Untuk menjadi seorang entrepreneur dibutuhkan latihan secara istiqomah (terus-menerus dengan konsisten). Nabi Muhammad sejak umur dua belas tahun telah mengikuti pamannya berdagang ke negeri Syam, yaitu sebuah negeri tempat dimana transaksi perdagangan di jazirah Arab dilakukan. Transaksi perdagangan sangat beragam dan semuanya dilakukan secara konvensional pedagangan dan pembeli bertemu langsung di negeri Syam. Pada masa itu perdagangan telah menjadi urat nadi perekonomian seluruh jazirah Arab.
Dalam usia muda tersebut Nabi Muhammad SAW telah diperkenalkan dengan sistem perekonomian untuk mengenal keuntungan, kerugian, melayani konsumen dengan sepenuh hati, serta inovasi dalam berwirausaha. Konsep entrepreneur ini juga merupakan konsep dasar sebagai pondasi utama seorang entrepreneur untuk pantang menyerah.
Perjalanan yang sangat jauh antara kota Mekkah dan negeri Syam, merupakan tantangan yang harus ditaklukkan untuk menjadi seorang pedagang pada masa tersebut. Semangat entrepreneur yang ditunjukkan oleh seorang Nabi tersebut sudah seharusnya menjadi teladan yang baik bagi seluruh umat manusia.
Dalam usia ke dua puluh lima tahun Nabi Muhammad SAW sudah mampu menjadi pemimpin kafilah dalam perdagangan. Dengan membawa barang-barang dari seoarang saudagar kaya Siti Khadijah di Kota Mekkah, Nabi Muhammad memulai misi entrepreneurnya dengan penuh suka cita. Dalam perdagangan kali ini Nabi Muhammad banyak mengalami hambatan dan tantangan. Diantaranya spekulasi pedagang lain yang ingin menjatuhkan harga dagang dari barang-barang yang diperjualbelikan.
Banyak pedagang lain yang iri kepada kesuksesan Nabi Muhammad SAW karena barang dagangnya lebih laku. Karena hal tersebut diatas sejumlah pedagang yang tidak senang pun melakukan spekulasi dengan menjual dagangan mereka lebih murah. Namun Nabi Muhammad SAW tidak lah bersedih. Karena jika berang pedagang lain sudah habis, maka konsumen sudah barang tentu akan membeli barang-barang mereka kembali.
Keyakinan ini sudah barang tentu menguatkan para pedagang yang tergabung dalam kafilah Nabi Muhammad SAW.
Hasilnya konsumen kembali membeli barang dari nabi Muhammad SAW. Ini sudah barang tentu memberikan hal yang teramat membahagiakan. Karena mereka tidak rugi dengan ikut-ikutan menjual murah barang seperti pedagang lainnya.
Dari hal tersebut ada beberapa manfaat penting yang perlu diambil hikmahnya dalam berentrepreneur dimasa sekarang:
1. Jangan berputus asa. Sudah sangat jelas bahwa semua harus diawali dengan kesabaran. “Maka Kami telah perkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan, demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman” (QS. Al-Anbiya : 88). Kesabaran yang ditunjukkan oelh Nabi Muhammad SAW adalah tetap pada komitmennya untuk tidak menjual barang-barang tersebut hingga akan menyebabkan kerugian. Konsep entrepreneur disini bukan lah mengharuskan kita mencari keuntungan yang tinggi, tetapi bagaimana menyeimbangkan semuanya. Semuanya adalah rizki dari Allah SWT, akan tetapi kita harus bisa berusaha dengan sebaik-baiknya.
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung“ (QS. Al-Jumu’ah: 10)
2. Menghindari spekulasi dalam berbisnis. Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan bagaimana sebuah spekulasi akan merugikan sistem perdagangan bahkan sistem perekonomian sebuah negara. Hal ini sangat tidak menguntungkan, kalaupun menguntungkan hanya sekelompok saja yang untung. Seorang entrepreneur setidaknya sebisa mungkin menghindari spekulasi. Kecurangan dalam berbisnis hendaknya tidak dilakukan hanya untuk keuntungan jangka pendek dan merugikan banyak orang.
3. Tidak ikut-ikutan dalam permainan kotor dalam berbisnis. Entrepreneur seperti nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh, bagaimana berbisnis yang baik itu adalah tetap memiliki keyakinan dan terus berinovasi (baik produk maupun pelayanan). Kreatifitas dan ide terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta-minta agar disegerakan” (QS. An-Nahl : 1).
Pada orang yang tidak sabar menunggu datangnya rezeki dan selalu gundah gulana karena semua kesenangannya tidak kunjung tiba. Segala permasalahan manusia dan rezeki itu sudah ditentukan dan pasti akan ada jalan keluar yang paling diridhoi Allah SWT.
Islam mendorong umatnya untuk menjadi Saudagar / Pengusaha dengan cara kerja keras dan hemat, yang bertujuan ibadah kepada Allah. Nabi mengatakan, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” Hadist lainnya, “Sesungguhnya yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah yang berasal dari usahanya sendiri.
Tapi mengapa penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam belum maju dalam bidang ekonomi ?
Dalam Islam, bekerja mencari nafkah merupakan sarana ibadah kepada Allah SWT. Bisnis merupakan bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan agama. Oleh karena itulah muncul istilah ‘spiritual entrepreneur’, yaitu bagaimana umat Islam berbisnis dengan tetap menggunakan rambu-rambu yang sudah ditetapkan dalam agama.
Dengan demikian, aktivitas usaha menjadi entrepreneur tidak hanya mendapatkan kekayaan dunia, tetapi juga pahala di akhirat. Karena itu dalam Islam, bekerja mencari nafkah merupakan sarana ibadah kepada Allah.
Ayat-ayat al-Qur’an tentang perintah mencari rizki, antara lain: ‘Dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan’, (Al-Naba’, [78]:11). ‘Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah’, (Al-Jumu’ah [62]:10).
Sebuah Hadis mengatakan bahwa 90% rezeki itu ada di dunia perdagangan (bisnis). Nabi adalah contoh seorang pebisnis ulung yang tidak hanya berdagang di kota Mekkah, tapi jauh sampai ke Syria.
Para Nabi adalah Pengusaha / entrepreneur
Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa para Nabi adalah kaum profesional yang mempunyai jiwa wiraswasta. Seperti Nabi Daud adalah pandai besi, Nabi Musa adalah penggembala, Nabi Yusuf adalah seorang menteri.
Begitu pula Nabi Muhammad SAW yang memulai karir sebagai Saudagar / Pedagang sejak usia 18 tahun. Setelah tidak lagi jadi penggembala, beliau suka membeli barang-barang dari pasar dan kemudian menjualnya. Lalu, beberapa tahun kemudian setelah citranya sebagai pedagang yang jujur dan cerdas semakin terbukti, beliau dipercaya oleh pemilik modal untuk menjalankan modalnya.
Menjadi entrepreneur memang butuh mental kuat. Ada istilah kalau jatuh 10 kali, entrepreneur bisa bangun 11 kali. Anda juga bisa mencoba kiat 6 B untuk menjadi bos di perusahaan milik sendiri itu.
Kenapa harus jadi entrepreneur? Karena semakin lama jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. Sayangnya, pertambahan penduduk tersebut tidak diiringi dengan meningkatnya lapangan pekerjaan. Jika dibiarkan, jumlah pengangguran makin tidak terkendali.
Nah, salah satu jalan keluar untuk masalah ini adalah menjadi entrepreneur atau pelaku bisnis ketimbang stress mencari pekerjaan.
Ada beberapa keuntungan jika menjadi entrepreneur ketimbang menjadi karyawan kantoran biasa. Seorang entrepreneur punya waktu dan perencanaan finansial yang lebih fleksibel.
Jalan untuk menjadi seorang entrepreneur pun tidak sulit. Harus banyak melihat dan mendengar, bisa membangun network yang kuat dalam mencari partner. Akan lebih bagus lagi jika memang hobi dan berbakat dalam berbisnis.
Menurut Surasono, ada beberapa istilah yang ia tulis dalam bukunya jika seseorang ingin memulai bisnisnya sendiri seperti istilan 6B.
Istilah-istilah tersebut adalah Beno (berani nombok), Bego (berani mengempiskan ego), Beli (berani tidak libur), Becak (berani capek), Bemo (berani diomongin orang) dan Beres (berani stres).
"Entrepreneur baru harus memiliki mental seperti itu," pungkasnya.
Semua orang bisa menjadi entrepreneur tanpa harus khawatir mengambil jatah pekerjaan orang lain. Jika anda seorang karyawan yang membuka bisnis, bukan berarti anda mengambil lahan orang lain tetapi justru membuka lapangan pekerjaan di bisnis anda sendiri. Para Entrepreneur bisa membantu para pengangguran untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan kalau perlu anak-anak jalanan diberi pekerjaan jika mereka mau. Hal ini merupakan hal yang positif. Dengan menjadi seorang entrepreneurship selain bisa menambah pundi-pundi keuangan, juga bisa membantu negara untuk mengurangi angka pengangguran dan para anak jalanan, yang jika tidak dibantu bisa saja mereka melakukan hal-hal kriminal demi sesuap nasi.
Beberapa hari atau minggu, atau bahkan beberapa bulan setelah acara wisuda sarjana, ada fonomena menarik yang teramat sering terjadi, yaitu pertanyaan ”Bekerja Dimana?”. Bagi yang sudah bekerja, mungkin tidak berat menjawabnya. Tapi bagi yang belum diterima bekerja, ini suatu pertanyaan yang teramat berat untuk dijawab.
Kenyataannya banyak sarjana yang bukannya belum bekerja, atau menunggu pekerjaan, tetapi lebih tepat belum ”termanfaatkan kemampuannya”. Data yang perlu dicermati adalah, jumlah pengangguran tingkat sarjana meningkat dari tahun ke tahun, dan sampai tahun 2009 masih terdapat 900 ribu sarjana yang ”belum bekerja”.
Menjadi seorang PNS/pegawai di sebuah perusahaan masih tetap menjadi idola bagi kebanyakan sarjana baru. Hal ini wajar saja terjadi, dengan bekerja sebagai pegawai, tiap bulan pasti mendapatkan gaji, hal ini merupakan kondisi yang membuatnya lebih tenang. Lalu bagaimana jika para sarjana tadi belum mendapat pekerjaan??Sampai kapan para sarjana tersebut harus menunggu??Melamar ke perusahaan-perusahaan tapi belum diterima juga. Sudah saatnya harus terpikirkan ada alternatif lain, yaitu dengan menjadi seorang entrepreneur atau wirausahawan atau lebih dikenal dengan pengusaha. Generasi muda sudah saatnya mengubah cara pandang mereka.
Kebanyakan alasan mahasiswa belum tertarik berwirausaha adalah karena takut rugi, tidak ada modal, tidak punya bakat usaha, tidak berani memulai suatu usaha, dan masih banyak alasan lainnya.
Menurut Dr. Ir. Ciputra, seorang pelaku, pengamat dan tokoh wirausaha Indonesia, bahwa entrepreneurship atau wirausaha bukanlah dari faktor keturunan atau bakat semata. Entrepreneurship atau wirausaha adalah sebuah ilmu yang bisa dipelajari oleh siapa saja untuk pengembangan diri dan kehidupan yang lebih baik dimasa depan. Kreativitas diri, inovasi yang tak henti dan semangat untuk maju, justru lebih di butuhkan bagi seorang entrepreneur atau pengusaha. Mempelajari wirausaha bukan hal yang sulit, berbagai media telah tersedia, dari buku, berbagai tulisan bisa di download gratis dari internet. Bahkan kalau mau, berbagai pelatihan wirausaha juga sering diadakan. Namun, betapapun bagusnya pelatihan, atau buku yang kita baca, kalau tidak dicoba atau dilakukan sendiri dengan memulai usaha, maka semuanya tidak akan pernah berarti. Entrepreneurship atau wirausaha harus dicoba dan dipraktekkan. Nah, babak inilah yang kebanyakan orang masih enggan melakukan, dengan kata lain takut memulai! Padahal, Indonesia masih sangat memerlukan orang-orang berprofesi sebagai entrepreneur atau pengusaha, sebagai bagian dari penggerak ekonomi nasional.
David McClelland menyampaikan bahwa dari survey yang dilakukan, sebuah negara dapat menjadi makmur dan maju apabila mempunyai entrepreneur atau wirausaha sejumlah sedikitnya 2% dari penduduknya. Sebagai gambaran, di Singapura yang berpenduduk sekitar 5 juta jiwa, memiliki entrepreneur atau wirausaha sejumlah 7,2 %. Sedangkan di Indonesia baru memiliki 400 ribu pelaku usaha yang berarti hanya 0,18% dari penduduk Indonesia yang total mencapai jumlah 220 juta jiwa. Secara ideal, dengan target minimal 2% saja, Indonesia seharusnya membutuhkan sekitar 4,4 juta entrepreneur atau wirausahawan, masih sepuluh kali lipat dari jumlah yang ada sekarang. Untuk mencapai jumlah tersebut memang tidak mudah, harus ada cara, harus ada sesuatu yang dilakukan untuk mengembangkan jiwa wirausaha atau entrepreneurship.
Yang jelasnya dimana ada kemauan disitu ada kemudahan. Jangan takut untuk mencoba. Gagal 1 kali bukan berarti gagal selamanya. Experience is the best teacher.
Banyak orang menggunakan istilah entrepreneur dan pemilik usaha kecil bersamaan. Meskipun mungkin memiliki banyak kesamaan, ada perbedaan signifikan antara keduanya, dalam hal:
1. Jumlah kekayaan yang tercipta — usaha entrepreneurship menciptakan kekayaan secara substansial, bukan sekedar arus pendapatan yang menggantikan upah tradisional.
2. Kecepatan mendapatkan kekayaan — sementara bisnis kecil yang sukses dapat menciptakan keuntungan dalam jangka waktu yang panjang, entrepreneur menciptakan kekayaan dalam waktu lebih singkat, misalnya 5 tahun.
3. Risiko — risiko usaha entrepreneur tinggi; dengan insentif keuntungan pasti, banyak entrepreneur akan mengejar ide dan kesempatan yang akan mudah lepas.
4. Inovasi — entrepreneurship melibatkan inovasi substansial melebihi usaha kecil. Inovasi ini menciptakan keunggulan kompetitif yang menghasilkan kemakmuran. Inovasi bisa dari produk atau jasa itu sendiri, atau dalam proses bisnis yang digunakan untuk menciptakan produk atau jasa.
Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya, entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya.
Kata entrepreneur berasal dari kata Prancis, entreprendre, yang berarti berusaha. Dalam konteks bisnis, maksudnya adalah memulai sebuah bisnis. Kamus Merriam-Webster menggambarkan definisi entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir, memenej, dan menanggung risiko sebuah bisnis atau usaha.
Definisi entrepreneurship dari Ekonom Austria Joseph Schumpeter menekankan pada inovasi, seperti:
- produk baru
- metode produksi baru
- pasar baru
- bentuk baru dari organisasi
Kemakmuran tercipta ketika inovasi-inovasi tersebut menghasilkan permintaan baru. Dari sudut pandang ini, dapat didefinisikan fungsi entrepreneur sebagai mengkombinasikan berbagai faktor input dengan cara inovatif untuk menghasilkan nilai bagi konsumen dengan harapan nilai tersebut melebihi biaya dari faktor-faktor input, sehingga menghasilkan pemasukan lebih tinggi dan berakibat terciptanya kemakmuran/kekayaan.
SUMBER : ENTREPRENEURSHIP
Dalam usia muda tersebut Nabi Muhammad SAW telah diperkenalkan dengan sistem perekonomian untuk mengenal keuntungan, kerugian, melayani konsumen dengan sepenuh hati, serta inovasi dalam berwirausaha. Konsep entrepreneur ini juga merupakan konsep dasar sebagai pondasi utama seorang entrepreneur untuk pantang menyerah.
Perjalanan yang sangat jauh antara kota Mekkah dan negeri Syam, merupakan tantangan yang harus ditaklukkan untuk menjadi seorang pedagang pada masa tersebut. Semangat entrepreneur yang ditunjukkan oleh seorang Nabi tersebut sudah seharusnya menjadi teladan yang baik bagi seluruh umat manusia.
Dalam usia ke dua puluh lima tahun Nabi Muhammad SAW sudah mampu menjadi pemimpin kafilah dalam perdagangan. Dengan membawa barang-barang dari seoarang saudagar kaya Siti Khadijah di Kota Mekkah, Nabi Muhammad memulai misi entrepreneurnya dengan penuh suka cita. Dalam perdagangan kali ini Nabi Muhammad banyak mengalami hambatan dan tantangan. Diantaranya spekulasi pedagang lain yang ingin menjatuhkan harga dagang dari barang-barang yang diperjualbelikan.
Banyak pedagang lain yang iri kepada kesuksesan Nabi Muhammad SAW karena barang dagangnya lebih laku. Karena hal tersebut diatas sejumlah pedagang yang tidak senang pun melakukan spekulasi dengan menjual dagangan mereka lebih murah. Namun Nabi Muhammad SAW tidak lah bersedih. Karena jika berang pedagang lain sudah habis, maka konsumen sudah barang tentu akan membeli barang-barang mereka kembali.
Keyakinan ini sudah barang tentu menguatkan para pedagang yang tergabung dalam kafilah Nabi Muhammad SAW.
Hasilnya konsumen kembali membeli barang dari nabi Muhammad SAW. Ini sudah barang tentu memberikan hal yang teramat membahagiakan. Karena mereka tidak rugi dengan ikut-ikutan menjual murah barang seperti pedagang lainnya.
Dari hal tersebut ada beberapa manfaat penting yang perlu diambil hikmahnya dalam berentrepreneur dimasa sekarang:
1. Jangan berputus asa. Sudah sangat jelas bahwa semua harus diawali dengan kesabaran. “Maka Kami telah perkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan, demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman” (QS. Al-Anbiya : 88). Kesabaran yang ditunjukkan oelh Nabi Muhammad SAW adalah tetap pada komitmennya untuk tidak menjual barang-barang tersebut hingga akan menyebabkan kerugian. Konsep entrepreneur disini bukan lah mengharuskan kita mencari keuntungan yang tinggi, tetapi bagaimana menyeimbangkan semuanya. Semuanya adalah rizki dari Allah SWT, akan tetapi kita harus bisa berusaha dengan sebaik-baiknya.
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung“ (QS. Al-Jumu’ah: 10)
2. Menghindari spekulasi dalam berbisnis. Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan bagaimana sebuah spekulasi akan merugikan sistem perdagangan bahkan sistem perekonomian sebuah negara. Hal ini sangat tidak menguntungkan, kalaupun menguntungkan hanya sekelompok saja yang untung. Seorang entrepreneur setidaknya sebisa mungkin menghindari spekulasi. Kecurangan dalam berbisnis hendaknya tidak dilakukan hanya untuk keuntungan jangka pendek dan merugikan banyak orang.
3. Tidak ikut-ikutan dalam permainan kotor dalam berbisnis. Entrepreneur seperti nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh, bagaimana berbisnis yang baik itu adalah tetap memiliki keyakinan dan terus berinovasi (baik produk maupun pelayanan). Kreatifitas dan ide terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta-minta agar disegerakan” (QS. An-Nahl : 1).
Pada orang yang tidak sabar menunggu datangnya rezeki dan selalu gundah gulana karena semua kesenangannya tidak kunjung tiba. Segala permasalahan manusia dan rezeki itu sudah ditentukan dan pasti akan ada jalan keluar yang paling diridhoi Allah SWT.
Islam mendorong umatnya untuk menjadi Saudagar / Pengusaha dengan cara kerja keras dan hemat, yang bertujuan ibadah kepada Allah. Nabi mengatakan, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” Hadist lainnya, “Sesungguhnya yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah yang berasal dari usahanya sendiri.
Tapi mengapa penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam belum maju dalam bidang ekonomi ?
Dalam Islam, bekerja mencari nafkah merupakan sarana ibadah kepada Allah SWT. Bisnis merupakan bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan agama. Oleh karena itulah muncul istilah ‘spiritual entrepreneur’, yaitu bagaimana umat Islam berbisnis dengan tetap menggunakan rambu-rambu yang sudah ditetapkan dalam agama.
Dengan demikian, aktivitas usaha menjadi entrepreneur tidak hanya mendapatkan kekayaan dunia, tetapi juga pahala di akhirat. Karena itu dalam Islam, bekerja mencari nafkah merupakan sarana ibadah kepada Allah.
Ayat-ayat al-Qur’an tentang perintah mencari rizki, antara lain: ‘Dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan’, (Al-Naba’, [78]:11). ‘Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah’, (Al-Jumu’ah [62]:10).
Sebuah Hadis mengatakan bahwa 90% rezeki itu ada di dunia perdagangan (bisnis). Nabi adalah contoh seorang pebisnis ulung yang tidak hanya berdagang di kota Mekkah, tapi jauh sampai ke Syria.
Para Nabi adalah Pengusaha / entrepreneur
Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa para Nabi adalah kaum profesional yang mempunyai jiwa wiraswasta. Seperti Nabi Daud adalah pandai besi, Nabi Musa adalah penggembala, Nabi Yusuf adalah seorang menteri.
Begitu pula Nabi Muhammad SAW yang memulai karir sebagai Saudagar / Pedagang sejak usia 18 tahun. Setelah tidak lagi jadi penggembala, beliau suka membeli barang-barang dari pasar dan kemudian menjualnya. Lalu, beberapa tahun kemudian setelah citranya sebagai pedagang yang jujur dan cerdas semakin terbukti, beliau dipercaya oleh pemilik modal untuk menjalankan modalnya.
Menjadi entrepreneur memang butuh mental kuat. Ada istilah kalau jatuh 10 kali, entrepreneur bisa bangun 11 kali. Anda juga bisa mencoba kiat 6 B untuk menjadi bos di perusahaan milik sendiri itu.
Kenapa harus jadi entrepreneur? Karena semakin lama jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. Sayangnya, pertambahan penduduk tersebut tidak diiringi dengan meningkatnya lapangan pekerjaan. Jika dibiarkan, jumlah pengangguran makin tidak terkendali.
Nah, salah satu jalan keluar untuk masalah ini adalah menjadi entrepreneur atau pelaku bisnis ketimbang stress mencari pekerjaan.
Ada beberapa keuntungan jika menjadi entrepreneur ketimbang menjadi karyawan kantoran biasa. Seorang entrepreneur punya waktu dan perencanaan finansial yang lebih fleksibel.
Jalan untuk menjadi seorang entrepreneur pun tidak sulit. Harus banyak melihat dan mendengar, bisa membangun network yang kuat dalam mencari partner. Akan lebih bagus lagi jika memang hobi dan berbakat dalam berbisnis.
Menurut Surasono, ada beberapa istilah yang ia tulis dalam bukunya jika seseorang ingin memulai bisnisnya sendiri seperti istilan 6B.
Istilah-istilah tersebut adalah Beno (berani nombok), Bego (berani mengempiskan ego), Beli (berani tidak libur), Becak (berani capek), Bemo (berani diomongin orang) dan Beres (berani stres).
"Entrepreneur baru harus memiliki mental seperti itu," pungkasnya.
Semua orang bisa menjadi entrepreneur tanpa harus khawatir mengambil jatah pekerjaan orang lain. Jika anda seorang karyawan yang membuka bisnis, bukan berarti anda mengambil lahan orang lain tetapi justru membuka lapangan pekerjaan di bisnis anda sendiri. Para Entrepreneur bisa membantu para pengangguran untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan kalau perlu anak-anak jalanan diberi pekerjaan jika mereka mau. Hal ini merupakan hal yang positif. Dengan menjadi seorang entrepreneurship selain bisa menambah pundi-pundi keuangan, juga bisa membantu negara untuk mengurangi angka pengangguran dan para anak jalanan, yang jika tidak dibantu bisa saja mereka melakukan hal-hal kriminal demi sesuap nasi.
Beberapa hari atau minggu, atau bahkan beberapa bulan setelah acara wisuda sarjana, ada fonomena menarik yang teramat sering terjadi, yaitu pertanyaan ”Bekerja Dimana?”. Bagi yang sudah bekerja, mungkin tidak berat menjawabnya. Tapi bagi yang belum diterima bekerja, ini suatu pertanyaan yang teramat berat untuk dijawab.
Kenyataannya banyak sarjana yang bukannya belum bekerja, atau menunggu pekerjaan, tetapi lebih tepat belum ”termanfaatkan kemampuannya”. Data yang perlu dicermati adalah, jumlah pengangguran tingkat sarjana meningkat dari tahun ke tahun, dan sampai tahun 2009 masih terdapat 900 ribu sarjana yang ”belum bekerja”.
Menjadi seorang PNS/pegawai di sebuah perusahaan masih tetap menjadi idola bagi kebanyakan sarjana baru. Hal ini wajar saja terjadi, dengan bekerja sebagai pegawai, tiap bulan pasti mendapatkan gaji, hal ini merupakan kondisi yang membuatnya lebih tenang. Lalu bagaimana jika para sarjana tadi belum mendapat pekerjaan??Sampai kapan para sarjana tersebut harus menunggu??Melamar ke perusahaan-perusahaan tapi belum diterima juga. Sudah saatnya harus terpikirkan ada alternatif lain, yaitu dengan menjadi seorang entrepreneur atau wirausahawan atau lebih dikenal dengan pengusaha. Generasi muda sudah saatnya mengubah cara pandang mereka.
Kebanyakan alasan mahasiswa belum tertarik berwirausaha adalah karena takut rugi, tidak ada modal, tidak punya bakat usaha, tidak berani memulai suatu usaha, dan masih banyak alasan lainnya.
Menurut Dr. Ir. Ciputra, seorang pelaku, pengamat dan tokoh wirausaha Indonesia, bahwa entrepreneurship atau wirausaha bukanlah dari faktor keturunan atau bakat semata. Entrepreneurship atau wirausaha adalah sebuah ilmu yang bisa dipelajari oleh siapa saja untuk pengembangan diri dan kehidupan yang lebih baik dimasa depan. Kreativitas diri, inovasi yang tak henti dan semangat untuk maju, justru lebih di butuhkan bagi seorang entrepreneur atau pengusaha. Mempelajari wirausaha bukan hal yang sulit, berbagai media telah tersedia, dari buku, berbagai tulisan bisa di download gratis dari internet. Bahkan kalau mau, berbagai pelatihan wirausaha juga sering diadakan. Namun, betapapun bagusnya pelatihan, atau buku yang kita baca, kalau tidak dicoba atau dilakukan sendiri dengan memulai usaha, maka semuanya tidak akan pernah berarti. Entrepreneurship atau wirausaha harus dicoba dan dipraktekkan. Nah, babak inilah yang kebanyakan orang masih enggan melakukan, dengan kata lain takut memulai! Padahal, Indonesia masih sangat memerlukan orang-orang berprofesi sebagai entrepreneur atau pengusaha, sebagai bagian dari penggerak ekonomi nasional.
David McClelland menyampaikan bahwa dari survey yang dilakukan, sebuah negara dapat menjadi makmur dan maju apabila mempunyai entrepreneur atau wirausaha sejumlah sedikitnya 2% dari penduduknya. Sebagai gambaran, di Singapura yang berpenduduk sekitar 5 juta jiwa, memiliki entrepreneur atau wirausaha sejumlah 7,2 %. Sedangkan di Indonesia baru memiliki 400 ribu pelaku usaha yang berarti hanya 0,18% dari penduduk Indonesia yang total mencapai jumlah 220 juta jiwa. Secara ideal, dengan target minimal 2% saja, Indonesia seharusnya membutuhkan sekitar 4,4 juta entrepreneur atau wirausahawan, masih sepuluh kali lipat dari jumlah yang ada sekarang. Untuk mencapai jumlah tersebut memang tidak mudah, harus ada cara, harus ada sesuatu yang dilakukan untuk mengembangkan jiwa wirausaha atau entrepreneurship.
Yang jelasnya dimana ada kemauan disitu ada kemudahan. Jangan takut untuk mencoba. Gagal 1 kali bukan berarti gagal selamanya. Experience is the best teacher.
Banyak orang menggunakan istilah entrepreneur dan pemilik usaha kecil bersamaan. Meskipun mungkin memiliki banyak kesamaan, ada perbedaan signifikan antara keduanya, dalam hal:
1. Jumlah kekayaan yang tercipta — usaha entrepreneurship menciptakan kekayaan secara substansial, bukan sekedar arus pendapatan yang menggantikan upah tradisional.
2. Kecepatan mendapatkan kekayaan — sementara bisnis kecil yang sukses dapat menciptakan keuntungan dalam jangka waktu yang panjang, entrepreneur menciptakan kekayaan dalam waktu lebih singkat, misalnya 5 tahun.
3. Risiko — risiko usaha entrepreneur tinggi; dengan insentif keuntungan pasti, banyak entrepreneur akan mengejar ide dan kesempatan yang akan mudah lepas.
4. Inovasi — entrepreneurship melibatkan inovasi substansial melebihi usaha kecil. Inovasi ini menciptakan keunggulan kompetitif yang menghasilkan kemakmuran. Inovasi bisa dari produk atau jasa itu sendiri, atau dalam proses bisnis yang digunakan untuk menciptakan produk atau jasa.
Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya, entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya.
Kata entrepreneur berasal dari kata Prancis, entreprendre, yang berarti berusaha. Dalam konteks bisnis, maksudnya adalah memulai sebuah bisnis. Kamus Merriam-Webster menggambarkan definisi entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir, memenej, dan menanggung risiko sebuah bisnis atau usaha.
Definisi entrepreneurship dari Ekonom Austria Joseph Schumpeter menekankan pada inovasi, seperti:
- produk baru
- metode produksi baru
- pasar baru
- bentuk baru dari organisasi
Kemakmuran tercipta ketika inovasi-inovasi tersebut menghasilkan permintaan baru. Dari sudut pandang ini, dapat didefinisikan fungsi entrepreneur sebagai mengkombinasikan berbagai faktor input dengan cara inovatif untuk menghasilkan nilai bagi konsumen dengan harapan nilai tersebut melebihi biaya dari faktor-faktor input, sehingga menghasilkan pemasukan lebih tinggi dan berakibat terciptanya kemakmuran/kekayaan.
SUMBER : ENTREPRENEURSHIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar