Mengenal Sepintas tentang Ilmu Astronomi-BAHAN AJAR PENDUKUNG PEMBELAJARAN GEOGRAFI SMA MUHAMMADIYAH 1 TASIKMALAYA
Oleh; Wahyudi Abdurrahim, Lc.*
وَالسَّمَاء بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (QS. Al-Dzâriyât:47).
وَالسَّمَاء رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). (QS. Al-Rahmân:7)
Banyak di antara kita yang memiliki persepsi berbeda tentang langit. Ada yang berpendapat bahwa langit adalah sebuah ‘atap’ alias bidang pembatas ruang angkasa. Artinya, mereka mengira bahwa ruang di atas kita ada pembatasnya, semacam atap. Kelompok pertama ini, biasanya adalah mereka yang awam tentang ilmu Astronomi.
Kelompok kedua adalah mereka yang mengikuti berbagai macam informasi tentang angkasa luar dari berbagai film-film fiksi ilmiah, ataupun berbagai macam media massa. Pada umumnya mereka mengerti bahwa yang dimaksud langit adalah sebuah ruang raksasa yang berisi triliunan benda-benda langit, seperti matahari, planet-planet (termasuk Bumi), bulan, bintang, galaksi, dan lain sebagainya. Mereka memperoleh pemahaman yang lebih baik bahwa langit bukanlah sebuah bidang batas, melainkan seluruh ruang angkasa di atas kita.
Kelompok yang ketiga adalah mereka yang mempelajari informasi Astronomi lebih banyak dan lebih detil. Lebih jauh, mereka mencoba memahami berbagai hal yang berkait dengan struktur langit lewat berbagai teori-teori Astronomi. Mereka terus-menerus mengikuti berbagai informasi dan mencoba melakukan rekonstruksi terhadap struktur langit, yang secara umum dipahami sebagai alam semesta atau Universe.
Dari ketiga kelompok pemahaman itu secara global bahwa yang disebut langit sebenarnya bukanlah sebuah bidang batas di angkasa sana, melainkan sebuah ruang tak berhingga besar yang memuat triliunan benda-benda angkasa. Mulai dari batuan angkasa yang berukuran kecil, satelit semacam bulan, planet-planet, matahari dan bintang, galaksi hingga superkluster.
Karena itu, jika kita bergerak ke langit naik pesawat angkasa luar, misalnya, maka kita akan bergerak menuju ruang angkasa yang maha luas. Sehari, seminggu, sebulan, setahun dan seterusnya kita bergerak ke angkasa, maka yang kita temui hanya ruang angkasa gelap yang berisi berbagai benda langit saja. Sampai mati pun, kita tidak akan pernah menemukan pembatasnya. Ya, langit adalah ruang angkasa yang luar biasa besarnya. Bahkan, tidak diketahui dimana tepinya.
Setelah kita sedikit memahami tetang langit, lalu kita akan berinjak kepada cabang ilmu yang mempelajari tentang benda-benda langit. Cabang ilmu itu adalah ilmu astronomi. Secara bahasa, astronomi berarti "ilmu bintang". Sementara definisi umum astronomi adalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar Bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.
Masyarakat awam kerap menyamakan bahwa astronomi tidak jauh berbeda dengan astrologi. Keduanya memang tidak lepas dari benda-benda langit. Pada astrologi, yang dipelajari ialah hubungan kedudukan rasi bintang, planet, matahari dan bulan terhadap karakter dan nasib seseorang.
Sementara astronomi mempelajari tidak hanya planet, matahari, bulan, bintang, tapi juga galaksi, black hole, pulsar, dan masih banyak lagi. Astronomi mempelajari alam secara fisikanya, matematikanya, termasuk hukum-hukum alam. Kesimpulannya bahwa benda-benda di atas sana adalah benda langit. Bukan lagi dewa-dewa atau makhluk yang supra. Karena secara spektroskopi, material penyusun benda-benda langit itu sama dengan material, unsur-unsur kimia di permukaan bumi.
Astronomi merupakan tantangan berpikir bagi umat manusia agar selalu terangsang untuk bertanya mengapa, dan bagaimana. Manusia diajak berpikir terus. Misalnya, sampai kapan Matahari akan bersinar. Lalu, apa yang terjadi jika Matahari tidak bersinar. Apakah ada kehidupan lain selain di planet Bumi. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Astrologi adalah ilmu tradisi yang mempelajari tentang hubungan antara kejadian-kejadian di bumi dengan posisi dan pergerakan benda-benda langit misalnya matahari, bulan dan planet-planet serta bintang-bintang. Astrologi merupakan ilmu perbintangan yang dipakai untuk meramal dan mengetahui nasib orang. Dengan demikian, ia merupakan ilmu ramalan tentang kejadian yang akan menimpa manusia berdasarkan pada kepercayaan manusia mengenai pengaruh benda luar angkasa terhadap kelangsungan hidup manusia.
Astrologi diharamkan bagi umat Islam. Astrologi akan berimplikasi pada penyembahan terhadap benda-benda langit yang berarti juga menyekutukan Allah. Ketika orang Yaman menyembah bintang sirius, Allah berfirman kepada mereka:
وَأَنَّهُ هُوَ رَبُّ الشِّعْرَى
Dan bahwasanya Dia-lah Tuhan (yang memiliki) bintang sirius. (QS. An-Najmu: 49)
Artinya, mengapa kalian percaya bahwa nasib kalian dipengaruhi oleh bintang sirius? Mengapa kalian tidak menyembah Allah yang menciptakan bintang tersebut?
Ini tentu sangat berbeda dengan mempelajari ilmu astronomi yang dianjurkan oleh Islam. Dalam al-Qur’an memang banyak sekali ayat-ayat kauniyah terutama yang berkaitan dengan astronomi. Di antara ayat-ayat tersebut adalah:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-An’âm:96)
وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالْنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالْنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu.Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya). (QS. An-Nahl:12)
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).. (QS. Yûnus:5)
Hanya saja yang perlu digarisbawahi adalah bahwa al-Qur’an bukan buku ilmiah yang berisikan teori-teori matematis. Al-Qur’an adalah Kitab petunjuk bagi umat manusia. Sebagai Kitab petunjuk, maka apapun yang tersirat dalam al-Qur’an tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan bahwa di balik alam raya ada Sang Maha Pencipta. Teori yang diletakkan oleh manusia bisa jadi benar dan mungkin juga salah. Perkembangan ilmu pengetahuan empiris yang akan membuktikan sejauh mana teori tersebut sesuai dengan aturan alam yang sesungguhnya. Teori baru bisa jadi menggugurkan terhadap teori lama yang dianggap sudah tidak relevan. Namun yang pasti, al-Qur’an selamanya tidak akan pernah berubah. Al-Qur’an tetap akan selalu sesuai dengan ruang waktu.
Dalam berfikir, seorang ilmuan muslim akan selalu berbijak pada tauhid murni. Alam raya tidak datang dari sebuah kebetulan dengan unsur-unsur materi sebagai bahan pokok. Alam raya diciptakan Allah demi kemaslahatan umat manusia. Pengamatan kita pada alam semesta akan semakin memantapkan iman dan keyakinan kita. Dan pada akhirnya, kita menjadi golongan Ulil Albab.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ ()الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَآ مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imrân:190-191)
Cara mengetahui tahun Kabisat dan Basithah
06 Maret 2009 0:06
- Angka (tahun) satuan dan puluhan, jika setelah dibagi empat dengan tanpa sisa berarti tahun kabisat, dan jika bersisa berarti tahun Basithah. Misal: tahun 1996 (1996/4 = 449, tidak ada sisa = tahun Kabisat), tahun 1998 (1998/4 = 499,5 sisa 0,5 = tahun Basithah), dst.
- Untuk angka ratusan (tahun abad) jika dapat dibagi dengan 400 dengan tanpa sisa maka tahun kabisat, Misal: tahun 2000 (2000/400 = 5), dan jika setelah dibagi 400 masih bersisa berarti tahun Basithah, misal: tahun 1700 (1700/400 = 4,25), tahun 1800 (1800/400 = 4,5), tahun 1900 (1900/400 = 4,75).
Catatan ulang:
1.] Panjang satu tahun Miladiyah atau tahun Masehi atau tahun Syamsiyyah atau tahun Tropical = 365, 2422 (365 hari, 5 jam, 48 menit, 46 detik).
2.] Tarikh Masehi / Miladiyah / Gregorius, merupakan lanjutan dari Tarikh Julian yang berpedoman pada panjang tahun = 365 h, 6 j, sementara panjang satu tahun sebenarnya adalah 365 h, 5 j, 48 m, 46 d.
3.] Dengan menjadikan panjang satu tahun persis 365 h, 6 j, berarti dalam tiap tahunnya berlebih sekitar 11 menit (365 h, 6 j – 365 h, 5 j, 48 m, 46 d = 10 m, 18 d), dan dalam jangka 400 tahun terdapat kesalahan 3 hari. Untuk mengatasi hal ini, dilakukanlah perbaikan dengan melakukan pengkabisatan tahun ratusan-ribuan (tahun abad), seperti tahun 1900, 2100, 2200. Jika ratusannya dapat dibagi 400 dengan tanpa sisa, maka tahun kabisat. Maka tahun 1900, 2100, 2200 (tahun Basithah) karena ada sisa, meskipun jika dibagi 4 tanpa sisa. Berikutnya dikenal-lah sistem ini dengan penanggalan / tahun Gregorius atau tahun Miladiyah.
Kesimpulan
1.] Kalender (Taqwim) merupakan refleksi tentang sistem terapan waktu yang dilakukan manusia berdasarkan dasar-dasar yang tetap untuk menjadi pegangan, tanda dan aturan terhadap kegiatan perjalanan kehidupan manusia sehari-hari sepanjang sejarah. Terdapat tiga model dasar penanggalan yang dikenal didunia saat ini, yaitu; Dasar penanggalan matahari (Solar System), Dasar penanggalan bulan (Lunar System) dan Dasar penanggalan bulan-matahari (Lunar-Solar System).
2.] Penanggalan Mesir kuno (penanggalan Qibthy) adalah penanggalan yang menggunakan sistem tahun matahari dengan pedoman pada munculnya bintang Sirius (najm as syi'ra al yamaniyyah) yang muncul sekitar tanggal 19 Juli dan mulai bersinar diakhir bulan Agustus. Bangsa Mesir kuno menetapkan masa satu tahun 365 hari, dengan jumlah bulan sebanyak 12 bulan dan panjang hari seluruhnya sama yaitu 30 hari (30 x 12 = 360). Sementara sisa 5 hari ditambahkan dipenghujung tahun, yang disebut hari interkalasi (ayyam an nasy') sebagai hari libur akhir tahun. Penanggalan ini telah dimulai bangsa Mesir kuno semenjak tahun 4236 SM
3.] Kalender Hijriyah (Taqwim Hijry) adalah kalender yang digunakan umat Islam dipenjuru dunia khususnya dalam kaitan dengan ibadah, dimulai dari terbenamnya matahari dan ditandai dengan munculnya hilal diufuk barat (waktu magrib). Kalender ini terdiri 12 bulan, dengan masa 354 hari, 8 jam, 8 menit, 35 detik. Kalender ini ditetapkan dan dinamakan 'Kalender Hijriyah' melalui rapat para sahabat yang dipimpin khalifah Umar ra. menanggapi surat Abu Musa al Asy'ari. Atas usul Ali ra. kalender Islam dibentuk dan dimulai dari masa hijrahnya Nabi S.a.w.
4.] Kalender Masehi (Kalender Gregorius) adalah penanggalan berdasarkan peredaran matahari dengan masa 365,2422 (365 h, 5 j, 48 m, 46 d), merupakan lanjutan dari kalender Julian. Kalendar ini muncul karena Kalendar Julian dinilai terjadi sedikit kekeliruan, yaitu dengan menjadikan panjang satu tahun 365, 25 hari, sementara panjang sebenarnya 365, 2422 hari, beararti terjadi selisih sekitar 0,00780121 hari (365,25 hari – 365,2422 hari = -0,0078 hari). Dalam kurun hingga tahun 1582 M terjadi kesalahan sekitar 10 hari. Maka tahun 1582, melalui satu dekrit, yang seharusnya keesokan harinya 5 Oktober diganti menjadi 15 Oktober. Sejak saat itu dikenallah kalender ini dengan kalender Gregorius, nisbah kepada raja (Paus) Gregorius XIII (Baba Vatikan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar