat seperti tidak ingin lagi berbuat apapun karena merasa ajal sudah mendekat. Perlu saya tekankan bahwa ungkapan-ungkapan seperti itu merupakan ungkapan skeptis pesimistis. Orang yang berkata seperti itu tidak percaya bahwa dia bisa merubah kondisi yang buruk. Dia sudah menjatuhkan dirinya sendiri dengan mengatakan “tidak bisa”, “sudah tidak mungkin lagi”, “bisa sih tapi pasti sulit…”. Pada postingan saya yang terakhir mengenai pornografi, ada seseorang yang memberi komentar pada tulisan tersebut seperti ini:

HALAH…. Memberantas yang di dunia nyata aja gak bisa, apalagi yang di dunia maya….. Teori2 ttg image recognizing, AI, neural network, dll, memang bisa dipakai untuk memblokir situs, bahkan content pornografi. Tapi hal itu tidak bisa dilakukan di indonesia !

Riset ? Sapa yang mau membiayai ? Pemerintah ? Omong kosong besar. Udahan ah, paling2 usaha ini juga bakal berhenti di tengah jalan….

Ungkapan tersebut jelas merupakan ungkapan negatif, skeptis dan pesimistis. Mengapa harus merasa bahwa apa yang sedang kita usahakan saat ini adalaha Omong besar?toh kita belum lihat hasilnya. Kalaupun hasilnya kelak benar-benar tak terlihat, paling tidak kita sudah berusaha, daripada kita cuma sekedar diam dan hanya terus menggerutu tentang betapa buruknya kondisi kita saat ini.

Kawan, satu hal yang ingin saya sampaikan dengan tegas adalah: “jangan pernah berpikiran seperti itu lagi!!!” buanglah sikap skeptis dalam diri kita. Jangan pernah menganggap bahwa segalanya itu salah. Dan buang pula sikap pesimis, yakinlah bahwa kita pasti bisa mencapai apa yang kita inginkan. INGAT! Keyakinan adalah 80% faktor keberhasilan usaha kita. Kebanyakan orang yang tidak berhasil seringkali menyalahkan aspek-aspek lain diluar dirinya, padahal kenyataannya ketidak berhasilannya itu lebih dikarenakan dia kurang yakin akan usaha yang dijalankannya itu akan benar-benar berhasil.
Jangan pernah berhenti bergerak! Walaupun kita tahu bahwa kita akan mati esok, tetaplah berjuang untuk harapan-harapan kita. Coba lihat hadits berikut:

“Beribadahlah seolah engkau mati esok dan bekerjalah seolah engkau mati seribu tahun lagi…”.
Memang hadits ini adalah hadits dhaif yang tidak bisa dijadikan dalil. Namun hadits dhaif tetap bisa dijadikan fadhail amal (keutamaan amal). Dan fadhail amal disini adalah untuk senantiasa bergerak. Lihatlah betapa hebatnya ungkapan tersebut. Kita dituntut untuk bekerja seolah kita masih hidup seribu tahun lagi. Seribu tahun adalah waktu yang sangat cukup untuk maju. Untuk berjuang menuju kemenangan.

Coba lihat lagi hadits berikut. kali ini haditsnya sohih:

“Andaipun engkau tahu bahwa besok itu kiamat dan ditanganmu engkau masih memegang benih tanaman, maka tanamlah!”

Hadits yang satu ini juga tak kalah fenomenal bahasanya dibandingkan dengan hadits sebelumnya. Kita dituntut untuk tetap bergerak bagaimanapun kondisinya. Walaupun kita tahu bahwa besok adalah hari kiamat, kita tetap diminta untuk menanam biji sawi tersebut yang artinya kita diminta untuk terus bergerka berjuang mengejar harapan-harapan kita. Kita diminta untuk terus bergerak memberikan kebermanfaatan yang luas untuk umat manusia.

Jadi, Jangan berhenti berharap! Yakinlah Anda bisa merubah keadaan! Seberat apapun kondisinya. Berapa lamapun waktu yang Anda miliki, teruslah berjuang!!!


Pengalaman hidup saya yang terinspirasi dari pak Chairul Tanjung:

Aku merasa bahwa pengalaman hidup pak Chairul Tanjung dengan saya hampir sama, yaitu orang tua yang mengorbankan sesuatu untuk anaknya. Aku sepertinya merasakan apa yang dirasakan oleh pak Chairul pada saat itu. Aku berpikir, sepertinya ibu pak Chairul menjual selembar kain untuk biaya kuliah adlah kain yang sama saat digunakan pada acara pernikahan ibu pak Chairul dengan suaminya. Itu adalah benda peninggalan yang sangat berharga, jadi mungkin tidak tergantikan oleh apapun yang membuat pak Chairul menjadi shock. Aku juga merasakannya yaitu pada saat aku masuk SMA. Pada saat itu bertepatan dengan kakakku yang juga masuk kuliah. Pada saat itu biaya kuliah kakakku totalnya adalah 9,6 jt. Kemudian aku minta uang kepada orang tuaku untuk biaya sekolah SMAku. Lalu aku melihat ibuku berpakaian rapi kemudian pergi dan bapakku juga sering sekali mendapat telpon. Mengetahui bahwa ayah dan ibu menjual harta bendanya untuk kami, aku merasakan suatu perasaan yang sangat memilukan. Aku jadi ingat sikapku kepada mereka saat aku meminta uang. Betapa hatiku pilu mengetahuinya. bagaimana jika orang tuaku menjual barang yang sangat berharga dari keluarga kami, apapun itu, karena benda peninggalan seseorang itu merupakan warisan yang mungkin tidak ternilai harganya oleh uang atau apapun. Kemudian aku menjadi semangat dalam belajar dan juga tidak mau meminta hal-hal yang tidak perlu lagi. Di sekolah aku selalu belajar giat agar kelak aku dapat membalas budi baiknya. Di sekolah aku juga aktif dalam mengikuti kegiatan ekskul karena untuk menambah keterampilan, wawasan, jaringan, dan juga teman. Jadi dimasa depan aku bisa menjadi lebih siap menghadapi krisis yang akan datang.


LITERATUR:

http://id.wikipedia.org/wiki/Chairul_Tanjung
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/c/chairul-tanjung/index.shtml
http://www.andriewongso.com/awartikel-876-Success_Story-Chairul_Tanjung
http://bisnis.vivanews.com/news/read/25492-sukses_berbekal_selembar_kain
http://mustafakamal.biz/2009/05/19/inspirasi-entrepreneurship-dari-pak-chairul-tandjung/
http://mustafakamal.biz/2009/05/28/resep-sukses-dari-pak-chairul-tandjung/
http://mustafakamal.biz/2010/02/07/redefinisi-arti-sukses/
http://mustafakamal.biz/2008/05/19/nekad-modal-utama-entrepreneur/
http://mustafakamal.biz/2008/06/02/jangan-lari-dari-masalah/
http://mustafakamal.biz/2008/03/24/jangan-pernah-berhenti-bergerak/Chairul Tanjung
SMA MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

14 Juni 2011

Mazda 626 SGX New Capella Modif BodyKit

Penjualan Mazda 626 di seluruh dunia terbilang sukses. Total penjualannya mencapai 4.345.279 unit. Di Inggris, Tom Walkinshaw Racing (TWR) yang sukses menjalin kerjasama dengan Jaguar, pada tahun 1980-an membuat beberapa aksesoris untuk mobil ini, seperti : Body Kit, velg alloy, mini spoiler,grille dengan driving lamp dan steering wheels.

Mazda 626 yang telah dimodifikasi, dijual sebagai mobil “limited edition” dengan nama : Mazda 626 GLX Coupe TWR Edition. Di Jerman, sebuah rumah modifikasi, menawarkan Mazda 626 yang telah didesain ulang menjadi sebuah mobil cabrio

Mazda 626 produksi 1983 ini juga mendapat berbagai penghargaan yaitu :

Import Car of the Year oleh Majalah Motor Trend
Car of the Year oleh Majalah Wheels

Sedangkan Mazda 626 yang dipasarkan menggunakan merk Ford Telstar, hanya diproduksi dua varian yaitu sedan 4-pintu dan hatchback 5 pintu (tidak ada varian coupe-nya). Versi Coupe yaitu Mazda 626 GLX Coupe dipasarkan pertama kali di Inggris pada bulan Mei 1983.

Di Australia, beberapa negara Asia dan Afrika Utara, mobil ini dipasarkan dengan Merk Ford Telstar. Nantinya unit mobil ini dipasok dari Eropa dengan nama Ford Mondeo.

Uniknya, kategori kelas dari mobil ini berbeda-beda di masing-masing negara, Di eropa, Mazda 626 dikategorikan mobil keluarga berukuran besar.

Akan tetapi di Amerika Utara, Mazda 626 generasi pertama dan kedua, dianggap sebagai mobil kompak. Sedangkan generasi selanjutnya, dikategorikan sebagai mobil berukuran menengah.

Mazda 626 tahun 1983, dipasarkan dengan 3 varian yaitu :

Coupe 2- pintu.
Sedan 4-pintu.
Hatchback 5-pintu.

Untuk pasar domestik jepang, sama seperti produk mobil jepang lainnya, ada perbedaan dengan produk yang yang beredar di luar negeri.

Mazda 626 / Mazda Capella JDM (Japan Domestic Market) menggunakan mesin dengan sistem injeksi. Begitu juga dengan kaca spion, mazda 626 yang beredar di jepang menggunakan Swing-mounted mirrors, setingkat lebih tinggi daripada versi ekspornya.

Diluar itu, ada satu jenis mesin lagi yaitu Mesin RF SOHC non Turbo, dengan kapasitas 2.0 L, yang dapat menghasilkan daya : 66 hp (49 kW). Kode mesin “F”, menunjukkan jenis mesin stright 4-piston berukuran sedang, menggunakan blok mesin dari bahan besi, alloy head serta belt-driven OHC. Sedangkan “R”, adalah kode jenis mesin diesel.

Produksi mesin jenis ini tidak terlalu banyak, untuk pasar Australia hanya dikirimkan sebanyak 20 unit, itupun hanya sebagai contoh. Untuk bagian suspensinya, Mazda 626 menggunakan sistem independent dengan twin trapezoidal link system dan EVSA adjustable damping system.

Untuk mesinnya, ada beberapa jenis yang digunakan oleh Mazda 626 yaitu :

FE I4, dengan kapasitas 2.0 L

FE I4T, dengan kapasitas 2.0 L

Keterangan :

F : kode untuk mesin berbahan bakar premium

I4 : kode mesin dengan jenis "straight four cylinder".

Untuk pasar Amerika utara, mesin seri FE I4 dengan kapasitas 2.0 L ini menggunakan karburator single barrel dan dapat menghasilkan daya 83 hp (62 kW). Tetapi di negara lain, termasuk Finlandia, mesin ini menggunakan karburator twin barrel, sehingga dapat menghasilkan daya hingga 101 hp (75 kW).

626 adalah penamaan dari mobil produksi Mazda, yang diproduksi khusus untuk pasar ekspor.

Mazda 626 dipasarkan pertama kali pada tahun 1979, sebagai pengganti dari Mazda 616 dan 618 dan RX-2 dan dipasarkan ke berbagai belahan dunia.

Mazda 626 tahun 1983, adalah Mazda 626 generasi kedua. Mobil ini diproduksi di Jepang, kemudian dirakit di beberapa negara seperti : Australia, Selandia baru dan Taiwan.

Mobil yang menggunakan penggerak roda depan ini dibangun dengan basic dari Mazda Capella, menggunakan platform GC. GC kode platform untuk mobil berukuran menengah yang digunakan oleh Mazda dan Ford Motor Company di seluruh dunia.

Oleh sebab itu, Kode ini digunakan sebagi dasar nomer rangka Mazda 626 yaitu “JMZGC…"

J = Japan

MZ = Mazda

GC = jenis platform



Type Mesin: F6

Diameter Silinder/ Stroke (Langkah ): 81/77(mm)

Isi Silinder: 1.587 CC

Daya(kw)/Pada RPM: 60/5500

Perbandingan Kompresi: 8.6

Celah katub Masuk(IN): 0.30mm

Celah katub Buang(Ex): 0.30mm

Busi Merk & Type : ND W16(20) Exr U.

Celah Elektroda Busi: 0.8 mm

Sudut Pengapian: 6°

Pada RPM : 850 +/-50 RPM.

="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://mobilretro.com/images/stories/1%20mazda%20626%201.jpg">










KOMUNITAS MAZDA
MAZDA WIKIPEDIA
SMA MUHAMMADIYAH

SEPUTAR ENTREPRENEUR

Temukan Passion Anda
Banyak orang yang membenci hari Senin. Ogah-ogahan berangkat beraktivitas. Bekerjapun hanya sekedar menjalankan kewajiban semata. Tak ada gairah, atau kalaupun ada, gairahnya sangatlah rendah. Hidupnya seperti zombie (mayat hidup) atau mungkin seperti robot, bekerja hanya rutin sesuai job description yang dibebankan kepadanya. Bila Anda mengalami gejala seperti ini, boleh jadi karena Anda bekerja tidak sesuai dengan passion Anda.

Apa itu passion? Menurut saya passion adalah ketika pikiran dan perasaan Anda menyatu dalam suatu gairah yang menggelora ketika beraktivitas dimana Anda sangat menikmati aktivitas itu serta puas bila bisa melakukannya dengan baik. Selain itu, Anda bersedia melakukan pekerjaan itu hingga melewati jam kantor bahkan sewaktu-waktu Anda rela tidak dibayar melakukannya. Andapun rela terus menerus belajar dan terus meningkatkan ilmu dan ketrampilan di bidang itu, bahkan menggunakan uang Anda sendiri.

Atau bila disederhanakan, passion itu adalah perpaduan antara bakat, hobi, minat, gairah terhadap suatu aktivitas. Bila passion ini digabungkan dengan action maka akan menghasilkan 4-ta (harta, tahta, kata, cinta) yang terus menerus semakin tinggi. Mengapa? Karena orang tersebut melakukan aktivitas itu dengan penuh gairah, cinta dan antusiasme yang luar biasa. Ia akan bekerja lebih keras dibandingkan yang lain. Ia akan belajar lebih bersemangat dibandingkan yang lain. Ia rela mengorbankan waktu, tenaga, uang bahkan terkadang jiwanya untuk melakukan sesuatu yang sesuai passionnya.

Action yang didasari oleh passion akan menjadikan hidup Anda semakin bahagia. Anda akan semakin hanyut dengan pekerjaan itu. Anda akan semakin menikmati pekerjaan itu. Hidup Anda tidak hanya sekedar bertahan hidup. Tetapi hidup Anda terus bertumbuh. Selamat bagi Anda yang actionnya telah sesuai dengan passion Anda.

Bagi yang actionnya belum sejalan dengan passionnya, segeralah tetapkan waktu yang paling nyaman, duduklah sejenak: pikirkan hal-hal menarik tentang masa lalu Anda pikirkan apa yang benar-benar Anda minati, apa yang menjadi hobi dan kesenangan Anda, dan apa yang membuat Anda benar-benar bergairah, masa depan seperti apa yang benar-benar Anda impikan. Cari benang merah diantara jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Benang merah itulah yang akan menjadi petunjuk passion Anda…

Terus ajukan pertanyaan-pertanyaan itu sampai Anda benar-benar menemukan jawabannya. Jangan sepelekan hal ini, karena bila Anda menjalani hidup tanpa passion yakinlah semakin tua hidup Anda akan semakin gersang dan hampa.

Intermezo : Istilah “Sukses” menjadikan Kita Jadi Tidak Bahagia
Cobalah pergi ke taman kanak-kanak (TK). Dengarkanlah sendau gurau mereka. Dengarkan dengan seksama irama sendau gurau mereka. Kemudian, pergilah ke sekolah-sekolah dasar (SD). Dengarkan sendau gurau anak-anak SD itu. Lebih menggema mana sendau gurau di TK atau di SD? Dengarkan dengan sangat seksama, apa ada perbedaan irama sendau gurau anak-anak TK dengan anak-anak SD?

Dengarkan pula sendau gurau para siswa SMP. Lalu SMA. Lalu perguruan tinggi. Lalu di kantor-kantor atau di perusahaan-perusahaan. Apa yang Anda rasakan? Bukankah riuh rendah sendau gurau itu semakin berkurang ketika usia semakin bertambah? Bukankah irama sendau gurau juga berbeda dari waktu ke waktu?

Riuh rendah sendau gurau semakin lenyap seiring dengan bertambahnya usia. Menuju riuh rendah kebingungan. Riuh rendah konflik. Riuh rendah ketegangan. Riuh rendah kekhawatiran. Dan seterusnya.

Kalau demikian halnya, mana yang sesungguhnya yang lebih berbahagia? Anak-anak TK atau anak SD atau SMP atau SMA atau mahasiswa atau para pejabat atau para pengusaha?

Ketika anak-anak TK belum bisa membedakan mana rekannya yang kaya, dan mana rekannya yang miskin. Mana rekannya yang “pandai”, mana rekannya yang “bodoh”, mana rekannya yang “cantik”, mana rekannya yang “kurang cantik”, mana rekannya yang “sukses” mana rekannya yang “belum sukses”, dan seterusnya. Ketika itu pula sendau gurau mereka adalah sendau gurau penuh yang “jujur”, bukan sendau gurau “tipuan.”

Ya, ketika anak-anak belum mengenal istilah “sukses”, ketika itu pula mereka berbahagia. Sejak kita mengenal istilah “sukses”, kita jadi orang yang lebih banyak susah dari pada suka. Lebih banyak bingung dari pada tenang. Lebih banyak sibuk dari pada santai. Lebih banyak konflik dari pada damai. Apa Anda merasakan seperti ini? Mengapa? Karena setiap saat kita merasakan belum sukses, maka setiap saat pula kita jadi susah. Jadi sibuk. Jadi tidak nyaman. Jadi tidak tenang. Jadi tergesa-gesa. Jadi bingung. Jadi penuh konflik. Dan seterusnya. Ini terjadi karena saat ini kita belum merasa sukses.

Ya, apakah Anda saat ini sudah sukses? Cobalah jawab dengan jujur. Anda telah menjawab,”Saya belum sukses.” Tanyakan pula kepada orang tua, paman, kakak, adik, tetangga, dan rekan-rekan Anda atau kepada orang-orang yang Anda temui di jalan. Tidak peduli, apakah mereka kaya atau tidak. Apa jawaban mereka? Mungkin 90% atau 100% dari mereka akan menjawab,”Belum sukses.” Tanyakan lagi kepada diri Anda sendiri dan mereka itu, “Kalau saat ini, Anda belum sukses, lalu kapan Anda akan sukses?”Lebih spesifik lagi, ”Pada usia berapa Anda akan sukses?”

Pendidikan Yang Rendah dan Sukses Berwirausaha
M. Musrofi
Orang-orang besar seperti Thomas Edison, pendiri General Electric; Henry Ford, pendiri Ford Motor Co; Bill Gates, pendiri Microsoft; Ted Tunner, pendiri CNN; Michael Dell, pendiri Dell Computer; Steve Jobs, pendiri Apple Computer; Ralph Lauren, pendiri Polo; Kemmon Wilson, pendiri Holiday Inn; semuanya bukanlah lulusan perguruan tinggi. James E Carey pendiri UPS di usia 11 tahun berhenti sekolah. Harland D Sanders, pendiri Kectucky Fried Chicken pada usia 12 tahun telah berhenti sekolah.

Matsushita Konosuke pendiri kerajaan elektronik Matsushita Denki, pendidikannya hanya sampai kelas 4 sekolah dasar. Tahun 1965, Universitas Waseda menganugerahkan gelar Doktor dalam bidang hukum kepada Konosuke karena jasanya dalam pembangunan dan kemajuan masyarakat. Tahun 1971, ia menerima gelar Doktor dari Universitas Keio. Tahun 1975, ia terima lagi gelar Doktor dari Universitas Doshiya.

Bambang Arie Bembie, produsen motor mini bermerek Bembie, hanyalah lulusan SD. Baruno, pengusaha fashion style dari eceng gondok, lulusan SMA (SMU). HM Irawan Suryanto (Raja Bola dari Majalengka) dan Anak Agung Gede Kurnia, keduanya lulusan SMP.

Sucipto, lulusan SD, pengusaha sukses pengumpul kertas bekas, punya deposito miliaran rupiah, tanahnya tersebar di mana-mana, sementara rumahnya ditaksir lebih dari setengah miliar. Belum terhitung puluhan truk, mobil pick-up, serta beberapa mobil pribadi.Lewat bawang merah, Bambang Sumaji, gagal menjadi sarjana hukum, sukses menjadi juragan produk kebanggaan Brebes tersebut. Bidang usaha lain pun tak luput dari sambarannya, mulai dari perbankan sampai properti. Omzet Rp 50 miliar dengan gampang digapai.

Nama Sukyatno Nugroho tidak bisa dipisahkan dari nama Es Teler 77, Mie Tek-tek, dan Pasti Enak yang adalah waralaba-waralaba nasional yang tergolong sukses. Dalam banyak seminar ia sering memperkenalkan dirinya sebagai penyandang gelar MBA yang kependekan dari "Manusia Bisnis Asal-asalan". Di sekolah peringkatnya adalah nomor 40 dari 50 murid. Ijasahnya hanya sampai SMP. Di SMTA ia hanya tahan 3 bulan di kelas satu.

Alexander Halolo, tamatan SMP. Ia memiliki 35 angkutan umum minibus, 110 keramba (tambak apung) miliknya, setiap hari rata-rata ia menjual 2,5 ton (5.000 ekor) ikan mas segar ke segenap penjuru. Harga per kilogram ikan mas Rp 9.500. Bayangkan berapa penghasilannya. Ikan mas tersebut ia jual ke Kabupaten Karo, Simalungun, Sidikalang, Kota Rantau Prapat, Medan, Padang Sidimpuan, Pematang Siantar, bahkan ke Provinsi Jambi dan Aceh.

Pendiri Sony Corporation, namanya Akio Morita, adalah siswa yang kebangetan bodohnya. Ia ranking ke 180 dari 180 siswa di kelas. Aristotle Onasis, karena bodohnya, pernah dikeluarkan dari sekolah dan tidak lulus perguruan tinggi.

Di Usia Berapa Sebaiknya Memulai Berwirasaha?
M. Musrofi
Ada yang enggan berwirausaha karena merasa diri masih terlalu muda. Tetapi sebaliknya ada juga yang berasalan karena sudah terlalu tua. Aneh rasa-rasanya. Karena dua alasan ini saling bertentangan.

Soal usia yang masih terlalu muda, kenyatannya Dave Thomas, pendiri Wendy’s Restaurant memulai usaha rumah makan pada usia 15 tahun. Oprah Winfrey, pembawa acara yang terkenal di dunia, memutuskan untuk mendapatkan penghasilan dengan bakat bicaranya pada usia 12 tahun. Bill Gates, mulai berdikari pada usia 13 tahun, yang kemudian pada usia 19 tahun mendirikan Microsoft bersama Berry Gordy. James E Casey pendiri UPS (United Parcel Service) memulai usahanya di usia 15 tahun.

Atau contoh yang melegenda, di usia senja (66 tahun), Kolonel Sanders baru memulai usaha dengan mendirikan Kentucky Fried Chicken (KFC) dan berhasil gemilang di usia 80 tahun. Jika usia setengah baya anda anggap terlalu tua untuk merintis usaha baru, tidak demikian dengan Ray “Mc Donald” Kroc. Si penjual hamburger kelas dunia memegang prinsip “anggur”, yaitu makin tua usia makin berjaya. Bekas penjaja mesin milkshake ini memulai usaha pengembangan restoran waralaba cepat saji McDonald’s pada usia yang telah mendekati masa pensiun. Tokoh yang lahir pada tanggal 5 Oktober 1902 ini tidak menjadi apatis karena pertambahan usia. Ia terus berkarya, bahkan menciptakan perubahan besar yang positif bagi kehidupannya dan orang-orang di sekitarnya pada usia 52 tahun.

Rosma, pengusaha sulaman bordir di Sumatera Barat. Usaha tersebut dulunya hanya sebatas usaha sampingan, tetapi ternyata tumbuh menjadi usaha besar. Ia mendapat penghargaan Kalpataru pada tahun 1987. Rosma memulai usahanya pada usia 36 tahun, pada tahun tahun 2002, usianya sudah 76 tahun, tetapi masih giat mengelola usaha tersebut.

SUMBER SOLUSI SEMUA JENIS MASALAH
M. Musrofi
“Alif, Laam, Ra. Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan manusia dari aneka gelap gulita menuju cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, yaitu jalan Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim : 1).

Tafsir Quraish Shihab dalam “Al-Mishbah”: “Ayat di atas –sebagaimana kebiasaan Al-Qur’an- menggunakan bentuk jamak untuk kata “azh-dhulumaat” (aneka gelap), sedang kata “an-nuur” berbentuk tunggal. Ini mengisyaratkan bahwa kegelapan bermacam-macam serta beraneka ragam dan sumbernya pun banyak.

Sumber kegelapan ruhani dan penyebabnya banyak, sedang terang hanya satu, karena sumbernya hanya dari Yang Maha Esa, dalam firman-Nya: “Barangsiapa yang tidak mendapat nur dari Allah, maka tidaklah ia memperoleh cahaya sedikitpun” (QS. An-Nur : 40).
-----

Bagi saya ayat ini –beserta tafsir dari Quraish Shihab tersebut- sungguh-sungguh merupakan peringatan bagi kita. Disebutkan di atas bahwa jenis kegelapan itu banyak. Selain jenis kegelapan itu banyak, sumber atau penyebab kegelapan itu juga banyak.

Ketika kita menghadapi sebuah masalah, maka otomatis kita ingin mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah itu. Yang patut kita perhatikan di sini adalah dari mana sumber jalan keluar atau solusi itu diperoleh? Sumber solusi adalah Cahaya Allah.

KISAH PENEMU DAN WIRAUSAHAWAN BESAR
Tulisan ini diambil dari milis Diskusi HRD Forum
Thomas Alva Edison, seorang penemu terbesar di dunia yang menemukan sekitar 3000 penemuan dan 1.093 diantaranya telah dipatenkan.

Edison dilahirkan pada tanggal 11 Februari 1847 di Milan, Ohio, Amerika Serikat dari pasangan suami-Istri Samuel Ogden seorang tukang kayu dan Nancy Elliot seorang guru. Keduanya merupakan keturunan Belanda.

Pada usia 7 tahun, edison kecil pindah ke kota Port Huron, Michigan dan bersekolah di Port Huron. Namun tidak lama, 3 bulan kemudian ia dikeluarkan dari Sekolah karena menurut gurunya “Dia terlalu bodoh” sehingga tidak mampu menerima pelajaran apa pun, dia pun sering dipanggil idiot oleh gurunya.

Sang ibu, Nancy Elliot memutuskan untuk berhenti sebagai guru dan kemudian berkonsentrasi mengajari Edison baca tulis dan hitung menghitung.

“My mother was the making of me. She was so true, so sure of me; and I felt I had something to live for, someone I must not disappoint.”

Begitulah perkataan Edison kecil yang menunjukkan motivasi dalam diri Edison yang cukup kuat dalam belajar. Setelah dia bisa membaca, Edison jadi gemar membaca, ia membaca apa saja yang dapat dijumpainya ia membaca ensiklopedia, Sejarah Inggris, Kamus IPA karangan Ure, Principia karangan Newton dan juga Ilmu Kimia karangan Richard G. Parker. Kegemarannya yang menonjol adalah membaca, berpikir dan bereksperimen.

Pada umur 12 Tahun Edison menjadi penjual koran, permen, kacang dan kue di kereta api, sama seperti penjual asongan yang sering kita temui di kereta api ekonomi di Indonesia. Keuntungan dari berdagang itu sebagiannya dia berikan kepada orang tuanya dan sebagiannya dia simpan sebagai modal. Nah… Di dalam kereta api, ia menerbitkan koran Weekly Herald sambil mengadakan eksperimen di salah satu gerbong kereta api, setelah sebelumnya meinta ijin perusahaan kereta api “Grand Trunk Railway”.

Pada suatu malam Edison tidak sengaja menumpahkan sebuah cairan kimia sehingga menyebabkan sebuah gerbong hampir terbakar. Karena kasus ini Edison ditampar kondektur hingga pendengarannya rusak, kemudian dia dilarang bekerja di kereta api.

Namun Edison tidak menganggap pendengarannya yang rusak sebagai cacat, namun justru dia menganggapnya secara positif sebagai sebuah keuntungan sehingga ia memiliki lebih banyak waktu untuk berfikir daripada mendengarkan omongan–omongan kosong.

Pada usia 15 tahun Edison remaja menyelamatkan nyawa anak kepala stasiun yang hampir tergilas gerbong kereta api. Karena merasa berhutang jasa, sang kepala stasiun tersebut akhirnya mengajarkan cara pengiriman telegram, Edison hanya memerlukan waktu 3 bulan untuk menguasai pelajaran gratis tersebut. Sesudah itu, ia mendapat pekerjaan sebagai operator telegraf.

Penemuan pertama yang dia patenkan adalah electric vote recorder, namun karena tidak laku, Edison akhirnya beralih ke penemuan yang lebih komersial. Edison kemudian membuat suatu alat yang kemudian ia beri nama stock ticker atau mesin telegraf. Peralatan itu dijualnya dan laku 40.000 dollar Amerika serikat (Sekitar 390 juta rupiah). Edison hampir pingsan melihat uang sebanyak itu. Uang ini dipakai Edison untuk mendirikan pabrik di Newark dan merekrut 300 orang pekerja sekaligus, disini ia mengembangkan telegraf sehingga mampu mengirimkan 4 berita sekaligus.

Pada umur 29 tahun, Edison mendirikan laboratorium riset untuk industri di Menlo Park, New Jersey. dan dalam 13 bulan ia menemukan 400 macam penemuan yang kemudian mengubah pola hidup sebagian besar orang-orang di dunia.

Tahun 1877 ia berkonsentrasi pada lampu pijar. Edison sadar bahwa betapa pentingnya sumber cahaya ini bagi manusia. Dia menghabiskan 40.000 dollar dalam kurun waktu dua tahun untuk eksperimen lampu pijar. Yang menjadi masalah adalah menemukan bahan yg bisa berpijar ketika dialiri arus listrik namun tidak terbakar. Total ada sekitar 6000 bahan yang dicobanya

Melalui usaha keras Edison, akhirnya pada tanggal 21 Oktober 1879 lahirlah lampu pijar listrik pertama yang mampu menyala selama 40 jam. Tahun 1882, untuk pertama kalinya dalam sejarah lampu-lampu listrik di pasang di jalan-jalan dan di rumah rumah

Sungguh patut direnungkan ketika saat keberhasilan dicapainya, dia sempat ditanya: Apa kunci kesuksesannya. Thomas Alfa Edison menjawab:

“Saya sukses, karena saya telah kehabisan apa yang disebut dengan kegagalan.”

Bahkan saat dia ditanya apakah dia tidak bosan dengan kegagalannya, Thomas Alfa Edison menjawab:

“Dengan kegagalan tersebut, Saya malah mengetahui ribuan cara agar lampu tidak menyala”

This Amazing!! Edison memandang sebuah kegagalan sebagai sebuah hal yang sangat positif. Kegagalan bukan kekalahan tapi sebagai sebuah keuntungan. Cara memandang yang positif ini membuat Edison mampu meyakinkan orang lain untuk tetap mendanai proyeknya meskipun gagal berulang–ulang kali.

Mungkin prinsip Edison inilah yang patut kita terapkan dalam kehidupan kita sehari. Bahwa sebenarnya kita tidak pernah mengalami kerugian dan sesungguhnya kerugian itu bermula dari sikap dan cara pandang kita sendiri yang negatif.

Edison telah banyak menghasilkan berbagai penemuan yang sangat berharga bagi perkembangan umat manusia. Telegraf cetak, pulpen elektrik, proses penambangan magnetik, torpedo listrik, karet sintetis, baterai alkaline, pengaduk semen, mikrofon, transmiter telepon karbon dan proyektor gambar bergerak adalah beberapa dari penemuan Edison.

Melewati tahun 1920-an kondisi kesehatannya kian memburuk dan Edison meninggal dunia tanggal 18 Oktober 1931 pada usia 84 tahun.

MENCATAT
M. Musrofi
Para psikolog telah menunjukkan bahwa kita hanya mampu menyimpan sekitar lima sampai sembilan potong informasi dalam pikiran kita setiap saat.

Kita semua pernah mencari nomor telepon, kemudian karena pikiran kita lengah sesaat sebelum memutarnya, kita jadi lupa nomor tersebut hanya dalam beberapa detik.

Yang terjadi adalah informasi yang baru menggantikan yang lama sebelum pikiran Anda menempatkannya dalam memori jangka panjang.

Secara umum memori jangka pendek dapat menyimpan dengan baik selama beberapa detik. Namun setelah sekitar 12 detik, ingatan melemah, dan setelah 20 detik informasi itu hilang seluruhnya, kecuali jika Anda terus mengulangi atau mencatatnya.

Kegiatan menulis akan memberi tanda kepada otak Anda bahwa potongan informasi ini lebih penting dari pada yang lain yang harus disimpan dalam memori jangka panjang.

John Patterson, Presiden National Cash Registger (NC) memerintahkan para karyawannya untuk memiliki sebuah “buku merah kecil” untuk mencatat kegiatan harian, pikiran, ide, dll.. Dia tega memecat pegawainya yang tidak memiliki buku catatan itu.

Sungguh menarik bahwa ternyata seperenam perusahaan terkemuka di Amerika dikepalai oleh para mantan pegawai NCR. Diantara mantan pegawai NCR yang terkemuka adalah Tom Watson, pendiri IBM.

Sebaiknya kita gemar mentatat ide, pikiran, rencana kerja, dsb.. Begitu kita terpikir, tuliskan segera.

KEBIASAAN
M. Musrofi
Mulai dari bangun pagi sampai berangkat ke kantor, ke sekolah, atau ke kampus hampir semua aktivitas diatur oleh kebiasaan. Kitalah yang menciptakan kebiasaan, lalu kebiasaan yang akan menciptakan kita. Kebiasaan bisa menjadi pembantu yang baik, tetapi bisa pula menjadi musuh yang paling sulit ditaklukkan. Stephen R Covey yang mengutip Aristotle, “Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan sebuah kebiasaan.”

Padahal ilmu pengetahuan selalu berubah, selalu tumbuh. Kebiasaan kebalikannya. Kebiasaan itu kaku, tetap, dan alami. Ilmu pengetahuan dan kebiasaan saling berlawanan. Hal ini terus menerus terjadi dalam kehidupan kita.

Seratus tahun yang lalu, ketika Alexander Graham Bell pergi ke pemilik Western Telegraph Company dan menawarkan telepon temuannya agar dibeli seharga $25,000, Presiden Direktur perusahaan itu mengatakan, “Kami telah mempunyai sistem komunikasi. Kami tidak membutuhkan pembicaraan lewat kabel. Temuanmu ini hanyalah mainan belaka, dan tidak praktis digunakan.” Dia tidak mau membeli temuan Bell seharga $25,000 tersebut. Dan sekarang kita tahu betapa begitu tingginya manfaat telepon bagi kehidupan kita. Seringkali orang-orang yang sudah berada di puncak karir begitu yakin dengan pemikiran mereka yang sesungguhnya dibentuk oleh kebiasaan. Coba Anda renungkan :

Seberapa sering Anda tidak mau peduli dengan gagasan-gagasan Anda karena Anda telah terbius oleh suatu cara berpikir yang berdasarkan opini? Seringkali gagasan-gagasan Anda tidak Anda tindak lanjuti karena opini yang muncul di masyarakat yang seolah menentang gagasan Anda tersebut.
Seberapa sering Anda menutup ide-ide yang baik disebabkan Anda bersikap “sok tahu”, takut salah, dan takut gagal karena ide-ide Anda tersebut? Seringkali Anda merasa sudah tahu apa yang akan terjadi, sehingga Anda tidak mau melakukan tindakan terhadap ide-ide Anda.
Seberapa sering anda menutup ide-ide Anda yang baik disebabkan karena Anda kesulitan mengubah kebiasan Anda? Sering juga terjadi bahwa ide-ide tidak terlaksana akibat kebiasaan. Misalnya, kebiasaan menonton televisi pada jam tujuh sampai jam sembilan malam. Kebiasaan ini, misalnya saja menjadi hambatan Anda ketika pada jam-jam itu Anda mempunyai jadual untuk membuat rencana usaha.


Kita mempunyai dugaan-dugaan atau prasangka. Prasangka membentuk opini dan sikap kita. Setiap orang mempunyai prasangka dalam beberapa hal –untuk menerima atau menolak suatu cara-cara yang baru--. Prasangka tergantung pengalaman, latar belakang, dan kebiasaan kita.

Kebiasaan atau aturan bisa menghambat terungkapnya imajinasi. Orang seringkali mempertahankan cara-cara lama yang dirasa mudah dan memberikan keamanan. Mengubah cara berpikir dan bertindak adalah keluar dari cara lama yang mudah dan aman ke cara baru yang mungkin akan sulit untuk pada awalnya dan merasa kurang nyaman, namun menantang dan lebih banyak memberikan pilihan dan peluang.

Menjalani kehidupan dengan rutinitas semata bisa berakibat terbatasnya memunculkan solusi-solusi kreatif. Melatih diri untuk berubaha, bisa dilakukan dengan memasukkan aktivitas yang tidak biasa. Lakukanlah sesuatu di luar kebiasaan hal-hal yang sederhana : melalui rute ke sekolah, ke kampus atau ke kantor dengan rute yang berbeda, baca majalah atau koran atau tabloid yang tidak seperti biasanya, tontonlah TV pada jam-jam tidak biasa, dsn seterusnya.

Namun tentunya kebiasaan tidak selalu jelek. Kebiasaan telah kita gunakan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan kita. Salah satu contoh kebiasaan yang baik adalah membaca. Ketika kita membaca secara reguler, kemampuan kita akan meningkat.

Sesuatu aktivitas dikatakan “mudah dilakukan” bisa saja hanya dikarenakan orang terbiasa melakukannya. Mudah karena terbiasa. Sulit karena tidak terbiasa. Aman itu karena ada kepastian. Sebaliknya tidak aman karena tidak ada kepastian. Memulai usaha dari keadaan belum pernah menjalani sama sekali adalah keberanian keluar dari kebiasaan. Tidak semua orang gampang melakukan perubahan ini. Namun kabar baiknya adalah semua orang berpeluang untuk melakukannya.
BERPIKIR JANGKA PENDEK
M. Musrofi
Pada umumnya orang lebih suka berharap pada keuntungan besar dalam jangka pendek dari pada jangka panjang. Banyak orang berharap mempunyai “lompatan besar” dan tidak mau memulai dari langkah kecil. Berpikir jangka pendek menghalangi seseorang untuk memulai usaha dari kecil dan nampak remeh. Dalam merintis usaha, tentu saja dibutuhkan cara berpikir dan bertindak untuk kepentingan jangka panjang.

Karnes dan Bean dalam Girls and Young Women Entrepreneurship menyarankan bahwa berhenti saja dari berwirausaha, kalau hanya termotivasi ingin cepat kaya dalam waktu singkat. Pada umumnya, suatu usaha menuntut waktu yang tidak sebentar dan menuntut kerja keras sebelum usaha itu menampakkan adanya keuntungan.

APAKAH KESUKSESAN USAHA TERGANTUNG JENIS USAHA?
M. Musrofi
Seorang rekan yang kerjanya di kapal pesiar, saat sedang cuti, datang ke rumah saya. Dia bertanya,”Mas, usaha apa yang bagus. Saya ada modal, tapi saya bingung mau usaha apa.”

Saya balik bertanya,”Apa ada usaha yang tidak memiliki peluang yang bagus?”

Dia jadi bingung. Mungkin dia mengingat-ingat. Dia diam sejenak, lalu bertanya,”Maksudnya?”

“Ya, coba Anda sebutkan jenis usaha, dimana usaha itu tidak memiliki peluang atau prospek bisnis yang bagus,” saya menjelaskan.

Dia tidak menjawab hanya diam saja, seperti agak bingung. Mungkin di benaknya berkata,”Oya,..ya..kok tidak ada usaha yang tidak memiliki peluang.”

Katakan begini, si A jualan bakso, laku keras. Lalu mendirikan cabang dimana-mana. Sementara si B, juga jualan bakso, tetapi usaha si B ini tidak sebagus si A.

Contoh lain, si X, mendirikan usaha bimbingan belajar (bimbel). Banyak pesertanya. Sampai-sampai usahanya dikembangkan dengan sistem waralaba. Si Y, juga mendirikan bimbel, tapi bimbel si Y ini tidak berkembang baik.

Dari dua contoh di atas, dan saya yakin masih banyak sekali contoh-contoh yang lain, menunjukkan bahwa tidak ada jenis usaha yang tidak memiliki peluang ke depan. Yang ada kasusnya seperti di atas: seseorang mendirikan jenis usaha tertentu yang maju pesat, sementara yang lain mendirikan usaha sejenis tetapi tidak maju-maju.

Coba Anda renungkan: jadi bukan jenis usahanya yang tidak memiliki peluang. Dengan kata lain, sukses tidaknya sebuah usaha tidak tergantung dengan jenis usaha itu. Terus apa yang menyebabkannya suskes tidaknya sebuah usaha?

Tentu banyak sekali faktor kesuksesan itu.

Tetapi ada salah satu faktor yang menyebabkannya; yakni jenis usaha itu apakah sesuai dengan bakat seseorang atau tidak. Lebih rinci lagi : apakah aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan untuk menjalankan usaha itu sesuai dengan bakat atau potensi kekuatan seseorang atau tidak.

Kalau ada kesesuain antara potensi kekuatan dengan aktivitas usaha, maka salah satu faktor penting kesuksesan usaha telah ada.

Tetapi bila tidak ada kesesuaian antara bakat atau potensi kekuatan dengan aktivitas usaha tersebut, maka salah satu faktor penting kesuksesan usaha tidak dipenuhi…

APAKAH BENAR WIRAUSAHAWAN ITU PENGAMBIL RESIKO?
M. Musrofi
Begitu seringnya kita mendengar bahwa seorang wirausahawan adalah seorang pengambil risiko. Sesungguhnya seorang wirausahawan bukanlah seorang yang begitu saja mengambil risiko. Seorang wirausahawan menghitung, membatasi, dan menetapkan bagaimana kira-kira risiko yang mungkin terjadi. Lalu terus-menerus berupaya dan belajar menangani risiko.

Resiko berkaitan dengan keberanian. Paul Getty, pengusaha sukses di bidang perminyakan menekankan diperlukannya keberanian untuk melakukan sesuatu, yakni ketika dia mengatakan, “Bila pikiran Anda terfokus pada kepastian tentang suatu kejadian, ini berarti Anda telah melumpuhkan diri Anda sendiri.” Namun, di sisi lain, Getty juga mengakui bahwa dia juga memperhatikan dan menganalisis, serta membuat antisipasi terhadap risiko. Getty berkata, “Bila saya memasuki suatu urusan bisnis, pikiran-pikiran utama saya bergerak pada bagaimana cara menyelamatkan diri bila segala sesuatunya ternyata menjadi gagal total.”

Seorang rekan penulis yang juga seorang wirausahawan sukses di bidang mebel berskala kecil pernah mengatakan,”Saya mengambil keputusan bisnis dengan prinsip sukses atau bangkrut.” Suatu saat, di Hari Minggu, dia mengajak penulis untuk membuat perkiraan arus kas untuk usahanya. Dari sekitar jam sebelas siang sampai jam enam sore, kami berdua begitu intensif di depan komputer dan melakukan curah gagasan tentang arus kas tersebut. Kemudian selesailah sudah perkiraan arus kas tersebut, dengan menghasilkan tiga alternatif perkiraan. Tetapi sebelum kami berpisah, dia sempat mengatakan,”Saya akan pelajari lagi di rumah.”

Pada Hari Minggu sore, dia menelepon penulis,”Hari Rabu, kita perbaiki perkiraan arus kas. Ada yang masih kurang.” Pada Hari Rabu, kami kembali membicarakan dan memperbaiki tiga alternatif arus kas tersebut dari sekitar jam satu siang sampai jam setengah tujuh malam. Penulis berpikir perkiraan arus kas sudah selesai. Karena kami sudah memilih satu diantara alternatif, dan yang satu alternatif ini sudah kami perbaiki dan kami perbincangkan dengan mendalam.

Namun, pada Hari Jumat, dia mengajak penulis lagi untuk berbicara soal perkiraan arus kas tersebut. Dari jam satu siang sampai jam lima sore, kami perbaiki lagi arus kas tersebut. Penulis sekali lagi berharap bahwa arus kas benar-benar telah selesai tuntas. Namun, pada Hari Rabu selanjutnya, dia mengajak perbaiki lagi perkiraan arus kas tersebut, dan berlanjut pada Hari Jumat. Baru setelah itu, dia merasa mantap dengan arus kasnya, kemudian dia mengambil keputusan keuangannya berdasar perkiraan arus kas tadi.

Jadi sebelum dia mengambil keputusan “sukses atau bangkrut”, dia telah mempertimbangkan berbagai hal dengan sangat seksama.
SALAH SATU CARA MENJADI ENTREPRENEUR
M. Musrofi
Ambil contoh wirausahawan dunia:

Bill Gates, awalnya adalah menciptakan karya (software)
Harland Sanders (KFC), awalnya adalah menciptakan resep masakan ayam goreng
Thomas Alva Edison (General Electric), awalnya adalah menciptakan lampu pijar
Kiichiro Toyoda (Toyota), awalnya adalah menciptakan mobil
Jerry Yang dan David Filo (Yahoo.,com), awalnya adalah menciptakan cra pencarian informasi dan data melalui jalur Internet
Dan tentu masih banyak lagi para wirausahawan tingkat dunia lainnya maupun nasional, yang kalau Anda baca kisahnya, pada umumnya mereka berawal dari sebuah penciptaan karya.

Jadi salah satu cara menjadi entrepreneur adalah dengan menciptakan karya.

Pertanyaan selanjutnya adalah kalau awalnya dari “menciptakan karya”, karya apa yang sebaiknya diciptakan seseorang? Maksud saya adalah misalnya Anda, Anda ini mau menciptakan apa?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita coba ajukan pertanyaan, “Kenapa Bill Gates menciptakan software dan tidak menciptakan sepeda motor yang inovatif, misalnya? Kenapa Sanders menciptakan resep masakan ayam goreng? Kenapa Jerry Yang dan David Filo menciptakan yahoo.com? Apa yang mendorong mereka sehingga mereka menciptakan karya-karya itu?”

Tentu sulit untuk menjawab “apa yang mendorong mereka” atau “apa motivasi awal mereka’ sehingga mereka menciptakan karya=karya seperti itu. Namun, ada salah satu jawaban yang bisa menjawab pertanyaan seperti ini: biasanya mereka mencintai aktivitas-aktivitas yang terkait dengan karya-karya mereka.

Bill Gates sejak usia 13 tahun sangat menyukai otak-atik komputer. Harlands Sanders, sejak usia 6 tahun sudah pandai memasak. Edison, sejak kecil sudah suka melakukan percobaan.

Salah satu tanda aktivitas yang sesuai dengan bakat (talents) adalah aktivitas yang disukai. Tetapi tidak semua aktivitas yang disukai (minat) itu adalah bakat.

Yang ingin dikatakan di sini : salah satu cara agar orang bisa menciptakan karya-karya yang hebat atau fenomenal adalah ketika ide karya itu bersumber dari bakat . Hal ini tentu belum cukup. Perlu ditambah “Kaidah 10.000 jam” ( Ten Thousand Hours Rule).

“Kaidah 10.000 jam” dipopulerkan Malcolm Gladwell dalam buku “The Outliers.” Disebut “dipopulerkan”, karena pada tahun 1993, K. Anders Ericsson, Ralf Th. Krampe, dan Clemens Tesch Romer melakukan penelitian di Berlin Academy of Music. Mereka berusaha menemukan jawaban, bagaiaman seseorang bisa menjadi pakar dalam bidangnya atau dengan kata lain menjadi seorang expert.

Dibantu seorang profesor, mereka mengelompokkan mahasiswa tingkat akhir ke dalam tiga kategori: 1) calon guru musik, 2) calon pemusik profesional, 3) calon maestro musik dunia. Pertanyaan mereka adalah: Semua mahasiswa yang diterima dan belajar di akademi tersebut, pastilah orang-orang berbakat. Lalu kenapa akhirnya ‘nasib’ mereka berbeda? Ada yang sekedar menjadi musisi biasa, dan ada yang bisa menjadi expert.

Untuk memperkuat hasilnya, mereka ulang penelitiannya dengan model pengkategorian yang sama, namun menggunakan sample profesi yang beragam, mulai dari musisi, pemain catur, sampai dengan olahragawan. Akhirnya, mereka berhasil membuat kesimpulan luar biasa.

Ternyata yang membedakan ketiga kategori itu adalah berapa lama waktu yang telah mereka alokasikan untuk berlatih menjadi yang terbaik dalam profesi pilihannya. Mereka yang berhasil menjadi expert telah mengalokasikan waktu untuk berlatih selama 10.000 jam. Kesimpulan itu, kini dikenal sebagai 10.000 hours rule (Kaidah 10.000 jam).

Gladwell mengulas The Beatles, band populer asal Inggris sebagai contoh sederhana yang membuktikan ‘kebenaran’ kaidah 10.000 jam. The Beatles didirikan tahun 1957, ketika Paul Mc Cartney bertemu John Lenon. Mereka kemudian pindah ke US tahun 1963, yang kemudian terkenal dengan istilah The British Invasion. Tahun 1967, the Beatless melahirkan sebuah album yang menjadikan mereka sebagai dewa musik. Album itulah yang membuat mereka diakui sebagai orang-orang terbaik dibidang musik, atau dalam istilah kita, telah menjadi expert dunia. Ternyata, The Beatless butuh 10 tahun untuk bisa sukses.

Contoh kedua adalah Bill Gates, yang mulai menekuni programing komputer di tahun 1968 ketika dia berumur 13 tahun. Pada usia 20 tahun, dia mendirikan Microsof yang tidak lama kemudian dipercaya sebuah sebuah perusahaan raksasa, untuk membuat sistem operasi IBM PC sebagai produk komputernya yang terbaru saat itu. Tentu saja, IBM tidak akan mempercayakan produk andalannya pada sembarang orang. Mereka pasti akan mempercayakan pada seseorang yang dianggap expert. Berapa lama Bill Gates berusaha menjadi seorang expert? Ternyata hanya 7 tahun.

Kenapa tidak 10 tahun? Karena Bill Gates menginvestasikan waktu untuk berlatih lebih dari 3 jam sehari. Di dalam autobiografinya ditulis, dia biasa berlatih 7-8 jam sehari, bahkan tidur di lab komputer. Jadi wajar ketika usianya baru 20 tahun, dia sudah mengantungi lebih dari 10.000 jam.

Jadi kalau boleh disimpulkan agak “spekulatif”, bahwa salah satu cara agar orang bisa menciptakan karya yang hebat, adalah:

Ungkap ide karya yang bersumber dari bakat atau lakukan aktivitas yang sesuai dengan bakat
Lalu jalani selama 10.000 jam
Masalahnya : bagaimana orang bisa tahu bahwa aktivitas atau ide karya yang dia ungkap itu adalah bersumber dari bakatnya? Buckingham dari Gallup Organization menyatakan ada empat tanda orang itu tengah beraktivitas sesuai dengan bakat atau potensi kekuatan, yang disingkat SIGN.

S – Success. Aktivitas yang membuat Anda merasa sukses.
I – Instinct. Aktivitas yang secara alami selalu menarik Anda melakukannya. Leider & Shapiro mengatakan sebagai aktivitas yang selalu “memanggil” Anda untuk melakukannya.
G – Growth. Aktivitas dimana Anda dapat belajar dengan sangat baik, aktivitas yang membuat Anda dapat menelorkan ide-ide brilian, aktivitas yang membuat Anda memiliki pemahaman yang mendalam.
N – Needs. Aktivitas yang membuat Anda merasa perlu untuk terus melakukannya, sehingga Anda membutuhkan menambah waktu untuk melakukan aktivitas itu.

AYO BERKARYA
M. Musrofi
Sebagai seorang bocah, Sakichi Toyoda belajar ilmu pertukangan kayu dari ayahnya. Toyoda kecil adalah seorang anak yang cerdas dan kreatif. Saat itu industri tenun adalah industri yang paling berkembang di tanah kelahirannya, wilayah pertanian di pinggiran Nagoya, Jepang. Toyoda muda dengan ilmu pertukangan kayu yang diwarisi dari ayahnya, pada tahun 1894 membuat sebuah mesin tenun yang lebih murah namun bekerja lebih baik.

Toyoda sangat puas dengan mesin tenunnya. Namun dia melihat neneknya, ibunya, juga wanita-wanita lain masih harus bekerja keras untuk memintal dan menenun. Toyoda ingin membuat mereka terbebas dari kerja keras itu. Maka dia kemudian menciptakan mesin tenun yang ditenagai mesin. Saat itu adalah jaman dimana seorang pencipta harus mengerjakan semuanya sendiri. Karena kurangnya sumber tenaga untuk penggerak mesin, maka Toyoda belajar lebih dahulu tentang mesin uap, membeli mesin uap bekas, dan mencoba berkali-kali secara trial error hingga berhasil. Toyoda kemudian mendirikan Toyoda Automatic Loom Works pada tahun 1926, yang kemudian menjadi cikal bakal konglomerasi Toyoda.

Sakichi punya anak lelaki bernama Kiichiro Toyoda, seorang anak yang kerempeng dan sakit-sakitan. Banyak orang menganggap bahwa Kiichiro Toyoda tidak punya fisik yang mendukung untuk menjadi pemimpin yang baik. Tapi sang ayah tidak setuju dengan pandangan itu. Ia memberi tugas anaknya untuk belajar membuat mobil. Awal tujuannya bukan untuk mengembangkan bisnis. Tujuannya adalah memberi kesempatan anaknya itu untuk melakukan sesuatu yang besar dalam hidupnya! Dia ingin anaknya mempunyai kesempatan membuat kontribusi kepada umat manusia, sama halnya dengan kesempatan istimewa yang dia alami dalam memberi kontribusi melalui mesin tenun. Toyoda berkata kepada anaknya:

“Setiap orang perlu mengambil proyek besar paling tidak sekali dalam hidupnya. Saya mendedikasikan hampir seluruh hidup saya untuk menciptakan jenis mesin tenun yang baru. Sekarang saatnya giliranmu. Kamu harus berusaha sungguh-sungguh untuk menyelesaikan sesuatu yang akan memberi manfaat bagi masyarakat.”

Kiichiro kemudian dikirim untuk sekolah di Tokyo Imperial University, mengambil jurusan teknik mesin dengan fokus pada teknologi mesin. Mengikuti jejak ayahnya, Kiichiro juga selalu melakukan belajar melalui praktek (learning by doing). Dalam membuat mesin bagian tersulit adalah mengecor blok mesin. Kiichiro melakukannya sendiri dengan membuat mesin kecil, terus menerus hingga berhasil. Usaha Kiichiro akhirnya menjadi Toyota Automotive Company, salah satu perusahaan mobil terbaik di dunia. (Kutipan dari buku The Toyota Way, karya Jeffrey K. Liker).

TEKUN dan KREATIF
M. Musrofi
Kewirausahaan memerlukan energi, komitmen, dan niat kuat untuk berhasil. Karena itu Anda harus betul-betul mencintai kegiatan itu.
– Joseph Schmidt

Tekun

Susi Susanti juara All England empat kali, peraih emas pertama Indonesia di Olimpiade. Ia berlatih bulu tangkis 6 hari per minggu, dari jam tujuh pagi sampai jam sebelas siang, disambung lagi jam tiga sore sampai jam tujuh malam. Rutinitas ini dia lakukan bertahun-tahun!

Curtis Strange, juara golf, melatih diri dengan memukul 2.000 bola golf setiap hari sebagai persiapan tour. Sidney Sheldon, seorang novelis besar, melatih diri dengan menulis 50 halaman setiap hari. Bintang basket, Michael Jordan, melakukan bidikan sambil melompat ratusan kali setiap harinya, tanpa kecuali. Jim Carrey, bintang film yang meminta bayaran 20 juta dolar untuk setiap peran yang dia mainkan di film, ketika masih remaja, ia habiskan waktu berjam-jam setiap harinya berlatih di depan cermin.

Orang-orang besar itu adalah orang-orang tekun. Tekun berarti melakukan aktivitas tertentu dalam jangka waktu yang lama. Anthony Robbins mengatakan, “Repetition is the mother of skills.”

Persoalannya: mengapa orang bisa tekun? Mari disimak sejarah amat singkat Thomas Alva Edison. Ia memiliki 1.093 hak paten dan pendiri General Electric. Suatu saat ia mengatakan, ”Genius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat.” Untuk menemukan lampu pijar, ia telah gagal 10.000 kali. Kita mungkin berkomentar,”Sungguh ia pekerja keras.” Tapi apa kata Edison? Ia mengatakan, ”Saya tidak pernah bekerja sehari pun dalam hidup saya, semua adalah keasyikan.” Jadi ia bisa tekun karena ia asyik, fun, enjoy dengan semua aktivitas yang dia.

Untuk menyusun buku laris The Millioner Next Door dan Millioner Mind, Stanley membutukan waktu 20 tahun, dari tahun 1980 sampai tahun 2000. Bertahun-tahun ia mengumpulkan data, wawancara, laporan riset, dan survei. Ia mengatakan, “Tampaknya seperti banyak pekerjaan untuk waktu yang lama, tetapi saya menyukai pekerjaan saya, dan saya tidak pernah merasa bosan.”

Kreatif

Maaf, banyak supir becak, bertahun-tahun tetap menjadi supir becak. Tetapi ada seorang supir becak di daerah Cirebon yang kemudian menjadi produsen becak mini. Mengapa yang satu jadi pengusaha becak, yang lain tetap menjadi supir becak?

Tekun tanpa kreativitas tidak akan menelorkan ide-ide baru. Tanpa ide-ide baru mustahil menghasilkan metode, produk, atau jasa inovatif. Tanpa metode, produk, atau jasa inovatif orang sulit maju.

Schwart mengatakan, “Banyak orang yang ambisius melaksanakan hidupnya dengan tekun, namun mereka pada akhirnya kekalahan yang mereka dapatkan, karena mereka tidak mengadakan eksperimen dengan cara-cara atau pendekatan-pendekatan yang baru.”

Mengapa orang yang satu tekun bisa kreatif sedangkan yang lainnya yang juga tekun tidak mampu mengembangkan kreativitasnya? Tentu ada banyak alternatif jawaban atas pertanyaan ini. Orang yang tekun tetapi tidak mampu mengembangkan kreativitasnya kemungkinkan besar karena ketekunannya tersebut karena faktor keterpaksaan, dan tidak bisa mengubah keterpaksanaan tersebut menjadi suatu bentuk cinta. Sedangkan yang lain bisa tekun dan kreatif, karena ketekunannya tersebut dilandasi rasa cintanya terhadap aktivitasnya.

Stanley mengatakan,”Ingat, bila Anda menyukai apa yang Anda lakukan, produktivitas Anda akan tinggi dan bentuk jenius kreatif spesifik akan muncul. Orang kreatif cenderung mencintai usaha atau pekerjaan mereka, dan hal ini adalah salah satu alasan utama mereka sukses dalam hidup. Kecerdasan kreatif adalah komponen utama mengenai kecerdasan sukses.”

Mengenai kaitan mencintai aktivitas usaha dengan kreativitas juga dikemukakan oleh Peter Milwood. Dia mengatakan,”Orang-orang Inggeris mempunyai semangat amatir, yakni mencintai apa yang dikerjakan. Semangat ini memungkinkan timbulnya konsep yang sama sekali baru (kreatif). Tatkala melihat ketel teh yang melambung-lambung, James Watt menemukan gagasan menggunakan uap sebagai tenaga penggerak. Alexander Fleming setelah melihat kekuatan anti-bakteri dari jamur, memikirkan kemungkinannya untuk menggunakannya sebagai obat. Ini adalah contoh hasil semangat amatir.”

Toshio Ikeda, bapak Komputer di Fujitsu, mengatakan, “Kembali pada waktu itu, tak seorang pun diantara kami yang berpikir kemungkinan komputer diubah menjadi bisnis atau tentang peran komputer dalam industri. Pada waktu itu, dari waktu ke waktu, kami hanya menikmati kesenangan semata-mata dan bersifat kekanak-kanakan dalam mencari gagasan terbaik dan entah bagaimana membuat mesin terbaik sedapat mungkin.”

Kesimpulan

Agar kita bisa tekun dan kreatif, kita sebaiknya mencintai aktivitas yang kita lakukan. Selamat membuktikan!

CIRI ORANG KREATIF
M. Musrofi
Orang kreatif berupaya bekerja lebih baik. Orang kreatif tidak begitu saja menerima segala sesuatu apa adanya. Mereka selalu mencari cara-cara untuk memperbaiki keadaan. Mereka melihat sesuatu yang dilihat oleh orang lain, tetapi seringkali memikirkan sesuatu yang tidak pernah dipikirkan oleh orang lain. Mereka memandang masalah sebagai peluang dan tantangan yang menggugah semangat untuk mencari inovasi. Seringkali hal-hal ini adalah hal-hal yang kecil, hal-hal yang kita terima apa adanya setiap hari.

Orang kreatif pencetus paradigma. Paradigma adalah seperangkat atau kerangka rujukan. Orang kreatif menerobos batas-batas baku dalam mencari solusi. Mereka mempelajari situasi dengan memanfaatkan banyak sudut pandang dan mampu melakukan pergeseran dramatis dalam pemikiran yang disebut pergeseran paradigma untuk mendapatkan solusi atau kesepakatan.

Orang kreatif mempunyai pemikiran inkuisitif. Orang kreatif selalu ingin tahu. Ini menjadi kebiasaan. Mereka selalu bertanya “mengapa” dan memikirkan segala sesuatu yang tengah berjalan. Mengetahui cara kerja sesuatu berarti dapat mengembangkan berbagai hal daris sesuatu tersebut.

Orang kreatif mempunyai kebiasaan bertindak. Orang kreatif tidak hanya menghasilkan ide-ide baru, mereka juga bertindak mewujudkan ide mereka menjadi kenyataan. Mereka memiliki dorongan yang kuat bagaimana agar sesuatu terjadi.

Orang kreatif mempunyai jawaban alternatif. Mereka tidak hanya membuat satu alternatif solusi. Mereka mencoba untuk mendapatkan solusi-solusi lain.

Orang kreatif menyukai berfikir lunak. Otak kiri bersifat keras terhadap ide. Otak kanan lunak terhadap batasan-batasan. Orang kreatif memanfaatkan dua belah otaknya secara seimbang.

Orang kreatif mencoba kemustahilan. Mereka selalu memperhatikan ide-ide meskipun kelihatan mustahil. Merenungkan ide yang muncul dapat memicu berbagai kemungkinan baru.

Orang kreatif melihat kesalahan sebagai peluang. Mereka tidak suka menghindar dari suatu tindakan meskipun mempunyai kemungkinan salah atau gagal.

BERTINDAK
M. Musrofi
Rencana sebagus apa pun tanpa disertai tindakan tidak ada artinya. Tidak ada pilihan lain, just do it! Lakukan saja! Learning by doing!

Vernon A Magnesen yang dikutip Dryden dan Vos mengatakan, “Kita belajar dari 10% apa yang kita baca; 20% dari apa yang kita dengar; 30% dari apa yang kita lihat; 50% dari apa yang kita lihat dan dengar; 70% dari apa yang kita katakan; dan 90% dari apa yang kita katakan dan kita lakukan.” Bacalah sekali lagi kata-kata terakhir Magnesen bahwa kita belajar 90% dari apa yang kita katakan dan kita lakukan.

Ingat kata-kata Edison,”Genius adalah 1% inspirasi (ide atau rencana) dan 99% keringat.” Ide atau rencana itu hanya bernilai 1%, yang 99% adalah tindakan.
MELAWAN ASUMSI
M. Musrofi
Anak saya yang baru berusia 4 tahun mengatakan kepada eyangnya,”Rumah punya Eyang dilipat aja, dibawa ke rumahku. Jadi nggak usah pulang…” Anak saya pada suatu saat memakai jam tangan di kaki. Ia suka sekali berdiri di tempat duduk. Ya, banyak lagi kelakukannya yang bertolak-belakang dengan apa yang seharusnya dilakukan. Bagaimana tidak? Rumah yang diasumsikan tidak boleh bergerak itu justru diminta dilipat dan dibawa. Jam yang seharusnya dipasang di tangan dipasang di kaki. Tempat yang seharusnya untuk duduk dipakai berdiri.

Anak-anak memang suka melawan asumsi. Hal inilah salah satu penyebab mengapa anak-anak lebih kreatif dari pada orang dewasa.. Tony Buzan (2002) meringkas hasil penelitian di Amerika mengenai potensi kreatif orang-orang dari berbagai usia sebagai berikut (Tabel 1):

Tabel 1. Kreativitas dari Berbagai Kelompok Usia



KELOMPOK USIA

PERSENTASE KREATIVITAS YANG DIGUNAKAN

Murid taman kanak-kanak

95 – 98%

Murid sekolah dasar

50 – 70%

Murid sekolah menengah / mahasiswa

30 – 50%

Orang dewasa

Kurang dari 20%

Karena itu, melawan atau membalik asumsi merupakan salah satu cara menelorkan ide-ide kreatif. Robert T Kiyosaki ahli menjungkirbalikkan asumsi. Lihat saja Tabel 2. Tabel ini saya ringkas dari buku “Rich Dad, Poor Dad” dan “Cash Flow Quadrant” karangan Kiyosaki.

Lalu bagaimana mengungkap ide-ide dengan cara membalik, melawan, atau menjungkirbalikkan asumsi untuk memperoleh ide-ide baru? Salah satu caranya, ikuti langkah-langkah berikut : Langkah pertama, tulis masalah atau keinginan Anda. Langkah kedua, tulis asumsi yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau untuk memenuhi keinginan Anda. Langkah ketiga, tulis negasi atau lawanlah atau baliklah asumsi yang biasa digunakan tersebut. Langkah keempat, berpikirlah mengungkap ide-ide baru dari asumsi yang sudah dibalik tersebut, lalu tulis ide-ide baru dari asumsi yang sudah dibalik tersebut.
Sebagai kasus nyata, pada Bulan Oktober 2004, rekening telepon di tempat usaha rekan saya tiba-tiba melonjak sangat tinggi. Untuk memecahkan masalah ini, saya menyarankan rekan saya agar mengikuti langkah-langkah di atas : menulis masalah : bagaimana agar tidak terjadi lonjakan rekening telepon? Menulis asumsi yang biasa digunakan : kurangi frekuensi menelpon atau setiap karyawan tidak boleh menggunakan telepon untuk kepentingan pribadi. Membalik asumsi : setiap karyawan bebas menggunakan telepon baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan perusahaan. Ide baru yang muncul : dirikan wartel di kantor, telepon kantor yang lama hanya boleh untuk menerima. Ide itu benar-benar dia jalankan. Dia dirikan wartel di kantor, dan minta bantuan PT Telkom agar telepon yang lama tidak bisa digunakan untuk menelpon keluar, tetapi bisa untuk menerima telpon dari luar. Apa yang terjadi? Semua karyawan senang, dia juga senang : karena justru ada pemasukan tambahan dari wartel tersebut.

Tabel 2. Perbedaan Keadaan, Asumsi, Pola Pikir “Poor Dad” Dengan “Rich Dad”

KEADAAN, ASUMSI, POLA PIKIR
POOR DAD (AYAH MISKIN)

KEADAAN, ASUMSI, POLA PIKIR
RICH DAD (AYAH KAYA)

Bergelar Doktor (PhD)

Tidak Lulus SMP

Bekerja keras sepanjang hidup

Bekerja keras, lalu bebas financial

Mati meninggalkan utang

Mati meninggalkan puluhan juta dolar

Cinta uang : akar kejahatan

Kekurangan uang : akar kejahatan

Saya tidak bisa membeli

Bagaimana saya bisa membeli?

Belajar giat à kerja di perusahaan

Bekerja giatà membeli perusahaan

Jangan ambil resiko

Belajar mengelola resiko

Membayat rekening di awal bulan

Membayar rekening di akhir bulan

Sibuk menabung beberapa dolar

Sibuk berinvestasi

Rumah = asset

Rumah = liabilities

Mengajarkan menulis riwayat hidup (untuk melamar kerja)

Mengajarkan menulis rencana bisnis dan keuangan

Uang tidak penting

Uang itu penting

Bekerja uantuk uang

Uang bekerja untuk saya

Kaya berarti :

Uang, uang, dan uang
Orientasi pada pendapatan
Banyak uang yang dihasilkan
Kaya berarti :

Aset, aset, aset
Ciptakan uang dari aset
Pendapatan pasif
Sekolah dan meraih nilai tinggi
Mendapatkan pekerjaan yang baik
Gaji tinggi dan aman
Menciptakan sistem bisnis
Bagaimana orang bekerja untuk Anda
Terus bisa menghasilkan uang
Waktu adalah uang
Bekerja untuk uang
Aman
Suka kerja, tidak suka investasi
Penghasilan rendah, pengeluaran besar
Agar aman
Budak uang
Waktu adalah belajar
Uang bekerja untuk Anda
Untuk sukses perlu gagal
Suka investasi, tidak suka kerja
Pendapatan tinggi, pengeluaran rendah
Agar bebas
Tuan uang
Fokus pada uang.

Fokus pada proses belajar yang terus menerus

Tidak menyadari perubahan

Menyadari perubahan

Fokus berapa uang dihasilkan

Fokus pada investasi

Pemasukan : gaji

Pemasukan dari aset : royalty, sewa, dll

Upaya : meningkatkan gaji

Upaya : meningkatkan aset

Rumah = asset

Rumah = liabilitas

Pemasukan tidak untuk menambah asset

Pemasukan untuk menambah aset

Fokus pada profesi

Fokus pada bisnis sendiri

Mengurus bisnis milik orang lain

Mengurus bisnis milik sendiri

Mengurus bisnis orang lain terfokus pada gaji

Mengurus bisnis sendiri terfokus pada asset

Berusaha mendapatkan pekerjaan yang aman

Berusaha mendapatkan aset yang disukai

Upaya : meningkatkan gaji

Upaya : meningkatkan dan memperkokoh aset

Cepat tertarik untuk membeli barang

Menunda membeli barang, membangun asset

Visi jangka pendek

Visi jangka panjang

Ingin langsung mendapatkan hasil

Percaya pada penundaan hasil

Menyalahgunakan kekuatan penggandaan

Kekuatan penggandaan

Lompatan besar

Ambil langkah kecil, lalu tekuni
MEMBANGUN MISI, VISI, DAN SASARAN USAHA
M. Musrofi
Imajinasi lebih penting dari pada ilmu pengetahuan.- Albert Einstein

Andai saja kita diminta membangun sebuah rumah. Sesederhana apa pun rumah itu, yang pertama kali dilakukan adalah membayangkan atau berimajinasi tentang sebuah rumah. Imajinasi tersebut dituangkan ke dalam sebuah gambar. Mungkin gambar itu perlu beberapa kali diperbaiki : ditambah, dikurangi, diubah. Gambar selesai. Biaya material dan tenaga kerja dihitung. Sasaran dan target penyelesaian pembangunan rumah ditentukan. Strategi disusun: bagaimana urutan dan cara penyelesaian setiap bagian rumah. Rencana tindak (action plan) ditulis : pekerjaan apa dikerjakan siapa dimana berapa biaya dan kapan. Cetak biru rumah selesai. Lalu just do it! Jalankan saja!

Kata orang, masa depan itu diciptakan. Dan awal penciptaan adalah imajinasi dan gambaran tentang masa depan atau visi. Imajinasi merupakan modal awal bagi seseorang untuk meraih sukses yang diinginkannya. Imajinasi merupakan pemicu yang mendorong kita untuk bergerak melakukan sesuatu. Anda akan punya kekuatan untuk mencapai imajinasi. Walau Anda tidak langsung dapat meraihnya, tetapi melalui usaha yang bertahap suatu saat imajinasi, mimpi, dan fantasi akan menjadi kenyataan.

Membangun rumah diawali dengan visi. Masak membangun masa depan usaha tanpa visi? Orang yang memulai usaha dari nol, biasanya tidak mau berpikir nasib usahanya dalam jangka panjang. Yang penting jalan dan menguntungkan, begitu kira-kira yang sering ada di benak orang. Ini pun tidak masalah. Namun, jauh lebih baik apabila ada visi. Dengan visi, orang akan tekun, dan terus-menerus termotivasi menuju visi tersebut. Tanpa visi, orang hanya terfokus pada keuntungan jangka pendek. Ketika usaha kelihatan kurang menguntungkan langsung mencari-cari usaha baru. Usaha yang satu gagal, ganti usaha yang lain. Usaha yang lain gagal, ganti usaha yang lain lagi, begitu seterusnya --sampai tua! Ingatlah Thomas Alva Edison, pemegang 1.093 hak paten –suatu rekor tertinggi sebagai pemilik hak paten-- dan pendiri General Electric pernah dikeluarkan dari sekolah. Sebelum Edison bisa membuat lampu yang berpijar ternyata ia telah mencoba sekitar 10.000 (ada yang mengatakan 9.000) lampu yang gagal. Untuk menemukan aki dia telah mencoba sebanyak 50.000 kali. Kolonel Sanders, telah ditolak oleh seribu lebih toko ketika ia menawarkan resep masakan ayam goreng. Akhirnya ia begitu tersohor dengan Kentucky Fried Chicken-nya (KFC). Mesin photo copy Xerox sebelum tersohor seperti sekarang ini, pernah ditolak oleh 20 perusahaan. Walt Disney runtuh 302 kali sebelum menjadi sebuah bisnis begitu gagah dan kuat. Henry Ford mengalami kebangkrutan sebanyak 5 kali. Kegagalan berubi-tubi, tetapi mereka tetap fokus. Pepatah Cina mengatakan, “Kalau Anda tetapkan satu tujuan (fokus) dan Anda terus berupaya meraihnya, tujuan itu akan tercapai.”

Pertanyaannya : bagaimana cara membangun visi usaha? Sebelum membangun visi, sebaiknya diketahui bidang usaha –bolehlah disebut misi-- ,”Apa sebenarnya usaha kita?” Ada ilustrasi yang diungkap Michael Michalko : Theodore Vail dipecat dari Bell Telephone pada tahun 1890, ketika dia nekat bertanya kepada manajemen, “Apa sebenarnya bisnis kita?” Dia dipanggil lagi 10 tahun kemudian, yakni ketika konsekuensi dari ketiadaan jawaban atas pertanyaan tersebut terbukti –yaitu ketika Bell System, yang beroperasi tanpa definisi yang jelas, telah hanyut dalam krisis parah dan terancam diambil alih oleh pemerintah. Jawaban Theodore Vail, “Bisnis kita adalah jasa, bukan telepon.” Jawaban ini mendorong inovasi radikal dalam kebijakan bisnis Bell Telephone.

Bagaimana cara mendefinisikan bisnis kita? Untuk ini perlu dijawab dua pertanyaan: Apa jenis bidang usaha Anda? (Manufaktur, perdagangan, atau jasa). Apa jenis produk atau jasa yang dihasilkan? Dijelaskan dengan spesifikasinya.

Setelah misi usaha sudah diketahui, langkah selanjutnya adalah menggambarkan visi atau masa depan usaha yang diinginkan. Langkah-langkah membangun sebuah visi sebagai berikut:

Langkah pertama : biarkan pikiran bebas, tenang, dan jernih. Berimajinasi seolah-olah usaha telah berjalan. Seolah-olah semua aktivitas usaha berjalan baik. Harapan-harapan yang menggairahkan dan menarik dibangkitkan.

Langkah kedua : pada suatu hari yang paling sempurna, lima tahun yang akan datang, tiba-tiba pada jam 10.00 pagi, Anda dihubungi stasiun televisi ternama untuk sebuah wawancara ekslusif, karena kesuksesan usaha Anda. Dalam wawancara tersebut, apa yang akan Anda jelaskan tentang sejarah usaha Anda? Tulislah sejarah usaha Anda itu sekarang! Tulislah bagaimana Anda berjuang dari tahun ke tahun untuk membangun kesuksesan usaha tersebut. Tulislah semua itu dengan penuh keyakinan diri.

Langkah ketiga : tulislah dengan singkat maksimum 50 kata sebagai ringkasan dari apa yang telah Anda tulis pada langkah kedua tersebut, mulailah dengan kata “menjadi”. Inilah rumusan visi usaha Anda. Sebaiknya visi itu unik, merupakan ekspresi keyakinan diri, ada keyakinan kuat untuk meraihnya, dan menantang.

Untuk meraih visi perlu tahapan. Setiap tahap diungkap ke dalam tujuan. Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat diperiksa dan diukur (verifiable) apakah tujuan tersebut tercapai atau tidak. Tujuan yang verifiable memenuhi lima kriteria “SMART” (cerdas), yakni : S – Spesific : rumuskan setepat-tepatnya apa yang ingin Anda capai untuk usaha Anda secara rinci. M – Measurable : tentukan bagaimana Anda mengukur kemajuan usaha Anda, yang terpenting, Anda bisa mengetahui apakah usaha Anda telah mencapai sasaran atau belum. A – Accountability: buatlah niat bulat secara pribadi bahwa Anda bertanggungjawab bagi tercapainya sasaran usaha Anda. – Realistic: patoklah sasaran-sasaran yang ambisius namun dapat dicapai. T – Time Line : ada target waktu pencapaian.

MENYULAP MASALAH MENJADI PELUANG
M. Musrofi
Bagaimana cara mengubah masalah menjadi peluang? Tentu ada seribu satu cara. Salah satu caranya ikuti langkah-langkah berikut : Pertama, tulislah masalah Anda di secarik kertas. Kemaslah masalah dalam bentuk pertanyaan. Kedua, cegah jangan sampai mencari sebab masalah, apalagi membuat solusi. Oleh karena kalau hal ini dilakukan dengan serampangan bisa-bisa ditemui jalan buntu! Ketiga, tulislah kata acak yang Anda ingat, atau tulislah sebuah benda yang Anda lihat, benda apa saja. Keempat, tulislah berbagai hal yang terkait dengan kata tersebut. Kelima, paksakan kaitan antara masalah Anda dengan berbagai hal yang terkait dengan kata Anda. Keenam, tulislah ide-ide Anda. (Langkah-langkah tersebut merupakan kombinasi dari “Pikiran Brutal” dalam Thinkertoys karangan Michael Michalko dan InnovAction oleh Dennis Shewoord). Berikut kasus nyata bagaimana mengubah masalah menjadi peluang.

Kasus Nyata Pertama
Ervianto, pemilik dan pimpinan perusahaan mebel ekspor menemui saya,”Mas, tolong carikan investor. Saya ada order baru nih. Saya tidak punya modal (kerja). Pinjam bank sudah tidak bisa, sertifikat tanah sudah masuk bank.” Apa yang dikatakan Ervi tersebut adalah masalah (ada order baru), sebab masalah (tidak ada modal kerja), dan solusi (cari investior). Mari kita fokuskan pada masalahnya saja, lalu ikuti keenam langkah di atas : pertama, rumusan masalah,”Bagaimana cara mengatasi order baru?” Kedua, tahan jangan mencari sebab masalah. Ketiga, ketika dihadapkan pada masalah itu, saya melihat tempat sampah. Spontan saya tulis “sampah”. Keempat, saya tulis hal-hal yang terkait dengan sampah : dibuang, daur ulang, dipilah (sampah organik dan anorganik), sumber penyakit, bau tidak sedap. Kelima, saya buat analogi dan asosiasi dari hal-hal yang berkaitan dengan sampah lalu saya paksa kaitkan dengan masalah Ervianto tersebut :

Dibuang (sampah dibuang). Kata “dibuang” menghasilkan ide : order itu dikesampingkan dulu, atau order itu dikaji ulang : apa benar menguntungkan? Dari sini, saya menanyakan order tersebut pada Ervi. Ternyata order baru adalah garden furniture. Padahal selama ini perusahaan memproduksi indoor furniture, dimana proses produksi garden furniture jauh berbeda dan lebih kompleks dibandingkan indoor furniture.
Daur ulang sampah. Kata “daur ulang” memunculkan ide : kalau ada barang setengah jadi yang ditolak (reject) dirakit, lalu dijual ke pasar lokal dengan harga murah. Begitu juga barang jadi yang reject, dijual di pasar lokal. Hasil penjualan untuk memperkuat modal kerja. Dua ide ini layak dilakukan, karena tdi perusahaan banyak tumpukan barang setengah jadi dan barang jadi yang reject.
Dipilah. Kata “dipilah” memicu ide : pemilahan atau pemisahan proses produksi order baru dengan order lama, bahkan dengan pembentukan PT (Perseroan Terbtas) baru. Cara ini lebih menarik minat investor, dari pada investor hanya diposisikan sebagai penyedia dana saja tanpa terlibat didalam perusahaan.
Sumber penyakit (lalat pembawa penyakit). Kata “terbang” menghasilkan ide : ke sana ke mari mencari informasi tentang sumber permodalan selain bank dan investor individual, misalnya Depkop dan UKM, dan BUMN (PT TELKOM, PT PLN, PT ANGKASA PURA, dsb.).
Bau tidak sedap. Kata “bau” saya kaitkan dengan “mengetahui”, “mengenal”. Bagaimana agar perusahaan yang berprospek bagus tersebut dikenal berbagai sumber permodalan. Ide : membuat prospektus sederhana sebagai alat komunikasi dengan berbagai sumber permodalan.
Langkah keenam, saya tulis semua ide: 1) Kaji ulang keuntungan dan kerugian menerima order baru. 2) Barang setengah jadi yang reject dirakit, lalu dijual di pasar lokal. 3) Barang jadi yang reject yang menumpuk di gudang dijual di pasar lokal. 4) Pembentukan perusahaan (PT) baru. 5) Pembuatan prospektus. 6) Mencari informasi ke Depkop dan BUMN.

Kasus Nyata Kedua

Rekan saya (Agus) adalah asisten laboratorium komputer di sebuah politeknik (dia tidak bisa menjadi dosen karena lulusan D3). Dia mengeluh,”Saya bingung. Politeknik menerapkan aturan baru yang ketat : tidak boleh pulang atau keluar kampus sebelum jam 16.00. Akibatnya saya tidak dapat tambahan pendapatan, karena saya tidak bisa nyambi menerima service komputer di luar kampus, pada jam kosong. Mau keluar (dari politeknik), tidak punya lagi gaji tetap, sudah beristri soalnya…”

Agus menghadapi jalan buntu, justru karena ia telah menetapkan sebab masalah (yakni tidak bisa nyambi service komputer). Saran apa yang saya berikan ke Agus? Ketika itu di meja saya ada Majalah “Entrepreneur” (ME). Spontan saya tulis kertas kosong: “majalah ME” dan hal-hal yang ada di majalah tersebut : terbit sebulan sekali, entrepreneur, sampul didominasi warna gelap, ada warna merah, ada warna kuning, 54 halaman. Lalu saya kembangkan kesamaan dan saya paksa kaitkan dengan masalah Agus :

Terbit sebulan sekali. Kata “terbit”, memunculkan ide : buat dan terbitkan buku praktis tentang reparasi hardware dan software komputer. Naskah buku dibuat di kampus, pada jam kosong, tidak perlu keluar kampus.
Majalah “Entrepreneur”. Kata entrepreneur memunculkan ide : Agus agar sering membaca biografi / outobiografi para entrepreneur untuk membangkitkan jiwa wirausaha.
Warna gelap ME. Kata “gelap” dianalogikan dengan bingung, tidak tahu arah. Hal ini memunculkan ide : agar Agus membuat visi diri (menjadi apa setahun atau lima tahun dari sekarang).
Warna merah pada ME. Merah identik dengan berani, memunculkan ide: Agus harus berani mengambil keputusan untuk memilih : tetap menjadi asisten atau keluar menjadi entrepreneur.
Warna kuning di ME, mengingatkan saya pada burung kepodang. Burung terbang ke sana ke mari, saya analogikan bahwa Agus harus terus menambah pengetahuan dan keterampilan dari berbagai sumber.
Jadi ide-ide untuk Agus : 1) Mengarang buku tentang komputer, lalu diterbitkan. 2) Membaca biografi / otobiografi entrepreneur sukses. 3) Berani mengambil keputusan. 4) Membuat visi diri. 5) Selalu menambah pengetahuan dan keterampilan.

Selamat mengubah masalah menjadi peluang!
SUMBER:POTENSIPRENEUR