16 September 2020

Atmosfer

 

Atmosfer

Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. Di bumi, atmosfer terdapat dari ketinggian 0 km di atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan bumi. Atmosfer tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai menurut fenomena yang terjadi di lapisan tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang lain berlangsung bertahap. Studi tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk memecahkan masalah cuaca, fenomena pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan peralatan yang sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer berikut fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.

Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon (0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya. Atmosfer melindungi kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari matahari dan mengurangi suhu ekstrem di antara siang dan malam. 75% dari atmosfer ada dalam 11 km dari permukaan planet.

Atmosfer tidak mempunyai batas mendadak, tetapi agak menipis lambat laun dengan menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer dan angkasa luar.

Troposfer

Lapisan ini berada pada level yang terrendah, campuran gasnya paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Dalam lapisan ini kehidupan terlindung dari sengatan radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda langit lain. Dibandingkan dengan lapisan atmosfer yang lain, lapisan ini adalah yang paling tipis (kurang lebih 15 kilometer dari permukaan tanah). Dalam lapisan ini, hampir semua jenis cuaca, perubahan suhu yang mendadak, angin tekanan dan kelembaban yang kita rasakan sehari-hari berlangsung.

Ketinggian yang paling rendah adalah bagian yang paling hangat dari troposfer, karena permukaan bumi menyerap radiasi panas dari matahari dan menyalurkan panasnya ke udara. Biasanya, jika ketinggian bertambah, suhu udara akan berkurang secara tunak (steady), dari sekitar 17℃ sampai -52℃. Pada permukaan bumi yang tertentu, seperti daerah pegunungan dan dataran tinggi dapat menyebabkan anomali terhadap gradien suhu tersebut.

Diantara stratosfer dan troposfer terdapat lapisan yang disebut lapisan Tropopouse

Stratosfer

Perubahan secara bertahap dari troposfer ke stratosfer dimulai dari ketinggian sekitar 11 km. Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah relatif stabil dan sangat dingin yaitu - 70oF atau sekitar - 57oC. Pada lapisan ini angin yang sangat kencang terjadi dengan pola aliran yang tertentu.Disini juga tempat terbangnya pesawat. Awan tinggi jenis cirrus kadang-kadang terjadi di lapisan paling bawah, namun tidak ada pola cuaca yang signifikan yang terjadi pada lapisan ini.

Dari bagian tengah stratosfer keatas, pola suhunya berubah menjadi semakin bertambah semakin naik, karena bertambahnya lapisan dengan konsentrasi ozon yang bertambah. Lapisan ozon ini menyerap radiasi sinar ultra ungu. Suhu pada lapisan ini bisa mencapai sekitar 18oC pada ketinggian sekitar 40 km. Lapisan stratopause memisahkan stratosfer dengan lapisan berikutnya.

 Mesosfer

Kurang lebih 25 mil atau 40km diatas permukaan bumi terdapat lapisan transisi menuju lapisan mesosfer. Pada lapisan ini, suhu kembali turun ketika ketinggian bertambah, sampai menjadi sekitar - 143oC di dekat bagian atas dari lapisan ini, yaitu kurang lebih 81 km diatas permukaan bumi. Suhu serendah ini memungkinkan terjadi awan noctilucent, yang terbentuk dari kristal es.

 Termosfer

Transisi dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar 81 km. Dinamai termosfer karena terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi pada lapisan ini yaitu sekitar 1982oC. Perubahan ini terjadi karena serapan radiasi sinar ultra ungu. Radiasi ini menyebabkan reaksi kimia sehingga membentuk lapisan bermuatan listrik yang dikenal dengan nama ionosfer, yang dapat memantulkan gelombang radio. Sebelum munculnya era satelit, lapisan ini berguna untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak jauh.

Fenomena aurora yang dikenal juga dengan cahaya utara atau cahaya selatan terjadi disini.

 Eksosfer

Adanya refleksi cahaya matahari yang dipantulkan oleh partikel debu meteoritik. Cahaya matahari yang dipantulkan tersebut juga disebut sebagai cahaya Zodiakal

Komposisi dari atmosfer bumi

Gas-gas penyusun atmosfer

Atmosfer tersusun oleh:

  • Nitrogen (N_2, 78 \%)
  • Oksigen (O_2, 21 \%)
  • Argon (Ar, 1 \%)
  • Air (H_2O, 0-7 \%)
  • Ozon (O, 0-0.01 \%)
  • Karbondioksida (CO_2, 0.01-0.1 \%)

Lapisan Atmosfir / Atmosfer Bumi - Pengertian dan Penjelasan - Fisika

Atmosfir bumi adalah lapisan udara yang mengelilingi atau menyelubungi bumi yang bersama-sama dengan bumi melakukan rotasi dan berevolusi mengelilingi matahari. Udara yang terkandung dalam atmosfir merupakan campuran dan kombinasi dari gas, debu dan uap air. Atmosfir berguna untuk melindungi makhluk hidup yang yang ada di muka bumi karena membantu menjaga stabilitas suhu udara siang dan malam, menyerap radiasi dan sinar ultraviolet yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk bumi lainnya.

Kandungan dalam lapisan atmosfir bumi

- Nitrogen 78,17%
- Oksigen 20,97%
- Argon 0,98%
- Karbon dioksida 0,04%
- Sisanya adalah zat lain seperti kripton, neon, xenon, helium, higrom dan ozon.

Lapisan-lapisan atmosfer bumi terdiri dari :

1. Troposfer / Troposfir
Ketinggian troposfer : 0 - 15 km
Suhu lapisan troposfir : 17 - -52 derajat celcius
Kurang lebih 80% gas atmosfer berada pada bagian ini

2. Stratosfer / Stratosfir
Ketinggian stratosfer : 15 - 40 km
Suhu lapisan stratosfer : -57 derajat celcius
Lapisan ozon yang memblokir atau menahan sinar ultraviolet berada pada lapisan ini.

3. Mesosfer / Mesosfir
Ketebalan Mesosfer : 45 - 75 km
Suhu lapisan stratosfer : -140 derajat celcius
Suhu yang sangat rendah dan dingin dapat menyebabkan awan noctilucent yang terdiri atas kristal-kristal es

4. Thermosfer / Thermosfir
Ketebalan themosfer : 75 - 100 km
Suhu lapisan stratosfer : 80 derajat celcius

5. Ionosfer / Ionosfir
Ketebalan ionosfer : 50 - 100 km
Adalah lapisan yang bersifat memantulkan gelombang radio. Karena ada penyerapan radiasi dan sinar ultra violet maka menyebabkan timbul lapisan bermuatan listrik yang suhunya menjadi tinggi

6. Eksosfer / Eksosfir
Ketebalan eksosfer : 500 - 700 km
Suhu lapisan stratosfer : -57 derajat celcius
Tidak memiliki tekanan udara yaitu sebesar 0 cmHg

Jenis dan Macam Hujan yang Ada di Wilayah Indonesia - Hujan Frontal, Orografis dan Zenit - Belajar Online Ilmu IPS Geografi Umum

Di area daerah Republik Indonesia dapat kita jumpai tiga macam hujan / ujan yang turun, yaitu antara lain :

1. Hujan Frontal

Hujan frontal adalah hujan yang disebabkan oleh bertemunya angin musim panas yang membawa uap air yang lembab dengan udara dingin bersuhu rendah sehingga menyebabkan pengembunan di udara yang pada akhirnya menurunkan hujan.

2. Hujan Orografis

Hujan orografis adalah hujan yang diakibatkan oleh adanya uap air yang terbawa atau tertiup angin hingga naik ke atas pegunungan dan membentuk awan. Ketika awan telah mencapai titik jenuh maka akan turun hujan.

3. Hujan Zenit

Hujan zenit adalah hujan yang penyebabnya adalah suhu yang panas pada garis khatulistiwa sehingga memicu penguapan air ke atas langit bertemu dengan udara yang dingin menjadi hujan. Hujan zenit terjadi di sekitar daerah garis khatulistiwa saja.

 A. KOMPOSISI UDARA
Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling
panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Jadi
Anda tentu bisa menyimpulkan sendiri betapa pentingnya udara bagi kehidupan
di bumi. Karena tanpa udara, maka manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan tidak
dapat hidup. Udara untuk kehidupan sehari-hari terdapat di atmosfer.
Atmosfer juga berfungsi sebagai payung atau pelindung kehidupan di bumi dari
radiasi matahari yang kuat pada siang hari dan mencegah hilangnya panas ke
ruang angkasa pada malam hari.
Atmosfer juga merupakan penghambat bagi benda-benda angkasa yang bergerak
melaluinya sehingga sebagian meteor yang melalui atmosfer akan menjadi panas
dan hancur sebelum mencapai permukaan bumi.
Lapisan atmosfer merupakan campuran dari gas yang tidak tampak dan tidak
berwarna. Empat gas utama dalam udara kering meliputi (lihat tabel 1.1).
Tabel 1.1. Gas Utama dalam Udara Kering.
Kegiatan Belajar 1
Macam gas Volume % Massa %
Nitrogen (N2) 78,088 75,527
Oksigen (O2) 20,049 23,143
Argon (Ar) 0,930 1,282
Karbon dioksida (CO2) 0,030 0,045
Total keseluruhan 99,097 99,097

Kondisi dan manfaat gas dalam atmosfer antara lain:
1. Nitrogen (N2) jumlahnya paling banyak, meliputi 78 bagian. Nitrogen tidak
langsung bergabung dengan unsur lain, tapi merupakan bagian dari senyawa
organik.
2. Oksigen (O2) sangat penting bagi kehidupan, yaitu untuk mengubah zat
makanan menjadi energi hidup.
3. Karbon dioksida (CO2) menyebabkan efek rumah kaca (greenhouse)
transparan terhadap radiasi gelombang pendek dan menyerap radiasi
gelombang panjang. Dengan demikian kenaikan kosentrasi CO2 di dalam
atmosfer akan menyebabkan kenaikan suhu di bumi.
4. Ozon (O3) adalah gas yang sangat aktif dan merupakan bentuk lain dari
oksigen. Gas ini terdapat pada ketinggian antara 20 hingga 30 km. Ozon
dapat menyerap radiasi ultra violet yang mempunyai energi besar dan
berbahaya bagi tubuh manusia.
Salah satu unsur yang penting dalam atmosfer adalah uap air.
Uap air (H2O) sangat penting dalam proses cuaca atau iklim, karena dapat
merubah fase (wujud) menjadi fase cair, atau fase padat melalui kondensasi
dan deposisi. Perubahan fase air, dapat dilukiskan pada gambar 1.
Gambar 1. Perubahan Fase Air.
Uap air merupakan senyawa kimia udara dalam jumlah besar yang tersusun
dari dua bagian hidrogen dan satu bagian oksigen. Uap air yang terdapat di
atmosfer merupakan hasil penguapan dari laut, danau, kolam, sungai dan
transpirasi tanaman.
Atmosfer selalu dikotori oleh debu. Debu adalah istilah yang dipakai untuk benda
yang sangat kecil sehingga tidak tampak kecuali dengan mikroskop. Jumlah
debu berubah-ubah tergantung pada tempat. Sumber debu beraneka ragam,
yaitu asap, abu vulkanik, pembakaran bahan bakar, kebakaran hutan, smog
dan lainnya. Smog singkatan dari smoke and fog adalah kabut tebal yang sering
dijumpai di daerah industri yang lembab. Debu dapat menyerap, memantulkan,
dan menghamburkan radiasi matahari. Debu atmosferik dapat disapu turun ke
permukaan bumi oleh curah hujan, tetapi kemudian atmosfer dapat terisi partikel
debu kembali. Debu atmosfer adalah kotoran yang terdapat di atmosfer

B. Struktur Vertikal Atmosfer
Dengan memakai suhu sebagai dasar pembagian atmosfer, maka atmosfer terdiri
dari lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer dan thermosfer. Lihat gambar 2.
Gambar 2. Pembagian lapisan atmosfer berdasarkan suhu.
1. Lapisan Troposfer
Gejala cuaca (awan, petir, topan, badai dan hujan) terjadi di lapisan troposfer.
Pada lapisan ini terdapat penurunan suhu yang terjadi karena sangat
sedikitnya troposfer menyerap radiasi gelombang pendek dari matahari,
sebaliknya permukaan tanah memberikan panas pada lapisan troposfer yang
terletak di atasnya; melalui konduksi, konveksi, kondensasi dan sublimasi
yang dilepaskan oleh uap air atmosfer.
Konduksi adalah proses pemanasan secara merambat.
Konveksi adalah proses pemanasan secara mengalir.
Kondensasi adalah proses pendinginan yang mengubah wujud uap air menjadi
air.
Sublimasi adalah proses perubahan wujud es menjadi uap air.
Pertukaran panas banyak terjadi pada troposfer bawah, karena itu suhu turun
dengan bertambahnya ketinggian pada situasi meteorologi (ilmu tentang
cuaca). Nilainya berkisar antara 0,5 dan 1o C tiap 100 meter dengan nilai rata
rata 0,65o C tiap 100 meter.
Udara troposfer atas sangat dingin dengan demikian lebih berat dibandingkan
dengan udara diatas tropopause sehingga udara troposfer tidak dapat
menembus tropopause. Ketinggian tropopause lebih besar di ekuator daripada
di daerah kutub. Di ekuator, tropopause terletak pada ketinggian 18 km dengan
suhu - 80o C, sedangkan di kutub tropopause hanya mencapai ketinggian 6
km dengan suhu - 40o C. Tropopause adalah lapisan udara yang terdapat di
antara troposfer dengan stratosfer.

Lapisan-Lapisan Atmosfer

Bumi memiliki seluruh sifat yang diperlukan bagi kehidupan. Salah satunya adalah keberadaan atmosfir, yang
berfungsi sebagai lapisan pelindung yang melindungi makhluk hidup. Adalah fakta yang kini telah diterima bahwa
atmosfir terdiri dari lapisan-lapisan berbeda yang tersusun secara berlapis, satu di atas yang lain. Persis
sebagaimana dipaparkan dalam Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan. Ini pastilah salah satu keajaiban Al
Qur’an.
Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa
langit terdiri atas tujuh lapis.
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al
Qur''an, 2:29)
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia menjadikannya
tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." (Al
Qur''an, 41:11-12)
Kata "langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk
mengacu pada "langit" bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti
ini, terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda
yang saling bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an,
atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai
berikut:
Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan. Lapisan-lapisan
tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang
terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan
massa atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah
bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer
disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk
suatu lapisan dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi
membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319322)
Keajaiban AlQuran


Sains Atmosfer adalah ilmu yang mempelajari proses-proses fisis, dinamis, dan kimiawi yang terjadi di dalam atmosfer dari permukaan sampai rumbai–rumbai (fringe) Bumi, serta kaitannya dengan proses-proses yang terjadi di bagian lain dari Bumi yang tak tepisahkan mencakup litosfer (bumi padat), hidrosfer (lautan), kriosfer (lapisan es), dan biosfer (aktifitas kehidupan)
Platform Kelompok Keahlian Sains Atmosfer adalah proses-proses fisis dan dinamis atmosfer di atas Benua Maritim Indonesia (BMI). Sains Atmosfer memiliki akar-akar ilmu Fisika, dan Matematika serta ditunjang oleh IPTEK terkait dalam bidang Geosains, Astronomi, Kimia, Elektronika, Komputasi, dan Manajemen.

Lapisan-Lapisan Atmosfer

 



Bumi memiliki seluruh sifat yang diperlukan bagi kehidupan. Salah satunya adalah keberadaan atmosfir, yang berfungsi sebagai lapisan pelindung yang melindungi makhluk hidup. Adalah fakta yang kini telah diterima bahwa atmosfir terdiri dari lapisan-lapisan berbeda yang tersusun secara berlapis, satu di atas yang lain. Persis sebagaimana dipaparkan dalam Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan. Ini pastilah salah satu keajaiban Al Qur’an.

Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa langit terdiri atas tujuh lapis.

"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Qur'an, 2:29)

"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." (Al Qur'an, 41:11-12)

Kata "langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada "langit" bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.

Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai berikut:

Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan. Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)

Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.

1. Troposfer

2. Stratosfer

3. Ozonosfer

4. Mesosfer

5. Termosfer

6. Ionosfer

7. Eksosfer

Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat Fushshilat ayat ke-12, "… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing. Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor yang berbahaya.

Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:

Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada troposfir.
(http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)

Adalah sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang tak mungkin ditemukan tanpa teknologi canggih abad ke-20, secara jelas dinyatakan oleh Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.

Angin yang Mengawinkan

 



Gambar di atas memperlihatkan tahap-tahap pembentukan gelombang air. Gelombang air terbentuk ketika angin meniup permukaan air. Akibat pengaruh angin ini, pertikel-partikel air mulai bergerak melingkar. Pergerakan ini kemudian mendorong terbentuknya gelombang air yang silih berganti, dan butiran-butiran air kemudian terbentuk oleh gelombang ini yang kemudian tersebar dan beterbangan di udara.

Dalam sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya hujan karenanya.

"Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya." (Al Qur'an, 15:22)

Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin dan hujan yang diketahui hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu meteorologi modern telah menunjukkan peran "mengawinkan" dari angin dalam pembentukan hujan.

Fungsi mengawinkan dari angin ini terjadi sebagaimana berikut:

Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel kecil dengan diameter seperseratus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel ini, yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer. . Partikel-partikel ini dibawa naik lebih tinggi ke atas oleh angin dan bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekitar partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini mula-mula berkumpul dan membentuk awan dan kemudian jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan.

Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang melayang di udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari laut dan akhirnya membantu pembentukan awan hujan.

Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air di atmosfer bagian atas tidak akan pernah terbentuk dan hujanpun tidak akan pernah terjadi.

Hal terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari angin dalam pembentukan hujan telah dinyatakan berabad-abad yang lalu dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya mengetahui sedikit saja tentang fenomena alam…

Pembentukan Hujan

 

Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan..

Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.

Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,

"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)


Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur'an.

Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.

TAHAP KE-1: "Dialah Allah Yang mengirimkan angin..."

Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut "perangkap air".

TAHAP KE-2: “...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."

Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.

TAHAP KE-3: "...lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya..."

Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.

Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.

Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:

"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, 24:43)

Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:

TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.

TAHAP - 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.

TAHAP - 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)

Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.

Kadar Hujan

 

Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan adalah bahwa hujan diturunkan ke bumi dalam kadar tertentu. Hal ini disebutkan dalam Surat Az Zukhruf sebagai berikut;

"Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur)." (Al Qur'an, 43:11)

Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan melalui penelitian modern. Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16 juta ton air menguap dari bumi. Angka ini menghasilkan 513 trilyun ton air per tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan yang jatuh ke bumi dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam suatu siklus yang seimbang menurut "ukuran atau kadar" tertentu. Kehidupan di bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun manusia menggunakan semua teknologi yang ada di dunia ini, mereka tidak akan mampu membuat siklus seperti ini.

 
Per tahunnya, air hujan yang menguap dan turun kembali ke Bumi dalam bentuk hujan berjumlah "tetap": yakni 513 triliun ton. Jumlah yang tetap ini dinyatakan dalam Al Qur'an dengan menggunakan istilah "menurunkan air dari langit menurut kadar". Tetapnya jumlah ini sangatlah penting bagi keberlangsungan keseimbangan ekologi dan, tentu saja, kelangsungan kehidupan ini,..
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan segera mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri kehidupan di bumi. Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan senantiasa turun setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar sama seperti dinyatakan dalam Al Qur’an.

I. ATMOSFER

Lapisan Atmosphere

Atmosfer bumi memiliki ketebalan 10.000 Km yag terbagi 4 Lapisan utama:

  1. Lap. Troposfer : 12 Km (Dipengaruhi cuaca)
  2. Lap. Stratosfer : 80Km (Relatif Stabil)
  3. Lap. Ionosfer    : 1000 Km
  4. Lap. Eksosfer   : (‘Outer’ Atmosfer)

Idealnya penerbangan dilakukan pada koridor STRATOSFER dikarenakan pada ketinggian ini relatif stabil terhadap perubahan cuaca. Dalam penerbangan, unsur-unsur yang mempengaruhi cuaca seperti temperatur, kelembaban, tekanan, angin, awan, dan hujan sangat penting diperhatikan karena akan mempengaruhi keselamatan penumpang.

FYI: Sebelum Perang dunia II, kecelakaan pesawat 90% terjadi akibat tubuh yang tidak mampu beradaptasi dengan tekanan atmosfer yang semakin kecil. Hal ini karena pada saat itu belum ditemukan tekologi kabin pesawat bertekanan.

Geologi - mempelajari bumi terutama yg ada di kerak bumi. Mereka (termasuk aku juga) objek yg diteliti hanyalah kerak yang tebalnya hanya 5 Km 65 Km untuk kerak benua dan hingga 65 Km 5 Km pada kerak samodra (rata-rata 35 Km). Bandingkan dengan jarijari bumi yang 13 000 Km 6 .375 Km Bayangin aja kalau membelah semangka merah yg luarnya hijau, maka yg dipelajari geologi itu cuman kulit luarnya doang .. tipiiss !!! Jadi kalau melihat gambar penampang itu seringkali sudah diubah skalanya. Sakbenernya yang disebut kerak bumi itu hanya “kulit ijo”nya semangka merah tadi !
Nah kerak tipis itulah yg dibilangin bergerak-gerak. Jadi yg dipelajari geologi itu “batu”-nya. Kayaknya emang orang geologi ini kepala batu ya … didalam kepalanya cuman ada batu … :)

Geofisika bumi – mempelajari seluruh bumi, seluruh parameter fisikanya, sifat-sifat fisikanya, termasuk didalamnya getaran-getaran gempa-gempa yg menjalar dari satu titik ke titik belahan lainnya. Juga didalamnya termasuk belajar sifat-sifat elektromagnetis, gravitasi, resistifitas bumi, pokoke semua yg berbau fisika lah. Tapi juga didalamnya ada ilmu gunung api (vulcanologi) dimana ilmunya menyangkut geologi dan juga geofisika.
atmosfer.jpgGeofisika meteorologi – Nah mereka yg belajar ilmu ini tentunya melihat sifat-sifat meteorologis dari atmosfer yang dimulai dari permukaan hingga ketinggian 400 Km. Nah itulah sebabnya mengapa saya sebut aurora kemarin karena Aurora bisa mencapai ketinggian 400 Km sehingga bisa teramati dari jauh. Nah inget lagi tulisan di mitos awan gempa, bahwa secara “geometri” pengamatan ini harus bener dulu

Astrophysics – Astronomi Lah ini yg dipelajari oleh Lapan tentang fisika-fisika diantara bumi dan planet-planet lain. Disitu gejala-gejala ionosfer dipelajari. Coba lihat berapa ketinggian yg diamatinya.


Kemampuan Atmosfer dalam Melindungi Bumi

Oleh: Dr. Armi Susandi, MT

Atmosfer berasal dari bahasa Yunani atmos yang berarti uap dan sphaira yang berarti bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas yang menyelimuti bulatan Bumi. Karena lapisan ini menyelimuti Bumi, maka atmosfer jauh lebih luas daripada lautan yang meliputi ¾ permukaan Bumi.

Surah Al-Baqarah ayat 29 mengisyaratkan adanya lapisan-lapisan pada langit:

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di Bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Jika “langit” diartikan sebagai atmosfer, maka berarti surat tersebut menyebutkan bahwa atmosfer memiliki 7 lapisan. Namun, dalam ilmu meteorologi hanya dikenal 5 lapisan atmosfer.

Kelima lapisan tersebut, seperti yang terlihat pada gambar di bawah, ialah:

1.) Troposfer (0-10 km). Lapisan terendah, tempat terjadinya fenomena cuaca (awan, hujan, dan badai guruh).

2.) Stratosfer (10-50 km). Lapisan di atas troposfer dimana fenomena cuaca sudah tidak terjadi lagi. Tetapi, badai guruh yang besar dapat mencapai lapisan terbawah stratosfer. Pada lapisan inilah terdapat lapisan ozon.

3.) Mesosfer (50-85 km). Lapisan dimana gerakan udara vertikal tidak terlalu terhambat.

4.) Thermosfer (di atas 85 km). Lapisan yang panas dengan temperatur antara 400°–2000° C.

Diantara lapisan-lapisan tersebut, terdapat suatu batas yang memisahkan tiap-tiap lapisan yakni tropopausestratopause, dan mesopause.

Dalam uraian di atas, terdapat 4 lapisan atmosfer. Jika lapisan ozon dihitung sebagai lapisan tersendiri, maka terdapat 5 lapisan. Namun, ternyata dalam ilmu astronomi dikenal lapisan lain di atas lapisan thermosfer, yaitu ionosfer dan eksosfer. Jika keseluruhan lapisan tersebut dijumlahkan, jumlahnya memang menjadi 7 lapisan. Lalu, apakah “tujuh langit” dalam Surat Al-Baqarah ayat 29 memang menunjuk kepada atmosfer? Hal ini tentunya perlu dikaji lebih lanjut.

Gas pembentuk atmosfer terdiri dari gas yang jumlahnya tetap dan gas yang jumlahnya berubah. Gas yang jumlahnya tetap terdiri dari nitrogen, oksigen, hidrogen, helium, dan gas-gas berkadar rendah lainnya. Sedangkan gas yang jumlahnya berubah terdiri dari uap air, karbon dioksida, dan ozon. Komposisi udara tersebut berada di atmosfer bagian bawah (0-25 km). Persentasenya dapat dilihat pada diagram lingkaran di bawah ini.

Atmosfer bersifat kompresibel, artinya densitas (massa jenis) maksimum berada di permukaan tanah. Karena densitas merupakan fungsi dari volume, maka gas-gas tersebut akan semakin tipis jika menjauhi permukaan, hingga tidak dapat dibedakan dari gas/debu luar angkasa. Tebal atmosfer berkisar antara 100-110 km, namun tebalnya berbeda-beda di tiap tempat. Di daerah kutub dan subtropis, tebalnya hanya sekitar 8 km, sedangkan di daerah tropis mencapai 16 km.

Pada lapisan troposfer di atmosfer, berlangsung berbagai proses cuaca yang berperan dalam menjaga kelangsungan hidup di Bumi. Pergantian musim/cuaca berperan dalam pergerakan arah angin. Selain membantu penyerbukan tumbuhan, angin yang bergerak dari temperatur rendah ke tinggi juga menyebarkan awan. Hujan dari awan tersebut membuat tanah yang tandus menjadi hidup kembali.

Dengan lapisan ozonnya, atmosfer juga melindungi Bumi dari radiasi sinar ultraviolet, yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup di Bumi. Selain itu, atmosfer juga melindungi Bumi dari masuknya benda-benda asing. Benda-benda asing yang masuk ke Bumi akan bergesekan dengan lapisan atmosfer mulai dari ketinggian 100 km ke bawah. Semakin dekat ke Bumi, konsentrasi udara makin pekat dan densitasnya pun makin tinggi, sehingga gaya geseknya makin besar. Akibatnya, ketika mencapai permukaan Bumi, ukuran benda tersebut telah jauh berkurang atau bahkan habis terbakar.

Pada siang hari, atmosfer memantulkan 6% dan menyerap 16% energi panas dari matahari. Kemudian energi panas matahari yang diteruskan ke permukaan, sekitar 24% jumlahnya dipantulkan kembali oleh awan dan permukaan Bumi, 3% diserap oleh awan. Sisanya (51%) diserap oleh tanah dan laut. Dengan demikian, suhu permukaan Bumi di siang hari tidak melonjak tinggi.

Sebaliknya, di malam hari atmosfer menahan sebagian energi panas sehingga suhu tidak merosot drastis. Atmosfer menyerap sekitar 15% energi panas yang akan dipancarkan kembali ke luar angkasa. Kemampuan atmosfer menyerap panas disebabkan kandungan gas CO2-nya, mirip dengan rumah kaca (herbarium) yang menjaga suhu tetap hangat bagi tetumbuhan di dalamnya. Karena itu, gas CO2 disebut juga gas rumah kaca. Akan tetapi, jumlah gas ini di atmosfer terus meningkat, sehingga menimbulkan pemanasan global (global warming).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tanpa atmosfer dengan komposisi dan ketebalan seperti yang dimiliki Bumi, tidak akan ada kehidupan. Inilah yang membuat planet lain—meskipun memiliki atmosfer—tidak memiliki kehidupan. Atmosfer planet-planet lain tidak cukup tebal untuk menahan serangan benda-benda asing. Selain itu, komposisinya tidak memungkinkan terjadinya proses cuaca dan penahanan panas. Wallahu a’lam bisshowab.

Lapisan Atmosfer dalam Al-Qur’an


Oleh: Fadhullah Muh. Said, S.Ag

”Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.”(Q.S. An Nahl: 79)

 

Surat An-Nahl ayat 79 di atas merupakan ayat yang paling terkait dengan atmosfer. Dalam ayat tersebut, terdapat kata jawwis samaa’i dimana jawwi berarti melindungi dan samaa’i berarti langit. Jadi, kata jawwis samaa’i berarti langit yang melindungi, yang dalam ayat tersebut diartikan sebagai angkasa bebas.

Kata ”burung” yang digunakan dalam ayat di atas, menunjukkan bahwa angkasa tersebut adalah batas tertinggi adanya kehidupan. Sebab burung tidak dapat terbang lebih tinggi dari jawwis samaa’i. Kata jawwis samaa’i ini juga diartikan sebagai ghilaful ardhil hawa’i atau penutup bumi yang masih terdapat hawa (udara yang digunakan untuk bernafas, oksigen).  

Jika dihubungkan dengan ilmu meteorologi, maka jawwis samaa’i dapat diartikan sebagai troposfer. Sebab troposfer merupakan lapisan atmosfer terendah yang masih mengandung oksigen dalam jumlah melimpah. Karena posisinya yang paling dekat dengan permukaan, maka densitas udara pada lapisan ini pun paling tinggi dibandingkan lapisan atmosfer lainnya.  

Lapisan troposfer atau jawwis samaa’i ini, juga merupakan tempat terjadinya fenomena cuaca seperti hujan dan angin. Dalam Al-Qur’an, fenomena cuaca dijelaskan dengan istilah yang berbeda-beda. Untuk angin kencang yang menyenangkan digunakan kata rih. Lalu kata jawwi untuk udara, dan hawa untuk udara yang bergerak. Khusus untuk hujan, proses terbentuknya diuraikan secara detail dalam surat An-Nuur ayat 43. Hal ini adalah salah satu isyarat ilmiah dari Al-Qur’an karena di Jazirah Arab hujan hanya turun 3 kali dalam setahun.

Isyarat ilmiah lain yang berkaitan dengan cuaca, dapat ditemukan dalam surat Ath-Thariq ayat 11. Dalam ayat tersebut digunakan kata raj’i yang berarti kembali, untuk menyebut kata ”hujan”. Ilmu meteorologi telah menjelaskan bahwa hujan berasal dari uap air yang naik dari Bumi ke udara, kemudian kembali turun ke Bumi, naik lagi ke atas dan kembali lagi ke Bumi, begitulah seterusnya.

Informasi mengenai lapisan atmosfer dan fenomena cuaca ternyata telah diberikan Al-Qur’an sejak 14 abad silam. Informasi ini baru dapat kita pahami setelah munculnya ilmu  meteorologi modern. Namun, di luar isyarat-isyarat ilmiah ini, ada satu hal yang perlu kita perhatikan. Setiap kali sebuah ayat Al-Qur’an membahas ciptaan Allah, ia selalu disertai dengan pertanyaan tentang Allah. Artinya, semua yang diciptakan-Nya telah diatur sedemikian rupa, dan tidak ada kekuatan lain yang mampu mengubahnya selain Allah SWT. Wallahu a’lam bisshowab.

Atmosfir – Rahmat Allah Kepada Bumi

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al Qur’an, 2:29)

“Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.” (Al Qur’an, 41:11-12)

Kata “langit”, yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada “langit” bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.

Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai berikut:

Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan. Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)

Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.

1. Troposfer

2. Stratosfer

3. Ozonosfer

4. Mesosfer

5. Termosfer

6. Ionosfer

7. Eksosfer

Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat Fushshilat ayat ke-12, “… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.” Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing. Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor yang berbahaya.

Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:

Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada troposfir.

El Nino dan La Nina serta dampaknya di Indonesia

Seperti yang sudah bnyak diceritakan sebelumnya dan mungkin sudah banyak yang tau klo Indonesia ini terletak di antara dua benua dan dua samudera. Kondisi yang menyebabkan indonesia menjadi sangat unik lokasinya. Lokai yang unik ini juga menyebabkan fluktuasi iklim, khususnya curah hujan yg juga unik. Misalnya indonesia ini merupakan lokasi terjadinya konvergensi dua buah sirkulasi utama di dunia yaitu sirkulasi walker dan sirkulasi hadley. Karena terletak di antara dua benua, maka aktifitas hangat dan dingin dikedua benua akibat dari pergerakan matahari yang berpindah dari 23.5o LU ke 23.5o LS setiap tahun menyebabkan negeri kita ini juga di lewati oleh angin monsoon. Trus indonesia juga di penuhi oleh gunung2, hutan, ladang yang juga unik bentuknya. Semua itu mempengaruhi hujan di indonesia. Apa hubungannya dengan El Nino dan La Nina? Akibat dari interaksi semuanya itu menyebabkan pengaruh El Nino dan La Nina semua tempat di Indonesia berbeda2…

Contohnya saja di Bali. Pengaruh fluktuasi nilai indeks osilasi selatan yang menggambarkan kejadian El Nino/La Nina antara bagian selatan dan utaranya. Karena di tengah2 pulau Bali ada gunung yang membentang dari timur ke barat (As-syakur, 2007). Aldrian and Susanto (2003) juga menyimpulkan bahwa pengaruh El Nino/La Nina juga berbeda pada setiap daerah dengan pola hujan yang berbeda, dimana di daerah dengan polah hujan monson pengaruh fenomena iklim ini kuat, pada daerah berpola hujan equatorial pengaruhnya lemah, sedangkan pada daerah berpola hujan lokal tidak jelas. Hasil yang sama juga di ungkapkan oleh Hamada et al. (2002), walaupun Hamada et al. membagi pola hujan di Indonesia dengan 4 pola yang berbeda, tapi intinya dia jua mengungkapkan bahwa setiap daerah dengan pola hujan yang berbeda, responnya terhadap El Nino/La Nina juga berbeda-beda. gambar di bawah adalah pola spasial efek El Nino 1997/1998 terhadap curah hujan di dunia (Bell et al., 1999) (klik untuk memperbesar). bila di lihat dari gambar tersebut terlihat penurunan hujan di indonesia sangat drastis saat El Nino 97/98

Artikel yang menarik untuk melihat distribusi efek El Nino ini secara lengkap khususnya kejadian El Nino 1997 adalah publikasinya Gutman et al. (2000) yang berjudul Using NOAA/AVHRR Products to Monitor El Niño Impacts: Focus on Indonesia in 1997–98 dan diterbitkan di Bulletin of the American Meteorological Society No. 81. Beliau merangkum banyak hal disitu mulai dari kondisi sebaran SST saat itu dan efeknya terhadap sebaran hujan (Gambar di atas, klik untuk memperbesar), bagaimana sebaran kekeringan, sebaran kebakaran hutan, sebaran suhu permukaan daratan serta tutupan vegetasi. Secara umum kesimpulan beliau adalah pada saat El Nino suhu permukaan laut meningkat, periode kekeringan yang berkepanjangan, dengan keadaan jumlah awan, curah hujan serta uap air yang rendah. Akibatnya fluktuasi penyerapan gelombang pendek dan kehilangan gelombang panjang adalah meningkat secara signifikan.

Karena saat awal kejadian El Nino biasanya bertepatan dengan masa pembakaran lahan pertanian di daerah-daerah yang melakukan sistem perladangan berpindah, maka kondisi tersebut menyebabkan timbulnya kebakaran serta banyak menghasilkan asap yang sebarannya sangat luas serta dengan konsentrasi yang tinggi dan waktu tinggal asap tersebut di udara yang cukup lama. Hal ini menyebabkan turunnya tingkat kesehatan disekitar. Selain itu juga menyebabkan bentuk dan jumlah butiran2 air di awan juga berubah. Pada bidang pertanian kejadian El Nino menyababkan penurunan rata-rata kehilangan peluang produksi pangan selama tahun 1968-2000 sekitar 1.79 juta ton atau sekitar 3.06 % dari seluruh peluang produksi pangan (Irawan, 2006).

pengaruh umum El Nino di perairan laut Indonesia adalah mendinginnya suhu permukaan laut di sekitar perairan indonesia akibat dari tertariknya seluruh masa air hangat ke bagian tengah samudra pasifik. akibat buruk dari kondisi ini adalah berkurangnya produksi awan di wilayah indonesia yang sudah pasti efek sampingnya adalah menurunnya curah hujan, tapi segi positifnya adalah meningkatnya kandungan klorofil-a di perairan laut indonesia. sudah menjadi rahasia umum bahwa semakin rendah suhu permukaan laut, maka kandungan klorofil-a semakin tinggi serta akibat lainnya adalah kemungkian terjadinya proses upwelling semakin besar di sekitar perairan indonesia. keadaan ini menyebabkan meningkatnya pasokan makanan ikan, jumlah ikan di sekitar perairan lebih banyak dari biasanya dan yang ujung-ujungnya mampu meningkatkan pendapatan para nelayan.

Sangat sedikit sekali bahan yang menjelaskan dampak La Nina di indonesia. Cuman dapat di Bell et al. (1999 dan 2000) yang mengatakan bahwa La Nina menyebabkan curah hujan di indonesia meningkat pada saat musim kemarau serta menyebabkan majunya awal musim hujan. karena cenderung meningkatkan curah hujan pada musim kemarau serta majunya awal musim hujan tersebut, menjadikan efek La Nina bisa bersifat positif seperti naiknya rata-rata produksi pangan sebesar 521 ribu ton atau 1.08 % dari total rata-rata produksi (Irawan, 2006). kondisi wilayah laut indonesia juga terjadi sebaliknya dari kondisi La Nina. laut menjadi lebih hngat dari biasanya, pasokan klorofil-a menurun sehingga nelayan pun ikut merasakan dampaknya yaitu berkurangnya hasil tangkapan ikan.

Menurut Aldrian (2003) pengaruh ENSO (El Nino/La Nina) di Indonesia di mulai pada bulan april dan akan mencapai puncak pada bulan agustus dan september serta terus menurun sampai bulan desember. Akan tetapi setiap para peneliti di dunia menarik kesimpulan yang sama bahwa efek ENSO pada setiap kejadian tidak akan pernah sama karena kompleksnya interaksi antara atmosfer dan laut, berbeda-bedanya pengaruh dominan dari faktor-faktor penyebab ENSO, serta adanya pengaruh lokal yang berbeda-beda pada setiap kejadian ENSO.

Referensi

Aldrian, E. 2003. Simulations of Indonesian Rainfall with a Hierarchy of Climate Models. Dissertation. Max-Planck-Institute for Meteorology. Hamburg University. Hamburg-Germany

Aldrian, E., and R.D. Susanto. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol. 23. 1435–1452.

As-syakur, A.R., 2007. Identifikasi Hubungan Fluktuasi Nilai SOI Terhadap Curah Hujan Bulanan Di Kawasan Batukaru-Bedugul, Bali. Jurnal Bumi Lestari, 7(2), pp. 123-129.

Bell, G.D., M.S. Halpert, C.F. Ropelewski, V.E. Kousky, A.V. Douglas, R.C. Schnell, and M.E. Gelman. 1999. Climate Assessment for 1998. Bulletin of the American Meteorological Society, 80(5). S1-S48

Bell, G.D., M.S. Halpert, R.C. Schnell, R.W. Higgins, J. Lawrimore, V.E. Kousky, R. Tinker, W. Thiaw, M. Chelliah, and A. Artusa. 2000. Climate Assessment for 1999. Bulletin of the American Meteorological Society, 81(6). S1-S50

Gutman, G., I. Csiszar, and P. Romanov. 2000. Using NOAA/AVHRR Products to Monitor El Niño Impacts: Focus on Indonesia in 1997–98. Bulletin of the American Meteorological Society, 81. 1189-1205

Hamada, J., M.D. Yamanaka, J. Matsumoto, S. Fukao, P.A. Winarso, and T. Sribimawati. 2002. Spatial and temporal variations of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO. J. Meteor. Soc. Japan, 80. 285-310

Irawan, B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina – Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 24(1). 28-45.

Geografi sebagai ilmu pengetahuan yang pernah disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of sciences) mengalami pasang-surut peranannya untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan. Apabila geografi tetap ingin berperan dalam memberikan sumbangan pemikiran dalam kebijakan pembangunan, geografi harus mempunyai konsep inti, metodologi dan aplikasi yang mantap. Makalah ini bertujuan untuk menelusuri konsep inti geografi yang sesuai untuk dikembangkan di Indonesia untuk mendasari kompentensinya, khususnya dalam bidang geografi fisik. Pemisahan geografi fisik dan geografi manusia yang tinggi kurang mencirikan jati diri geografi, dan jika kecenderungan pemisahan tersebut semakin berlanjut jati diri geografi akan pudar dan akan larut dalam disiplin ilmu lainnya, dan bahkan kita akan kehilangan sebagian dari kompetensi keilmuan geografi. Geografi terpadu atau geografi yang satu (unifying geography) menjadi satu pilihan sebagai dasar pembelajaran geografi yang sesuai untuk Indonesia, yang diikuti dengan pendalaman keilmuan pada masing-masing obyek material kajian geografi tanpa melupakan obyek formalnya. Komponen inti dari geografi terpadu adalah ruang, tempat/lokasi, lingkungan dan peta, yang berdimensi waktu, proses, keterbukaan dan skala. Komponen inti geografi terpadu tersebut dijadikan dasar untuk menentukan kompetensi geografi. Kompetensi geografi fisik, yang obyek materialnya fenomena lingkungan fisik (abiotik) pada lapisan hidup manusia, sangat luas antara lain: penataan ruang, pengeolaan sumberdaya alam, konservasi sumberdaya alam, penilaian degradasi lingkungan, pengelolaan daaerah aliran sungai, penilaian tingkat bahaya dan bencana, penilaian risiko bencana. Kompetensi geografi fisik tersebut selalu dikaitkan dengan kepentingan umat manusia, dengan konsep bahwa lingkungan fisikal sebagai lingkungan hidup manusia.

 

1. PENGANTAR

Perbincangan tentang jati diri Geografi telah beberapa kali dilakukan di Indonesia, baik melalui lokakarya, seminar maupun melalui sarasehan yang dilakukan oleh Fakultas/Jurusan/Departemen Geografi, organisasi profesi (IGI) dan ikatan alumni (IGEGAMA). Jati diri suatu disiplin ilmu dapat ditelaah dari definisinya. Dalam Seminar

Peningkatan Relevansi Metode Penelitian Geografi tanggal 24 Oktober 1981 Prof. Bintarto dalam papernya berjudul Suatu Tinjauan Filsafat Geografi mengemukakan definisi Geografi sebagai berikut: Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisikal maupun yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1984). Seminar dan lokakarya yang dilaksanakan di Jurusan Geografi, FKIP, IKIP Semarang kerjasama dengan IGI tahun 1988 telah menghasilkan rumusan definisi: Geografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perbedaan dan persamaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan.

Rumusan dua definisi Geografi tersebut sedikit berbeda namun memberikan ketegasan dan kejelasan tentang obyek kajian dalam Geografi baik obyek material maupun formalnya. Obyek materialnya adalah gejala, fenomena, peristiwa di muka bumi (di geosfer), sedang obyek formalnya adalah sudut pandang atau pendekatan:keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah. Ketegasan obyek formal kajian Geografi penting untuk membedakan kajian dengan disiplin ilmu lain yang obyek materialnya juga fenomena geosfer. Geosfer terdiri atas atmosfer, litosfer (termasuk pedosfer), hidrosfer dan biosfer (termasuk antroposfer); sfera bumi tersebut membentuk satu sistem alami yang masing-masing sfera saling berinteraksi, saling pengaruh mempengaruhi. Konsep sfera bumi membentuk satu sistem alami merupakan konsep penting dalam geografi, karena dapat dijadikan dasar untuk memahami dinamika fenomena dari muka bumi.

Definisi Geografi versi Semlok Semarang tersebut masih banyak digunakan dalam proses pembelajaran geografi di sekolah dan perguruan tinggi, dan bukan satusatunya yang harus diajarkan kepada peserta didik, karena masih banyak definisi lain yang perlu disampaikan untuk memperkaya dan memperluas wawasan tentang jati diri geografi. Definisi geografi itu sangat banyak, berikut ini disampaikan lima definisi untuk memberikan diversitas cakupan, dan jati diri Geografi.

1) Geography is concerned to provide an accurate, orderly, and rational description and interpretation of the variable character of the Earth’s surface (Hartshorne, 1959).

2) Geography is the scientific study of changing spatial relationships of terrestrial phenomena viewed as world of man (Bird, 1989).

3) The core of Geography is an abiding concern for human and physical attribute of places and regions and with spatial interaction that alter them (Abler et al, 1992). 4) Geography is the study of the surface of the Earth. It involves the phenomena and processes of the Earth’s natural and human environments and landscapes at local to global scales (Herbert and Matthews (2001).

5) Geography is a discipline concerned with understanding the spatial dimensions of environmental and social processes (White, 2002)

Variasi definisi tersebut di atas juga memberikan ketegasan kepada kita bahwa obyek kajian Geografi adalah fenomena geosfer dan sudut pandangnya adalah keruangan, kelingkungan dan kewilayahan meskipun dengan rumusan yang berbeda. Rumusan yang berbeda dari definisi Geografi dapat dipahami dengan munculnya pandangan Geografi yang menyatakan bahwa geografi adalah apa yang dikerjakan oleh geograf. Dua definisi terakhir dari lima definisi tersebut di atas aspek lingkungan mendapat tekanan yang lebih. Hal tersebut sangat mungkin diinspirasi oleh permasalahan lingkungan yang semakin meningkat dan mengglobal di muka bumi ini, seperti perubahan iklim global, penurunan kualitas lingkungan, bencana banjir, kekeringan, longsor, kemiskinan, penurunan dan kerusakan sumberdaya alam. Permasalahan lingkungan dan bencana yang banyak terjadi tersebut timbul sebagai akibat ketidak imbangan interaksi antara lingkungan dengan aktifitas manusia. Interaksi lingkungan-manusia merupakan sebagian dari kajian geografi yang menggunakan pendekatan kelingkungan..Oleh sebab itu permasalahan lingkungan menjadi perhatian geograf, dan selain itu geografi sebagai ilmu yang berorientasi pada pemecahan masalah (problems solving). Permasalahan lingkungan yang terjadi saat sekarang dan masa depan bersifat kompleks, multi dimensi, saling kait mengkait, sehingga pemecahannya memerlukan pendekatan terpadu.

Dalam merespon permasalahan lingkungan yang multidimensi dan berskala lokal hingga global, Geografi dihadapkan pada dua permasalahan yang terkait disiplin ilmu geografi itu sendiri dan permasalahan kompetensi geograf sebagai pemangku ilmu geografi.

1) Geografi yang bagaimanakah yang mampu memberikan kontribusi nyata untuk pengambilan kebijakan dalam memecahkan permasalahan lingkungan yang berdimensi lokal hingga global secara berkelanjutan?

2)  Kompetensi apakah yang diperlukan bagi geograf di masa mendatang?

Pertanyaan pertama dimunculkan, karena ada tiga alasan penting yang terkait dengan geografi:

1) Geografi menghadapi tantangan untuk memberikan masukan dalam memecahkahn masalah yang multi dimensi dan kompleks yang memerlukan pendekatan antar bidang, apabila geografi tidak terpadu maka kontribusi geografisnya kurang lengkap, bahkan berisiko sebagian disiplin geografi menjadi bagian disiplin ilmu lain;

2)  Pembelajaran geografi harus utuh tidak terkotak-kotak secara tegas antara geografi fisik dan geografi manusia, karena masalah di sekeliling lingkungan kita semakin meningkat dan geograf harus mampu memberikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat, oleh karena itu geograf harus berbekal teori/konsep yang matang;

3) Riset fundamental dalam elemen inti geografi belum banyak dilakukan untuk menghasilkan teori dasar geografi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam kebijakan pemerintah, jika geografi tidak mengembangkan geografi terpadu akan kehilangan kesempatan/kedudukan sebagai pemberi masukan sesuai bidang keilmuan geografi. Label dari geografi adalah ruang, tempat, lingkungan dan peta, yang tidak dimiliki oleh disiplin ilmu lain (Mathews et al, 2004).

Dalam mengupas permasalahan pertama tersebut perlu didasari pemahaman tentang ruang lingkup Geografi, komponen inti kajian geografi. Pembahasan permasalahan kedua tentang kompetensi khususnya dalam bidang kajian geografi fisik, perlu didasari dengan metode penelitian geografi dan identifikasi dari permasalahan lingkungan yang terkait dengan obyek kajian Geografi

 

2. RUANG LINGKUP KAJIAN GEOGRAFI

Sebutan geografi sebagai ilmu pengetahuan cukup banyak, antara lain: i). Geografi sebagai ilmu holistik yang mempelajari fenomena di permukaan bumi secara utuh menyeluruh, ii) geografi adalah ilmu analitis dan sintesis, yang memadukan unsur lingkungan fisikal dengan unsur manusia dan iii). geografi adalah ilmu wilayah yang mempelajari sumberdaya wilayah secara komprehensif. Tiga sebutan geografi tersebut yang menjadi landasan untuk membahas kajian geografi yang mampu merespon permalasalahan lingkungan yang berdimensi lokal hingga global. Pertanyaan pemandu untuk mengetahui ruang lingkup kajian Geografi pada umumnya adalah:

1)  Apa (what),

2)  Dimana (where),

3)  Berapa (how long/how much),

4)  Mengapa (why),

5)  Bagaimana (how),

6)  Kapan (when),

7)  Siapa (who) (Widoyo Alfandi, 2001).

Pertanyaan pemandu yang mencerminkan bahwa geografi itu adalah holistik, sintesis dan kewilayahan adalah sebagai berikut:

1)  Apa, dimana dan kapan (what, where and when), pertanyaan ini menuntun kita untuk mengetahui fenomena geografis dan distribusi spasialnya pada suatu wilayah, serta kapan terjadinya;

2) Bagaimana dan mengapa ( how and why), pertanyaan ini bersifat analitis untuk mengetahui sistem, proses, perilaku, ketergantungan, organisasi spasial dan interaksi antar komponen pembentuk geosfer;

3)  Apakah dampaknya (what is the impact), pertanyaan bersifat analistis, sintesis untuk mengevaluasi fenomena geografi yang mengalami perubahan baik oleh proses alam maupun oleh hasil interaksi antara manusia dengan lingkungan alamnya;

4) Bagaimana seharusnya (how ought to ), pertanyaan ini menjurus ke sintesis dan evaluasi untuk pemecahan permasalahan lingkungan suatu wilayah dan memberikan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan.

Pertanyaan pemandu pertama dalam geografi yang umum tersebut dapat digunakan untuk proses pembelajaran pada tingkat manapun dengan memperhatikan tingkat kedalaman atau kedetilannya. Pertanyaan pemandu yang kedua dapat ditujukan untuk jenjang pendidikan pada perguruan tinggi, dengan asumsi bahwa wawasan dan penalaran mahasiswa lebih mantap.

 

3. KONSEP GEOGRAFI

Berikut ini disampaikan beberapa konsep geografi yang dapat dijadikan pegangan untuk menentukan kompetensi geograf.

1).  Geografi menduduki tempat yang jelas dalam dunia pendidikan, geografi menawarkan kajian terpadu dari hubungan timbal balik antara masyarakat manusia dengan komponen fisikal dari bumi.

2). Disiplin geografi dicirikan oleh subyek material yang luas, yang secara tradisional terdiri dari dari geografi manusia dan geografi fisik.

3). Komponen pengetahuan alam dan sosial dalam geografi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, dan tidak ada disiplin ilmu lain yang memadukannya seperti yang dilakukan oleh geograf.

4). Geografi mempelajari interelasi dan interdependensi dari dunia nyata dari fenomena dan proses yang memberikan ciri khas pada suatu wilayah.

5). Obyek kajian geografi adalah geosfer yang terdiri dari atmosfer, litosfer, pedosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer; masing-masing sfera tersebut saling terkait membentuk sistem alami.

6). Obyek kajian geografi tersebut juga menjadi kajian bidang ilmu lainnya, yang menjadi pembeda adalah pendekatan yang digunakan; pendekatan yang dimaksud adlah pendekatan spasial (keruangan), ekologikal dan kompleks wilayah.

7). Geografi mempelajari wilayah secara utuh menyeluruh tentang sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, sehingga mempunyai peran penting dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka otonomi daerah.

8). Geografi mempelajari proses perubahan lingkungan alam maupun lingkungan sosial ekonomi, sehingga pelajaran geografi memberi bekal untuk tanggap terhadap isu-isu dan perubahan lokal, regional dan global.

9). Peta merupakan salah alat utama dalam kajian geografi dan juga merupakan salah satu hasil utama dalam kajian geografi.

10).Perkembangan pesat dari ilmu dan teknik penginderaan jauh dan sistem informasigeografis sangat membantu dalam proses-belajar geografi dan penelitianpenelitian geografis.

 

4. GEOGRAFI SEBAGAI SATU DISIPLIN: GEOGRAFI TERPADU

Setiap disiplin keilmuan normalnya memiliki satu bidang kajian tertentu, satu asosiasi kerangka teoritik dan pendekatan yang lazim digunakan untuk mengkaji dengan teknik yang sesuai, kesemuanya itu tidak hanya untuk pemahaman tetapi juga untuk penemuan pengetahuan baru dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Bagi geografi bidang kajiannya banyak, yang mempunyai metode dan teknik yang berbeda, sehingga tidak mudah untuk mendudukan geografi sebagai satu disiplin. Misalnya geografi fisik yang obyeknya kajiannya atmosfer, litosfer dan hidrosfer, masing-masing mempunyai kerangka teoritik dan pendekatan yang berbeda, demikian juga halnya dengan geografi manusia yang obyeknya: kependudukan, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Bagi geografi dimasukkan ke dalam cross-disciplinary link, mirip munculnya sain terpadu, seperi Sain Sistem Bumi ( Earth System Science) dan Sain Keberlanjutan (Sustainability Science), dan bagi geografi subyek kajiannya adalah lingkungan fisikal dan manusia, dengan menggunakan teori dan metodologinya kompleksitas dari unsur muka bumi (Mathews et al,2004).

Kesulitan untuk mendudukan/memposisikan geografi sebagai satu disiplin ilmu, maka ada baiknya apabila geografi itu hanya satu, tidak terpisah-pisah menjadi geografi manusia dan geografi fisik. Geografi yang satu (unifying geography) mempunyai banyak keunggulan dalam berperan ke masa depan, dengan asumsi permasalahan di masa depan sifatnya kompleks dan multi dimensi, yang pemecahannya memerlukan pendekatan terpadu dan holistik. Dalam geografi terpadu tidak berarti kekhususan (spesialisasi) akan hilang, tetapi tetap ada hanya dilandasi oleh konsep geografi yang satu. Bagi spesialisasi geografi fisik, fokus kajian pada komponen lingkungan fisik tetapi harus mengkaitkannya dengan aspek sosial; spesialisasi dalam geografi manusia geografi fisik sebagai latar belakang, sedang yang spesialisasi dalam geografi yang satu fokusnya adalah pemecahan masalah dengan pendekatan geografis secara utuh.

Alasan Untuk Menjadi Geografi Terpadu

1)  Satuan (unit) yang lebih besar akan membawa keuntungan yang berarti, akan dan memberikan arah yang jelas dalam pengetahuan dan pemahaman; fokus yang besar dan menyatu dalam Geografi akan memerkuat identitas Geografi dan dapat memberikan masukan dalam kebijakan pembangunan;

2)  Satuan (unit) yang lebih besar memberikan makna yang lebih besar bagi mahasiswa dalam, disiplin geografi yang terpisah-pisah tidak menyatu akan membingungkan dalam penyusunan kurikulum. Pada hal geografi menempati posisi tempat yang menonjol dalam mempelajari dunia, yang menawarkan kajian terpadu terhadap hubungan timbalbalik antara manusia dan lingkungan alamnya, sehingga kalau tidak menjadi satu kesatuan maka tidak akan lengkap kajiannya. Satuan yang lebih besar dapat memberikan prioritas dalam pengajaran dan penelitian, yang kesemuannya itu untuk mempromosisikan geografi agar lebih berperan.

3)  Satuan yang lebih besar dapat menunjukkan kepada masyarakat tentang kemampuan akademiknya untuk memberikan kontribusi nyata dalam menentukan kebijakan dan memperbaiki pemahaman umum tentang Geografi.

 

5. KOMPONEN INTI GEOGRAFI

Untuk menuju geografi terpadu (unifying geography) perlu ditegaskan komponen inti Geografi. Matthews, et al., (2004) mengusulkan empat komponen inti Geografi : ruang (space), tempat (place), lingkungan (environment) dan peta (maps).

Ruang menjadi satu konsep dalam inti geografi, yang dapat dipandang sebagai pendekatan spasial-korologikal untuk Geografi. Ruang juga mendominasi Geografi setiap waktu, ketika analisis spatial menjadi satu pendeskripsi untuk satu bentuk dari pekerjaan geografis. Pola spasial umumnya menjadi titik awal untuk kajian geografis; yang selanjutnya dapat dilacak proses perubahan secara spasial dan sistem spasial.

Tempat merupakan komponen kedua dalam inti geografi. Tempat terkait dengan kosep teritorial dalam Geografi dan menunjukkan karakteristik, kemelimpahan dan batas. Tempat merupakan bagian dari dunia nyata tempat manusia bertem dan dapat dikenali, dinterpretasi dan dikelola. Dalam ahli geografi manusia tempat merupakan refleksi dari identitas idividu maupun kelompok; sedang bagi ahli geografi fisik tempat tempat merupakan refleksi dari perbedaan lingkungan biofisik.

Lingkungan merupakan komponen inti Geografi ketiga yang mencakup lingkungan alami (topografi, iklim, air, biota, tanah) dan sebagai komponen inti yang memadukan dengan komponen geografi lainnya. Lingkungan menjadi interface antara lingkungan alam dan budaya, lahan dan kehidupan, penduduk dan lingkungan biofisikalnya.

Peta sebagai komponen inti Geografi keempat lebih merupakan bentuk representasi, tehnik dan metodologi dari pada sebagai satu konsep atau teori. Peta dipandang sebagai pernyerhanaan perpektif spasial dari fenomena/peristiwa yang dikaji dalam Geografi.

Ruang, tempat, lingkungan dan peta menjadi label dari Geografi. Komponen tersebut mempunyai kedudukan yang sama dalam kajian Geografi, baik dalam kajian Geografi Fisik maupun Geografi Manusia. Demikian juga dapat menjadi dasar konsep untuk disiplin Geografi secara utuh.

Komponen inti Geografi tersebut bersifat dinamik, dalam arti dapat terjadi perubahan, yang tergantung karakteristik lingkungan, proses yang berlangsung dan waktu. Oleh sebab itu perlu ada dimensi kualifikasi dari komponen inti geografi tersebut. Dimensi yang dimaksud adalah waktu, proses, keterbukaan dan skala. Sebagai contoh tempat yang terletak di pegunungan yang semula subur menjadi lahan kritis dalam waktu 10 tahun, karena proses erosi dan longsor karena daerahnya terbuka akibat pembalakan hutan di atasnya, yang luasnya melebihi 70%. Komponen inti geografi dan dimensi kualifikasinya tercantum pada Tabel 1.



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


6. SPESIALISASI DALAM GEOGRAFI TERPADU

Setelah dibahas alasan untuk menjadi geografi terpadu dan komponen esensial inti geografi, kemudian timbul masalah yang terkait dengan spesialisasi dalam geografi terpadu. Spesialisasi dalam geografi tetap dapat eksis , baik spesialisasi dalam intinya maupun periperinya, sedangkan yang berada di luar periperi merupakan disiplin antar bidang yang relatif sedikit berbasis pada inti geografinya (Gambar 1).



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Geografi terpadu, geografi fisik dan geografi manusia, dan spesialisasi geografi dalam hubungannya dengan bidang Geografi periperi dan antar bidang. Sumber Mattews et al., 2004.

Gambar 1 tersebut menunjukkan bahwa spesialisasi dalam Geografi dapat dibedakan menjadi : spesialisasi geografi secara utuh, dalam geografi fisik dan geografi manusia dengan kadar inti geografi relatif lebih sedikit dan spesialisasi antar bidang dengan basis inti geografi lebih kecil lagi.

 

7. KOMPETENSI DALAM BIDANG GEOGRAFI FISIK

Seseorang yang belajar geografi kompetensi yang dimiliki akan sejalan dengan jenjang pendidikan yang diikuti. Kompetensi ideal bagi orang yang mempelajari geografi tercapai apabila yang bersangkutan belajar hingga perguruan tinggi atau telah menjadi geograf. Berikut ini disampaikan kompetensi ideal bagi orang yang mempelajari geografi hingga perguruan tinggi, namun demikian sebagian dari kompetensi tersebut dapat juga dimiliki oleh orang yang hanya mempelajari geografi dalam jenjang pendidikan tertentu saja (Sutikno, 2002).

 

Kompetensi Dalam Pengertian dan Pemahaman

Setelah mempelajari geografi seseorang diharapkan memperoleh pengertian dan pemahaman sebagai berikut:

1).    Hubungan timbal balik antara aspek fisik dan manusia dari lingkungan dan bentanglahan;

2).    Konsep variasi spasial;

3).    Perbedaan utama dari wilayah /daerah tertentu yang selalu mengalami perubahan akibat proses: fisik, lingkungan, biotik, sosial, ekonomi dan budaya;

4).    Konsepsualisasi terhadap pola, proses, interaksi dan perubahan lingkungan, sebagai suatu sistem dengan skala yang bervariasi;

5).    Kekritisan terhadap aspek spasial dan temporal dari proses-proses fisikal, manusia dan interaksinya;

6).    Perubahan yang terus terjadi pada komponen lingkungan fisik dan manusia, termasuk interaksi dan interdependensinya;

7).    Perbedaan menurut ruang, tempat dan waktu dalam masyarakat manusia;

8).    Sifat dari disiplin ilmu itu dinamik, prural dan bersaing;

9).    Cara representasi data geografi: aspek fisik maupun aspek manusianya;

10).Strategi dalam analisis dan interpretasi informasi geografis;

11).Metode penelitan geografis: observasi, survai, pengukuran lapangan, analisis laboratorium, analisis kuantitatif dan kualitatif;

12).Aplikasi konsep dan teknik geografi untuk pemecahan masalah, kesejahteraan manusia, perbaikan lingkungan hidup, perencanaan perkotaan, kebencanaan alam, keberlanjutan dan konservasi.

 

 

Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Praktis

Pendidikan geografi dapat memberikan keahlian praktis dalam bidang/hal berikut:

1).    Mampu melakukan perencanaan, perancangan dan pelaksanaan riset, termasuk penyusunan laporan akhir;

2).    Mampu melaksanakan kerja lapangan yang efektif, dalam konteks keamanan dan keselamatan;

3).    Mampu melakukan kerja laboratoris dengan aman dengan memperhatikan prosedur baku;

4).    Mampu melaksanakan survai dan metode penelitian untuk pengumpulan, analisis dan pemahaman informasi aspek manusia;

5).    Mampu melakasanakan variasi teknik dan metode analisis laboratorium untuk pengumpulan dan analisis data spasial dan informasi lingkungan;

6).    Mampu mengkombinasikan dan menginterpretasikan kejadian geografis yang berbeda tipenya;

7).    Mampu mengenali isu-isu moral dan etika yang diperdebatkan.

 

 

Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Kunci ( Key Skills)

Siswa /mahasiswa geografi harus mengembangkan kemampuan sebagai berikut:

1).    Belajar dan mengkaji,

2).    Komunikasi tertulis,

3).    Presentasi data geografis,

4).    Penilaian dan perhitungan,

5).    Kesadaran spasial dan observasi,

6).    Keja lapangan dan laboratoris,

7).    Tehnologi informasi,

8).    Penanganan dan penyimpanan data/informasi,

9).    Situasi personal, kerja sama

Uraian tersebut menujukkan bahwa pembelajaran geografi penuh dengan kandungan kompetensi khususnya dalam aspek spasial, lingkungan dan kewilayahan dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya binaan. Kompetensi yang disebutkan di atas kurang spesifik dalam artian praktis atau terapannya, berikut ini disampaikan kompetensi Geografi Fisik yang lebih aplikatif antara lain:

1).    Survey komponen lingkungan fisikal: cuaca, iklim, geomorfologi, tanah, hidrologi dan biogeografi;

2).    Inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya alam;

3).    Mitigasi dan evaluasi bahaya dan bencana alam;

4).    Evaluasi risiko bahaya/bencana alam;

5).    Penataan ruang dari aspek fisikalnya

6).    Pengeolaan sumberdaya alam,

7).    Konservasi sumberdaya alam,

8).    Penilaian degradasi lingkungan,

9).  Pengelolaan daaerah aliran sungai.

 

8. PENUTUP

1).    Geografi terpadu lebih sesuai untuk dikembangkan di Indonesia ke depan, mengingat kondisi lingkungan alamnya sangat bervariasi dan berpenduduk padat dengan banyak etnik, sehingga banyak permasalahan lingkungan yang perlu penanganan secara terpadu.

2).    Geografi sebagai disiplin ilmu perlu label komponen inti Geografi, yang terdiri dari ruang, tempat, lingkungan dan peta, dengan dimensi kualifikasi waktu, proses, keterbukaan dan skala.

3).    Dalam geografi terpadu spesialisasi tetap eksis, yang meliputi spesialisasi inti, periperi dan antar bidang; baik dalam bidang kajian geografi manusia maupun geografi fisik.

REFERENSI

Bintarto, 1981. Suatu Tijauan Filsafat Geografi. Seminar Peningkatan Relevansi Metode

Penelitian GeografiFakultas Geogari UGM. Yogyakarta 24 Oktober 1981.

Matthews J. A; D. T. Herbert. 2004. Unifying Geography. Common heritage, share future.London: Routlege. Taylor&Francis Group.

Widoyo Alfandi. 2001. Epistemologi Geografi. YogyakartaGadjah Mada University Press.

Sutikno. 2002. Peran Geografi dalam Pemberdayaan Sumberdaya Wilayah. Makalah dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan dan Kongres Ikatan Geograf Indonesia di UPI Bandung tanggal 28-29 Oktober 2002.

 


Akhir-akhir ini, Indonesia berbagai bencana bertubi-tubi menimpa Indonesia. Sebelum tsunami di Aceh, berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan, gunung meletus, kekeringan, gempa bumi maupun tsunami juga pernah menimpa beberapa bagian di Indonesia. Selain bencana alam, Indonesia juga langganan dengan kejadian luar biasa seperti demam berdarah, dan akhir-akhir ini, semua orang meributkan tentang polio. Jika menilik definisi bencana (disaster) menurut WHO, kita akan menemukan definisi yang menarik. Bencana dapat didefinisikan sebagai setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena. Hal ini mengimplikasikan bahwa KLB pun dapat dikateogrikan sebagai suatu bencana.

Upaya penganggulangan bencana secara umum meliputi 2 hal yaitu, pre-disaster dan post-disaster. Seperti kita ketahui, upaya penanggulangan post disaster akan membutuhkan biaya serta alokasi sumber daya yang sangat besar. Upaya penanggulangan ini akan semakin besar lagi apabila masyarakat dan negara tidak memiliki sistem manajemen pre disaster yang baik. Oleh karena itu saat ini digalakkan penyadaran pentingnya emergency preparedness sebagai suatu program jangka panjang yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas dan kemampuan bangsa untuk me-manage semua jenis bencana serta memulihkan keadaan pasca bencana hingga ke kondisi pengembangan berkelanjuntan.

Peran sistem informasi geografis kesehatan dalam manajemen bencana
Sistem informasi geografis merupakan penggunaan teknologi informasi untuk mengumpulkan, mengolah, dan memvisualisasikan data spatial serta data tabular lain. Penerapan pertama kali sistem informasi geografis dipelopori oleh John Snow ketika membuat peta pompa air pada saat wabah kolera pada abad 19. Semenjak era komputer dan Internet, SIG semakin populer dan terjangkau.

Perangkat lunak sistem informasi geografis tersedia secara komersial (misalnya, ArcView, MapInfo dll) maupun gratis (Epimap, dll). Pengalaman menunjukkan bahwa pengembangan sistem informasi geografis di Indonesia telah menginvestasikan cukup tinggi untuk pembelian perangkat lunak komersial. Di sisi lain, beberapa perangkat lunak gratis seperti Epimap tersedia, tetapi jarang dikupas. Selain itu, banyak yang mengungkapkan bahwa tidak semua praktisi kesehatan masyarakat harus menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis yang mahal, karena sebagian besar aplikasi di kesehatan masyarakat lebih banyak untuk pengembangan peta tematik.

Analisis sistem informasi geografis yang lebih canggih, seperti disease clustering, maupun disease modelling memang harus menggunakan perangkat komersial. Epi Info 3.3.2 merupakan perangkat lunak yang sangat populer untuk epidemiologi yang dilengkapi dengan modul Epimap untuk SIG. Selain itu, WHO juga memiliki Healthmap.

Sistem informasi geografis memiliki peran penting dalam siklus manajemen bencana, mulai dari pencegahan, mitigasi, tanggap darurat hingga rehabilitasi. Peta merupakan salah satu cara terbaik untuk memvisualisasikan hasil penilaian kerawanan (vulnerabilitas). Peta dapat memadukan dimensi keruangan (spasial), karakteristik dari hazard serta berbagai informasi lainnya seperti gambaran lingkungan maupuan data masyarakat yang relevan.

Costa Rica’s Integrated Emergency Information System merupakan salah satu contoh penerapan system informasi geografis dalam setiap siklus manajemen bencana. Sistem ini memiliki database yang cukup penting bagi proses perencanaan yaitu peta tentang bencana alam dan manusia serta inventory sumber daya strategis untuk kesiapan, tanggap serta rehabilitasi bencana. Saat ini, Badan Meteorologi dan Geofisika memiliki peta interaktif yang memuat informasi mengenai bencana yang cukup update. Peta yang terdapat di Internet tersebut menampilkan titik lokasi 30 gempa terakhir, skala gempa, waktu kejadian, serta posisinya (latitude dan longitude).

Pada saat dan setelah bencana terjadi, berbagai aktivitas kesehatan harus dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan para korban serta mencegah memburuknya derajat kesehatan masyarakat yang terkena bencana. Pada tahapan tanggap darurat, energi yang cukup besar biasanya dicurahkan untuk evakuasi korban. Kegiatan lain yang juga sudah harus dimulai segera meliputi kesehatan lingkungan, surveilans dan pemberantasan penyakit, pelayanan kesehatan serta distribusi logistik kesehatan dan bahan makanan. Problem yang seringkali terjadi kemudian adalah persoalan manajemen dan koordinasi kegiatan serta sumber daya. Alokasi tenaga kesehatan, obat-obatan dan bahan makanan memerlukan informasi yang akurat mengenai jumlah populasi dan lokasi penampungan korban.

Setiap bencana memerlukan tindakan prioritas dan kebutuhan informasi yang relatif berbeda. Prioritas tindakan dan kebutuhan informasi pada waktu bencana gempa bumi akan berbeda dengan bencana banjir (lihat gambar 1 dan 2). Namun secara umum, informasi yang dibutuhkan pada waktu penanganan bencana adalah: (1) wilayah serta lokasi geografis bencana dan perkiraan populasi, (2)status jalur transportasi dan sisem komunikasi, (3)ketersediaan air bersih, bahan makanan, fasilitas sanitasi dan tempat hunian, (4)jumlah korban, (5)kerusakan, kondisi pelayanan, ketersediaan obat-obatan, peralatan medis serta tenaga di fasilitas kesehatan, (6)lokasi dan jumlah penduduk yang menjadi pengungsi dan (7) estimasi jumlah yang mennggal dan hilang. Pada tahap awal, tindakan kemanusiaan dan pengumpulan informasi dilakukan secara simultan. Pengumpulan data harus dilakukan secara cepat untuk menentukan tindakan prioritas yang harus dilakukan oleh manajemen bencana.

Penggunaan Global Positioning Systems (GPS) berperan penting dalam menentukan lokasi kamp pengungsi maupun fasilitas kesehatan. Data tersebut dapat digabungkan dengan data spatial dari satelit. Pada awal kejadian tsunami di Aceh, gambar satelit dari Quick Birds sangat bermanfaat untuk mengestimasikan cakupan bencana serta perkiraan sarana transportasi yang rusak. Data spatial tersebut selanjutnya digabungkan dengan informasi mengenai jumlah maupun distribusi pengungsi, ketersediaan air bersih serta bahan makanan akan memberikan masukan penting bagi koordinasi dan manajemen pada fase tanggap darurat.

Proses pengumpulan data dan informasi akan menjadi lebih mudah jika informasi dasar tersedia. Sayangnya, inilah kelemahan di negara kita. Informasi spasial yang lengkap mengenai suatu wilayah kadang-kadang sulit diperoleh. Pada waktu tim UGM berangkat ke Aceh, satu-satunya peta digital yang dimiliki berasal dari BPS tahun 2000 yang waktu hanya mencakup 20 kabupaten (tidak termasuk kabupaten pemekaran). Akhirnya, peta digital yang lengkap justru diperoleh dari komunitas RSGISForum (remote sensing and GIS forum) yang menyediakan peta digital aceh di Internet.

Oleh karena itu, peranan GIS untuk manajemen bencana akan lebih optimal jika sudah dikembangkan sebagai bagian dari pre-disaster plan. Hal inilah yang sekarang sedang dicoba bekerjasama WHO dengan membuat layer dasar fasilitas kesehatan. UGM saat ini sudah menyelesaikan peta fasilitas kesehatan di Aceh dan Jogjakarta. Kegiatan yang sekarang sedang berjalan adalah di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Pengumpulan data fasilitas kesehatan tersebut relatif lebih mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh tenaga kesehatan. Langkah selanjutnya adalah menggabungkan informasi spasial tersebut dengan data yang berasal dari sektor lain seperti, jalur komunikasi dan topografi, jumlah dan distribusi penduduk, serta daerah dan lokasi rawan bencana.

Upaya pengembangan ke depan
Sharing informasi merupakan kata kunci di era netwroking seperti saat ini. Hasil pemetaan fasilitas kesehatan yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada diletakkan di server Pusdatin (yang dapat diakses di http://map.depkes.go.id) yang saat ini memiliki infrastruktur server Internet yang cukup memadai.

Untuk menjamin sustainabilitas, pengembangan sistem informasi geografis memerlukan dua hal:
Investasi untuk pengembangan. Investasi ini diperlukan untuk pengadaan perangkat lunak, perangkat keras, pengumpulan sumber data, serta pelatihan bagi perancang serta pengguna sistem informasi geografis (SDM)
Updating. Sistem informasi geografis yang hanya mengumpulkan data sewaktu tidak akan bermanfaat banyak. Oleh karena itu, langkah yang terpenting adalah proses updating. Hal ini memerlukan kerjasama lintas sektoral serta fasilitas networking yang memungkinkan updating secara paralel. Dengan adanya Internet, mekanisme updating akan menjadi lebih mudah. Hal inilah yang mendorong populernya perkembangan webmapping (pemetaan di Internet)

Informasi mengenai fasilitas kesehatan merupakan layer pertama dalam tampilan webmapping tersebut. Langkah selanjutnya adalah melengkapi dengan berbagai layer lainnya, seperti indikator kesehatan, faktor risiko (lingkungan), sumber daya kesehatan. Akan tetapi, penerapan webmapping tersebut sebenarnya merupakan tingkatan tertinggi karena berasal dari berbagai data di level di bawahnya, khususnya kabupaten dan propinsi serta berbagai unit di departemen kesehatan. Oleh karena itu, pengembangan sistem informasi geografis di tingkat kabupaten dan propinsi sebaiknya menjadi bagian penting dalam pengemabangan sistem informasi kesehatan daerah.

Pengalaman menunjukkan bahwa, meskipun upaya pengembangan sistem informasi geografis di sektor kesehatan sudah dirintis sejak lama, khususnya untuk pemberantasan dan pencegahan penyakit menular. Namun, hingga saat ini dampak dan manfaatnya belum terasa. Semoga dengan semakin meningkatnya kesadaran kita terhadap bencana, sistem informasi geografis bukan lagi menjadi sesuatu yang eksklusif dan dimiliki oleh kalangan tertentu saja, tetapi menajdi bagian dari sistem kesehatan dalam setiap pengambilan keputusan.
.Konsep sistem[1] adalah suatu cara untuk menguraikan suatu masalah yang besar dan rumit menjadi masalah-masalah yang lebih kecil dan lebih mudah dipelajari. Sistem dapat dikatakan sebagai suatu bagian dari alam universal yang dapat diisolasi dari bagian alam universal yang lain untuk keperluan observasi dan mengukur perubahan. Dengan mengatakan bahwa sistem adalah bagian dari alam yang universal, maka berarti dapat didefinisikan sesuai dengan kehendak si pengamat. Kita dapat memilih batasan-batasan sistem sesuai dengan kemudahan penelitian kita. Dengan demikian, sistem bisa kecil dan bisa pula besar, bisa sederhana dan bisa bula kompleks atau rumit.

Selanjutnya, mengatakan bahwa suatu sistem terisolasi dari alam universal di sekitarnya berarti bahwa suatu sistem harus mempunyai batas yang memisahkannya dari sekelilingnya. Berdasarkan kondisi batasnya, sistem dapat dibedakan menjadi tiga (Gambar 1):

1) Sistem terisolasi yaitu sistem dengan batas yang mengisolasi sistem dari lingkungan sekitarnya sehingga tidak dapat terjadi pertukaran energi atau materi antara sistem itu dengan lingkungannya. Di dalam dunia nyata sistem jenis ini tidak ada, karena tidak ada batas yang benar-benar dapat mengisolasi secara sempurna sehingga energi tidak dapat masuk ataupun lepas.

2) Sistem tertutup yaitu sistem dengan batas yang memungkinkan untuk terjadinya pertukaran energi, tetapi tidak memungkinkan pertukaran materi antara sistem dengan lingkungannya. Bumi adalah contoh alam dari sistem tertutup ini.

3) Sistem terbuka yaitu sistem dengan batas yang memungkinkan terjadinya pertukaran energi dan materi melintasi batas. Sub-sistem Bumi merupakan contoh alam dari sistem terbuka ini.

Gambar 1. Gambaran macam-macam sistem. Sumber: Skinner dan Porter (2000), Gambar 1.17.

Dengan beberapa pengecualian yang sangat terbatas, dapat dikatakan bahwa Sistem Bumi adalah sistem tertutup. Energi dapat masuk dan meninggalkan Bumi. Massa Bumi hampir konstan. Pengecualian terjadi pada sejumlah kecil meteorit yang sampai ke Bumi dari ruang angkasa dan sejumlah kecil gas yang lepas dari atmosfer ke ruang angkasa.

Sebagai suatu sistem, Bumi memiliki empat reservoir raksasa yang menampung materi, dan setiap reservoir itu adalah suatu sistem terbuka karena baik materi maupun energi dari setiap reservoir itu dapat masuk dan keluar. Ke-empat reservoir Bumi itu yang merupakan sustu sub-sistem Bumi adalah:

1) Atmosfer, yaitu campuran gas yang mengelilingi Bumi. Gas-gas yang dominan adalah nitrogen, oksigen, argon, karbon dioksida, dan uap air.

2) Hidrosfer, yaitu seluruh air yang ada di Bumi, meliputi samudera, danau, sungai, air bawah tanah, dan seluruh salju dan es, dengan pengecualian uap air di dalam atmosfer.

3) Biosfer, yaitu seluruh organisme yang ada di Bumi, termasuk juga berbagai material organik yang belum mengalami dekomposisi.

4) Geosfer, yaitu bagian Bumi yang padat, dan terutama tersusun oleh batuan dan regolit (partikel-partikel batuan lepas yang menutupi bagian Bumi yang padat).

Model dari Sistem Bumi dapat dilihat pada Gambar 2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa Bumi sebagai suatu benda langit yang merupakan salah satu anggota dari Sistem Tata Surya merupakan suatu sistem tertutup. Bumi menerima pancaran radiasi gelombang pendek dari Matahari dan kembali memancarkan radiasi gelombang panjang ke ruang angkasa. Sementara itu, sub-sistem Bumi merupakan sistem terbuka yang diantara sesamanya dapat terjadi pertukaran energi dan materi.

Gambar 2. Model Sistem Bumi. Bumi sebagai benda angkasa merupakan sistem tertutup, sedang sub-sistem Bumi yang terdiri dari atmosfer, hidrosfer, biosfer dan geosfer merupakan sistem terbuka. Sumber: Skinner dan Porter (2000), Gambar 1.19.

Komponen fisik dari Sistem Bumi terdiri dari sub-sistem Daratan (Geosfer), Lautan/Air (Hidrosfer), dan Udara (Atmosfer). Setiap komponen tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga di dalam Sistem Bumi terdapat interaksi Daratan-Lautan, Daratan-Udara, dan Lautan-Udara. Secara visual, kondisi keberadaan dari ketiga komponen Sistem Bumi itu dan interaksinya dapat digambarkan sebagai model seperti Gambar 3. Semuanya terintegrasi dalam Ruang dan Waktu.

Gambar 3. Model Sistem Bumi yang memperlihatkan hubungan dan interaksi di antara sub-sistem fisik. Sumber: Global Change News Letter no. 68, Feb. 2007.

Susahnya Memprediksi Hujan

Hari ini cuaca di denpasar dingin bangat. Hujan mulai tadi subuh dan berhenti siangnya. Sekarang bulan Juni, berdasarkan teori pada bulan Juni adalah masa2 musim kemarau. JJA atau Juni, Juli dan Agustus adalah musim kemarau dengan curah hujan yg rendah pada daerah2 berpola hujan munsoon apalagi untuk daerah bali dan nusa tenggara. Bali dan nusa tenggara merupakan daerah yang curah hujannya sangat di pengaruhi oleh keberadaan benua australia (Oledman, 1981) dimana pada saat periode JJA pola angin yg terjadi adalah pola angin munsoon tenggara. Angin munsoon tenggara sangat sedikit membawa uap air, sehingga wilayah yg dilewatinya mengalami musim kemarau.

Saat ini banyak sekali terjadi petani salah memulai awal musim tanam karena salah memprediksi awal musim hujan dam akhir musim kemarau. Kompas menceritakan bahwa produksi tanaman tembakau menurun akibat dari berubahnya polah hujan pada saat musim petik daun pertama.

Menurut beberapa ahli telah terjadi perubahan iklim yang salah satu indikasinya adalah perubahan pola hujan, tapi ada beberapa ahli yang menyatakan belum terjadi perubahan iklim karena, kerana perubahan pola hujan ini masih dalam taraf perubahan variabilitas saja akibat adanya anomali2 iklim seperti siklon2 tropis dan dan kejadian El Nino dan La Nina.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling bervariasi, terutama di daerah tropis. Boer (2003) mengatakan bahwa hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, oleh karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada faktor hujan.

Menurut Ana Turyanti (2006) Hujan dipandang sebagai salah satu variabel peramalan cuaca dan iklim yang sangat penting karena mempengaruhi aktivitas kehidupan manusia di berbagai sektor seperti pertanian, perhubungan, perdagangan, kesehatan, lingkungan hidup dan sebagainya. Namun demikian, hujan merupakan salah satu variabel atmosfer yang paling sulit diprediksi, dan pada saat ini masih merupakan tantangan yang besar bagi para peneliti meteorologi. Dari sejumlah model yang digunakan di dunia pada saat ini, belum satupun yang dapat memberi prediksi hujan yang cukup baik, terutama untuk wilayah katulistiwa. Wilayah ini memang memiliki tingkat non-liearitas yang tinggi, sehingga kondisi atmosfer di wilayah ini lebih sulit diprediksi dibandingkan dengan wilayah di lintang tinggi.

Kenapa? Karena faktor penyebab hujan itu sangat banyak. Secara umum keragaman hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keberadaannya di garis katulistiwa, aktifitas moonson, bentangan samudera Pasifik dan Hindia serta bentuk topografi yang sangat beragam. Gangguan siklon tropis (El-Nino, La-Nina, Madden Julian Oscillation (MJO) dan angin badai) diperkirakan juga ikut berpengaruh terhadap keragaman curah hujan.

Normalnya daerah indonesia adalah daerah bebas dari kejadian siklon tropis, dimana menurut tjasyono (2004) 65% kejadian siklon tropis terjadi di antara 10o dan 20o dari equator. Akan tetapi efek dari siklon tropis dapat mempengaruhi kondisi cuaca di sekitarnya meliputi curah hujan yang tinggi, angin kencang dan gelombang badai (strom surge). Masih dalam buku yg sama Tjasyono mengatakan bahwa sekitar 2/3 kejadian siklon tropis terjadi di belahan bumi utara.

BMG (2006) menyatakan bahwa awal musim hujan untuk tahun 2006 ini mundur akibat anomali atau penyimpangan suhu permukaan air laut di selatan Pulau Jawa dan Barat sumatera, pada saat itu suhu permukaan air lautnya masih rendah sehingga penguapan dan produksi awan masih sedikit.

Seringnya terjadi anomali atau penyimpangan ini mungkin disebabkan oleh efek pemanasan global, sehingga proses penyeimbangan panas atau suhu bumi sebagai faktor penggerak cuaca juga mengalami perubahan sehingga mengakibatkan munculnya siklon2 tropis yang tidak pada waktu dan tempatnya.

Balitklimat, pada pertengahan bulan Maret 2007 telah mengeluarkan Peta Pergeseran Permulaan Musim Kemarau 2007 terhadap Normal dan Peta Permulaan Musim Kemarau 2007 di sentra produksi padi di pulau Jawa yang didasarkan pada kondisi curah hujan 30 tahun terakhir. Berikut disajikan kedua peta tersebut.

Peta Permulaan Musim Kemarau 2007 terhadap normal di sentra produksi padi pulau jawa

Peta permulaan musim kemarau 2007 di sentra produksi padi pulau jawa

Sumber:
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Press
Boer, Rizaldi. 2003. Penyimpangan Iklim Di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Ilmu Tanah. KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
www.kompas.com
http://balitklimat.litbang.deptan.go.id
www.bmg.go.id

AIR TERJUN SEBAGAI SALAH SATU FENOMENA GEOSFER

Dua gambar fenomena alam yang berupa air terjun (water fall) ini adalah karya seorang fotografer muda berbakat. Farid Bakti namanya. Seorang mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsinya di jurusan Informatika pada sebuah perguruan tinggi di Kota Malang. Seorang fotografer yang kreatif dan produktif ini saya kenal melalui situs jejaring sosial, Facebook beberapa bulan yang lalu. Obyek bidikannya beraneka ragam. Mulai dari yang berupa model dalam photo genic, obyek-obyek alam yang berupa bentang alam (landscape), bunga, dan kumbang. Bahkan asap obat nyamuk pun menjadi produk foto yang indah di tangannya. Nama saya ditandainya dalam beberapa foto hasil berburu (hunting) yang beberapa di antaranya pula dikirimkan ke alamat Facebook saya. Saya sempat terkejut juga ketika buka profil Facebook saya itu. Tahu-tahu ada album foto yang ditambahkan oleh orang lain. Juga yang ditempel di dinding Facebook saya. Ternyata yang menambahkan adalah teman Facebook saya, Farid Bakti. Hampir setiap hari dia memamerkan hasil bidikannya di Facebook. Rupanya dia tidak menyia-nyiakan setiap momen yang dijumpainya untuk diabadikan dengan kameranya. Selain di Facebook, karya-karya fotografinya ditata apik pada blognya yang bertitel http://www.shuttridz.multiply.com

Di antara karya-karyanya yang baik itu, saya paling senang pada foto-foto yang berkaitan dengan alam. Lantaran itulah kemudian saya meminta izin untuk menjadikan beberapa fotonya sebagai bahan dalam posting-an ini. Dua foto air terjun ini adalah hasil hunting (istilah para fotografer dalam mencari obyek yang akan difoto) Farid Bakti di pegunungan Tengger yang masuk pada kawasan Taman Nasional Bromo--Tengger--Semeru.

Air terjun adalah aliran air (pada suatu lembah) yang menuruni lereng curam, terjal, atau bahkan lereng tegak. Lereng tempat keberadaan air terjun itu sendiri terbentuk lantaran adanya patahan atau lipatan batuan. Tenaga endogen tersebut telah membajak lembah dan aliran sungai hingga terbentuk air terjun. Lantaran itu, air terjun banyak dijumpai di daerah yang morfologinya berupa daerah yang berbukit atau berpegunungan. Lantaran itu pula air terjun biasanya terdapat pada Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu. Karena sifat air yang mengalir tersebut mengikis (mengerosi) batuan, maka air terjun ini juga akan menghasilkan bentukan-bentukan hasil erosi. Erosi yang dominan di daerah air terjun adalah erosi vertikal yang menghasilkan lembah dalam berbentuk seperti huruf v, juga menghasilkan erosi (kikisan) ke arah belakang atau ke arah hulu sungai. Erosi ke arah belakang/mundur ini sering pula disebut dengan erosi mudik, hingga lembah sungainya bertambah panjang di DAS hulunya. Proses yang demikian ini berlangsung dalam waktu yang relatif sangat lama. Hal ini tergantung sifat batuan, kekuatan air dalam mengerosi, dan keadaan vegetasi penutupnya.

Selain erosi, tenaga eksogen yang bisa terjadi di daerah air terjun adalah masswasting. Masswasting adalah gerakan atau berpindahnya massa batuan lantaran pengaruh gaya beratnya sendiri (pengaruh gravitasi). Batuan yang dimaksud di sini bisa berupa batu-batu yang besar (bom), kerakal, kerikil, pasir, tanah, ataupun lumpur. Perpindahan batuannya bisa terjadi sangat lambat (slow flowage) melalui rayapan (creep), perpindahan yang berlangsung cepat (rapid flowage), maupun dalam bentuk longsoran (landslide). Percikan air pada air terjun akan membasahi dinding tebing. Dinding yang basah akan menambah gaya beratnya. Inilah yang memicu terjadinya masswasting. Onggoka massa batuan pada latar depan foto air terjun (lihat foto kedua di bawah ini) menunjukkan adanya kerjasama antara dua tenaga eksogen, yakni masswasting dan erosi. Karena itu pengunjung air terjun diharapkan bisa waspada akan hal tersebut.

Air terjun pada gambar di atas (gambar pertama) oleh masyarakat setempat sering disebut dengan "coban Pelangi". Coban merupakan dialek Malangan yang digunakan untuk menyebut air terjun. Sedang disebut dengan coban Pelangi karena percikan air pada air terjun tersebut menguraikan spektrum Matahari hingga membentuk warna-warna pelangi. Sayang pada gambar pertama tersebut tidak mengesankan adanya pelangi. Maklum, kalau dilihat debit airnya, gambar coban Pelangi itu diambil ketika musim kemarau, hingga jumlah air yang menggelontor ke bawah tidak cukup untuk menimbulkan efek pelangi yang besar. Apalagi biasanya pelangi ini terbentuk di bagian agak ke bawah dari air terjun itu. Langit yang tergambar juga terlihat biru bersih tak berawan yang menandakan kalau obyek itu diambil ketika musim kemarau.

Coban Pelangi merupakan air terjun yang terletak di Desa Gubugklakah Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Seperti yang saya sebutkan di atas bahwa coban Pelangi ini berada di kompleks Taman Nasional Bromo--Tengger--Semeru, tepatnya di lereng barat pegunungan Tengger. Jaraknya lebih kurang 40km dari pusat Kota Malang. Menurut http://elkhahlil.wordpress.com bahwa tinggi tebing air terjun ini adalah 30m. Coban Pelangi ini merupakan hulu sungai Amprong yang mengalir melewati Kota Malang bagian timur, sebelum akhirnya bermuara menjadi satu sistem sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Temperatur udara di tempat ini berkisar antara 19°C--23°C

. Dengan demikian kalau kita ingin mengetahui ketinggian tempatnya, sedang kita tidak membawa altimeter, maka langka yang ditempuh adalah:
1. Menghitung suhu rata-rata:
Rumus suhu rata-rata = suhu tertinggi + suhu terendah dibagi 2, sehingga diperoleh suhu
rata-ratanya adalah 21 derajat Celcius.
2. Menghitung ketinggian tempat (Coban Pelangi):[if !mso]>

[if !mso]>

[if !mso]> [if !mso]> h = [if !mso]> 27°C - To dibagi 0,6 x 100
Keterangan:
h = tinggi tempat yang dicari
27°C = konstanta (temperatur di permukaan laut)
0,6 = konstanta (temperatur turun sebesar 0,6
°C setiap naik 100m dari permukaan laut)
100 = konstanta (setiap naik 100m dari permukaan laut, tempetur mengalami penurunan)
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka:

h = 
27°C - 21derajat Celcius : 0,6 x 100
= 6 : 0,6 x 100m
= 1.000m
Dengan demikian coban Pelangi terletak pada ketinggian +1.000m (1.000m di atas permu-
kaan laut).

Saya sendiri pernah menyinggahi air terjun ini ketika bersama beberapa anggota SMAPALA, kelompok Pecinta ALam SMA Negeri 1 Pagak dan dua kolega menuju ke kawah Bromo melalui Tumpang--Gubugklakah--Ngadas tahun 1994 lalu dengan berjalan kaki. Ketika itu saya juga sempat mengambil momen ini dengan kamera SLR jadul merek "Pentax". Namun foto-foto itu kini kalaupun masih ada mungkin sudah rusak kena udara lembab.

Sedangkan air terjun di samping ini bernama "air terjun Madakaripura". Air terjun ini masuk wilayah Desa Sapeh Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo. Sama dengan coban Pelangi, air terjun Madakaripura juga terletak di kompleks Taman Nasional Bromo--Tengger--Semeru. Bedanya kalau air terjun yang konon sebagai tempat pertapaan mahapatih Gajahmada sebelum muksa ini terletak di lereng pegunungan Tengger bagian utara.

Kesamaan umum dari air terjun sebagai sumberdaya yang ada di Indonesia adalah belum dimanfaatkannya potensi tersebut secara maksimal. Potensi yang sudah dikembangkan adalah sebagai obyek pariwisata. Itupun baru sebagian kecil saja. Potensi sebagai sumberdaya energi boleh dibilang belum disentuh sama sekali. Menurut informasi, di Jepang, air terjun yang sering juga disebut dengan 'batubara putih' ini, energi potensialnya sudah dimanfaatkan sedemikian rupa untuk pembangkit listrik.

Sumber:
1. Bakti, Farid. 2009. Kumpulan Foto dalam Facebook.
2. http://elkhalil.wordpress.com
3. Nianto Mulyo, Bambang dan Suhandini, Purwadi. 2004 dan 2007. Kompetensi Dasar
Geografi 1
. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar