23 April 2011
ANIMASI GEOGRAFI-15
Memahami Dasar Konsep Tektonik dan Mekanisme Terjadinya Gempa
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki seismisitas tinggi, dengan kata lain daerah yang sangat sering terjadi gempa. Sering timbul pertanyaan, mengapa gempa terjadi?, bagaimana gempa dapat terjadi?. Jawaban singkat yang kita baca di koran-koran, kita dengar di radio dan kita lihat di televisi selalu menyebutkan hal yang sama. Jawaban yang selalu kita terima adalah “Gempa terjadi karena terjadinya tumbukan (tabrakan) antara dua lempeng tektonik” baik itu oceanic crust (lempeng samudera) dengan continet crust (lempeng benua) maupun antara crust yang sama. Kita bertanya-tanya, tumbukan?, bertabrakan?, kan waktu itu sudah pernah bertabrakan?, kapan berhenti bertabrakannya?, ko’ bertabrakan terus?, terjadi karena tumbukan berarti sebelum gempa belum bertumbukan dong?, dan pertanyaan-pertanyaan yang lainnya.
Untuk dapat memahami mengapa dan bagaimana gempa dapat terjadi kita perlu paling tidak sedikit mengerti tentang konsep tektonik itu sendiri. Mempelajari konsep tektonik atau istilah yang sering dipakai para geologist “Teori Tektonik Lempeng” berarti mempelajari mekanisme bumi itu sendiri.
• Teori Tektonik Lempeng
Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya merupakan metal. Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub magnet bumi.
Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua)???. Ada banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan tertentu. Bagaimana mereka bisa bergerak?
Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri. Ini mendorong lithosphere dimana terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”. Gerakan awalnya sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri). Daerah itu disebut Divergent margin (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan. Karena lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang disebut Convergent Margin. Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin? Bagaimana dengan Convergent Margin, ada dimana saja?. Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.
Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere dibawahnya. Namun ada beberapa tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika Timur dan Iceland).
Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan “TERUS SALING MENEKAN”. Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc, back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu dalam tulisan ini.
Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia? Kondisi tektonik di asia tenggara sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini. Untuk Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone. Dan di sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa-gempa di darat). Lalu bagaimana gempa itu terjadi dan mengapa harus di jalur subduction zone?
• Mekanisme Gempa
Secara sederhana terjadinya gempa dapat dijelaskan karena “patah”, atau karena adanya patahan (disebut juga fault atau biasa disebut juga “sesar” oleh para geologist). Apa yang patah?, yang patah adalah batuan, batuan yang berlapis-lapis yang menyusun permukaan bumi. Batuan bisa patah?, batuan berlapis?, mungkin terdengar aneh untuk sebagian besar orang, tapi jawabanya “iya”, batuan memang bisa berlapis dan bisa patah, bahkan sebelum patah dia terbengkokkan (folding) dulu. Dibawah ini saya coba memperlihatkan beberapa gambar yang menunjukkan hal tersebut ternyata ada disekitar kita walau kita jarang memperhatikannya.
Secara umum ada tiga jenis patahan atau sesar, menurut mekanismenya, sesar naik (thrust fault atau reverse fault), sesar mendatar atau sesar geser (strike slip), dan sesar normal (normal fault). Jadi “iya” secara umum bisa dikatakan gempa terjadi ketika batuan patah, baik itu patah dan naik, patah dan bergeser, maupun patah dan turun.
Kenapa bisa patah?, patahan terjadi dikarenakan batuan mengalami tekanan ataupun tarikan secara terus menerus. Apabila elastisitas batuan sudah jenuh, maka batuan akan patah untuk melepaskan energi dari tekanan dan tarikan tersebut. Disaat menerima tekanan batuan akan terbengkokkan, dan setelah melepaskan tekanannya batuan akan kembali ke bentuknya semula, ini dikenal dengan “Elastic Rebound Theory”.
Dengan demikian semakin menjelaskan kenapa pada jalur subduction zone merupakan jalur gempa, atau merupakan tempat dimana pusat gempa terjadi. Subduction zone merupakan zona dimana bertemunya dua lempeng, maka disitulah tempat yang mengalami tekanan secara terus menerus selama jutaan tahun yang lalu sampai sekarang. Pada saat energi tekanan semakin besar dan elastisitas batuannya sudah jenuh maka dia akan patah untuk melepaskan energi tekanan tersebut.
Jadi gempa terjadi “BUKAN” karena tumbukan dua lempeng seperti 2 mobil yang saling bertabrakan yang asalnya saling jauh kemudian secara tiba-tiba saling bertabrakan sehingga terjadi crash, memang untuk subduction zone gempa terjadi karena interaksi antara dua lempeng yang saling menekan sehingga terakumulasi energi yang cukup besar, gempanya sendiri terjadi karena kondisi batuan pada lempeng (crust) maupun/ataupun pada lithosphere patah untuk melepaskan energi tekanan yang sudah tertumpuk disana selama kurun waktu tertentu. Mekanisme pelepasan energi gempa pun bermacam-macam dan masih menjadi penelitian yang menarik bagi para peneliti di bidang geosience dan kegempaan.
Gempa yang terjadi di subduction zone di Indonesia bisa merupakan gempa dangkal (shallow earthquake), menengah (intermediate earthquake), dan dalam (deep earthquake). Saya tidak akan membahas mengenai hal ini dalam uraian ini karena mekanisme ketiga jenis gempa tersebut berbeda dan membutuhkan uraian tersendiri untuk pembahasannya
Bagaimana untuk gempa yang di darat?. Konsep dasarnya sama, itu terjadi karena adanya tekanan atau tarikan dari kondisi tektonik bumi, kondisi geologi maupun kondisi morfologi. Maka di darat pun dapat muncul sesar-sesar baru yang terjadi akibat gempa tektonik maupun akibat proses geologi yang mengakibatkan sesar-sesar baru (sesar kuarter) apakah itu karena longsor (landslide) maupun karena gempa vulkanik yang besar, atau proses geologi lainnya.
Bagaimana untuk sesar-sesar yang sudah ada di daratan, seperti sesar sumatera yang panjang membentang dan terbagi beberapa segmen?, Untuk sesar-sesar yang sudah ada di darat, itu akan menjadi zona lemah. Maksudnya adalah daerah tersebut menjadi daerah rawan gempa dikarenakan batuannya sudah patah, sehingga bisa bergeser kembali apabila mendapat tekanan maupun tarikan. Ditambah lagi gempa di daerah sesar bisa dipicu oleh gempa lain yang memberikan cukup tekanan pada daerah patahan.
Aktivitas gempa di Indonesia salah satu yang paling tingi di dunia, kalau dari pembaca sekalian ada yang menyempatkan diri berkunjung ke Pusat Gempa Nasional gedung operasional BMG lantai 3 disana dapat dilihat Peta Seismotektonik Indonesia, dimana menunjukan aktivitas seismik (kegempaan) di wilayah Indonesia. Dapat dilihat disana bahwa Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi terhadap gempa. Lalu kita harus bagaimana?
Sangat bijaksana untuk mengetahui kondisi daerah Indonesia, khususnya daerah kita sendiri dimana kita tinggal. Cari tahu dan pahami kondisi sekitar kita. Apakah daerah kita merupakan daerah rawan gempa?, atau merupakan daerah sesar?, daerah patahan aktif?. Dimanapun kita berada usahakan mengenal daerah kita dengan baik, sehingga kita tahu kemana arah pembangunan daerah kita, apa yang diperlukan daerah tempat tinggal kita, dapat menyesuaikan pembangunan daerah dengan kondisi alam di daerah kita, bahkan kita dituntut siap akan segala kemungkinan apabila terjadi bencana harus berada dimana dan harus berbuat apa.
Relaksasi gempa masih mengancam
Dalam 10 tahun mendatang dan merupakan daerah yang akan menghasil “musim panen” bencana gempa oleh efek perubahan siklus gempa singka. Ini akan mengubah kawasan peta gempa di Asia Tenggara menjadi bencana kematian dari kegempaan Pantai Barat Sumatera.
Informasi geologi dapat digunakan untuk memahami proses dan kondisi karakteristik struktur geologi yang menghimpun suatu wilayah antara lain : Pertama, memahami proses waktu dan kondisi geologi batuan dari aktivitas lempeng bumi sebagai peristiwa siklus/proses (daur ulang) geologi kegempaan--dalam mengakumulasi energi penahan oleh pergeseran dengan energi pendorong dengan rentang pelepasan energi ratusan tahun, puluhan tahun, teratur, pelan tapi pasti. Suatu saat kemudian menghasilkan periodesasi gempa yang dahsyat. Buktinya, dapat dilihat gempa di kota Bam, Iran terjadi gempa dengan siklus 2000 tahun.
Kedua, memahami proses kontrol dan rotasi pergerakan lempeng ke zona subduksi sepanjang pertemuan lempeng tektonik, mempelajari ruang daerah tersebut apakah terdapat patahan terkunci. Terutama dibatas konvergensi lempeng Indo-Australia dengan subduksi Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara dan akibat-akibat pemekaran laut oleh arus panas untuk melakukan penghancuran terhadap lapisan luar padat. Dengan adanya proses geologi yang teratur memungkinkan wilayah Indonesia mengalami perubahan geologi batuannya untuk membentuk tatanan geologi yang baru dan kompleks luar biasa.
Frekuensi gempa meningkat
Terbentuknya daerah kritis gempa di pantai Bengkulu dengan ditemukan pegunungan raksasa bawah laut, maka wilayah Indonesia semakin terancam dari kehancuran gempa. Ini menempatkan Indonesia sebagai kawasan seismik yang tinggi berperingkat nomor 1dunia sejak gempa Bengkulu tahun 2000 dan Aceh tahun 2004 hingga gempa Simeulue-Mentawai (2008-2010)--telah mengalami eskalasi frekuensi semakin tinggi dalam banyaknya terjadi gempa--bisa mencapai 870.000 kali dalam setahun (Sumber USGS 2010).
Terdapat 90 persen dari semua gempa dunia yang tercatat sebelumnya mencapai 650.000 kali tergolong gempa tektonik merusak dengan rata-rata kekuatan gempa antara 3.5-7.7 SR berlangsung 450 kali di Indonesia (Sumber BMKG 2009). Sehingga Indonesia membutuhkan biaya rekonstruksi dan rehabilitasi daerah sebesar 20 triliun rupiah.
Frekuensi relaksasi gempa meningkat disebabkan oleh lajur sumber panas bumi yang membentang sepanjang 5.600 km mulai dari Palung Laut Dalam Andaman-Nikobar hingga ke Busur Banda Timur. Lalu menerus lagi ke wilayah Maluku hingga ke Sulawesi Utara ke batas Lempeng Philipina, tercatat lebih dari 45 zona subduksi dengan lebih 1200 titik rawan gempa tektonik didaratan dan lautan dan 45 daerah tsunami maut. 28 Gunungapi aktif tipe A dari total 400 gunungapi di Indonesia. Jadi , Indonesia masih aktif mengalami musibah bencana maut gempa, gunungapi, gerakan tanah dan tsunami maut akibat relaksasi gempa bumi belum berhenti di wilayah Bumi Indonesia kerena titik keseimbangan belum stabil.
Data statistik frekuensi gempa penulis catat, sejak terjadi gempa Aceh tahun 2004 berkekuatan 9.1 SR dengan gempa susulan berkekuatan 4-5 Skala Richter (SR) sebanyak 20 kali yang dirasakan oleh masyarakat. Gempa Nias tahun 2005 dengan kekuatan utama 8.7 SR diiringi gempa susulan 48 kali dengan kekuatan 3.5-4.9 SR. Gempa Yogya dengan 5.9 SR tahun 2006 terjadi 58 kali gempa susulan berkekuatan 3.5-4.9 SR yang dirasakan oleh masyarakat dan memicu sesar-sesar daratan Jawa yang lama tertidur. Gempa Pangadaran disertai tsunami berskala 6,3 SR ke atas dengan gempa susulannya 60 kali lalu terjadi gelombang kuat dalam waktu bersamaan di tiga lokasi yang berbeda di Selat Sunda.
Peningkatan frekuensi gempa ini telah memicu terjadinya gempa tremor diwilayah Lampung dan Bengkulu hampir setiap hari selama 3 bulan dari Bulan Juli-September 2006 hingga terjadi gempa cukup kuat di Muara Sipongi Desember 2006, lalu disusul gempa 5,8 SR dan 6.0 SR di Sumatera Barat Maret 2007. Gempa susulannya berlangsung 350 kali yang dirasakan masyarakat. Gempa Bengkulu September dan November 2007 dengan gempa utama berkekuatan 7.9 SR dengan gempa susulan berlangsung 450 kali dan di antaranya terdapat gempa cukup kuat diatas 6.0 SR. Gempa Bengkulu mengguncang Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Utara, Batam, dan Singapura. Gempa Simeulue Februari 2008 dengan kekuatan utama 7.3 SR mengguncang Sumatera Utara-NAD, lalu mentransfer energi gempa susulan ke blok gempa Bengkulu sehingga terjadi gempa dengan kekuatan 6.8 SR. dengan gempa susulan mencapai 105 kali dengan kekuatan dibawah 3-4.5 SR
Susulan transfer energi gempa ke Sumatera Barat dengan terjadi gempa tahun 2009, kekuatan 7,6 SR, gempa susulan mencapai 450 kali, energi relaksasi gempa terus menekan zona patahan Mentawai dengan terjadi gempa kuat sepanjang tahun 2010 di Simeulue, Meulaboh dengan kekuatan 7,2 SR. Puncak penghunjung tahun 2010 terjadi tsunami maut di Mentawai dengan kekuatan 7.2 SR, gempa susulan masih berlangsung dan penulis catat sudah berlangsung 20 gempa susulan hingga gempa terjadi lagi kedua kali di Pagai.Selatan dengan 5.8 SR dalam kurun sebulan. Diperkirakan pada tahun 2011 relaksasi gempa bumi akan berlangsung lebih cepat karena siklus deformasi patahan saat ini dalam kondisi remuk dan masih dalam “keadaan pusing”.
Peningkatan intensitas tersebut telah memperingatkan bangsa ini untuk selalu mempersiapkan diri karena riwayat gempa yang tecatat tidak pernah menurun tapi meningkat tajam. Dari data USGS Earthquake menyebutkan intensitas gempa Indonesia jauh lebih sering dibandingkan gempa bumi di Jepang, Rusia dan Iran, terlihat dari intensitas gempa terjadi sejak tahun 2000 hingga ke tahun 2010 tercatat 80 kali gempa kuat yang merusak ataupun yang dirasakan langsung oleh masyarakat dengan kekuatan 6.0-9.0 SR. Data BMKG juga mencatat posisi Indonesia paling sering mengalami gempa dahsyat hingga dalam setahun mencapai 870.000 gempa.
Relaksasi gempa besar
Umumnya daerah penghasil “musim panen” gempa terletak dipinggiran pertemuan subduksi Lempeng Benua-Samudera dan posisi Lempeng Sumatera-Jawa berada dibatas konvergen dua lempeng tersebut sehingga relaksasi gempa besar yang diakibatkan oleh tumbukan dua lempeng besar diprediksi suatu saat berpotensi menghasilkan gempa strategis ke berbagai kawasan dunia melalui beberapa zona kerentanan geologis yang tinggi dan dalam kondisi “matang” antara lain;
1. Mulai rapuhnya palung Laut Jawa yang berbatas ke Selat Sunda disebabkan oleh berbagai tekanan dari beberapa lempeng yang mengeliligi Indonesia . Penghancuran sistimatis telah dimulai oleh efek perobekan gempa Aceh-Nikobar-Nias-Bengkulu-Simeulue setelah gempa 2004, telah memecah daerah blok batuan (lempengan) seluas 200.000 km bersambung ke patahan Burma hingga mendekati zona patahan Pantai Timur Thailand dan Malaysia. Tekanan-tekanan dan pergerakan frontal lempeng telah mengaktifkan patahan daratan diwilayah “ring of fire”, antara lain Pegunungan Himalaya yang membentang sepanjang 4000 km hingga daratan Semananjung Malaya melalui patahan daratan Burma serta patahan Mergui dan bersambung ke pantai Timur Sumatera--yang masih bersentuhan dengan patahan menyilang Aceh-Bahorok (Sumut). Memberikan kecepatan penjalaran energi responsif penghancuran batuan tua ke muda lebih cepat lagi sehingga akan ada pertumbuhan kawasan gempa baru dengan periodesasi gempa singkat dan kuat, terlihat pada gempa Bengkulu 2007, 2008 dan gempa Simeulue tahun 2005, 2008, 2010, Gempa Nias 2005, Gempa Sumatera Barat 2007, 2009 dan 2010 di Mentawai.
2. Potensi terjadinya gempa dan tsunami di sejumlah pantai di Indonesia akan semakin meningkat terus. Hal ini disebabkan beberapa titik rawan tsunami memasuki percepatan periode ulang kritis pelepasan energi gempa dalam waktu singkat dan bersamaan. Faktanya : Pantai Barat Sumatera telah ada perubahan bentuk pantai dan batimetri (topografi) kelautan oleh pembentukan gunung bawah laut oleh pembenturan lempeng bumi, di Laut Maluku-Sulawesi telah ditemukan pembentukan zona retakan bumi oleh gunungapi bawah laut, dan Laut Maluku-Papua terdapat pergerakan tekanan seismik yang tidak pernah berhenti akibat “terlumat”nya lempeng Maluku dan menjadikan Kepulauan Maluku suatu saat menjadi “Aceh kedua”.
SUMBER:http://www.kaskus.us/showpost.php?p=396746756&postcount=169
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar