16 September 2020

INDERAJA

 Bayangkan kamu adalah seorang pengusaha yang sukses. Suatu ketika kamu hendak pergi ke luar kota untuk melakukan perjalanan bisnis. Bagi seorang pengusaha sukses, sedetik waktu begitu berarti. Hanya dalam hitungan jam, jutaan rupiah bisa didapatkan. Oleh karenanya, kamu hendak berangkat ke kota lain dengan pesawat pribadi supaya menghemat waktu. Tapi tiba-tiba kamu teringat akan kejadian baru-baru ini, tentang sering terjadinya kecelakaan pesawat di Indonesia.


Kamu harus berpikir ulang apakah akan menggunakan jalur udara maupun jalur darat. Keduanya sama-sama berisiko, meskipun jika dilihat dari sisi waktu, perjalanan udara lebih menguntungkan. Tetapi perlu diingat, nyawa kita jauh lebih bernilai dari segalanya. Tidak ada gunanya perjalanan yang cepat kalau pesawat yang kita tunggangi jatuh dari ketinggian. Apa yang selanjutnya kamu lakukan?
Seperti yang kamu ketahui, kecelakaan pesawat bisa disebabkan oleh keadaan cuaca yang buruk. Oleh karenanya, usaha pencegahan terjadinya kecelakaan pesawat sangat mungkin dilakukan. Selain dengan uji kelayakan pesawat terbang, mengetahui perkiraan cuaca adalah hal yang wajib dilakukan sebelum memutuskan untuk terbang.

Nah, pada bagian ini kita akan mengetahui ‘misteri’ di balik perkiraan cuaca. Apa sebenarnya yang membuat BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) mampu meramalkan keadaan cuaca suatu daerah dalam waktu tertentu? Dengan materi penginderaan jauh yang diberikan ini, semoga kamu bisa mengetahui jawabannya.
APAKAH PENGINDERAAN JAUH ITU?

Pernahkah kamu menyaksikan berita di televisi yang mengabarkan tentang kebakaran hutan di tanah air? Televisi yang menyiarkan berita tersebut berusaha untuk memberikan informasi kepada para pemirsanya sejelas mungkin. Oleh karena itu, seringkali dalam pemberitaannya ditampilkan juga sebuah peta seperti di bawah ini.
Coba kamu pikirkan bagaimana stasiun televisi itu bisa mengetahui lokasi hutan yang mengalami kebakaran secara pasti seperti itu. Mungkinkah para reporter disebarkan di seluruh penjuru hutan untuk mencari titik api tersebut? Mungkin saja. Tetapi hal ini mustahil dilakukan mengingat luasnya wilayah hutan tersebut, disamping banyak resiko yang bisa dihadapi.
Titik api ataupun lokasi kebakaran hutan tersebut bisa diketahui secara pasti karena adanya satelit di atas permukaan bumi yang merekam keadaan hutan tersebut. Berbekal informasi yang diperoleh dari satelit, maka berbagai upaya bisa dilakukan untuk menghentikan laju kebakaran hutan ataupun mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar. Inilah salah satu penerapan teknologi penginderaan jauh.
Dari penjelasan singkat di atas, coba kamu buat pengertian penginderaan jauh menurut pemahamanmu. Setelah itu, bandingkanlah dengan pengertian penginderaan jauh yang dikemukakan oleh para ahli.

- Menurut Lillesand dan Kiefer (1979), Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji.


- Menurut Colwell (1984) Penginderaaan Jauh yaitu suatu pengukuran atau perolehan data pada objek di permukaan bumi dari satelit atau instrumen lain di atas atau jauh dari objek yang diindera.
- Menurut Curran, (1985) Penginderaan Jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna.


- Menurut Lindgren (1985) Penginderaan Jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi ini.

Dari pengertian di atas, coba kamu pikirkan apakah seorang nenek sihir yang melihat mangsanya melalui bola kristal termasuk penginderaan jauh atau bukan

Penginderaan Jauh bisa dikatakan sebagai Ilmu karena memiliki berbagai karakteristik yang jelas. Karakteristik yang jelas itu antara lain terdapat pada lingkup studinya, konsepsi dasarya, metodologi, serta filosofinya. Bila Peninginderaan jauh digunakan digunakan oleh pakar lain untuk menopang penelitian atau pekerjaannya, maka penginderaan jauh merupakan teknik bagi mereka. Misalnya seorang pakar lingkungan hidup yang menggunakan bantuan citra satelit untuk mengetahui kerusakan hutan

Sistem ialah serangkaian obyek atau komponen yang saling berkaitan dan bekerja sama secara terkoordinasi untuk melaksanakan tujuan tertentu. Sistem penginderaan jauh ialah serangkaian komponen yang digunakan untuk penginderaaan jauh. Rangkaian komponen itu berupa tenaga, obyek, sensor, data, dan pengguna data.


(1) Sumber Tenaga
Dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber tenaga alamiah (sistem pasif) maupun sumber tenaga buatan (sistem aktif). Tenaga ini mengenai objek di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke sensor.
Jumlah tenaga matahari yang mencapai bumi dipengaruhi oleh waktu (jam, musim), lokasi, dan kondisi cuaca. Jumlah tenaga yang diterima pada siang hari lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah pada pagi atau sore hari.
Kedudukan matahari terhadap tempat di bumi berubah sesuai dengan perubahan musim. Pada musim di saat matahari berada tegak lurus di atas suatu tempat, jumlah tenaga yang diterima lebih besar bila dibanding dengan pada musim lain di saat matahari kedudukannya condong terhadap tempat itu. Di samping itu, jumlah tenaga yang diterima juga dipengaruhi oleh letak tempat di permukaan bumi. Tempat-tempat di ekuator menerima tenaga lebih banyak bila dibandingkan terhadap tempat-tempat di lintang tinggi.
Kondisi cuaca juga berpengaruh terhadap jumlah sinar yang mencapai bumi. Semakin banyak penutupan oleh kabut, asap, dan awan, maka akan semkin sedikit tenaga yang dapat mencapai bumi.
(2) Atmosfer.
Sebelum mengenai obyek, energi yang dihasilkan sumber tenaga merambat melewati atmosfer. Atmosfer membatasi bagian sektrum elektromagnetik yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh. Pengaruh atmosfer merupakan fungsi panjang gelombang dan bersifat selektif terhadap panjang gelombang.
(3) Interaksi antara Tenaga dan Obyek
Tiap obyek mempunyai karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor. Pengenalan obyek pada dasarnya dilakukan dengan menyidik (tracing) karakteristik spektral objek yang tergambar pada citra.
(4) Sensor
Tenaga yang datang dari objek di permukaan bumi diterima dan direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Di samping itu juga kepekaan berbeda dalam mereka obyek terkecil yang masih dapat dikenali dan dibedakan terhadap obyek lain atau terhadap lingkungan sekitarnya. Kemampuan sensor untuk menyajikan gambaran obyek terkecil ini disebut resolusi spasial. Semakin kecil obyek yang dapat direkam oleh sensor menandakan semakin baik kualitas sensor tersebut.
Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan menjadi sensor fotografik dan sensor elektronik. Sensor fotografik proses perekamannya berlangsung secara kimiawi. Tenaga elektromagnetik diterima dan direkam pada lapisan emulsi film yang bila diproses akan menghasilkan foto. Sedangkan sensor elektronik menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik. Sinyal elektrik yang direkam pada pita magnetik ini kemudian dapat diproses menjadi data visual maupun menjadi data digital yang siap dikomputerkan.
Lillesand dan Kiefer (1979) mengemukakan beberapa kelebihan sistem fotografik dan sistem elektronik. Keuntungan sistem fotografik yakni: (1) caranya sederhana, (2) tidak mahal, (3) resolusi spasialnya baik, dan (4) integritas geometriknya baik. Sistem elektronik mempunyai kelebihan dalam hal penggunaan spektrum elektromagnetik yang lebih luas, kemampuan yang lebih besar dan lebih pasti dalam membedakan karakteristik spektral obyek, dan proses analisis yang lebih cepat karena digunakannya komputer.
Mata manusia juga merupakan sensor, yaitu sensor alamiah. Kepekaan mata kita terhadap tenaga elektromagnetik berkisar antara 0,4 µm hingga 0,7µm (sebatas pada spektrum tampak). Artinya, mata kita dapat melihat suatu benda dengan menggunakan spektrum tampak tersebut. Meskipun demikian, mata manusia bukanlah sensor pengideraan jauh karena ia tidak dapat merekam apa yang ia lihat. Hanya sebagian saja dari yang ia lihat dapat direkam di otak, akan tetapi tidak dapat dibaca oleh orang lain.

 (5) Perolehan data

Perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual yakni dengan interpretasi secara visual, dan dapat pula dilakukan dengan cara numerik atau cara digital yaitu dengan menggunakan komputer. Foto udara umumnya diinterpretasi secara manual, sedang data hasil penginderaan secara elektronik (gambar sebelah kanan) dapat diinterpretasi secara manual maupun secara numerik.


(6) Pengguna data
Keberhasilan aplikasi penginderaan jauh terletak pada dapat diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh itu oleh para pengguna data. Kerincian, keandalan, dan kesesuainnya terhadap kebutuhan pengguna sangat menentukan diterima atau tidak diterimanya data penginderaan jauh oleh para penggunanya.

Berdasarkan cara pengumpulan datanya, sistem penginderaan jauh dapat dibedakan atas tenaga dan wahana yang digunakan dalam penginderaaan. Berdasarkan tenaga yang digunakan, sistem tersebut dibedakan atas yang menggunakan tenaga pantulan dan yang menggunakan tenaga pancaran. Sedang berdasarkan wahananya maka sistem penginderaan jauh dibedakan atas sistem penginderaaan dari dirgantara (airborne system) dan dari antariksa (spaceborne system). (Sutanto, 1994:60). Berdasarkan analisis datanya maka penginderaan jauh dibedakan atas cara interpretasinya, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi secara numerik.

Menurut Hornby (Sutanto, 1994:6), citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau oleh sensor lainnya. Sedangkan Simonett mengutarakan dua pengertian tentang citra yaitu :
“The counterpart of an object produced by the reflection or refraction of light when focussed by a lens or a mirror.
Gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin.
The recorded representation (cinnibkt as a ogiti unage) if object produced by optical, electro-optical, opical mechanical, or electrical means. It is generally used when the EMR menited or reflected from a scene is not directly recpded pm film.
Gambaran rekaman suatu obyek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu obyek tidak langsung direkam pada film.”
(Sutanto, 1994:6)

Benda yang terekam pada citra dapat dikenali berdsarkan ciri yang terekam oleh sensor. tiga ciri yang terekam oleh sensor adalah ciri spasial, ciri temporal, dan ciri spektral.
Ciri spasial, adalah ciri yang berkaitan dengan ruan, meliputi : bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur, situs, dan asosiasi.
Ciri Temporal, adalah ciri yang terkait dengan umur benda atau waktu saat perekaman.
Ciri Spektral, adalah ciri yang dihasilkan oleh tenaga elektromagnetik dengan benda, yang dinyatakan dengan rona dan warna.

Citra dapat dibedakan atas citra foto (photographic image) atau foto udara dan citra nonfoto (non-photographic image). Perbedaan antara citra foto dan citra non foto dapat dijelaskan dengan tabel berikut :


Citra foto dapat dibedakan berdasarkan :
a. Sistem wahana :
- foto satelit : foto yang dibuat dari perspektif satelit
- foto udara : foto yang dibuat dari persepektif pesawat udara atau balon udara
b. Spektrum elektromagnetik yang digunakan :

- Ultraviolet
- ortokromatik
- pankromatik
- inframerah warna asli (
true color) dan
- inframerah warna palsu (
false color).
c. Kemiringan sumbu kamera terhadap permukaan bumi ;
- Foto vertikal atau Foto tegak (
Orto photograph), yaitu citra foto yang dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap objek di permukaan bumi
- Foto miring atau Foto condong (Oblique Photograph), yaitu citra foto yang dibuat dengna sumbu kamera membentuk sudut terhadap objek permukaan bumi.
d. Jenis kamera
- foto dengan kamera tunggal
- kamera jamak (menggunakan lebih dari satu kamera)
e. Warna yang digunakan
- Foto warna semu, misalnya vegetasi yang berwarna hijau nampak berwarna merah karena menggunakan sinar ultraviolet.- foto warna asli, misalnya vegetasi yang berwarna hijau akan terlihat hijau seperti objeknya.
Citra nonfoto dapat dibedakan:
a. Berdasarkan wahana yang digunakan
- Citra dirgantara
- Citra satelit
b. Berdasarkan Spektrum elektromagnetik yang digunakan
- citra radar
- citra inframerah termal
- citra gelombang mikro
c. Berdasarkan sensor yang digunakan
- citra tunggal
- citra multispektral

Penginderaan jauh fotografik yaitu sistem penginderaan jauh yang di dalam merekam obyek menggunakan kamera sebagai sensor, menggunakan film sebagai detektor, serta memanfaatkan tenaga elektromagnetik. Perekaman obyek atau pemotrentann dapat dilakukan dari udara maupun dari antariksa. Hasil rekamannya setelah diproses menjadi foto udara atau foto satelit.
Penginderaan jauh fotografik pada umumnya menggunakan tenaga alamiah. Matahari merupakan sumber tenaga yang utama, sedangkan sinar bulan dan sinar buatan bisa digunakan pada waktu malam hari.
Obyek yang digambarkan pada foto udara terbatas pada obyek yang tampak, yaitu obyek di permukaan bumi yang tidak terlindung oleh obyek lainnya. Obyek di bawah permukaan tanah yang tertutup oleh vegetasi tidak dapat tergambar pada foto udara. Meskipun demikian, ada obyek tak tampak tetapi dapat ditafsirkan berdasarkan obyek yang tampak. Sebagai contoh, jenis batuan yang dapat ditafsirkan berdasarkan topografi, pola aliran, dan vegetasi penutupnya.

PENGINDERAAN JAUH NON FOTOGRAFIK : SISTEM TERMAL

Penginderaan jauh sistem termal adalah penginderaan jauh yang memanfaatkan pancaran suhu suatu benda. Semua benda memancarkan panas yang disebabkan oleh gerak acak partikelnya. Gerak acak ini menyebabkan gesesarn antara partikel benda dan menimbulkan peningkatan suhu sehngga permukaan benda itu memancarkan panasnya. Tenaga elektromagnetik yang dipancarkan oleh benda disebut tenaga pancaran yang besarnya diukur dengan Watt.cm-2.
Meskipun semua benda di permukaan bumi memancarkan panas, jumlah panas yang dipancarkan tidak sama bagi tiap benda. Jumlah panas yang dipancarkan oleh tiap benda dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur atau menginderanya, suhu permukaan benda, dan nilai pencarannya.
Suhu pancaran yang yang berasal dari obyek di permukaan bumi direkam oleh suatu sensor termal. Hasil rekaman tersebut bisa diproses menjadi citra maupun non citra. Yang dimaksud dengan citra disini ialah citra inframerah termal yang berupa gambaran dua dimensiobel atau gambaran piktorial. Sedangkan hasil non-citra berupa garis atau kurva spektral, satu angka, atau serangkaian angka yang mencerminkan suhu pancaran obyek yang terekam oleh sensor termal.
Dengan Sistem penginderaan jauh termal ini, maka perekaman data dapat dilakukan baik pada siang maupun malam hari. Tentusaja, perekaman harus dilakukan pada kondisi cuaca yang memungkinkan. Keunggulan lain dari sistem penginderaan jauh tenaga termal ini adalah menghasilkan citra yang mampu merekam ujud yang tak tampak oleh mata sehingga menjadi gambaran yang cukup jelas. Misalnya kebocoran pipa gas bawah tanah, kebakaran tambang batu bara bawah tanah, perbedaan suhu air, dan lain-lain.
Kelemahan citra inframerah termal terletak pada aspek geometrinya yang penyimpangannya lebih besar dari penyimpangan pada foto udara.

7

PENGINDERAAN JAUH NON-FOTOGRAFIK : SISTEM GELOMBANG MIKRO

Pada mulanya, penginderaan jauh yang dikembangkan oleh para ahli adalah penginderaan jauh fotografik yang menggunakan spektrum tampak. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, tenaga elektromagneetik yang dapat digunakan untuk penginderaan jauh meluas ke spektrum yang tidak tampak oleh mata, yaitu spektrum inframerah. Sistem penginderaan jauh menggunakan tenaga gelombang mikro ini baru dikembangkan sejak tahun 1950-an.
Penginderaan jauh dengan tenaga gelombang mikro merupakan sistem penginderaan jauh yang bisa beroperasi pada siang maupun malam hari pada segala cuaca. Ini berbeda dengan foto udara maupun citra inframerah termal yang keduanya tidak bisa dibuat pada daerah yang banyak tertutup oleh awan. Walaupun begitu, sistem penginderaan jauh ini memiliki kelemahan yaitu resolusi spasial yang rendah.
Sensor penginderaan jauh ini terdiri dari dua jenis, yaitu radiometer dan penyiam. Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga elektromagnetik pada gelombang mikro dibedakan atas dua sistem, (1) sistem Pasif, dimana menggunakan gelombang mikro alamiah, (2) Sistem aktif, menggunakan gelombang mikro yang dibangkitkan pada sensor.

PENGINDERAAN JAUH NON-FOTOGRAFIK : SISTEM SATELIT

Berbagai Satelit Penginderaan Jauh :
Satelit Sumberdaya Alam :
1. Landsat (
land Resources Satellite) milik Amerika Serikat
2. SPOT (
System Probotaire de Observation de la Terra) milik Perancis3. MOS (Marine Observation Satelite) Milik Jepang
4. Luna milik Rusia
5. Seasat (
Sea satellite) milik AS
6. ERS (
Eart Resources Satellite) milik Eropa
Satelit Cuaca;
1. TIROS (Thermal Infrared Observation Satellite) milik AS
2. GOES (Geostationary Operational Environmental Satellite) milik AS.

3. Meteosat (Meteorological Satellite) milik Lembaga Antariksa Eropa.

4. SKYLAB milik AS.
5. OAO-2 (
Orbiting Astronomical Observatory) milik AS
6. Aqua milik AS.
7. Himawari milik Jepang.
Satelit Telekomunikasi;
1. ECHO 1 milik Amerika Serikat
2. Satelit Palapa, Milik Indonesia3. Telkom-1 Milik Indonesia
4. Garud
a-1 Milik IndonesiaSatelit Pengintai;
1. Area Survey milik AS
2. Close Look milik AS
3. Quick Bird Milik AS
4. Cosmos Milik AS
5. China sat-1 milik China
6. Bhaskara-1 milik India
KEUNGGULAN PENGINDERAAN JAUH
Menurut Sutanto(1994:18-23), penggunaan penginderaan jauh baik diukur dari jumlah bidang penggunaannya maupun dari frekuensi penggunaannya pada tiap bidang mengalami pengingkatan dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
(1) Citra menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan; wujud dan letak obyek yang mirip ujud dan letak di permukaan bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, serta bersifat permanen.

(2) Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional apabila pengamatannya dilakukan dengan alat yang disebut stereoskop.
(3) Karaktersitik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentukcitra sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya.
(4) Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial.
(5) Merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana.
(6) Citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek.


gambar di atas merupakan analisis foto udara dengan stereoskop, di mana dua foto udara suatu wilayah yang berdekatan bila dilihat dengan alat tersebut bisa tampak gambaran tiga dimensionalnya.
Kegunaan citra penginderaan jauh antra lain sebagai berikut :
1. Sebagai alat bantu dalam menyusun teori
Teori adalah serangkaian peryataan tentang hubungan antara dua gejala atau lebih yang dibuat dengan tingkat kepercayaan tertentu. Teori tersebut disusun berdasarkan penelitian yang dibuat dengan tingkat kepercayaan antara teori dan fakta.
2. Sebagai atau untuk menemukan fakta
Citra yang menyajikan gambaran lengkap merupakan sumber data yang dapat diinterpretasi secara cepat.
3. Sebagai alat penelitian
Citra yang menyajikan gambaran sinoptik merupakan alat yang baik dalam memberikan rekaman objek, gejala, atau daearah.
4. Sebagai dasar penjelasan
Citra yang menyajikan gambaran lengkap dengan ujud dan letak yang mirip wujud dan letak sebenarnya merupkan alat yang baik sekali untuk memahami letak dan susunan gejala di muka bumi.
5. Sebagai alat dalam prediksi pengendalian.
Citra merupakan alat bantu secara visual yang bermanfaat di dalam prediksi dan pengendalian, yaitu sebagai abstraksi kondisi masa yang akan datang dan sebagai peta kerja.

Gambar di atas adalah animasi yang dibuat oleh seorang ahli untuk menggambarkan penyebaran lumpur sidoarjo ke selat madura. Animasi ini dibuat berdasarkan data satelit yang diperoleh secara periodik. Dari data citra tersebut, seorang ahli bisa memprediksi dampak penyebaran lumpur beberapa tahun yang akan datang.

Penginderaan jauh bisa dimanfaatkan oleh para ahli dalam bidangnya masing-masing. Diantaranya sebagai berikut :
- Hidrologi : pengukuran curahan, memonitor dalamnya salju dan es yang menutup permukaan, pengawasan banjir, manajemen transport ari, agrikultur, kehutanan.
- Meteorologi : Memonitoring badai, curahan, awan dan gerakannya, angin serta turbulensi, insolasi.
- Ekologi dan Polusi : memonitor biologi, polusi thermal, polusi udara dan air.
- Geografi dan geologi : pemetaan tanah dan lapangan, peta geologi, mendeteksi endapan mineral.
- Oceanografi : memonitor gelombang, arus, temperatur, salinitas, turbidit (kekeruhan air)
- Militer
sekarang bacalah artikel ini, kemudian ceritakan kembali pemanfaatan citra satelit yang terdapat dalam artikel tersebut dengan kata-katamu sendiri.
Dalam melakukan interpretasi citra, digunakan berbagai alat yang meliputi alat pengamat, alat pengukur obyek pada citra, alat pemindahan data intrepretasi Citra, serta alat Analisis digital.
Alat pengamat pada citra meliputi alat pengamat nonstereoskopik (lensa pembesar, meja sinar, serta istrumen pengamat optik dan elektronik) dan Alat pengamat stereoskopik. Stereoskop merupakan piranti optik binokuler untuk membantu pengamat guna mengamati pasangan foto atau diagram yang diorientasikan dengan benar untuk memperoleh kesan mental sebuah model tiga dimensional.
Alat pengukur obyek pada citra meliputi pengukur arah, pengukur jarak, pengukur luas, pengukur tinggi, serta pengukur lereng.




Interpretasi citra adalah perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1994:7)
Menurut Lintz Jr. dan Simonett dalam Sutanto (1994:7), ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, yaitu:(1) Deteksi, adalah pengamatan adanya suatu objek, misalnya pada gambaran sungai terdapat obyek yang bukan air.
(2) Identifikasi, adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Misalnya berdasarkan bentuk, ukuran, dan letaknya, obyek yang tampak pada sungai tersebut disimpulkan sebagai perahu motor.
(3) Analisis, yaitu pengumpulan keterangan lebih lanjut. Misalnya dengan mengamati jumlah penumpangnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perahu tersebut perahu motor yang berisi dua belas orang.


UNSUR INTERPRETASI CITRA
Sambil mempelajari unsur interpretasi citra, silahkan sesekali melihat ke foto udara berikut ini.

Pengenalan obyek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra. Foto udara sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur interpretasi yang paling lengkap dibandingkan unsur interpretaasi pada citra lainnya. (Sutanto, 1994:121). Unsur interpretasi citra terdiri :
(1) Rona dan Warna
Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra, sedangkan warna ialah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.
Melihat gambar di samping kita akan mengetahui bahwa gambar tersebut merupakan lokasi semburan lumpur lapindo. Genangan lumpur bisa kita kenali dengan adanya obyek yang berwarna keabu-abuan dengan rona cerah. Titik semburan lumpur pun bisa kita kenali dengan warna putih dan rona yang lebih cerah yang ada di tengah-tengah genangan lumpur. Daerah yang belum tergenang oleh lumpur juga bisa kita kenali dengan adanya objek berwarna hijau, yang menandakan masih adanya vegetasi yang hidup.
(2) Bentuk
Merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Kita bisa adanya objek stadion sepakbola pada suatu foto udara dari adanya bentuk persegi panjang. demikian pula kita bisa mengenali gunung api dari bentuknya yang cembung.
(3) Ukuran
Atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Ukuran meliputi dimensi panjang, luas, tinggi, kemirigan, dan volume suatu objek. Perhatikan gambar lokasi semburan lumpur di atas; ada banyak objek berbentuk kotak-kotak kecil. Kita bisa membedakan mana objek yang merupakan rumah, gedung sekolah, atau pabrik berdasarkan ukurannya.
(4) Tekstur
Frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Untuk lebih memahami, berikut akan digambarkan perbedaan tekstur berbagai benda.

(5) Pola
Pola atau susunan keruagan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
(6) Bayangan
Bayangan sering menjadi kuci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek dengan karakteristik tertentu, seperti cerobong asap, menara, tangki minyak, dan lain-lain. Jika objek menara disamping diambil tegak lurus tepat dari atas, kita tidak bisa langsung mengidentifikasi objek tersebut. Maka untuk mengenali bahwa objek tersebut berupa menara adalah dengan melihat banyangannya.




(7) Situs
Menurut Estes dan Simonett, Situs adalah letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya. Situs juga diartikan sebagai letak obyek terhadap bentang darat, seperti situs suatu obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, dan sebagainya. Itulah sebabnya, site dapat untuk melakukan penarikan kesimpulan (deduksi) terhadap spesies dari vegetasi di sekitarnya. Banyak tumbuhan yang secara karekteristik terikat dengan site tertentu tersebut. Misalnya hutan bakau ditandai dengan rona yang telap, atau lokasinya yang berada di tepi pantai. Kebun kopi ditandai dengan jarak tanamannya, atau lokasinya yaitu ditanam di daerah bergradien miring/pegunungan.
(8) Asosiasi
Keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain. Misalnya fasilitas listrik yang besar sering menjadi petunjuk bagi jenis pabrik alumunium. gedung sekolah berbeda dengan rumah ibadah, rumah sakit, dan sebagainya karena sekolah biasanya ditandai dengan adanya lapangan olah raga.

Dalam mengenali obyek pada foto udara atau pada citra lainnya, dianjurkan untuk tidak hanya menggunakan satu unsur interpretasi citra. Semakin ditambah jumlah unsur interpretasi citra yang digunakan, maka semakin menciut lingkupnya ke arahtitik simpul tertentu. Pengenalan obyek dengan cara ini disebut konvergensi bukti (cerverging evidence/convergence of evidence).


sumber : Sutanto, 1992
Contoh konvergensi bukti
Soal :
Pilihlah salah satu beberapa citra satelit yang ada pada situs ini, kemudian buatlah interpretasinya dengan bahasa kamu.

URGENSI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT
UNTUK PERTAHANAN KEAMANAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Oleh : Kol CTP Umar S. Tarmansyah, Puslitbang Indhan Balitbang Dephan

 


 

 

PENDAHULUAN
                Sejak awal peradaban manusia telah muncul kesadaran untuk mengetahui hakekat bumi sebagai tempat tinggal manusia. Berawal dari kesadaran tersebut maka berkembanglah berbagai studi tentang ilmu kebumian, seperti Geografi, Geologi, Hidrologi, Meteorologi, Klimatologi dan lain-lain. Sejalan dengan perkembangan jaman muncul studi kebumian yang memusatkan perhatian pada aspek khusus, seperti Geodesi (tentang bentuk dan ukuran bumi), Kartografi (tentang cara menggambarkan permukaan bumi) dan terakhir Fotogrametri (penggambaran muka bumi via media foto dan citra penginderaan jauh). Kemampuan peradaban manusia dan semakin padatnya penduduk bumi, melahirkan kesadaran moral, manusia untuk tidak memperlakukan lingkungan tempat tinggalnya dengan semena-mena, sehingga dipandang perlu adanya manajemen pembangunan lingkungan (wilayah) untuk memelihara keseimbangan lingkungan, mencegah kerusakan dan dapat mengantisipasi keadaan yang akan datang. Sebagai sarana perencanaan pembangunan wilayah memerlukan peta kondisi lingkungan yang mutakhir beserta potensi dan kendala yang dimiliki daerah tersebut Kebutuhan ini mendorong percepatan atau perkembangan pengumpulan informasi geografi dan pemetaan yang mutakhir dalam hal ini teknologi penginderaan jauh (Inderaja) yang dari waktu ke waktu semakin maju dikembangkan untuk mampu menjawab tantangan kebutuhan tersebut.
                Melalui pendekatan interdisipliner dari berbagai cabang ilmu kebumian seperti : geografi, geologi, geomorfologi, petrologi, klimatologi, meteorologi dan geofisika, maka informasi tentang segala fenomena dan latar belakang masalah kebumian dapat diungkapkan dengan lebih jelas, spesifik dan lebih bermakna. Pelibatan cabang-cabang ilmu kebumian tersebut (sebagai ilmu bantu) dalam mengupas/mengatasi suatu fenomena atau masalah kebumian, dapat menghasilkan suatu kajian yang lengkap dan komprehensif. Pemanfaatan remote sensing dan fotogrametri merupakan suatu revolusi dalam mengungkap fenomena (masalah kebumian). Dengan remote sensing dan fotogrametri yang pada dasarnya merupakan perpaduan antara iptek kebumian, teknologi informasi dan komputer telah dapat mempercepat proses identifikasi dan pemahaman atas masalah yang terjadi pada ruang muka bumi (geospatial) secara interrelationship dan/atau interdependental. Melalui pendekatan antardisiplin ilmu (multi disiplinery approach) terhadap suatu masatah geospatial dan penggunaan teknologi remote sensing serta computer secara terpadu telah menjadi suatu sarana yang ampuh dalam memecahkan masalah geospatial secara cepat dan akurat. (Tono S., 2003)

SEKILAS PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INDERAJA (REMOTE SENSING).
                Lahirnya teknologi Inderaja erat kaitannya dengan teknologi pesawat atau wahana terbang seperti balon udara pesawat terbang dan satelit serta teknologi di bidang fotografi danlatau fotogrametri. Pada Perang Dunia ke-II terjadi persaingan teknologi militer antara pihak Amerika dan sekutunya dengan pihak Jerman dan Jepang sebagai lawannya untuk memperoleh keunggulan. Salah satu teknologi tersebut adalah teknologi lnderaja yakni kemampuan mendeteksi kekuatan musuh dari jarak jauh melalui pemotretan dari wahana atau pesawat terbang. Setelah ditemukan dan dikembangkannya teknologi Fotogrametri yang dapat mentransformasikan citra foto ke bentuk peta garis (peta topografi), mulailah sejak itu dikenal metode fotogrametri di bidang pemetaan topografi. Sejalan dengan kemajuan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi, maka teknologi Inderaja juga mengalami kemajuan yang pesat. Dengan melibatkan ahli-ahli di bidang ilmu-ilmu kebumian (Geologi, Geografi, Hidrologi, Geodesi dan lain-lain) citra foto udara ternyata dapat dimanfaatkan di lapangan yang lebih luas karena dari citra tersebut dapat dianalisis potensi sumber daya alam dan bencana alam, kondisi iklim/cuaca serta aspek-aspek geografi lainnya.
                Perkembangan selanjutnya lebih mengejutkan lagi, setelah ditemukan teknologi citra satelit yang dapat mendeteksi potensi sumber daya alam dari satelit yang mengorbit dari ketinggian ribuan kilometer dari permukaan bumi Kelebihan teknologi citra satelit ini dapat meliput daerah yang luas secara cepat dan mengulanginya secara periodik dalam siklus waktu relatif singkat (kurang dari satu bulan).
                Pada saat ini di beberapa negara maju tetah berhasil menerbangkan beberapa jenis satelit untuk pemotretan bumi, antara lain Landsat milik USA, SPOT milik Perancis,ERS (Earth Resources Satellite) oleh konsorsium beberapa negara Eropa (ESA), Radarsat (Kanada), JERS (Jepang) dan IRS (India). Indonesia sebagai negara berkembang belum memiliki Satelit Inderaja, tetapi memiliki Stasiun Bumi penerima (receiver) Citra lnderaja, yaitu Stasiun Bumi Parepare di Sulawesi Barat. Sehubungan dengan itu, Indonesia menjalin kerjasama dengan negara-negara pemilik satelit tersebut untuk turut memanfaatkannya (Mulyadi K. 1998)

Kendala Teknologi Satelit lnderaja

1) Sebagai salah satu produk teknologi modern, teknologi Inderaja juga sama dengan produk teknologi lain yakni amat bergantung pada kelengkapan sistem, apabila salah satu bagian perangkat teknologi ini mendapat gangguan, maka seluruh sistem menjadi lumpuh.
2) Teknologi ini belum dikuasai oleh Indonesia sepenuhnya, sehingga dalam beberapa hal kita masih bergantung kepada luar negeri baik segi peralatan, maupun sarana produksi, termasuk dana karena teknologi ini mahal atau padat modal.
3) Kecuali citra radar, Landasan dan SPOT belum dapat menghadapi kendala awan yang menutupi suatu daerah.
4) Teknologi Inderaja berkembang pesat dan mahal sehingga untuk negara negara berkembang-termasuk Indonesia-dirasakan berat untuk mengikutinya.

Peluang teknologi Satelit Inderaja :

Teknologi ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
1) Pemanfaatannya telah dapat menyajikan informasi geografi dari suatu liputan wilayah yang luas dalam waktu relatif singkat.
2) Telah terjalin kerjasama dengan semua pemilik satelit dan mendapat beberapa kemudahan seperti pinjaman alat, bantuan teknologi dan lain-lain.
3) Dengan teknologi ini pemutakhiran data dapat dilakukan secara periodik dengan siklus waktu yang singkat bahkan setiap saat biIamana diperlukan.
4) Kemajuan teknologi Inderaja yang dapat diintegrasikan dengan teknologi informasi dan komputer sehingga memungkinkan pemanfaatannya dalam bidang-bidang yang semakin luas.
5) Kemajuannya yang pesat di bidang resolusi spasial, dimana sekarang telah mencapai 1 meter memungkinkan kedepan citra satelit digunakan sebagai bahan pembuatan peta topografi dan peta tematik skala besar.

Data, Wahana, Sensor dan Radar
Data satelit atau data foto udara adalah informasi yang terkandung dari citra satelit atau foto udara tersebut.
Wahana adalah media atau sarana dari mana citra foto atau satelit diambil. Dalam hal ini bisa berupa pesawat udara, balon udara atau satelit.
Sensor adalah perangkat perekam optis yang ada pada kamera foto atau perekam gelombang elektromagnetik pada Inderaja satelit.
Radar. Penggunaan radar merupakan peralihan dari penggunaan gelombang elektromagnetik yang pasif pada SPOT dan landsat ke penggunaan SAR (Synthetic Aperture Radar) yang memiliki sumber energi sendiri (aktif).
Produk Inderaja. Produk Inderaja terdiri dari tiga bentuk. yaitu film dan foto (pada citra foto) dan CCT (Computer Compatible Tape) yang berisi rekaman gelombang elektromagnetik pada citra satelit yang dipantulkan dari permukaan bumi.
Prinsip Kerja. Prinsip kerja Inderaja terdiri atas :
a. Pada citra foto yang diambil dan pesawat terbang sama dengan pengambilan gambar pada kamera biasa yakni pengambilan gambar tentang alam oleh kamera, hanya pengambilannya dari jarak jauh dalam posisi relatif tegak.
b. Pada citra satelit adalah memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sinar matahari ke permukaan bumi, kemudian dipantulkan kembali ke angkasa dan ditangkap oleh alat sensor yang ada di satelit Inderaja. Rekaman pantulan gelombang elektromagnetik dari setiap jenis obyek yang berbeda menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda pula. Dengan menggunakan saluran (Band) Multi Spectral Scanner (MSS) dan kemampuan pencitraan resolusi tinggi, maka data/informasi obyek di bumi akan semakin jelas dan tinggi kualitasnya.

Beberapa Satelit lnderaja dan Stasiun Bumi Satelit.

Sekarang di dunia telah ada beberapa satelit Inderaja. Beberapa diantaranya telah dan akan dimanfaatkan Indonesia, yaitu :
1) Landsat milik USA. Landsat sampai saat ini telah sampai pada generasi ketujuh sesuai dengan kemampuan resolusinya dibedakan atas tipe MSS (Multi Spectral Scanner) yang beresolusi 80 m dan tipe TM (Thematic Mapper) yang beresolusi 30 m (pada landsat-5 dan Landsat-7). Landsat adalah pengembangan dari ERTS (Earth Resources Technology Satellite).
2) Satelit SPOT. Satelit SPOT milik Perancis yang diluncurkan tahun 1986 dan beredar pada ketinggian 830 km cakupan ulang pada daerah yang sama setiap 16 hari, SPOT memiliki dua sensor (HRV1 dan HRV2). Kamampuan lebar cakupan 60-80 km.
3) Satelit Radar SAR (Svnthetic Aperture Radar). atau Radarsar adalah milik Kanada (Canadian Space Agency), pengoperasiannya dikontrol dari stasiun bumi yang ada di Prince Albert, Saskatchevan. Quebec. Kelebihan satelit dengan sensor SAR dapat menembus awan dan kegelapan malam serta mampu menampilkan data stereoskopis, pengulangan orbit setiap 24 hari.
4) Satelit ERS (Earth Resources Satellite. Satelit ini dibangun dan dikembangkan oleh ESA (European Space Agency). Terdiri dari ERS-1 dan ERS-2, merupakan satelit sumberdaya alam. Keduanya mengorbit pada trek orbit yang sama, yaitu orbit polar yang membawa sensor SAR sehingga memiliki kemampuan seperti Radarsat.
5) Satelit JERS. Satelit ini milik Jepang, menggunakan sensor optik dengan resolusi tinggi (18 m) yang bekerja pada gelombang visible hingga near infrared (VNIR). Penggunaan kanal Infra Red ini sangat efektif untuk mendeteksi sumberdaya mineral (Sitanggang, G., 1998).
Stasiun Bumi. Belum semua negara memiliki stasiun bumi yang memanfaatkan satelit Inderaja, namun beruntung Indonesia termasuk salah satu diantara yang sudah memilikinya. Stasiun-stasiun bumi di dunia antara lain adalah Prince Albert (Canada), Fair Bank (Alaska, USA), Goldstone (California, USA), Curoba (Brazil), Chiquita (Argentina), Kiruna (Swedia), Fucino (ltalia), Yohannes burg (Afrrika Selatan), Hiderabad (India), Bangkok (Thailand), Alice Spring (Australia), Singapura, Pare-pare (Indonesia), Taiwan, dan Malaysia.

 

A P L I K A S I T E K N O L O G I P E N G I N D E R A A N J A U H DIINDONESIA

Penerapan Teknologi Inderaja di Bidang Pembangunan.
Produk teknologi Inderaja di bidang pembangunan semakin dirasakan manfaatnya. Sejalan dengan kemajuan yang dicapai di bidang teknologi tersebut, sekarang telah memiliki kemampuan menyajikan informasi spatial (keruangbumian) yang semakin luas dan semakin akurat. Kemampuan teknologi Inderaja Satelit yang dapat meliput daerah secara luas dalam waktu singkat serta dilakukan secara periodik, telah menjadikan teknologi ini tidak saja sekedar pengumpul data/informasi spatial, tetapi juga sebagai sarana pemantauan dinamika perkembangan wilayah dan sarana/alat guna mengevaluasi dampak pembangunan terhadap ruang muka bumi.
a. Penerapan di Bidang Inventarisasi Sumberdava Alam. Potensi sumberdaya alam (SDA) bagi nagara sedang berkembang (developing country) seperti Indonesia belum dapat diketahui secara pasti dan menyeluruh, terutama untuk daerah luar Jawa yang berpenduduk relatif jarang. Dengan adanya teknologi Inderaja Satelit, proses inventarisasi SDA tersebut dapat dipercepat. Salah satu kegiatan yang telah hampir selesai dilaksanakan adalah inventarisasi sumberdaya lahan Nasional (SDLN) yang diwujudkan dalam bentuk peta tematik RePPProT (Regional Physical Planning Program for Transmigration), proyek bersama Deptrans PPH, BPN dan Bakosurtanal di era Orba. Daerah dengan potensi sumberdaya lahan (SDL) yang miskin, namun padat penduduknya diplot sebagai daerah sumber penyedia transmigran, sedangkan daerah dengan potensi SDL yang kaya SDA di luar Jawa diplot sebagai daerah tujuan/penerima transmigran. Dalam peta RePPProT tersebut tergambar pula kondisi vegetasi/tutupan lahan di setiap daerah. Potensi-potensi SDA yang lain seperti sumberdaya mineral tambang, air tanah, sumberdaya maritim, dll., semuanya dapat diketahui melalui teknologi Inderaja.

b. Penerapan di Bidang Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Perikanan. Kemampuan citra Landsat TM dan SPOT/P yang dihasilkan Multiband Scanner telah mampu mengidentifikasi jenis-jenis tanaman, kondisi tanaman dan menentukan jenis tanah serta sifat-sifat tanah lainnya. Bahkan dengan penggunaan Landsat TM beresolusi tinggi, kematangan tanaman dan ukuran rata-rata pohon di hutan dapat diketahui. Dengan kemampuan pemantauan Inderaja yang bersifat periodik dapat diketahui dan dievaluasi perkembangan/perubahan areal tanaman atau tumbuhan hutan setiap waktu. Sehingga dengan demikian teknologi ini merupakan sarana pengawasan pembangunan yang efektif dan efisien.
Di bidang perikanan, jasa teknologi ini juga dapat dirasakan manfaatnya, sekalipun tidak langsung. Hal-hal yang diketahui secara langsung adalah kondisi kekeruhan air, gerakan massa air (arus, panas atau dingin) dan sifat air lainnya. Dengan mengetahui kondisi air seperti itu dapat diperkirakan di tempat mana saja terdapat kumpulan ikan jenis tertentu. Para pencuri ikan (illegal fishing) juga menggunakan data peta/citra hasil teknologi Inderaja Satelit ketika mencuri ikan di perairan Indonesia. Sehubungan dengan itu, dengan memahami hasil anaIisis Inderaja di perairan, aparat Kamla dapat memperkirakan keberadaan para pencuri ikan (Hasyim B., 1995).

c. Penerapan di Bidang Pemantauan Bencana Alam. Sebelum bencana alam terjadi biasanya didahului oleh adanya gejaIa-gejala tertentu. Contohnya, sebelum gunung api meletus biasanya didahului oleh adanya peningkatan suhu permukaan bumi di sekitar gunung api tersebut. Peningkatan panas ini dapat diketahui dari perubahan yang terjadi pada citra Satelit Inderaja. Bahaya longsoran tanah atau pergeseran tanah pada umumnya diawali dengan adanya retakan atau rekahan atau patahan bidang tanah secara vertikal. Gejala demikian dapat diketahui dari hasil analisis citra foto atau citra radar. Bahaya badai atau angin ribut sebelumnya dapat diketahui dari adanya dua blok massa udara bertekanan sangat tinggi dan di lain pihak massa udara bertekanan rendah. Gejata udara ini dapat diketahui dari citra satellt GMS (Geostationary Meteorological Satellite). Demikian pula dengan bencana alam lainnya seperti banjir, kebakaran hutan, secara tidak langsung dapat diramalkan sebelumnya melalui perubahan gejala tertentu pada lingkungan setempat. Perubahan gejata ini dapat diketahui dari perubahan citra satelit dalam kurun waktu yang relatif singkat (Mahdi Kartasasmita, dkk, 1998).
Dengan citra satelit, kebakaran hutan dapat diketahui secara dini, bahkan dapat diantisipasi. Guguran daun dari pohon-pohon pada suatu areal hutan yang luas akibat kekeringan pada musim kemarau sangat rentan menimbulkan kebakaran yang hebat bilamana pada areal hutan tersebut berhembus angin kencang. Kondisi tersebut dapat diketahui dari citra Satelit. Kita, bahkan penduduk negara tetangga kita dapat mengetahui jumlah titik api pada kebakaran hutan di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dll. Untuk bencana alam yang ditimbulkan oleh dampak perbuatan manusia, seperti pertanian liar di daerah terlarang, illegal logging, illegal mining, dan lain-lain, dengan data citra satelit dapat diketahui dan bahayanya dapat diantisipasi secara dini. Kerusakan lingkungan, khususnya hutan yang sekarang marak terjadi dengan demikian dapat diminimalisasi, karena segera dapat diketahui sejak dini melalui citra satelit (Agus Hidayat, 1995).

d. Penerapan Teknologi Inderaja untuk Bidang Survei dan Pemetaan (Surta). Bidang Surta sudah cukup lama memanfaatkan jasa teknologi Inderaja ini. Sejak diperkenalkannya teknologi Fotogrametri di bidang pemetaan topografi di Indonesia pada tahun 1975, maka sejak itu teknologi terus dikembangkan oleh lembaga pemetaan nasional, seperti Bakosurtanal, Dittopad, Dissurfotrud dan Dishidrosal serta perusahaan pemetaan swasta skala besar seperti Mapindo, Exsa Internasional dan lain-lain. Sebelum era metoda fotogrametri, pemetaan topografi diselenggarakan dengan metoda terestris, yakni pengukuran langsung di lapangan dengan alat-alat ukur terestris, seperti : Theodolite, Waterpass, dll. Dengan metoda fotogrametri pengumpulan data dilakukan melalui pemotretan udara dari wahana pesawat terbang. Melalui perangkat peralatan plotter, aerotriangulasi dan rektifikasi, citra foto dapat diubah menjadi peta garis (peta fotografi). Kehadiran teknologi fotogrametri ini telah membawa perubahan besar di bidang pemetaan, karena dengan metoda ini pemetaan wilayah dapat dilaksanakan lebih cepat, efektif dan efisien. Kehadiran teknologi Inderaja melalui wahana satelit telah memungkinkan kemajuan yang lebih tinggi lagi di bidang Surta. Dari citra satelit yang dapat menggambarkan unsur-unsur detail di permukaan bumi merupakan sarana media cukup baik untuk survei pendahuluan (feasibility study) dalam proyek-proyek pembangunan kewilayahan. Dalam kegiatan pemetaan, citra satelit dapat digunakan sebagai bahan yang dapat diproses untuk pembuatan peta-peta sumber daya secara khusus (peta-peta tematik) dan peta topografi skala kecil. Bahkan dengan semakin majunya teknologi Inderaja melalui satelit sekarang telah dapat menghasilkan citra yang resolusinya sangat tinggi (satu meter), seperti yang dihasilkan Satelit Ikonos 2. Data citra satelit resolusi tinggi seperti itu dapat digunakan untuk pembaharuan peta topografi skala besar. Dengan citra satelit resolusi tinggi, informasi spasial daerah-daerah terpencil yang belum dipetakan dapat diketahui (Tono S., 2003)
Penyempurnaan teknologi inderaja satelit untuk pemetaan topografi terus diupayakan dan diharapkan tidak lama lagi, dengan bantuan Citra Satelit pembuatan peta topografi standar nasional untuk seluruh wilayah NKRl dapat dituntaskan (1:50.000). Sekalipun diakui kehadiran teknologi Inderaja dapat mempercepat proses pembuatan peta topografi, namun metode pemetaan konvensional (terestris) tidak ditinggalkan, mengingat teknologi Fotogrametri dan lnderaja satelit sangat rawan terhadap gangguan/kerusakan serta punya ketergantungan yang kuat dengan pihak luar negeri sebagai pemilik teknologi satelit. Oleh karena itu bagi Indonesia, lembaga pemetaan TNI khususnya, teknologi inderaja yang diaplikasikan di bidang pemetaan bersifat “komplemen”.

e. Penerapan di Bidang Lain-lain. Dengan informasi spasial secara global dari Citra Satelit, pemerintah (pusat) dapat menjadikannya sebagai alat monitoring dan pengawasan penggunaan wilayah dan SDA di setiap Daerah Otonom(provinsi, kabupaten/kota). Apakah wilayah dan SDA Daerah Otonom dikelola dengan baik atau buruk ? Apakah pola dan cara / teknik pengelolaan wilayah / SDA di daerah tersebut berdampak buruk terhadap daerah otonom tetangganya ? Pertanyaan- pertanyaan tersebut diatas dapat dijawab dari hasil analisis dan diseminasi Citra Satelit yang dapat dilakukan secara periodik atau kapan saja diperlukan. Dengan data Citra saat ini pemerintah juga dapat menilai apakah penentuan besaran NJOP pajak bumi dan bangunan (PBB) di setiap daerah sudah tepat/sesuai dengan fakta yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dinamika pembangunan.

APLIKASI TEKNOLOGI INDERAJA UNTUK BIDANG HANKAM.
Teknologi Inderaja dapat dimanfaatkan untuk kegiatan militer/Hankam, baik operasi tempur, operasi intelejen, kegiatan militer dan kepentingan Hankam lainnya.

a. Operasi Tempur (Opspur) dan Operasi Intelejen (Opsintel). Untuk Opspur dan Opsintel ada jenis satelit khusus yakni satelit militer yang mempunyai sensor beresolusi tinggi (Decimetric dan Metric Resolution = Resotusi di bawah 1 m). Peralatan tersebut dapat dipasang pada satelit maupun wahana terbang lain (pesawat terbang, balon udara , dll.) Beberapa jenis pesawat dirancang untuk kemampuan tersebut antara lain: Bigbird, Cosmos dan Keyhole (semuanya beresolusi kuranglebih 1 m) yang mampu mendeteksi benda yang berukuran . Perangkat pesawat tersebut mampu mendeteksi dengan tepat baik benda yang sedang bergerak (moving target ground vehicles) maupun benda tak bergerak (fixed target). Satelit Helion, SPOT / Pan dan KFA 1000 mempunyai resolusi 1,0 sampai 10 m. Jenis pesawat tersebut cocok untuk mendeteksi kegiatan gerakan satuan/massa dalam jumlah terbatas (reconnaissance of selected area). Pesawat MSAR (Miniature Synthetic Aperture Radar) telah memiliki serangkaian pesawat yang masing-masing mempunyai kemampuan tersendiri. Jenis MTI (Moving Target Indication) khusus untuk mendeteksi obyek yang bergerak. FTl (Fixed Target Imaging), dirancang untuk sasaran tak bergerak dan ISAR (Inverse Synthetic Aperture Radar) untuk mendeteksi lokasi atau area termasuk kelompok armada kapal (Hartono. 1997). Kegunaan :
1) Proses Pembuatan Analisa Daerah Operasi (ADO), terutama untuk mengidentifikasi guna menentukan : 5 aspek militer dari medan, Dropping Zone, tempat pendapatan, daya dukung tanah, keadaan land cover, sumber air, kondisi cuaca.
2) Dalam mengolah Informasi/lntelejen antara lain: dapat membantu mencari dan menentukan :
a) Disposisi dan dislokasi pasukan musuh
b) Dislokasi logistik militer musuh
c) Tempat pengintaian atau peninjauan
d) Mendeteksi samaran
e) Menentukan jalan-jalan pendekat, perlindungan, medan kritis dan rintangan.
3) Untuk keperluan SAR di darat dan di laut Citra Satelit beresolusi tinggi dapat menjadi alat bantu pencarian lokasi bencana/kecelakaan yang menghendaki pertolongan segera.
4) Dapat membantu pembuatan peta militer skala besar untuk daerah yang belum ada petanya atau untuk pembaharuan peta yang datanya sudah usang.
5) Dapat membantu pembuatan Laporan Geografi Militer (LGM) atau Laporan Medan (LM) dan memperbaharui datalinformasi LGM/LM yang usang.
6) Dapat membantu menganalisis dan meramalkan kondisi cuaca (suhu, awan, tekanan udara, angin, kelembaban udara, cahaya dan kabut).
7) Sebagai sarana untuk memantau kondisi wilayah/medan tempur.

b) Kegiatan Teritorial. Kegiatan Teritorial dapat juga memanfaatkan jasa penginderaan jauh. Dalam hal ini kegiatan yang bersifat pembangunan fisik materil seperti TMMD, Operasi Bakti dan Linmas. Kegiatan-kegiatan seperti itu memerlukan data dasar wilayah berupa Informasi Geografi/SDA yang mutakhir sehingga dalam pelaksanaannya diperoleh hasil guna dan daya guna yang optimal sesuai dengan kebutuhan sekarang dan dapat mengantisipasi masa yang akan datang. Produk Inderaja yang cocok untuk kebutuhan kegiatan Teritorial adalah produk Landsat dan SPOT yang mempunyai tingkat resolusi 10 sampai dengan 80 m. Landsat Multi Spectral Scanner dan TM (Thematic
Mapper). Masing-masing terdiri dari 4 sampai 7 band (saluran), dimana setiap saluran dirancang untuk mengidentifikasi obyek tertentu sebagai contoh : saluran/band-1 pada Landsat TM mampu menyajikan data sebaran air tanah dan jenis tanah. Saluran/band-2 mampu mengidentifikasi jenis tanaman yang sehat dan yang sakit. Saluran/band-3 mampu membedakan jenis tanaman dan tata guna lahan. Produk-produk seperti itu merupakan data awal yang sangat berharga untuk perencanaan kegiatan territorial. Sedangkan produk
Reconnaissance Spot dan Helios sangat mendukung perencanaan kegiatan operasi satuan-satuan militer (Mawardi Nur, 1998).

PROSPEK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INDERAJA SATELIT
                Pada awal kehadirannya teknologi Inderaja Satelit diperuntukkan bagi kegiatan dan operasi militer. Namun dalam tahap-tahap perkembangan selanjutnya pemanfaatannya lebih banyak diarahkan kepada kepentingan pembangunan di segala bidang. Kemajuan yang dicapai dalam teknologi Inderaja ini telah mampu menyajikan macam-macam data atau informasi spasial yang semakin akurat. Bahkan informasi produk Inderaja tersebut tidak saja mengenai segala sesuatu yang ada di muka bumi, melainkan juga potensi sumberdaya tambang yang ada diperut bumi dan kedalaman laut. Hingga saat ini teknologi Inderaja telah mengalami beberapa tahap perkembangan. Berawal dari pengamatan jarak dekat melalui wahana helikopter, kemudian dengan pesawat terbang sayap tetap, selanjutnya dengan balon udara dan sekarang dengan wahana satelit yang mengorbit pada ketinggian ratusan hingga ribuan kilometer dari permukaan bumi, yang jumlahnya semakin bertambah, demikian juga kemampuannya. Tampaknya teknologi Inderaja tidak akan berhenti hingga pada kondisi sekarang. Upaya-upaya penyempurnaan atau peningkatan masih terus dilanjutkan untuk mendapat produk informasi spasial yang lebih akurat, mendalam dan mampu menembus kedalaman bumi dan samudera serta menghilangkan kendala-kendala yang masih ada.
Saat ini rekaman citra satelit telah dapat mengidentifikasi benda dengan ukuran 1 x 1 m (contoh : Citra Satelit Ikonos-2). sehingga dapat membedakan mana kerbau, mana gajah dan mana kuda. Menilik kemajuan teknologi Inderaja SateJit yang tidak pernah berhenti, era ke depan dengan data satelit orang dapat membedakan mana kambing dan mana domba (ketika resolusi spasial citra satelit sudah mencapai < 1 m).

Pengembangan dan Pemanfaatannya di Indonesia.
                Indonesia sebagai Negara berkembang yang sedang membangun guna dapat sejajar dengan negara-negara lain yang lebih maju sangat berkepentingan dengan pemanfaatan jasa dan produk teknologi Inderaja. Hal. ini semakin dirasakan pentingnya mengingat wilayah negara yang sangat luas terdiri dari perairan dan daratan yang hingga saat ini baru sebagian sumber daya alam yang telah teridentifikasi. Tuntutan untuk mengetahui potensi SDA yang belum diketahui menyadarkan kita, pentingnya pemanfaatan teknologi Inderaja tersebut.
                Kondisi Indonesia yang memiliki wilayah daratan dan perairan yang sangat Iuas dengan sejumlah permasalahan lingkungan - seperti : kebakaran hutan, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, illegal farming, tanah longsor, gempa bumi dan lain-lain, sangat membutuhkan jasa teknologi Inderaja yang semakin maju, cepat dan murah. Oleh karena itulah, Indonesia telah berupaya menjalin kerjasama dengan negara-negara pemilik dan pengembang teknologi ini. Wujud nyata dari kesadaran tersebut adalah telah didirikannya stasiun bumi multi misi di Pare-Pare (Sulawesi Selatan) dan stasiun pengolah data di Pekayon (LAPAN) Jakarta. Disadari bahwa pengetahuan kita tentang SDA baik di darat maupun (terutama) di laut masih sangat terbatas. Di bidang Hankam,luasnya wilayah tanah air dan panjangnya garis perbatasan negara dan pencurian SDA oleh pihak asing sangat membutuhkan informasi yang aktual yang terus menerus (real time), jasa dan produk teknologi Inderaja Satelit dalam hal ini telah dapat menjawab kebutuhan tersebut. Dengan demikian, baik untuk kepentingan Hankam maupun pembangunan, teknologi Inderaja akan semakin dirasakan kebutuhannya.
                Permasalahan yang dihadapi saat ini kita belum memiliki tenaga SDM, peralatan dan dana yang cukup untuk mengembangkan teknologi Inderaja satelit dan memanfaatkannya. Namun demikian upaya untuk mengatasi kendala tersebut terus dilakukan oleh lembaga terkait. Pengembangan dan pemanfaatan jasa dan produk teknologi Inderaja masih terpusat di LAPAN dan secara terbatas pada beberapa lembaga pemetaan nasional (Bakosurtanal, Dittopad, Dishidrosal, Dissurfotrud, Exsa International), BMG , departemen tertentu (Dephan, Dephut , Deptrans, DKP). TNI, Polri dan institusi pengamanan/keamanan masih sangat terbatas menggunakan jasa dan produk teknologi Inderaja. Pemanfaatan citra Inderaja beresolusi tinggi yang meliputi daerah luas dapat menyajikan data yang Iengkap dan mutakhir merupakan sumber daya yang paling tepat untuk perencanaan dan penataan wilayah. Sedangkan data citra Landsat- TM yang Multiband dapat menyajikan data tematis sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat mengetahui segala jenis tutupan lahan (vegetation coverage) dengan segala karakteristiknya. Sebagai contoh : Departemen Pertanian telah dapat memprediksi masa panen dan jumlah produksi padi di suatu daerah dengan bantuan data citra satelit ini. Departemen Kehutanan dapat mengidentifikasi jenis dan besaran pohon dari suatu kawasan hutan dan sebaran titik-titik api penyebab kebakaran hutan. Tanpa bantuan data citra dari satelit NOAA dan GMS, mustahil BMG dapat meramal cuaca di seluruh wilayah NKRI. Demikian juga aparat Kamla hanya dengan bantuan analisis citra Inderaja dapat mendeteksi dan mengidentifikasi kejahatan / pencurian SDA di laut dengan cepat. Kementerian Lingkungan Hidup juga sangat membutuhkan jasa dan produk Inderaja guna mengetahui kondisi kerusakan lingkungan dengan cepat dan akurat. Departemen Sosial dan Departamen Kesehatan dengan bantuan data spasial dari hasil analisis Citra Satelit dapat mengetahui sebaran daerah miskin dan rawan bencana, yang diperlukan untuk perencanaan prioritas pemberian bantuan.
Untuk menjaga kontinuitas akuisisi dan perekaman data, LAPAN telah sedang mengembangkan program upgrading kemampuan akuisisi, perekaman dan pengolahan data landsat-7, SPOT 4 dan 5, Envisat (pengganti ERS) dan Radarsat. Pengembangan terus dilaksanakan LAPAN untuk menghasilkan metoda dan prosedur yang paling tepat untuk operasi rutin aplikasi data Inderaja Satelit. Aplikasi yang telah berhasil dikembangkan dan sudah masuk fase operasional adalah untuk penggunaan : pemantauan hutan, lahan, pemantauan musim dan penentuan awal musim hujan. Sedangkan untuk kegiatan asesmen yang sudah berhasil dilaksanakan adalah inventarisasi : hutan bakau dan terumbu karang, beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), perubahan penggunaan tanah, pemetaan, perikanan, pemantauan luas panen, pemantauan luas konversi lahan sawah ke non-pertanian, tata-ruang dan wilayah (Mahdi Kartasasmita. dkk. 1998).

                Teknologi Inderaja dan Pelestarian Lingkungan. isu pelestarian lingkungan saat ini tampaknya telah menjadi kesadaran global. Semakin padatnya penduduk dunia menyebabkan tingkat ekspIoitasi SDA yang semakin tinggi sehingga mengancam kelestarian lingkungan. Bencana alam, berupa banjir, longsor, kebakaran hutan, penggundulan areal lahan terjadi di mana-mana. Bila kejadian ini dibiarkan akan mengancam kehidupan generasi manusia dan makhluk hidup pada umumnya di masa yang akan datang. Bahkan sekarangpun telah banyak species hewan dan tumbuhan yang telah punah. Untuk menghadapi ancaman yang serius ini diperlukan bukan hanya sekedar membangun kesadaran atas pentingnya pelestarian lingkungan melainkan tindakan nyata dari setiap individu untuk mengatasi kerusakan yang terjadi sekaligus upaya pelestarian lingkungan tersebut. Dihadapkan pada upaya tersebut, teknologi Inderaja dapat memberikan informasi dini tentang ancaman bahaya kerusakan lingkungan baik secara tekstual maupun secara visual pada suatu daerah yang luas, sehingga dengan demikian upaya penanggulangannya dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Dengan teknologi Inderaja ini, kita dapat mengetahui kesadaran moral suatu bangsa yang tercermin dalam sikap komunalnya terhadap lingkungan fisik negaranya, karena kerusakan lingkungan di suatu negara akan diketahui oleh negara-negara lain melalui tampilan informasi satelit Inderaja. Kerusakan dan kebakaran hutan di Sumatera. Kalimantan, Sulawesi dan Papua tidak saja menjadi perhatian dan keprihatinan kita dan negara-negara tetangga, tetapi juga menjadi
perhatian semua bangsa di dunia, karena hutan tropis Indonesia merupakan bagian besar dari paru-paru dunia yang situasi dan kondisinya menjadi perhatian masyarakat global. Karena itu kelambanan kita dalam menanggulangi kebakaran hutan setiap tahun merupakan hal yang memalukan karena menyangkut kredibilitas bangsa yang seolah-olah kurang peduli atas pelestarian fungsi global hutan tropis (Agus Hidayat, 1995)

KESIMPULAN.
a. Satelit Penginderaan jauh (Satelit Inderaja) adalah suatu teknik/cara untukmemperoleh informasi mengenai segala sesuatu di lingkungan permukaan bumi dengan memakai suatu alat yang tidak mengadakan kontak fisik secara langsung terhadap objek yang diindera, melainkan secara tidak langsung dari jarak jauh (dari udara), dalam hal ini dari Satelit yang mengorbit bumi di angkasa.
b. Citra lnderaja yang telah dianalisis merupakan data/informasi yang memiliki kegunaan untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan mengevaluasi sumber daya aIam (di darat dan di laut), bencana alam dan gejala cuaca atau iklim sehingga karenanya dapat digunakan sebagai sarana perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan fisik dan mendeteksi kemungkinan bencana alam. Di bidang pemetaan Citra Inderaja merupakan sarana (sumber data) untuk pembuatan dan pembaharuan peta topografi (rupa bumi).
c. Kendala teknologi Inderaja, pertama ; sebagai produk teknologi modern amat tergantung pada kelengkapan sistem, kedua ; sebagai teknologi impor, pemilik teknologi dapat mengendalikan kita sebagai konsumen produk teknologi tersebut melalui rekayasa teknologi yang dilakukan secara terus-menerus. Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia berusaha mengikuti perkembangan guna menguasai teknologi Satelit lnderaja ini.
d. Kemampuan teknologi Inderaja sebagai pengumpul, pengolah, penyaji informasi dan media pemantauan kondisi spatial merupakan sarana yang ampuh untuk mencegah dan mengatasi kerusakan lingkungan serta upaya pelestariannya. Kemampuannya yang multiguna dan dapat menyajikan data secara tepat guna untuk wilayah yang luas bagi berbagai bidang kehidupan sangat dibutuhkan Indonesia sebagai negara luas yang sedang membangun yang memiliki potensi SDA sekalipun potensi bencana alam yang beragam.
e. Aplikasi teknologi Inderaja di bidang pembangunan (non—militer) meliputi bidang-bidang : inventarisasi SDA; budi daya pertanian, perikanan, kehutanan dan kelautan; pemantauan dan penanggulangan bencana alam/lingkungan; survei dan pemetaan.
f. Aplikasi teknologi Inderaja di bidang Hankam/Militer meliputi : Operasi tempur; Operasi intelejen; Kegiatan territorial; Operasi kegiatan militer lainnya (Opsmil Selain Perang/OMSP)

SARAN.
Pengembangan Iptek Inderaja demikian pesat, namun pemanfaatannya yang dicapai Indonesia belum optimal, karena penguasaan sistem Iptek lnderaja di Indonesia dihadapkan pada berbagai kendala. Biaya investasi yang tinggi dalam aplikasi teknologi Inderaja merupakan kendala utama yang dihadapi Indonesia. Kendala lainnya adalah masalah keterbatasan SDM mampu, birokrasi dan regulasi perijinan dalam kerjasama Internasional antar lembaga negara/perusahaan yang bergerak di bidang ini. Padahal manfaatnya untuk perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan wilayah sangat besar dan penting, terutama di era otonomi daerah sekarang ini. Untuk mengatasi kendala tersebut diatas, disarankan :
a. Meningkatkan kerjasama dengan negara pemilik dan pengembang teknologi dan negara tetangga pemilik stasiun bumi, bukan saja dalam pemanfaatan jasa dan teknologi, melainkan/ditingkatkan pada penguasaan Iptek Sat lnderaja melalui alih teknologi.
b. Mengingat kemanfaatan yang menyangkut lapangan kehidupan yang amat luas, di bidang-bidang inventarisasi eksplorasi, eksploitasi SDA dan penanggulangan bencana alam serta untuk pengawasan, pengendalian dan koordinasi pembangunan antar wilayah, seyogyanya pemanfaalan jasa dan produk teknologi Inderaja ini disebarluaskan di daerah-daerah. Bilamana perlu Pemda dapat membangun sarana/perangkat penerima dan pengolah data Citra Sat atas supervisi LAPAN.

DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Hidayat, lr. M.Eng, (1995), Pemanfaatan Kondisi Lingkungan Menggunakan Data Penginderaan Jauh, Pusfatja LAPAN, Jakarta.
2. Hartono, lr, MSc. (1997), Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Pembangunan Nasional dan Pertahanan Keamanan Negara, Dittopad Jakarta.
3. Hasyim, B. (1995), Aplikasi llmu dan “Teknologi Penginderaan Jauh untuk Invantarisasi dan Monitoring Lingkungan Pantai dan Laut, Pusfatja LAPAN, Jakarta.
4. Mahdi Kartasasmita, Ir.Ph.D, Bambang Tedjakusuma, Drs.Dipl.Ing (1998) Strategi dan Antisipasi Lapan dalam Menyongsong Kegiatan Penginderaan Jauh Abad XXI, LAPAN, Jakarta.
5. Mawardi Nur, lr (1998), Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, bagi Kepeniingan Hankam Negara, Kedeputian Inderaja LAPAN, Jakarta.
6. Mulyadi Kusumowidagdo, Drs.APU, (1998) Perkembangan Iptek Penginderaan Jauh dan Pemanfaatannya di Indonesia, Proceeding Seminar Nasional Indonesia untuk Kesehatan dan Pengendalian Lingkungan, FK UGM, Yogyakarta.
7. Sabins JR, Floyd F, (1987), Remote Sensing Principples and Interpretation, W.H. Freeman and Company, New York.
8. Sitanggang, Gokmaria, Jr, (1997), Pemanfaatan Data Inderaja untuk Aplikasi Darat, Pusfatja LAPAN, Jakarta.
................................., (1998), Pengenalan Teknologi Penginderaan Jauh dan Aplikasinya, Pusfatja LAPAN, Jakarta.
9. Suhermanto, lr, Msi, (1990), Pengenalan Teknologi Radar dan Aplikasinya, Pustekja LAPAN, Jakarta.
10. Sutanto, Drs. (1979), Pengetahuan Dasar Intertretasi Citra, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.
11. Tono Saksono, Ph.D. (2003), Next Map Indonesia : Kebangkitan Kembali Industri Pemetaan Indonesia, Invited Paper for Annual Academic Forum, the Indonesian Surveyors Association, Bandung.

Definisi Pengindaraan Jauh

Penginderaan jauh (inderaja) adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk memperoleh, mengolah dan menganalisa data untuk mengetahui karakteristik objek tanpa menyentuh objek itu sendiri (Lillesand dan Kiefer, 1994). Dengan pengertian ini bahwa ada beberapa cara yang bisa dilakukan termasuk peralatan yang dipakai untuk mengamati suatu objek dengan metode penginderaan jauh. Saat ini metode penginderaan jauh sudah menggunakan satelit yang mengorbit bumi. Sistem inderaja pada prinsipnya terdiri atas tiga bagian utama yang tidak terpisahkan yaitu ruas antariksa, ruas bumi dan pemanfaatan data produk ruas bumi. Data yang diperoleh dari sensor penginderaan jauh menyajikan informasi penting untuk membuat keputusan yang mantap dan perumusan kebijakan bagi berbagai penerapan pengembangan sumberdaya dan penggunaan lahan.

Data penginderaan jauh digital mempunyai sifat khas yang dihasilkan oleh setiap sensor. Sifat khas data tersebut dipengaruhi leh sifat orbit satelit, sifat dan kepekaan sensor penginderaan jauh terhadap panjang gelombang elektromagnetik, jalur transmisi yang digunakan, sifat sasaran (obyek) dan sifat sumber tenaga radiasinya. Sifat orbit satelit dan cara operasi sistem sensornya dapat mempengaruhi resolusi dan ukuran piksel datanya (Purwadhi, 2001)

Monitoring sumber daya alam dan lingkungan mengharuskan penggunaan banyak data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan atau tahunan) yang lebih dikenal dengan analisis multitemporal. Dengan menggunakan data satelit inderaja maka analisis multitemporal dapat dilakukan dengan lebih mudah, cepat dan murah. Peran penting analisis multitemporal menggunakan data satelit inderaja akan semakin nampak untuk daerah perikanan laut lepas atau samudera, karena observasi untuk perikanan laut lepas selalu memerlukan usaha yang berat, waktu yang lama dan biaya operasional yang sangat mahal. Sedangkan untuk daerah perairan pantai (coastal area) bisa dipergunakan untuk mendeteksi perubahan garis pantai, laju sedimentasi dan perubahan luas hutan bakau.


Makalah ini menjelaskan perkembangan metode koreksi geometrik citra dari satelit EROS A1. Metode koreksi didasarkan pada model orbit/ketinggian yang tepat. Hasil dari percobaan terhadap metode mendemonstrasikan kemungkinan ortorektifikasi scene EROS A1 sampai ketelitian sub piksel. Metode tersebut sekarang digunakan dalam produksi standar citra EROS A1 teroktorektifikasi di fasilitas produksi Metria.

Sembunyikan
1. Pendahuluan

Satelit EROS A1 diluncurkan dengan sukses pada tanggal 5 Desember 2000, dan merupakan seri pertama dari 6 satelit pencitraan beresolusi tinggi yang diluncurkan oleh ImageSat International. Satelit A1 menghasilkan citra beresolusi 1,8 m dalam model standar, sementara satelit-satelit B1-B5 akan menghasilkan citra dengan resolusi 1 m. Satelit A1 juga bisa meroperasi dalam model over-sampling khusus.
EROS A1 diluncurkan ke orbit polar yang sun-synchronous pada ketinggian 480 km. Data yang diperoleh dikirim ke jaringan global stasiun penerima. Kecepatan pengiriman data adalah 70 Mbit/detik dalam frekuensi X-band. Stasiun penerima memperoleh, menyimpan, dan memproses data, dan membuat scene sistem terkoreksi, metadata yang dapat diperoleh melalui infrastruktur ImageNet.

Perusahaan Swedia, Spacemetric AB telah mengembangkan model perekaman fisik untuk EROS A1 sehingga bisa digunakan dalam proses ortorektifikasi citra EROS A1. Model ini telah diwujudkan dalam sistem produksi citra di Metria, Kiruna, yang sejak bulan September 2001 sudah mampu mengkoreksi EROS A1 sampai ketelitian sub piksel untuk citra EROS A1 yang standar.

2. KAMERA EROS A1

Kamera NA30 pada satelit EROS A1 merupakan penyiam push-broom dengan dua susunan CCD, termasuk detektor yang berjumlah lebih dari 7000 pada fokus pesawat. Detektor tersebut peka pada range spektral 0,5 – 0,9 mikron dan dicoba dengan penjumlahan kedalaman 11 bit.

Kamera secara rigid menempel ke satelit, sehingga pembidikan kamera dilakukan menggunakan sistem kontrol pergerakan untuk menggerakkan seluruh satelit. Sensor menyiam secara asynchronous, sehingga memungkinkan satelit untuk bergerak lebih cepat daripada pada saat perekaman. Satelit bergerak dengan kecepatan terbalik yang konstan, untuk memperoleh perekaman pada kecepatan yang lebih rendah, memungkinkan detektor untuk diam lebih lama melewati setiap daerah. Dengan cara ini sensor akan bisa memperoleh lebih banyak cahaya, dan meningkatkan ketajaman, serta perbandingan signal-to-noise.

Satelit bisa berubah 45 derajat dalam setiap arah pada orbitnya, menyediakan kemampuan untuk merekam daerah yang berbeda dalam lintasan yang sama. Kemampuan kamera untuk membidik dan merekam juga memungkinkan perekaman secara stereo pada orbit yang sama.

Karakteristik satelit dan kamera untuk perekaman dengan model standar ditunjukkan dalam tabel Parameter Sistem EROS berikut :

3. MODEL GEOMETRIK

EROS A1 bisa diperoleh dalam dua format, yaitu format iA yang merupakan data mentah, dan format iB yang merupakan data terkoreksi. Model yang akan dikembangkan hanya format 1A, sebab memungkinkan untuk menghubungkan posisi piksel ke bidang fokus kamera.

Model geometrik yang dipilih untuk pemodelan scene EROS A1 bisa dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda. Orientasi bagian luar termasuk model orbit satelit dan model variasi ketinggian. Orientasi bagian dalam termasuk model scan instrument. Model ini telah diaplikasikan dengan sukses terhadap beberapa sensor satelit yang berbeda. ([1], [2], [3], [4])

a. Model Orbit Satelit

Model satelit didasarkan pada 6 parameter Keppler, yang secara bersama-sama dengan komponen wilayah tingkat dua yang konstan pada potensial gravitasi bumi, mampu menjelaskan pergerakan satelit dengan ketelitian yang cukup tinggi untuk persyaratan koreksi EROS A1.
a sumbu semi mayor
e eksentrisitas
i inklinasi
? = ?0 +d?/dt * t
? = ?0 +d?/dt * t argument of perigee
M = M0 +dM/dt * t anomali rata-rata
b. Model Ketinggian

Pengukuran ketinggian dari pesawat diperoleh dalam bentuk polinom piece-wise tingkat tiga untuk roll, pitch, dan yaw. Koreksi tambahan terhadap sudut ketinggian dimodelkan dengan polinomial tingkat dua, yatu :
Roll = roll terukur(t) + a0 + a1 * t + a2 * t2
Pitch = pitch terukur(t) + b0 + b1 * t + b2 * t2
Yaw = yaw terukur(t) + c0 + c1 * t + c2 * t2
Dimana koefisian ai, bi, dan ci harus ditentukan terlebih dahulu. Ini dianggap bahwa polinomial tingkat dua akan sesuai untuk pemodelan error ketinggian dalam interval waktu he pada scene lengkap.

c. Model scan Push-broom

Model scan dasar merupakan vektor line-of-sight dari detektor pada fokus pesawat melalui pusat optis pada teleskop, lalu ke titik di bumi. Vektor ini tegak lurus ke sumbu roll platform satelit. Deviasi yang kecil dari ketegaklurusan ini diikutkan dalam perhitungan melalui matriks pelurusan badan kamera yang dapat diperoleh dalam scene metadata.

4. MODEL PENYESUAIAN PARAMETER

Agar bisa memperoleh model dengan ketelitian yang tinggi pada scene tertentu, parameter model harus diperkirakan dan dipilih dengan menggunakan ground control point. Penyesuaian parameter mengikuti metode yang dikembangkan dalam [1], yang merupakan penyesuaian least-square, dengan kemungkinan untuk memberi bobot pada parameter. Bobot parameter digunakan untuk menentukan, dimana parameter turut berperan dalam penyesuaian.

Hanya parameter orientasi bagian luar yang disesuaikan. Dari 6 parameter Keppler, 2 parameter dibiarkan tetap konstan. Oleh karena eksentrisitas orbit yang sangat kecil, eksentrisitas dan argument of perigee bisa dibuat konstan tanpa kehilangan keakuratan yang signifikan.

Metode penyesuaian membutuhkan nilai a priori untuk parameter. Beberapa ephemeris disediakan dengan scene EROS mentah. Salah satunya digunakan untuk menjalankan orbit. Parameter koreksi ketinggian dimulai dari nol. Posisi permulaan yang dihitung dari metadata kurang akurat, biasanya diatas 1 km, tetapi masih cukup sesuai dengan pull-in range dari metode tersebut.

5. PENGUJIAN AKURASI

Tampilan model telah dievaluasi dengan 7 scene EROS A1 dari 3 tempat yang berbeda di Swedia bagian selatan.
Ground control point untuk pengujian tempat diukur dalam ortofoto udara digital yang diperoleh dari Swedish national Land Survey. Ukuran piksel dalam ortophoto digital adalah 1 meter, dengan perkiraan ketepatan planimetris sekitar 1 – 1,5 meter. Ketinggian diinterpolasi dari DEM dengan interval grid 50 meter dari Swedish National Land Survey, dengan perkiraan ketepatan kemiringan sekitar 2 meter pada titik grid. Swedish RT90 digunakan sebagai sistem referensi geodetis.

Posisi titik kontrol kemudian diukur dalam tiap scene dengan perkiraan ketepatan planimetris sekitar 0,25 piksel. Secara rata-rata, 26 titik bisa diukur dalam tiap scene. Titik kontrol akan didistribusikan ke seluruh area scene.

Pengukuran titik kontrol digunakan untuk penyesuaian least-square pada parameter model dalam tiap scene. Sebagaimana hanya 11 parameter model bebas yang telah disesuaikan, proses penyesuaian melibatkan sistem over-determined yang tinggi (dengan 6 titik kontrol sistem menjadi over-determined). Ini berarti bahwa residual error pada model setelah penyesuaian memberikan perkiraan yang baik terhadap ketepatan model. Hasil dari penyesuaian ditunjukkan dalam tabel berikut :
Untuk memperoleh verifikasi yang bebas terhadap ketepatan produk akhir dibawah kondisi produksi normal, scene pertama disesuaikan hanya dengan 9 titik kontrol. RMS error dalam scene akhir yang telah direktifikasi kemudian dievaluasi dengan menggunakan 21 titik uji yang independen terhadap titik kontrol. Hasil dari evaluasi ditunjukkan dalam tabel berikut :

6. KESIMPULAN

Hasil dari evaluasi model sensor EROS menunjukkan bahwa scene EROS A1 bisa dikoreksi dengan ketepatan 1 piksel. Kenyataan bahwa seluruh scene yang digunakan dalam pungujian memiliki residual rms yang sama atau lebih rendah daripada 1 piksel (kecuali arah y pada scene 5) menunjukkan kestabilan metode tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa ketepatan subpiksel bisa diperoleh dengan setidaknya menggunakan 9 titik kontrol dalam proses penyesuaian. Secara keseluruhan, ada suatu kemungkinan untuk mengimplementasikan model EROS ke lingkungan produksi yang sebenarnya.

[1] T. Westin, "Precision rectification of SPOT imagery", Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, Vol. 56, No 2, pp. 247-253. , 1990.
[2] T. Westin, "Photogrammetric Potential of JERS-1 OPS" International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing. Vol. XXXI, Part B4, Vienna, pp. 937-942, 1996.
[3] T. Westin, "Geometric rectification of European historical archives of Landsat 1-3 MSS imagery", Proceedings of the ISPRS workshop "Sensors and mapping from space 1999", Hannover, Germany, September 27-30, 1999.
[4] T. Westin, "Geometric modelling of imagery from the MSU-SK conical scanner", Bulletin SFPT, no 159, pp 55-58, 2000.

Satelit EROS B1 memiliki kemampuan, antara lain:
1. Orbit
a. Parameter
Satelit EROS B1 akan beroperasi pada orbit circular dengan parameter sebagai berikut:
Ketinggian : 600 km (TBF) ± 10 km
Sudut penyiaman : 97.8o (TBF) ±0.04o
Waktu lokal dari titik: 10:45 a.m. (TBF) ± 15 min
edar selatan utara: -
b. Perekaman ulang (Revisit) setiap satelit
Perekaman ulang dari beberapa titik ketinggian di bumi dengan sudut ± 15o selama ± 7 hari.
Periode perekaman ulang dengan sudut ± 40o garis lintang :
Sudut 30 derajat: 2 sampai 7 hari
Sudut 45 derajat: 2 hari

Sembunyikan
2. Masa Edar Satelit
Asalkan penyimpangan pada saat peluncuran kurang dari ± 60 km disekitar ketinggian orbit yang dinginkan dan kurang dari ± 0.1 derajat pada inklinasi orbit maka jumlah bahan bakar yang tersedia akan cukup bagi satelit untuk beroperasi setidaknya selama 10 tahun.

3. Akurasi Mesin Satelit
Total rata-rata akurasi satelit tersebut setidaknya 90 % pertahun selama 4 tahun periode pengoperasian. Kegagalan-kegagalan particial dapat menyebabkan degradasi secara perlahan pada performen misi.

4. Komunikasi dan Pembagian
Satelit tersebut mampu mempublikasikan sebuah jaringan komunikasi dengan AAD atau PAS stasiun penerima yang berlokasi pada radius lebih dari 2000 kms, pada band-X ( memberikan nilai G/T dari antena darat yang sama atau melebihi 33 Dbi/K) dari ketinggian antena 3o diaatas horison, dibawah kondisi atmosfer yang sedang.
a. Komunikasi Band-X
Jaringan komunikasi band-X yaitu antara satelit dan stasiun penerima merupakan jaringan yang hanya akan mentrasfer citra satelit pada stasiun yang telah ditentukan.
b. Satuan Tugas Satelit
Permintaan pencitraan dari AAD atau GRS, termasuk footprint citra tersebut, akan dikirmkan oleh GRS/AAD kepada DCS berdasarkan basis periodikal untuk dapat diimplementasikan oleh GCS pada program pecitraan satelit tersebut.
Selama satelit melewati GRS kesehariaannya, AAD (PAS) dari stasiun penerima akan menjalankan satelit tersebut dari horison ke horison dan mengambil citra-citra yang terkirim secara langsung oleh satelit tersebut.
5. Pencitraan
Performa pencitraan dari kamera pankro-matik adalah sebagai berikut:
6. Karakter Citra-citra yang Diproduksi
Karakter citra-citra yang diproduksi adalah sebagai berikut:
7. Penyelamatan dengan Mode-Mode Pengamanan
Satelit tersebut memasuki mode pengamanan ketika mendeteksi berbagai kemungkinan kesalahan fungsi. Satelit tersebut akan mampu mempertahankan mode ini untuk beberapa hari. Perubahan mode pengamanan pada mode yang normal untuk beroperasi hanya dapat dilakukan dengan campur tangan manusia dari GCS.

8. Ground Control Station
Sebuah GCS bertanggung jawab pada sebuah satelit dalam memonitor dan menjaga termasuk juga mempertahankan control orbit dan menejemen sistem sumber daya. GCS bertanggungjawab untuk mengkoordinasi seluruh aktifitas-aktifitas bersama seluruh GRS.

Satelit EROS A memiliki kemampuan, antara lain:
Satelit EROS A akan beroperasi pada sebuah edar orbit dengan mengikuti parameter ketinggian : 480 km (TBF) ± 10 km, sudut penyiaman 97.3o (TBF) ±0.04o, dan waktu lokal dari titik edar selatan utara 10:30 a.m. (TBF) ± 15 min.

Sembunyikan

Perekaman ulang dari beberapa titik ketinggian di bumi dengan sudut ± 15o selama ± 7 hari.Periode perekaman ulang dengan sudut ± 40o garis lintang :
Sudut 30o 2 sampai 7 hari
Sudut 45o 2 hari

Asalkan penyimpangan pada saat peluncuran kurang dari ± 60 km disekitar ketinggian orbit yang dinginkan dan kurang dari ± 0.1o pada inklinasi orbit maka jumlah bahan bakar yang tersedia akan cukup bagi satelit untuk beroperasi selama 4 tahun.

Total rata-rata akurasi satelit tersebut setidak-nya 90 % pertahun selama 4 tahun periode pengoperasian. Kegagalan-kegagalan particial dapat menyebab-kan degradasi secara perlahan pada performa misi.

Satelit tersebut mampu mempublikasikan sebuah jaringan komunikasi dengan AAD atau PAS stasiun penerima yang berlokasi pada radius lebih dari 2000 kms, pada band-X ( memberikan nilai G/T dari antena darat yang sama atau melebihi 33 Dbi/K) dari ketinggian antena 3o diaatas horison, dibawah kondisi atmosfer yang sedang.

Jaringan komunikasi band-X yaitu antara satelit dan stasiun penerima merupakan jaringan yang hanya akan mentrasfer citra satelit pada stasiun yang telah ditentukan.

Permintaan pencitraan dari AAD/GRS, termasuk footprint citra tersebut, akan dikirimkan oleh GRS/AAD kepada DCS berdasarkan basis periodikal untuk dapat diimplementasikan oleh GCS pada program pecitraan satelit tersebut.Selama satelit melewati GRS keseharian-nya, AAD (PAS) dari stasiun penerima akan men-jalankan satelit tersebut dari horison ke horison dan mengambil citra-citra yang terkirim secara langsung oleh satelit tersebut.

Performa pencitraan dari kamera pankro-matik adalah sebagai berikut:

Karakter citra-citra yang diproduksi adalah sebagai berikut:
Satelit tersebut memasuki mode pengamanan ketika mendeteksi berbagai kemungkinan kesalahan fungsi. Satelit tersebut akan mampu mempertahankan mode ini untuk beberapa hari. Perubahan mode pengamanan pada mode yang normal untuk beroperasi hanya dapat dilakukan dengan campur tangan manusia dari GCS.

Sebuah GCS bertanggung jawab pada sebuah satelit dalam memonitor dan menjaga termasuk juga mempertahankan control orbit dan menejemen sistem sumber daya. GCS bertanggungjawab untuk mengkoordinasi seluruh aktifitas-aktifitas bersama seluruh GRS.

Kenampakan bumi disediakan dalam misi satelit berawak dan pada awalnya satelit meteorology mendorong perkembangan program Satelit teknologi sumber-daya bumi atau ERTS, Earth Resources Technology Satellites. Program ini dikembangkan oleh NASA di Amerika, dan secara resmi diubah menjadi program Landsat pada tahun 1975 untuk membedakannya dari program satelit kelautan Seasat. Landsat merupakan satelit tak berawak pertama yang dirancang secara spesifik untuk memperoleh data sumber daya bumi dalam basis yang sistematik dan berulang. Landsat 7 dikontrol oleh USGS, yang telah mengambil alih dari EOSAT.

Sembunyikan
"Landsat 7 diluncurkan pada tanggal 15 Desember 1998. Landsat 7 dilengkapi dengan sensor Enhanced Thematic Mapper Plus. Satelit Landsat 7 diluncurkan dengan ketinggian orbit 705 km. Orbit yang rendah ini dipilih untuk membuat satelit secara potensial dapat dicari oleh pesawat ruang angkasa dan untuk meningkatkan resolusi tanah pada sensor. Setiap orbit membutuhkan kira-kira 99 menit dengan lebih dari 14,5 orbit dilengkapi setiap hari. Orbit ini menghasilkan putaran berulang selama 16 hari, yang berarti suatu lokasi di permukaan bumi bisa direkam setiap 16 hari. Landsat 7 tidak memiliki kenampakan off-nadir sehingga tidak bisa menghasilkan cakupan yang meliputi seluruh dunia secara harian. Citra Landsat 7 ETM+ tampak sama seperti data Landsat TM, yang keduanya memiliki resolusi 25 meter. Satu layar penuh mencakup luasan 185 km2, sehingga sensor dapat mencakup daerah yang besar di permukaan bumi.


Citra Landsat TM dan Landsat ETM+ memiliki persamaan, dimana keduanya memiliki ukuran piksel sebesar 25 meter. Bagaimanapun juga citra Landsat ETM+ memiliki band pankromatik yang mampu menghasilkan citra pankromatik dengan resolusi 12,5 meter. Hal ini memungkinkan untuk menghasilkan citra multispektral pankromatik yang dipertajam (citra gabungan pankromatik dan multispektral dengan resolusi spectral 7 band dan resolusi spasial 12,5 meter) tanpa merektifikasi citra yang satu ke citra lainnya. Hal ini disebabkan citra pankromatik dan multispektral direkam dengan sensor yang sama sehingga bisa diregister secara otomatis. Citra Landsat 7 juga memiliki band thermal yang dipertajam. Sensor ETM+ menggunakan panjang gelombang dari spectrum tampak mata sampai spectrum infra merah. Secara radiometric, sensor ETM+ memiliki 256 angka digital (8 bit) yang memungkinkan pengamatan terhadap perubahan kecil pada besaran radiometric dan peka terhadap perubahan hubungan antar band.

Band-band ETM+ berguna untuk mengkaji air, pemilihan jenis vegetasi, pengukuran kelembaban tanah dan tanaman, pembedaan awan, salju, dan es, serta mengidentifikasi jenis batuan. Sama dengan Landsat tTM, Landsat ETM+ bisa digunakan untuk penerapan daerah perkotaan, akan tetapi dengan resolusi spektral yang tinggi akan lebih sesuai jika digunakan untuk membuat karakteristik alami suatu bentang alam. Spesifikasi Teknis:ETM+ dirancang untuk mengumpulkan, menyaring, dan mendeteksi radiasi dari bumi dalam petak seluas 185 km yang melewatinya. Viewing swath dihasilkan oleh rata-rata system oscillating mirror yang menyapu melewati jalur sebagaimana bidang pandang sensor bergerak maju sepanjang jalur yang disebabkan pergerakan satelit. Data dari ETM+ merupakan output dalam dua channel yang masing-masing pada 75 Mbps. Setiap channel berisi data dari beberapa detector bersama-sama dengan data koreksi satelit (Payload Correction Data/PCD), time stamp, dan status instrument. Data tiap channel berisi :
Channel 1 = band 1-3 (visible), band 4 (VNIR), Band 5 (SWIR), Band 6 (LWIR), waktu, PCD, data status.
Channel 2 = band 6 (LWIR), band 7 (SWIR) dan band 8 (pankromatik), waktu, PCD, data status.


Data dari tiap band bisa dipilih untuk menghasilkan output yang lebih tinggi atau lebih rendah, com-mandable setting untuk mengatur tegangan referensi mul-tiplexor. Band 6 muncul dikedua channel, dengan data di channel 1 berada dalam high gain dan data di channel 2 berada dalam low gain.

Sensor ETM+ ditambah dengan dua sistem mo-del kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari (dual mode solar calibrator system) dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi geometric (Hardiyanti, 2001). Range Spektral Landsat ETM+ adalah sebagai Berikut:


Ciri khas dari citra Landsat 7 dengan sensor ETM+ adalah jumlah band yang terdiri dari delapan band. Band-band yang terdapat pada sensor ETM+ mempunyai kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda dalam menangkap gelombang elektromagnetik dan dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi seperti pada tabel. Masih banyak kegunaan lainnya dari penggunaan Landsat 7 seperti pada tabel. Tiap band pada Landsat 7 ETM + memiliki ukuran tersendiri.

Satelit EROS A (diluncurkan oleh ImageSat pada tanggal 5 Desember 2000) merupakan satelit kecil LEO dengan sistem kamera elektro optis tunggal. EROS A mampu memperoleh data citra pankromatik beresolusi tinggi.

Sembunyikan

Program EROS terbentuk dari sebuah kumpulan enam EROS B satelit pencitraan dengan resolusi tinggi, menggunakan sistem dan teknologi angkasa MBT yang terkait dengan satelit-satelit orbit terendah bumi yang terjamin. Kinerja dari EROS A1, program EROS pendahulu dan EROS B1, satelit pertama dari konstelasi yang digambarkan dari dokumen ini. Walaupun satelit EROS ditempatkan diorbit sun synchronous, oleh pembuat yang telah ditentukan, design satelit ini juga dapat di operasikan pada orbit circular dengan ketinggian antara 480 Kms samapi dengan 700 Kms, dengan sudut antara 40 – 130 derajat. Satelit ini akan menghasilkan pencitraan digital pada bumi dari udara dan mengirimkannya, secara secara langsung, sehingga sistem ini perlu untuk memilih stasiun penerima di bumi.

Setiap satelit akan diaktifkan pada bentuk apapun dari tiga bentuk operasinya, yang dinamakan SOP (system operating partner), PAS (priority acquisition services), atau AAD (acqusition archiving and distribution), seperti yang didefinisikan pada lampiran satu yang telah ditentukan.

Satelit EROS A dirancang untuk memperbesar fleksibili-tas dalam pembuatan dan penyesuaian rencana akuisisi citra harian.

Konstelasi satu satelit EROS A dan enam satelit EROS B akan diluncurkan lima tahun yang akan datang. Seluruh satelit EROS akan menuju ke orbit polar, yang sun-synchronous, sehingga seluruh citra yang direkam oleh satelit akan diambil pada waktu lokal yang sama, setiap hari, bulan, dan tahun. Periode orbital (waktu diambil untuk satu kali revolusi mengelilingi bumi) untuk tiap satelit adalah 90 menit, dan berevolusi terhadap bumi sebanyak 16 kali dalam 24 jam,dengan melewati dua atau tiga hari terang setiap hari melalui stasiun penerima bumi, tergantung posisi lintang stasiun.

Konstelasi akan menyediakan cakupan global, ditambah dengan kenampakan khusus pada revisit harian suatu tempat. Kenampakan revisit harian EROS akan tergantung pada berapa banyak satelit di orbit. Untuk satu satelit, waktu respon rata-rata adalah 1,8 hari. Dengan 6 satelit, perekaman dapat dilakukan setidaknya sekali dalam sehari untuk setiap lokasi tertentu dalam daerah cakupan pada stasiun penerima bumi. Delapan satelit akan memungkinkan merevisit lebih dari dua kali dalam sehari.

Satelit EROS A dan B1 dilengkapi dengan kamera perekaman secara pankromatik, sehingga proses perekaman bergantung pada pergerakan satelit. Satelit memiliki kemampuan perekaman off nadir lebih dari 45 derajat dalam segala arah. Perekaman citra menggunakan teknik pushbroom. Satelit akan mampu merekam permukaan bumi pada setiap putaran pada saat sudut matahari yang melewati horison lebih dari 20 derajat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar