Dalam aplikasinya terhadap terapan ilmu perencanaan wilayah dan kota, ilmu analisis lokasi dan pola keruangan dibutuhkan dalam pengembangan planner skill’s untuk menentukan apakah lokasi yang akan direncanakan pembangunannya sudah tepat atau tidak. Dan untuk analisis pola keruagan sendiri berhubungan dengan estetika suatu lokasi yang telah terbangun. Hal ini mengarah pada penguasaan teori-teori dasar tentang lokasi maupun pola keruangan. Pada dasarnya teori lokasi dipaparkan dalam berbagai versi oleh beberapa ilmuwan. Pola ruang merupakan ilmu yang berhubungan dengan estetika yang dapat dinilai dari segi arsitektural dan penempatan lokasinya.
Pengertian lokasi dijabarkan oleh Von Thunen (1783-1850). Beliau mengungkapkan bahwa di daerah tempat tinggalnya komoditas pertanian diusahakan menurut pola tertentu. Jadi dengan memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut mencakup keawetan, berat, dan harga barang dari komoditas pertanian tersebut. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa lokasi sebagai variable terikat yang mempengaruhi variable bebasnya seperti urban growth, perekonomian, politik, bahkan budaya masyarakat (gaya hidup). Von Thunen juga menerbitkan buku berjudul “Ideal State” yang isinya menjabarkan tentang asumsi-asumsinya terhadap teori lokasi tersebut.
Ada beberapa asumsi tentang pengantar teori lokasi tersebut yang dihubungkan pada beberapa kasus. Misalnya, penglokasian dalam kaitannya dengan penjabaran teori penggunaan lahan dalam struktur keruangan, perbandingan antara ruang 3 dimensi dan lahan 2 dimensi (Kohl). Lahan sebagai sumber kekayaan yang berhubungan dengan popolasi dan urban growth (Henry George). Sewa dan kegunaan dalam kaitannya dengan model-model penggunaan lahan ( A. Marshall).
Analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitik beratkan pada tiga unsur jarak (distance), kaitan (interaction) dan gerakan (movement), tujuan dari analisis keruangan adalahuntuk menentukan kondisi eksisting yang ada sudah sesuai dengan struktur keruangan, dan menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu hubungan antara ekonomi dan interaksi keruangan, aksesibilitas suatu wilayah untuk dijangkau, dan hambatan interaksi, hal ini didasarkan oleh adanya tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta adanya hirakri diantara tempat-tempat tersebut. Yang kita kenal dengan hirarki ruang perkotaan yaitu dimulai dari hinterland, peri urban, lalu metropolitan centre (sebagai pusat kegiatan).
Untuk menganalisis dan memecahkan masalah interaksi keruangan seperti menganalisis penggunaan lahan antara pusat kota dengan perumahan penduduk, perbedaan nilai lahan antara kota besar dengan kota kecil, analisis terhadap perpindahan populasi, corak migrasi, pola perjalanan bisnis dan commercial travel serta pertukaran informasi dan barang, semua itu dapat dianalisis dengan mempergunakan Model Gravitasi, karena daerah dianggap sebagai massa dan hubungan antar daerah dipersamakan dengan hubungan antar massa (Gamatjaya, 2008).
Dalam pola keruangan factor penting yang harus dipertimbangkan adalah system transportasi dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah. Pada pola keruangan akan dibahas tentang lokasi juga karena lokasi menjadi factor utama penentu pola keruangan yang akan terbangun ataupun yang telah terbangun.
Analisis pola keruangan dalam aplikasi nya secara riil dapat kita ambil contoh dalam model pola ruang grid menerus, radial konsentris, radial tidak menerus, radial menerus, dan linier. Contoh kasus yang dapat kita ambil contohnya yaitu pola ruang di kota New York yang berupa pola grid menerus, dengan pola penataan ruang perkotaan seimbang secara vertical maupun horizontal dan membentuk pola grid.
Gambar Model Pola Ruang
Adapun beberapa asumsi dari Von Thunenn tentang landasan teorinya berdasar keadaan di daerahnya saat itu, yaitu :
1. Terdapat daerah terpencil terdiri dari perkotaan dengan daerah pedalamannya sebagai daerah pemasok kebutuhan komoditas pertanian.
2. Daerah pedalaman tidak mengekspor dan mengimpor komoditi dari daerah lain dan hanya memasok komoditi nya ke daerah perkotaan tersebut.
3. Daerah pedalaman merupakan daerah homogen yang cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah. Dan pedaganganya berusaha mendapat keuntungan maksimum dengan menyesuaikan harga dari permintaan yang terdapat di perkotaan tersebut.
4. Angkutan yang digunakan hanya bisa angkutan darat berupa grobag dan kuda.
5. Biaya angkut ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh.
Dari asumsi tersebut Von Thunen mengaitkan analisis lokasi dengan factor ekonomi, transportasi, dan persebaran penduduk dan kegiatan ekonominya. Seandainya dihubungkan dengan berbagai ilmu sebenarnya teori lokasi ini berhubungan erat dengan teori ekonmi pasar maupun teori kependudukan.
Sebagai contoh, di daerah A memiliki beberapa kawasan yang memiliki kegunaan yang berbeda, ada yang sebagai kawasan hinterland, peri urban dan metropolitan centre, seorang developer ingin membangun kawasan perindustrian, dalam hal ini dibutuhkan analisis lokasi yang tepat berdasarkan factor kelayakan lokasi dan interaksi lokasi tersebut terhadap ekosistem yang ada. Untuk membangun kawasan industry daerah peri-urban merupakan daerah yang baik, karena terdapat akses yang memadai, untuk memasarkan produksinya, industry tersebut dapat hemat waktu mendistribusikan komoditinya ke sentral perdagangan/metropolitan area. Dan dalam kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan, daerah peri-urban merupakan daerah yang aman sebagai kawasan industri karena berada di dekat hinterland yang merupakan kawasan tidak tercemar yang dapat menetralisir limbah industry tersebut. Dalam hal ketersediaan bahan baku produksi, kawasan hinterland merupakan pemasok utamanya. Selain menghemat waktu, dan biaya produksi maupun transportasi, lokasi yang tepat akan berdampak pada perkembangan keuntungan produksi industry tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar