PENGANTAR ILMU GEOGRAFI
1. Pengertian Geografi dan Geografi Lingkungan
Sebelum mendefinisikan geografi lingkungan (environmental geography), sangat berguna untuk memandang terlebih dulu konsep geografi secara umum. Salah satu kesalahan konsep yang umum terjadi adalah memandang geografi sebagai studi yang sederhana tentang nama-nama suatu tempat. Implikasi dari pemahaman seperti itu menyebabkan terjadinya reduksi terhadap hakekat geografi. Geografi menjadi pengetahuan untuk menghafalkan tempat-tempat dimuka bumi, sehingga bidang ini menjadi kurang bermakna untuk kehidupan. Geografi sering juga dipandang identik dengan kartografi atau membuat peta. Dalam prakteknya sering terjadi para geograf sangat trampil dalam membaca dan memahami peta, tetapi tidak tepat jika kegiatan membuat peta sebagai profesinya.
Kata geografi berasal dari geo=bumi, dan graphein=mencitra. Ungkapan itu pertama kali disitir oleh Eratosthenes yang mengemukakan kata “geografika”. Kata itu berakar dari geo=bumi dan graphika=lukisan atau tulisan. Jadi kata geographika dalam bahasa Yunani, berarti lukisan tentang bumi atau tulisan tentang bumi. Istilah geografi juga dikenal dalam berbagai bahasa, seperti geography (Inggris), geographie (Prancis), die geographie/die erdkunde (Jerman), geografie/ aardrijkskunde (Belanda) dan geographike (Yunani).
Bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk mengenali lingkungan di permukaan bumi. Pengenalan itu diawali dengan mengunjungi tempat-tempat secara langsung di muka bumi, dan berikutnya menggunakan peralatan dan teknologi yang makin maju. Sejalan dengan pengenalan itu pemikiran manusia tentang lingkungan terus berkembang, pengertian geografi juga mengalami perubahan dan perkembangan. Pengertian geografi bukan sekedar tulisan tentang bumi, tetapi telah menjadi ilmu pengetahuan tersendiri disamping bidang ilmu pengetahuan lainnya. Geografi telah berkembang dari bentuk cerita tentang suatu wilayah dengan penduduknya menjadi bidang ilmu pengetahuan yang memiliki obyek studi, metode, prinsip, dan konsep-konsep sendiri sehingga mendapat tempat ditengah-tengah ilmu lainnya.
Berkaitan dengan kemajuan itu, konsep geografi juga mengalami perkembangan. Ekblaw dan Mulkerne mengemukakan, bahwa geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi dan kehidupannnya, mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan yang kita konsumsi, pakaian yang kita gunakan, rumah yang kita huni dan tempat rekreasi yang kita nikmati.
Bintarto (1977) mengemukakan, bahwa geografi adalah ilmu pengetahuan yang mencitra, menerangkan sifat bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur bumi dalam ruang dan waktu.
Hasil semlok peningkatan kualitas pengajaran geografi di Semarang (1988) merumuskan, bahwa geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan dalam konteks keruangan.
James mengemukakan geografi berkaitan dengan sistem keruangan, ruang yang menempati permukaan bumi. Geografi selalu berkaiatan dengan hubungan timbal balik antara manusia dan habitatnya.
| |
Berdasarkan telaah terhadap konsep tersebut penulis berpendapat, bahwa geografi merupakan studi yang mempelajari fenomena alam dan manusia dan keterkaitan keduanya di permukaan bumi dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Dalam pengertian itu beberapa aspek yang esensial, yaitu (1) adanya hubungan timbal balik antara unsur alam dan manusia (reciprocal). (2) Hubungan itu dapat bersifat interelatif, interaktif, dan intergratif sesuai dengan konteksnya. (3) cara memadang hubungan itu berisifat keruangan.
Berdasarkan konsep tersebut, studi Geografi bekaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
Dalam kata yang lain, Geografi mempelajari penyebaran keruangan dari sesuatu (bahasa, kegiatan ekonomi, pencemaran, rote transportasi, tanah, iklim, dan dan fenomena lainnya) untuk menemukan mengapa fenomena itu menyebar sebagaimana adanya. Geografi selanjutnya mencoba untuk menggambarkan terjadinya distribusi itu, dan dengan pemahaman itu dapat mengusulkan pemecahan masalah yang terjadi.
| |
Preston James mencoba untuk memecahkan pertanyaan apakah geografi dengan memberikan batasan geografi menjadi empat tradisi utama, yaitu:
Keberadaan geografi lingkungan tak terlepas dari masalah lingkungan, khsususnya hubungan antara pertumbuhan penduduk, konsumsi sumberdaya, dan peningkatan intensitas masalah akibat ekploitasi sumberdaya yang berlebihan. Geografi lingkungan dapat memberikan kombinasi yang kuat perangkat konseptual untuk memahami masalah lingkungan yang kompleks.
Geografi lingkungan cenderung pada geografi manusia atau intergrasi geografi manusia dan fisik dalam memahami perubahan lingkungan global. Geografi lingkungan menggunakan pendekatan holistik. Geografi lingkungan melibatkan beberapa aspek hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan. Untuk memahami masalah-masalah lingkungan tidak mungkin tanpa pemahaman proses ekonomi, budaya, demografi yang mengarah pada konsumsi sumberdaya yang meningkat dan generasi yang merosot. Kebanyakan proses tersebut kompleks dan tranasional. Solusi potensial hanya dengan memahami fungsi siklus biokimia (sirkulasi air, karbon, nitrogen, dan sebagainya) dan juga teknologi yang digunakan manusia untuk campur tangan pada siklus itu.
Atas dasar perspektif tersebut, dapat disarkan bahwa geografi lingkungan merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan fenomena alam (fisis) maupun manusia di permukaan bumi. (Environmental geography is the scientific study ot the location and spatial variation in both physical and human phenomena of Earth) (James Hayes-Bohanan).
2. Obyek Geografi
| |
Setiap disiplin ilmu memilki obyek yang menjadi bidang kajiannya.
Obyek bidang ilmu tersebut berupa obyek matrial dan obyek formal. Obyek material berkaitan dengan substansi materi yang dikaji, sedangkan obyek formal berkaitan dengan pendekatan (cara pandang) yang digunakan dalam menganalisis substansi (obyek material) tersebut.
Pada obyek material, antara bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu yang lain dapat memiliki substansi obyek yang sama atau hampir sama.Obyek material ilmu geografi adalah fenomena geosfer, yang meliputi litosfer, hidrosfer, atmosfer, biosfer, dan antroposfer. Obyek materal itu juga menjadi bidang kajian bagi disiplin ilmu lain, seperti geologi, hidrologi, biologi, fisika, kimia, dan disiplin ilmu lain. Sebagai contoh obyek material tanah atau batuan. Obyek itu juga menjadi bidang kajian bagi geologi, agronomi, fisika, dan kimia.
Oleh karena itu untuk membedakan disiplin ilmu yang satu dengan disiplin ilmu yang lain dapat dilakukan dengan menelaah obyek formalnya. Obyek formal geografi berupa pendekatan (cara pandang) yang digunakan dalam memahami obyek material. Dalam konteks itu geografi memilki pendekatan spesifik yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain. Pendekatan spesifik itu dikenal dengan pendekatan keruangan (spatial approach). Selain pendekatan keruangan tersebut dalam geografi juga dikenali adanya pendekatan kelingkungan(ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach).
| |
3. Prinsip Geografi
Prinsip merupakan dasar yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan suatu fenomena atau masalah yang terjadi. Prinsip juga berfungsi sebagai pegangan/pedoman dasar dalam memahami fenomena itu. Dengan prinsip yang dimiliki, gejala atau permasalahan yang terjadi secara umum dapat dijelaskan dan dipahami karakteristik yang dimilikinya dan keterkaitan dengan fenomena atau permasalahan lain.
Setiap bidang ilmu memiliki prinsip sendiri-sendiri. Ada kemungkinan satu atau beberapa prinsip bidang ilmu itu memiliki kesamaan dengan prinsip bidang ilmu yang lain, tetapi juga ada kemungkinan berbeda sama sekali. Dalam bidang geografi dikenali sejumlah prinsip, yaitu: prinsip penyebaran, prinsip interelasi, prinsip deskripsi dan prinsip korologi.
4. Konsep Esensial Geografi
Konsep merupakan pengertian yang menunjuk pada sesuatu. Konsep esensial suatu bidang ilmu merupakan pengertian-pengertian untuk mengungkapan atau menggambaran corak abstrak fenomena esensial dari obyek material bidang kajian suatu ilmu. Oleh karena itu konsep dasar merupakan elemen yang penting dalam memahami fenomena yang terjadi.
Dalam geografi dikenali sejumlah konsep esensial sebagai berikut.
Menurut Whiple ada lima konsep esensial, yaitu:
Dalam mengungkapkan konsep geografi itu harus selalu dihubungkan dengan penyebarannya, relasinya, fungsinya, bentuknya, proses terjadinya, dan lain-lain sebagainya. Sebagai contoh ungkapan konsep “variasi cara hidup” setidaknya harus terabstraksikan mata pencaharian penduduk, proses terbentuknya mata pencaharian itu, penyebaran mata pencaharian itu, jumlah penduduk yang bekerja pada masing-masing mata pencaharian itu, dan dinamika mata pencaharian itu.
Menurut J Warman ada lima belas konsep esensial, yaitu:
Dengan menggunakan konsep-konsep tersebut dapat diungkapkan berbagai gejala dan berbagai masalah yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Penggunaan konsep itu akan memudahkan pemahaman terhadap sebab akibat, hubungan, fungsi, proses terjadinya gejala dan masalah sehari-hari. Selanjutnya dari kenyataan itu dikembangkan menjadi satu abstraksi, disusun model-model atau teori berkaitan dengan gejala, masalah dan fakta yang dihadapi. Jika ada satu masalah dapat dicoba disusun model alternatif pemecahannya. Sedangkan jika yang dihadapi suatu kenyaan kehidupan yang perlu ditingkatkan tarapnya, maka dapat disusun model dan pola pengembangan kehidupan itu. Dari berbagai konsep itu dapat disusun suatu kaidah yang tingkatnya tinggi dan berlaku secara umum yang disebut generalisasi.
5. Ruang Lingkup Geografi
Studi geografi mencakup analisis gejala manusia dan gejala alam. Dalam studi itu dilakukan analisis persebaran-interelasi-interaksi fenomena atau masalah dalam suatu ruang.
Menurut Rhoad Murphey ruang lingkup geografi sebagai berikut. (1) distribusi dan hubungan timbal balik antara manusia di permukaan bumi dengan aspek-aspek keruangan permukiman penduduk dan kegunaan dari bumi. (2) hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungan fisiknya sebagai bagian studi perbedaan area. (3) kerangka kerja regional dan analisis wilayah secara spesifik.
Berdasarkan uraian tersebut terlihat, bahwa ruang lingkup geografi tidak terlepas dari aspek alamiah dan aspek insaniah yang menjadi obyek studinya. Aspek itu diungkapkan dalam satu ruang berdasarkan prinsip-prinsip penyebarannya, relasinya, dan korologinya. Selanjutnya prinsip relasi diterapkan untuk menganalisis hubungan antara masyarakat manusia dengan lingkungan alamnya yang dapat mengungkapkan perbedaan arealnya, dan penyebaran dalam ruang. Akhirnya prinsip, penyebaran, dan korologi pada studi geografi dapat mengungkapkan karakteristik suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya sehingga terungkap adanya region-region yang berbeda satu sama lain.
Untuk mengunkanpan fenomena atau permasalahan yang terjadi digunakan pertanyaan-pertanyaan geografi. Untuk pertanyaan what? Geografi dapat menunjukkan fenomena apa yang terjadi? Untuk pertanyaan when, geografi dapat menunjukkan kapan peristiwa itu terjadi. Untuk pertanyaan where? Geografi dapat menunjukkan lokasi terjadinya peristiwa. Untuk pertanyaan why? Geografi dapat menunjukkan relasi-interelasi-interaksi-integrasi gejala-gejala itu sebagai faktor yang tidak terlepas satu sama lain. Untuk pertanyaan how? Geografi dapat menunjukkan kualaitas dan kuantitas gejala dan interelasi/interaksi gejala-gejala tadi dalam ruang yang bersangkutan.
6. Hakekat Geografi
Untuk mendapat konsep yang lebih mendalam dalam uraian berikut akan dibahas hakekat geografi. Menurut Karl Ritter bahwa geografi mempelajari bumi sebagai tempat tinggal manusia. Dalam konsep itu, sebagai tempat tinggal manusia berkenaan dengan ruang yang memiliki struktur, pola, dan proses yang terbentuk oleh aktivitas manusia.
Selain itu konsep “tempat tinggal manusia” tidak hanya terbatas pada permukaan bumi yang ditempati oleh manusia, tetapi juga wilayah-wilayah permukaan bumi yang tidak dihuni oleh manusia sepanjang tempat itu penting artinya bagi kehidupan manusia.
Bertitik tolak pada pemikiran itu studi geografi meluputi segala fenomena yang terdapat dipermukaan bumi, baik alam organik maupun alam anorganik yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia. gejala organik dan anorganik itu dianalisis peyebarannya, perkembangannya, interelasinya, dan interaksinya.
Sebagai suatu bidang ilmu, geografi selalu melihat fenomena dalam konteks ruang secara keseluruhan. Gejala dalam ruang diperhatikan secara seksama. Perhatian itu dilakukan dengan selalu mengkaji faktor alam dan faktor manusia, dan keterkaitan keduanya yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan. Gejala – interelasi- interaksi – integrasi keruangan menjadi hakekat kerangka kerja utama geografi. Kerangka analisisnya selalu menggunakan pertanyaan geografi.
7. Klasifikasi dan Cabang-Cabang Geografi
Disiplin ilmu geografi memiliki cakupan obyek yang luas. Obyek itu mencakup fenomena alam dan manusia, dan keterkaitan antar keduanya.Untuk mempelajari obyek yang demikian luas tumbuh cabang-cabang geografi yang dapat memberikan analisis secara mendalam terhadap obyek yang dipelajarinya. Cabang-cabang ilmu geografi dapat dirinci sebagai berikut.
Menurut Huntington, geografi terbagi empat cabang, yaitu:
Menurut Muller dan Rinner, cabang-cabang geografi terdiri atas:
Menurut Hagget, cabang geografi dapat diuraikan sebagai berikut.
Dalam pengkajian gejala dan masalah geografi harus selalu terpadu. Walaupun geografi fisik mengkaji aspek fisik, tetapi selalu mengkaitkannya dengan aspek manusia dalam suatu “ruang”. Sebaliknya geografi manusia selalu mengkaitkan dirinya dengan aspek-aspek fisik geografi. Geografi akan kehilangan “jati dirinya” jika tidak terjadi konsep keterpaduan.
Dalam tataran sistematika tersebut, geografi lingkungan merupakan bagian dari geografi regional. Karena, dalam perspektif bidang ini memberi tekanan pada hubungan antara manusia dengan lingkungannya sehingga terlihat karakteristk lingkungan di wilayah tersebut.
8. Pendekatan-Pendekatan Geografi
Geografi merupakan pengetahuan yang mempelajarai fenomena geosfer dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Berdasarkan definisi geografi tersebut ada dua hal penting yang perlu dipahami, yaitu:
Mendasarkan pada obyek material ini, geografi belum dapat menunjukan jati dirinya. Sebab, disiplin ilmu lain juga memiliki obyek yang sama. Perbedaan geografi dengan disiplin ilmu lain terletak pada pendekatannya. Sejalan dengan hal itu Hagget (1983) mengemukakan tiga pendekatan, yaitu:
SUMBER: GEOENVIRON
a. Pendekatan Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess) (Yunus, 1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features), (2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk ruang. Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam hal agihan keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern, random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985; Yunus, 1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang (linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern), kenampakan membulat (rounded pattern), empat persegi panjang (rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus shape pattern), kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa gabungan dari beberapa yang ada. Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka selalu disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dana ruang. Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu terkait dengan dengan dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal ini minimal harus ada dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar analisis terhadap fenomena yang dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan sebagai berikut.
“....belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu terjadi di kawasan hulu sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan proses keruangan kawasan hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah itu, pada tahap kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan zona-zona berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai, landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona tersebut untuk keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk konservasi, penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung dapat dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman pertanian pada zona yang sesuai.
Studi fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk di wilayah hulu sungai Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis mata pencahariannya, tingkat pendidikannya, ketrampilan yang dimiliki, dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat. Jenis tanaman apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya, pemeliharaannya, dan pemanfaatannya. Dengan pendekatan itu terlihat interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi alam dan manusia di situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah longsor.
b. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach).
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi
ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3) mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4) menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan yang terjadi.
Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang penting untuk memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat dipahami secara holistik sehingga pemecahan terhadap masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik.
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan elemen di wilayah itu. Permasalahan itu terkait dengan elemen di wilayah lain, sehingga keterkaitan antar wilayah tidak dapat dihindarkan. Selain itu, setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan memberikan analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan secara lebih luas dan kompleks pula.
Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif dengan menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan kombinasi antara pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat multivariate, maka kajian bersifat hirisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang bersifat vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan hubungan fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah, sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan yang multivariate juga.
Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
9. Paradigma dalam Geografi
Pengertian paradigma secara komprehensif yaitu merupakan kesamaan pandang keilmuan yang didalamnya tercakup asumsi-asumsi, prosedur-prosedur dan penemuan-penemuan yang diterima oleh sekelompok ilmuan dan secara berbarengan menentukan corak/pola kegiatan ilmiah yang tetap. Selain itu, paradigma juga diartikan sebagai keseluruhan kumpulan (konstelasi) kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) dan sebagainya yang dianut warga suatu komunitas tertentu.
Menurut Harvey dan Holly pengertian paradigma dibedakan atas tiga macam pengertian yaitu:
Dari segi ini ternyata geografi sosial sebagai ilmu telah mengalami berbagai periode perkembangannya. Masing-masing periode menunjukkan kesamaan karakter persepsi terhadap apa yang disebut sebagai suatu Paradigma.
Contoh paradigma dalam geografi sosial antara lain yaitu :
Sebenarnya perkembangan keilmuan yang terjadi pada ilmu pengetahuan bersifat evolutif dan berjalan melalui kurun waktu yang relatif panjang sehingga perkembangan-perkembangan yang telah berkembang sebelumnya, sejalan dengan perkembangan kualitas ilmu pengetahuan beserta alat-alat bantu penelitian dan analisisnya.
10. Periode Perkembangan Paradigma-paradigma Tradisional
Pada masa paradigma tradisional muncul 3 macam paradigma dalam studi geografi. Secara garis besarnya dimulai sebelum tahun 1960-an, antara lain:
Masing-masing paradigma ini menunjukkan sifat-sifatnya sendiri dan produknya yang merupakan pencerminan perkembangan suatu tuntutan kehidupan serta pencerminan perkembangan teknologi penelitian serta analisis yang ada.
a. Paradigma eksplorasi
Menunjukkan proses perkembangan awal dari pada “geographical thought” yang pernah dikenal arsipnya. Kekuasaan paradigma ekplorasi ini terlihat dari upaya pemetaan-pemetaan, penggambaran-penggambaran tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta dasar yang berhubungan dengan daerah-daerah baru. Dari kegiatan inilah kemudian muncul tulisan-tulisan atau gambaran-gambaran, peta-peta daerah baru yang sangat menarik dan menumbuhkan motivasi yang kuat bagi para peneliti untuk lebih menyempurnakan produk yang sudah ada, baik berupa tulisan maupun peta-petanya.
Penemuan-penemuan daerah baru yang sebelumnya belum banyak dikenal oleh masyarakat barat mulai bermunculan pada saat itu. Sifat dari pada produk yang dihasilkan berupa deskriptif dan klasifikasi daerah baru beserta fakta-fakta lapangannya. Suatu hal yang mencolok adalah sangat terbatasnya latar belakang teoritis yang mendasari penelitian-penelitian yang dilaksanakan. Inilah sebabnya ada beberapa pihak yang menganggap bahwa untuk menyebut perkembangan “geographical thought” atau pikiran/ gagasan secara geografi sebagai suatu deskripsi sederhana tentang apa yang diketahui dan dihasilkan dari pengaturan (ordering) dan klasifikasi (classification) data yang masih sangat sederhana.
b. Paradigma Environmentalisme
Paradigma ini muncul sebagai perkembangan selanjutnya dari metode terdahulu. Pentingnya sajian yang lebih akurat dan detail telah menuntut peneliti-peneliti pada masa ini untuk melakukan pengukuran-pengukuran lebih mendalam lagi mengenai elemen-elemen lingkungan fisik dimana kehidupan manusia berlangsung. Paradigma ini terlihat mencuat pada akhir abad sembilan belas, dimana pendapat mengenai peranan yang besar dari “lingkungan fisik” terhadap pola-pola kegiatan manusia di permukaan bumi bergaung begitu lantang (geographical determinism). Bahkan, sampai pertengahan abad dua puluh saja, ide-ide ini masih terasa gemanya.
Bentuk-bentuk analisis morfometrik dan analisis sebab-akibat mulai banyak dilakukan. Dalam beberapa hal “morphometric analysis” pada taraf mula ini berakar pada “cognitive description”dimana pengembangan sistem geometris, keruangan dan koordinat yang dikerjakan telah membuahkan sistematisasi dan klasifikasi data yang lebih lengkap, akurat dibandingkan dengan tehnik-tehnik terdahulu.
Muncul analisis newtwork untuk mempelajari pola dan bentuk-bentuk kota misalnya, merupakan salah satu contohnya dan kemudian sampai batas-batas tertentu dapat digunakan untuk membuat prediksi (model-model prediksi)dan simulasi. Untuk ini, karya Walter Christaller (1993) merupakan contoh yang baik. Upaya untuk menjelaskan terkondisinya fenomena-fenomena tertentu, khususnya “human phenomena” oleh elemen-elemen lingkungan fisik mulai dikerjakan lebih baik dan sistematik. Akar daripada latar belakang analisis hubungan antara manusia dan lingkungan alam bermulai disini.
Perkembangannya kemudian nampak bahwa analisis hubungan antara manusia dengan lingkungan alam telah memunculkan bentuk-bentuk lain di dalam menempatkan manusia pada ekosistem. Manusia tidak lagi sepenuhnya didekte oleh lingkungan alam tetapi manusia mempunyai peranan yang lebih besar lagi di dalam menentukan bentuk-bentuk kegiatannya di permukaan bumi (geographical possibilism dan probabilism).
c. Paradigma Regionalisme
Perkembangan terakhir dari periode paradigma tradisional adalah paradigma Regionalisme. Disini nampak unsur “fact finding tradition of exploration” di satu sisi dan upaya memunculkan sistesis hubungan manusia dan lingkungannya di sisi lain nampak mewarnai paradigma ini. Konsep-konsep region bermunculan sebagai dasar pengenalan ruang yang lebih detail.
Wilayah ditinjau dari segi tipenya (formal and functional regions) wilayah ditinjau dari segi hirarkinya (the 1st order, the 2nd order, the3rd order, etc. Regions) dan wilayah ditinjau dari segi kategorinya (single topic, duoble topic, combine topic, multiple topic, total, regions) adalah beberapa contoh konsep-konsep yang muncul sejalan dengan berkembangnya paradigma regionalisme ini, dalam membantu analisis. Disamping itu “temporal analysis” sebagai salah satu bentuk “causal analysis” berkembang pula pada periode ini (Rostow, 1960; Harvey, 1969).
12. Periode Perkembangan Paradigma-Paradigma Kontemporer
Pada masa ini mulai terjadi perkembangan baru di bidang metode analisis kuantitatif dan “model building”. Perkembangan paradigma geografi pada msa ini juga disebut sebagai periode paradigma analisis keruangan (the spatial analysis paradigm). Coffey (1981) mengemukakan tentang ciri-ciri paradigma geografi kontemporer antara lain yaitu adanya sinyalemen bahwa salah satu ciri daripada geografi kontemporer adalah adanya kecenderungan spesialisasi yang dikhawatirkan akan menjauh dari fitrah geografi sendiri. Hal ini ternyata sejalan dengan apa yang masing-masing spesialisasi ini menjadi sedemikian terpisah atau salah satu sama lain sehingga hubungan intelektualnya pudar.
Kemudian dikemukakan pula bahwa untuk mengatasi agar bahaya yang disinyalir oleh para pakar mengenai pudarnya fitrah geografi adalah dengan pendekatan sistem, khususnya spatial system approach. Untuk sampai ke arah ini, dengan sendirinya pengetahuan dasar mengenai sistem sendiri harus dimiliki oleh mahasiswa geografi. Pada masa ini functional analysis, ecological analysis dan system analysis berkembang dengan baik pula sejalan dengan inovasi daripada teknik-teknik dan metode analisis (Holt-Jensen, 1980).
Ide untuk kembali ke fitrah geografi memang berulang-ulang didengungkan oleh para pakar. Hal ini memang wajar sekali karena telah disinyalir munculnya penyimpangan-penyimpangan yang dianggap mengaburkan ciri khas geografi itu sendiri. Selama perkembangannya, ada dua gerakan munculnya ide sintesis ini. Gerakan pertama kali dikemukakan oleh Ritter dimana studi Geografi tidak lain dianggap sebagai suatu “regional synthesis”. Semua fenomena dianggap berhubungan satu sama lain dan masing-masing mempunyai peranannya yang khas dalam satu perangkat sistem. Untuk itulah geografiwan harus mempelajari sintesis daripada gejala-gejala yang ada pada suatu wilayah dan yang mengungkapkan apa yang disebut sebagai “wholeness”. Ide pendekatan sistem memang tidak dapat dipisahkan dari pemikiran-pemikiran ini.
Konsep sintesis baru dikemukakan oleh Peter Haggett (1975) di dalam karyanya yang berjudul “Geography : A Modern Synthesis”. Sintesis baru ini berusaha merangkum beberapa pendekatan terdahulu sampai saat ini dengan memberi warna yang lebih fleksibel sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan di bidang teknologi.
13. Arti Penting Pendekatan dalam Paradigma Geografi
Dalam menghampiri, menganalisis gejala dan permasalahan suatu ilmu (sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan (approach method). Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk membedakan kajian geografi dengan ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode pendekatan ini terbagi 3 macam bentuk pendekatan antara lain: pendekatan keruangan, pendekatan ekologi/kelingkungan dan pendekatan kewilayahan.
Pendekatan keruangan, pendekatan kelingkungan dan pendekatan kewilayahan dalam kerjanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan yang terpadu inilah yang disebut pendekatan geografi. Jadi fenomena, gejala dan masalah ditinjau penyebaran keruangannya, keterkaitan antara berbagai unit ekosistem dalam ruang. Penerapan pendekatan geografi terhadap gejala dan permasalahan dapat menghasilkan berbagai alternatif-alternatif pemecahan masalah.
14. Tantangan Geografi Ke Depan
a. Dampak Teknologi Komunikasi dan Internet
Sekiar tahun 1990 beredar buku megatrend 2000. Dalam buku itu Naibit dan Arburdense (1990) mensinyalair ada sepuluh kecenderungan (trend) yang akan terjadi pada tahun 2000-an, yaitu:
Bedasarkan ramalan itu tampak bahwa dewasa ini terjadi perubahan dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi. Informasi telah menjadi bagian penting bagi individu, masyarakat dan negara. Informasi merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari untuk pengambilan keputusan.
Keberadaan masyarakat informasi dewasa ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi komuniasi dan internet. Integrasi kedua teknologi itu telah melipatkan gandakan informasi dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang cepat. Intergrasi teknologi komputer dengan teknologi komunikasi itu telah mewujudkan suatu jaringan besar antar warga negara tanpa harus diikat dengan batas-batas negara yang bersangkutan (bordeless).
Teknologi itu telah mampu membuktikan sebagai wahana untuk mengolah (procesess) data menjadi informasi dengan cepat. Selain itu teknologi itu juga telah mampu digunakan sebagai infrastruktur untuk pengiriman data atau informasi secara cepat, murah dan praktis.
Disiplin geografi merupakan salah satu bidang ilmu yang memerlukan infrastruktur untuk mengolah data geografis menjadi informsi geografi secara cepat. Informsi geografi hasil prosesing itu dibutuhkan oleh berbagai bidang untuk pengembangan wilayah, konsrvasi sumburdaya, penataan ruang, dan sebagainya.
Dalam mempelajari obyeknya, disiplin geografi menggunakan pendekatan keruangan. Dalam pendekatan itu struktur, pola dan proses keruangan harus dapat dipelajari dengan baik dan cepat.
Untuk mempelajari aspek keruangan seperti itu teknologi komputer telah menyediakan program-program analisis keruangan yang makin praktis dan mudah dioperasikan. Dengan kemudahan itu informasi geografi dapat lebih cepat dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Dengan teknolgi internet informasi dapat dengan mudah dan cepat dikirim keseluruh penjuru dunia. Hal itu tidak hanya bermakna untuk penyebaran informasi, tetapi juga untuk memberikan paradigma baru dalam pengelolaan lingkungan menuju keberlanjutan. Sebagaimana permasalahan lingkungan dewasa ini yang paling serius adalah mewujudkan keberlanjutannya.
Dengan kehadiran komputer sebagai komponen teknologi informasi proses analisis dan integrasi yang rumit kalau dikerjakan secara manual akan menjadi mudah, cepat dan akurat (Sutanto, 2000). Oleh karena itu dalam 2 (dua) dekade belakangan ini peran teknologi informasi dalam aplikasi ilmu geografi berkembang dengan cepat dan mejadi kebutuhan yang penting bagi setiap warganegara untuk mengelola wilayah dan sumberdayanya. Pemanafaatan teknologi informasi dlam aplikasi ilmu geografi dikenana dengan Sistem Informasi geografi (SIG). SIG dewasa ini telah berkembang dengan pesat karena didukung dengan teknologi pengindraan jauh (inderaja) dan Global Posistion System (GPS).
|
18 September 2012
PENDEKATAN,HAKEKAT,RUANG LINGKUP,KONSEP,PRINSIP,OBYEK GEOGRAFI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar