POTENSI: lokasi srtrategis,sumber daya alam melimpah
POTENSI : kesatuan satu nusa,bangsa dan bahasa
POTENSI : budaya unggul kerja keras,mentalitas budaya ENTREPRENEUR
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara. Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Indonesia diprediksikan 2020 akan menemui kejayaannya kembali seperti Sriwijaya dan Majapahit. Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat bisnis di Indonesia. kini Investor asing berlomba-lomba menanamkan investasinya di bumi Indonesia. Indonesia dengan beragam suku, budaya, agama, dan bahasa membuatnya lebih kaya dan bisa hidup rukun dan bersatu. Bali, Sumatera Barat, Papua, Makassar, Medan, Bandung, Jogja, Surabaya, Maluku, Pontianak, manado merupakan beberapa kota-kota besar di Indonesia dengan kemajuan dan kekayaannya yang berbeda-beda.
Bunyi terompet kematian yang menandai robohnya ekonomi negara-negara Eropa sayup-sayup mulai terdengar. Perekonomian negara-negara utama seperti Perancis, Italia, Spanyol dan Yunani sedang dirawat di UGD. Sementara raksasa ekonomi lainnya, Amerika Serikat, telah lama termehek-mehek dalam kegelapan ekonomi yang tanpa ujung.
Sementara di belahan dunia lain, yang dipisahkan oleh samudera Atlantik dan Pasifik, muncul kekuatan ekonomi baru yang terus tumbuh. Belahan dunia lain itu bernama benua Asia. Inilah sebuah benua, dimana kegemilangan masa depan ekonomi dunia tengah diracik dan dibentangkan.
Dan senyampang dengan itu, dengan gagah berani muncul barisan the Next Economic Superpowers : China, India, South Korea, dan tentu saja sebuah negeri indah yang bernama : Indonesia.
Salah satu tanda kebesaran ekonomi sebuah bangsa, selalu dilihat dari size PDB-nya atau produk domestik bruto (atau GDP/Gross Domestic Product). Dalam bahasa kampung, PDB merupakan total output/produksi yang dihasilkan oleh sebuah negara : mulai dari produksi sepatu oleh pengrajin Cibaduyut hingga hasil minyak Pertamina; mulai dari produksi mie tek-tek di pinggir pasar Glodok hingga produksi kelapa sawit di perkebunan maha luas milik Astra Agro Lestari.
Pendeknya, PDB ibarat volume produksi bagi para juragan pabrik. Makin besar, makin bagus. Dan negeri kita, karena jumlah penduduknya yang amat banyak serta area Nusantara yang maha luas (lebih panjang dibanding negara Amerika), termasuk negara dengan PDB yang relatif besar yakni : 6,000 trilyun rupiah (atau berada pada posisi 18 terbesar di dunia).
Nah, angka PDB itu juga yang dijadikan dasar untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Jadi, kalau di koran-koran kita dengar ekonomi Indonesia akan tumbuh 6 %, maka patokannya adalah : angka PDB yang besarnya sudah Rp 6,000 trilyun akan tumbuh 6 % (atau tumbuh sebesar Rp 360 trilyun rupiah). Angka pertumbuhan 6 % tergolong bagus (Eropa dan Amerika hanya bisa tumbuh 1,5%; jadi kita bisa tumbuh 4 kali lipat dibanding mereka !!).
Dengan basis angka PDB yang sudah cukup besar, dan didukung dengan angka pertumbuhan yang meyakinkan (yakni antara 6 – 7%), Indonesia PASTI akan menjadi raksasa ekonomi di masa depan (sayangnya, media massa kita jarang menampilkan hal ini. Justru media internasional yang berkali-kali membahas masa depan gemilang ekonomi Indonesia).
Yang mungkin juga layak dicatat adalah ini : jumlah size PDB yang 6000 triyun itu, mayoritasnya (sekitar 63%) di sumbang oleh konsumsi domestik. Atau oleh belanja konsumen domestik, atau ya oleh kita-kita ini : mulai dari membeli Blackberry Bold 9900 baru di pasar Roxi hingga ambil Vario gres di dealer motor; mulai dari jalan-jalan sambil makang siang di Mall hingga beli baju modis di Bandung.
Konsumen Indonesia memang amat powerful. Itulah kenapa seorang haji yang juga juragan sukses pernah bilang : cari uang di Indonesia itu amat gampang; uang ratusan milyar bercereran di jalan dan di pasar; kita tinggal mengambilnya semudah mengorek upil.
Maksud sang juragan itu jelas : peluang bisnis dan prospek pasar di negeri ini sedemikian menggiurkan, dan inilah kesempatan emas bagi siapa saja untuk menjalankan bisnis (kalau ndak percaya tanya Toyota dan Nestle kenapa mereka mau bikin pabrik baru di Cikarang, masing-masing senilai 2 trilyun). So, just build your own busines, and do it NOW.
Elemen lain yang juga akan membuat Indonesia menjadi superpower ekonomi adalah ini : bonus demografi. Ini istilah yang lazim digunakan untuk menyebut sebuah negara yang punya komposisi penduduk yang produktif. Indonesia termasuk disitu : dari 235 juta penduduk kita, mayoritas berada pada usia produktif (atau antara 17 sd 50 tahun). Dan ini akan memberi efek dahsyat bagi kemajuan ekonomi.
Negara-negara maju, termasuk Jepang, sebaliknya. Mayoritas penduduk mereka berada pada usia lanjut (dan tidak produktif). Sebutannya : negara yang menua, atau an aging nation. Dan ini malapetaka buat ekonomi bangsa. Jepang dan negera maju lainnya, pelan-pelan bisa hancur, sejalan dengan penduduknya yang jompo semua.
Demikianlah beberapa catatan yang layak diperhatikan, kala kita punya impian untuk menjadikan Sang Bumi Nusantara menjadi the Next Economic Superpower.
Negeri ini pernah mengalami kejayaan yang amat impresif, ketika dipimpin oleh seorang perdana menteri bernama Gajah Mada. Kedahsyatan negeri Majapahit yang dipahat 900 tahun silam itu insya Allah akan terulang kembali.
Mungkin kita tidak menyangka dengan negara ini, yang pernah menjadi salah satu kekuatan yang pernah sangat di perhitungkan untuk menjadi kekuatan yang Dasyat pada waktu dulu. setelah apa yang terjadi akhir akhir ini.
mari kita hilangkan rasa jengah dengan melihat artikel ini.. yuk mari:
1960-an, Era Presiden Sukarno.
kekuatan militer Indonesia adalah salahsatu yang terbesar dan terkuat di dunia. Saat itu, bahkan kekuatan Belanda sudah tidak sebanding dengan Indonesia, dan Amerika sangat khawatir dengan perkembangan kekuatan militer kita yang didukung besar-besaran oleh teknologi terbaru Uni Sovyet.
1960, Belanda masih bercokol di Papua. Melihat kekuatan Republik Indonesia yang makin hebat, Belanda yang didukung Barat merancang muslihat untuk membentuk negara boneka yang seakan-akan merdeka, tapi masih dibawah kendali Belanda.
Presiden Sukarno segera mengambil tindakan ekstrim, tujuannya, merebut kembali Papua. Sukarno segera mengeluarkan maklumat “Trikora” di Yogyakarta, dan isinya adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.
Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, maka Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia dengan nilai raksasa, US$ 2.5 milyar. Saat ini, kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.
Kekuatan utama Indonesia di saat Trikora itu adalah salahsatu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Ini adalah KRI Irian, dengan bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Sovyet, tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa lain manapun, kecuali Indonesia.
(kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1600 ton).
mari kita hilangkan rasa jengah dengan melihat artikel ini.. yuk mari:
1960-an, Era Presiden Sukarno.
kekuatan militer Indonesia adalah salahsatu yang terbesar dan terkuat di dunia. Saat itu, bahkan kekuatan Belanda sudah tidak sebanding dengan Indonesia, dan Amerika sangat khawatir dengan perkembangan kekuatan militer kita yang didukung besar-besaran oleh teknologi terbaru Uni Sovyet.
1960, Belanda masih bercokol di Papua. Melihat kekuatan Republik Indonesia yang makin hebat, Belanda yang didukung Barat merancang muslihat untuk membentuk negara boneka yang seakan-akan merdeka, tapi masih dibawah kendali Belanda.
Presiden Sukarno segera mengambil tindakan ekstrim, tujuannya, merebut kembali Papua. Sukarno segera mengeluarkan maklumat “Trikora” di Yogyakarta, dan isinya adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.
Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, maka Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia dengan nilai raksasa, US$ 2.5 milyar. Saat ini, kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.
Kekuatan utama Indonesia di saat Trikora itu adalah salahsatu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Ini adalah KRI Irian, dengan bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Sovyet, tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa lain manapun, kecuali Indonesia.
(kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1600 ton).
Angkatan udara Indonesia juga menjadi salahsatu armada udara paling mematikan di dunia, yang terdiri dari lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari :
1. 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed.
2. 30 pesawat MiG-15
3. 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17.
4. 10 pesawat supersonic MiG-19.
Pesawat MiG-21 Fishbed adalah salahsatu pesawat supersonic tercanggih di dunia, yang telah mampu terbang dengan kecepatan mencapai Mach 2. Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II seperti P-51 Mustang.
Sebagai catatan, kedahsyatan pesawat-pesawat MiG-21 dan MiG-17 di Perang Vietnam sampai mendorong Amerika mendirikan United States Navy Strike Fighter Tactics Instructor, pusat latihan pilot-pilot terbaik yang dikenal dengan nama TOP GUN.
Indonesia juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi, Surabaya.
Bahkan China dan Australia pun belum memiliki pesawat pembom strategis seperti ini. Pembom ini juga dilengkapi berbagai peralatan elektronik canggih dan rudal khusus anti kapal perang AS-1 Kennel, yang daya ledaknya bisa dengan mudah menenggelamkan kapal-kapal tempur Barat.
Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan kapal tempur kelas Corvette, 9 helikopter terbesar di dunia MI-6, 41 helikopter MI-4, berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B. Total, Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur. Belum lagi ribuan senapan serbu terbaik saat itu dan masih menjadi legendaris sampai saat ini, AK-47.
Ini semua membuat Indonesia menjadi salasahtu kekuatan militer laut dan udara terkuat di dunia. Begitu hebat efeknya, sehingga Amerika di bawah pimpinan John F. Kennedy memaksa Belanda untuk segera keluar dari Papua, dan menyatakan dalam forum PBB bahwa peralihan kekuasaan di Papua, dari Belanda ke Indonesia adalah sesuatu yang bisa diterima
Indonesia adalah negara yang luas wilayahnya dan sangat kaya akan sumber daya alamnya. Penerima Nobel Perdamaian 2007, Al Gore, memprediksi Indonesia bisa menjadi negara super power dalam hal penggunaan energi panas bumi (geotermal) sebagai sumber tenaga listrik.
“Indonesia bisa menjadi negara super power untuk energi listrik dari panas bumi dan hal itu bisa menjadi kelebihan untuk ekonomi Indonesia,” kata Al Gore dalam pidato pembukaan“The Climate Project Asia Pacific Summit” di Balai Sidang Senayan Jakarta, pada 9 Januari 2011. Al Gore datang untuk memberikan pelatihan tentang penanganan perubahan iklim kepada 350 orang dari 21 negara, yang sebagian besar berasal dari Indonesia.
Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat itu melihat Indonesia merupakan negara ketiga terbesar yang memproduksi listrik dari tenaga panas bumi, sedangkan Filipina sebagai negara terbesar kedua di dunia produsen listrik panas bumi.
“Para ilmuwan dan para ahli terkenal secara luas mengatakan bahwa produksi listrik dari panas bumi dapat mempresentasikan luasnya sumber tenaga listrik yang bebas karbon di dunia saat ini,” katanya.
Al Gore yang juga penerima Oscar melalui film dokumenter An Inconvenient Truth ini mengatakan, solusi perubahan iklim melibatkan berbagai langkah yang bisa diambil untuk menghemat uang sekaligus mengurangi emisi karbon dioksida.
Al Gore mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan profil emisi karbon yang unik karena sebagian besar berasal dari sektor kehutanan dan hutan gambut. “Ada peluang besar untuk mengambil pendekatan keberlanjutan dari raksasa seperti pembakaran batu bara dan minyak atau gas,” katanya.
Dia mengatakan, ada banyak langkah yang bisa diambil untuk mencegah kerusakan hutan dan mengurangi emisi sekaligus meningkatkan pendapatan dan menciptakan perekonomian di Indonesia. “Pengunaan lahan yang lebih efisien akan meningkatkan nilai ekonomi dan mengurangi polusi dari gas rumah kaca,” katanya.
Ada dampak yang besar dari usaha mitigasi seperti penghentian pembakaran pembukaan lahan dan hutan gambut.
Puji Indonesia
Al Gore memuji komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait penanganan untuk menghadapi perubahan iklim secara nasional maupun global. “Saya berterimakasih khususnya kepada Presiden Yudhoyono karena impian, keberanian dan kepemimpinannya pada isu yang kita diskusikan dan kita kerjakan,” kata Al Gore.
Ia memuji keberanian Presiden Yudhoyono untuk tampil ketika terjadi kebuntuan dan tidak ada inisiatif dari kelompok 77 negara (G-77) di berbagai perundingan internasional soal perubahan iklim. “Dia berbicara ketika tidak ada pemimpin dari negara-negara G77 yang mau tampil dan mengambil inisiatif dan memimpin mereka memecahkan kebuntuan berkepanjangan yang membuat frustasi di beberapa isu,” ujarnya.
Dengan kepemimpinan Presiden Yudhoyono, ada sedikit kemajuan dalam perundingan perubahan iklim. “Saya sangat menaruh hormat terhadapnya dan mengagumi kepemimpinan dia dan target yang dia janjikan ketika di Kopenhagen,” kata eks Wakil Presiden Amerika Serikat itu.
Al Gore berharap, Presiden Yudhoyono dapat melanjutkan kepempimpinannya untuk membawa masa depan dunia dan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Saya seringkali ditanya oleh banyak orang, mengapa saya begitu optimis bahwa Indonesia akan menjadi negara maju dan berpengaruh. Bagi saya, pertanyaan-pertanyaan tersebut terdengar cukup aneh. Pada awalnya, saya jawab detail satu-satu, secara ekonomi, secara demografi, secara ini dan itu, Indonesia hampir pasti menjadi negara besar dan kuat. Tapi makin lama,..lelah juga menerangkan kepada masing-masing penanya, sehingga kadang saya justru berbalik bertanya kepada si penanya Apakah ada alasan kita tidak optimis pada Indonesia? Atau Saya tidak mempunyai alasan untuk pesimis, kalau kamu, kenapa pesimis? Dan justru dari situ terjadi diskusi yang hangat dan engaging, dan dari sekian banyak diskusi, saya menarik kesimpulan satu hal, orang-orang yang selama ini pesimis, adalah mereka yang tidak/belum mendapatkan informasi yang akurat mengenai prestasi dan kemajuan yang telah diraih Indonesia selama ini.
Saya jarang mendapatkan prediksi mengesankan tentang masa depan Indonesia dari dalam negeri, kita justru sering mendapatkannya dari luar negeri. Media-media internasional justru sangat optimis tentang masa depan Indonesia, bahkan lembaga-lembaga ekonomi seperti PriceWaterHouse & Coopers, Standart Chartered Bank, Goldman Sachs, the Economist, dan lain-lain, percaya bahwa dalam 25 tahun ke depan, ekonomi Indonesia akan masuk dalam 7 besar ekonomi dunia, bersama dengan Amerika Serikat, China, Jepang, India, Brazil, Mexico. Saat ini, GDP Indonesia ada di peringkat 16, setingkat di bawah Korea Selatan, dan setingkat di atas Belanda. Dan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu di atas 6% per tahun (sementara banyak negara yang hanya tumbuh 3-4%), rasanya wajar kita meyakini bahwa Indonesia akan masuk dalam jajaran Top 10 ekonomi terbesar di dunia di masa yang akan datang.
Kemudian ada kabar datang dari India. Negara ini, pada triwulan I 2012 hanya tumbuh 5.3%, sebuah yang mengejutkan berbagai kalangan, karena selama ini India selalu tumbuh rata-rata 8%. Nah, pada saat yang bersamaan, Indonesia tetap tumbuh cukup mengesankan, yakni 6,35%. Saat ini, (terutama) negara-negara bahkan tidak berani bermimpi bisa tumbuh setinggi itu.
Kabar paling akhir berasal dari dalam negeri. Belum lama iniSoegeng Sarjadi Syndicate (SSS) mengadakan survei, dan hasilnya cukup membuat hati saya bergejolak kencang dan senang luar biasa.Hasil survei Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) menunjukkan bahwa 80,7 persen responden di 33 provinsi di Indonesia percaya bahwa dengan kepemimpinan yang baik, Indonesia akan menjadi negara adidaya. Masyarakat jugaoptimistis bahwa Indonesia menjadi negara maju, sejahtera dan kuat, dan percaya bangsa ini akan menangkan persaingan global.
Saat ini, yang akan saya lakukan adalah berdoa agar Tuhan memberi saya umur panjang agar bisa menjadi saksi negeri ini menjadi makmur, sejahtera, bermartabat, dan berpengaruh. Amien
Pada 2030, ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalahkan Jepang. Pada tahun itu, Indonesia menempati peringkat ke lima negara terbesar, sedangkan Jepang peringkat ke enam.
Dalam laporan khusus Stanchart berjudul “The Super-Cycle Report”, Indonesia mulai menjadi negara bersinar yang semula menempati peringkat ke-28 pada 2000, bakal menjadi salah satu raksasa ekonomi ekonomi dunia dalam dua dekade mendatang. Berada di posisi kelima, Indonesia akan tampil mendampingi China, Amerika Serikat, India dan Brazil.
Laporan Stanchart sesungguhnya menambah daftar beberapa laporan lembaga keuangan dunia sebelumnya yang meyakini Indonesia bakal menjadi pemain terkemuka dalam beberapa dekade mendatang.
Sebelumnya, Goldman Sachs Group memperkenalkan empat negara calon kekuatan ekonomi baru dunia pada 2020 dengan sebutan BRIC, kepanjangan dari Brazil, Rusia, India dan China. BRIC akan menjadi kekuatan ekonomi paling dominan pada 2050.
Selain BRIC, Goldman Sachs membuat istilah baru, yakni Next11. Ini mencakup Indonesia, Turki, Korea Selatan, Meksiko, Iran, Nigeria, Mesir, Filipina, Pakistan, Vietnam dan Bangladesh.
Lembaga keuangan lainnya, Morgan Stanley malah mengusulkan tambahan Indonesia pada BRIC menjadi BRICI. Alasannya, dalam lima tahun ke depan, lembaga terkemuka ini memperkirakan PDB Indonesia bakal mencapai US$800 miliar.
Majalah bergengsi The Economist, pada Juli 2010 juga memasukkan Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi baru pada 2030 di luar BRIC. The Economist mengenalkan akronim baru dengan sebutan CIVETS, kepanjangan dari Colombia, Indonesia, Vietnam, Egypt, Turkey dan South Africa.
Laporan Stanchart menyebutkan negara-negara berkembang akan melampaui negara maju dengan lebih baik. Akibatnya, keseimbangan kekuatan global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur.
Pemicunya adalah peningkatan perdagangan, terutama pada pasar-pasar dari negara berkembang, industrialisasi yang pesat, urbanisasi dan meningkatnya masyarakat kelas menengah di negara berkembang.
“Asia akan mendorong sebagian besar dari pertumbuhan global selama 20 tahun ke depan,” kata Stanchart.
***
Saat ini, Indonesia yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar di kawasan ASEAN memang sudah masuk dalam jajaran 20 kekuatan ekonomi dunia yang tergabung dalam forum G-20. Namun, Indonesia belum masuk ke dalam 10 negara besar dunia.
Namun, seperti dilaporkan Stanchart, pada 2020 Indonesia bakal masuk peringkat 10 raksasa ekonomi dunia dengan total PDB US$3,2 triliun. Sementara pada 2030, Indonesia bakal mengalahkan Jepang yang melorot ke peringkat enam dari peringkat lima 2020. Pada saat itu, PDB Indonesia diperkirakan mencapai US$9,3 triliun.
Pertanyaannya, mengapa Indonesia bakal menjadi kekuatan baru ekonomi dunia seperti halnya China dan India?
Menurut Stanchart, negara-negara ini memiliki suplai tenaga kerja yang murah dan produktif mendukung pertumbuhan negara Asia yang diperkirakan tumbuh rata-rata 5,2 persen.
Khusus Indonesia, menurut Stanchart, akan menjadi negara bersinar lantaran juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen dalam dua dekade mendatang. Pertumbuhan ini didukung oleh komoditas ekspor. “Indonesia bahkan seharusnya bisa mendepak Rusia dalam kelompok BRIC,” tulis laporan Stanchart.
Namun, untuk menggapai impian besar tersebut, Indonesia dan negara-negara Asia lainnya menghadapi sejumlah tantangan. Di antaranyar adalah perlunya meningkatkan basis manufaktur agar mempunyai nilai tambah untuk memasok barang setengah jadi dan barang modal.
Selain itu, Indonesia juga harus mengatasi kurangnya infrastruktur, dan sektor jasa harus melengkapi sektor manufaktur untuk menambah dorongan bagi pertumbuhan ekonomi.
Sejak lengsernya Suharto tahun 1998, Indonesia berhasil melakukan transformasi menjadi negara dengan sistem demokrasi terbesar ketiga di dunia (setelah India and Amerika Serikat) dan menjadi salah satu negara dengan sistem politik yang paling stabil di kawasan Asia. Bahkan serangan bom oleh teroris akhir-akhir ini tidak menyurutkan kepercayaan para investor. Semua indikator keuangan malah menguat setelah terjadinya serangan bom tersebut.Namun, perlu digarisbawahi beberapa isu utama yang mengemuka ketika kita mengamati Indonesia dari sudut pandang global, terutama di tengah tahap awal pergeseran perimbangan kekuatan ekonomi dan finansial global.
Mengacu paradigma ini, para pemenang dalam proses transformasi ini adalah negara yang masuk dalam tiga kategori. Ketiganya adalah sebagai berikut: (1) memiliki sumber-sumber keuangan; (2) memiliki sumber alam berupa energi dan komoditas; dan (3) memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan berubah.
Indonesia belum memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Jadi, tantangan utamanya adalah bagaimana menarik investasi asing masuk untuk mengolah potensi ekonomi yang ada. Indonesia sebenarnya memenuhi dua dari tiga kategori di atas karena telah memiliki sumber daya alam yang melimpah dan kemampuan untuk berubah dan beradaptasi.
Memang, masih banyak pihak yang meragukan kemampuan Indonesia untuk hal yang disebut terakhir ini. Namun, setelah memperhatikan situasi politik domestik dan kerangka kebijakan ekonomi yang ada, kami percaya bahwa Indonesia memang mempunyai kemampuan beradaptasi. Meskipun Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar ketiga di dunia, ketiga kandidat dalam pemilihan presiden 2009 berasal dari kalangan sekuler. Sistem politik Indonesia juga sudah jauh berbeda dibandingkan beberapa dasawarsa sebelumnya.
Sebagai perbandingan, Spanyol pernah dipimpin oleh seorang diktator sampai dengan 1976, namun sekarang telah menjadi salah satu benteng demokrasi di Barat – sehingga tidak ada alasan untuk meragukan perkembangan politik yang positif di Indonesia. Perkembangan ini perlu terus dipelihara, dan kinerja ekonomi yang baik akan sangat mendukung proses perubahan politik ini. Perubahan ke arah yang lebih baik ini juga tercermin dari persepsi investor terhadap tingkat korupsi di Indonesia.
Jika sepuluh tahun lalu kita menanyakan tentang persepsi terhadap Indonesia, beberapa investor asing yang cenderung berpandangan negatif akan mengemukakan dua faktor berikut: (1) korupsi, dan (2) pasar domestik yang kecil.
Namun, betapa banyak yang telah berubah pada saat ini! Pemberantasan korupsi kini telah menjadi fokus, dan persepsi secara umum telah melihat korupsi tidak lagi merupakan masalah utama yang dihadapi Indonesia. Namun demikian, perubahan ke arah keterbukaan dan transparansi terkadang menyebabkan anggaran pemerintah tidak dapat diserap secepat yang diharapkan. Sebagaimana persepsi atas korupsi di Indonesia yang telah berubah, demikian halnya persepsi investor asing atas pasar domestik Indonesia. Negara-negara dengan pasar domestik besar mampu bertahan di tengah gejolak ekonomi dunia akhir-akhir ini.
Lingkungan kebijakan di Indonesia juga telah berubah, meskipun masih banyak hal harus diperbaiki. Indonesia naik 10 tingkat pada survey Bank Dunia mengenai “Kemudahan Melakukan Usaha” pada 2008, meskipun masih berada pada peringkat 123. Memang sudah banyak perbaikan pada kategori “pengurusan perijinan”, “pembayaran pajak”, dan “perdagangan lintas batas”. Namun, perbaikan lebih lanjut iklim usaha perlu ditingkatkan. Perbaikan iklim usaha dari dalam sangatlah diperlukan, sejalan dengan tren di kawasan Asia Tenggara yang mendorong perdagangan antar regional dan menarik arus investasi masuk. Indonesia masih kekurangan investasi dan infrastruktur. Peningkatan investasi di bidang energi dan bidang-bidang yang berorientasi pada pasar domestik sama-sama dibutuhkan. Namun Indonesia dihadapkan pada persaingan yang ketat dengan negara-negara lainnya di kawasan, selain global, untuk menarik investasi asing. Indonesia akan menarik lebih banyak arus modal masuk dalam tahun-tahun mendatang, terutama jika presiden terpilih meneruskan reformasi ekonomi dan hukum sesuai dengan harapan para investor. Dengan demikian, upaya-upaya perbaikan daya saing Indonesia bagi para investor internasional tetap menjadi isu kunci.
Salah satu keprihatinan IMF soal Indonesia adalah kemampuan negara ini menghadapi memburuknyaglobal risk appetite dan makin ketatnya likuiditas global. Di awal terjadinya krisis global pada musim gugur lalu, kombinasi dari beberapa faktor menjadi penyebab melonjaknya sovereign spread Indonesia, arus keluar dana asing secara signifikan, dan pelemahan rupiah sekitar 40%, dari 9.200 per US$ ke hampir 13.000. Namun setelah periode ini, pasar mulai pulih, dan cadangan devisa naik ke US$ 57,4 miliar. Utang luar negeri Indonesia berada pada level 29% dari PDB, jauh lebih baik dibandingkan dengan 150% pada saat terjadinya Krisis Asia. Dengan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan arus modal asing masuk, rasio utang ini dapat semakin berkurang.
Indonesia dapat digolongkan sebagai sebuah negara dengan manajemen krisis yang baik. Berbagai langkah kebijakan telah dilakukan, termasuk memberi bantuan bagi sektor perbankan dan pasar modal, serta menjamin stabilitas nilai tukar rupiah pasca pelemahan di musim gugur lalu. Pendekatan Indonesia dapat diringkas: “Stabilitas fiskal ketika terjadi goncangan ekonomi eksternal. Manajemen utang yang kredibel dan proaktif.”
Kebijakan fiskal juga tampak sudah berada pada arah yang benar, sementara Bank Indonesia, yang menerapkan kerangka inflation targeting sejak 2005, telah berhasil mengendalikan laju inflasi dan dapat mencapai target inflasi jangka menengah pada kisaran 3-4%. Akhirnya, meskipun Indonesia tidak sepenuhnya kebal terhadap krisis, sektor finansial masih berada pada kondisi yang baik.
Secara garis besar, kami memproyeksikan Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, didukung oleh stabilitas politik, permintaan domestik kuat, dan lingkungan kebijakan yang dapat merespon krisis dengan baik. Jangan lupa, skala ekonomi Indonesia sangat menakjubkan. Indonesia memiliki jumlah penduduk 228 juta orang, dan menjadikannya negara dengan populasi keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Jumlah kelas menengah di negara ini juga cukup besar, diperkirakan sekitar 26 juta orang, dan terus tumbuh cepat. Indonesia memiliki rasio permintaan domestik terhadap PDB yang tinggi, dan layak menikmati laju pertumbuhan antara 4-5% tahun ini dan tahun depan dan akan naik ke 6% pada 2011. Dengan pertumbuhan yang berkesinambungan, skala ekonomi Indonesia telah mencapai US$ 510 miliar – enam kali lipat dari ekonomi Vietnam, dan dua kali lipat dari ekonomi Thailand.
Kini, Indonesia telah menjadi salah satu anggota Kelompok 20 (G20). Tatanan global yang terus berubah akan sangat memungkinkan Indonesia menjadi pemain utama pada tatanan global maupun regional di masa depan. Namun dengan skala ekonomi yang besar, Indonesia calon kekuatan atau raksasa ekonomi baru dunia. Indonesia akan masuk dalam G7 pada tahun 2040.
Dengan menggunakan compound annual growth rate (CAGR) dari negara-negara G20 selama periode 2000 dan 2008, serta mengasumsikan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada tingkat potensialnya mulai tahun 2012, ukuran ekonomi Indonesia akan melampaui Korea Selatan di tahun 2016, Jepang di tahun 2024, Inggris di tahun 2031, dan Jerman di tahun 2040. Pertumbuhan PDB Indonesia pada Semester I-2009 mencapai 4,2%, dan tercatat merupakan yang ketiga tertinggi di G20. Kami memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat dari 6,1% pada 2008 ke level 4% pada 2009. Ini masih tetap yang ketiga tertinggi di G20 akibat krisis finansial global dan penurunan harga komoditas dunia, sebelum pulih ke 5% pada 2010. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melewati 6% pada 2011 dan 2012. Kami memproyeksikan PDB per kapita Indonesia di tahun 2020, akan menjadi empat kali lipat dari nilai sekarang.(GL)
Saat ini di Indonesia sedang ramai didengungkan kebangkitan ekonomi yang pada tahun 2011 mencapai angka 6,5% dan diharapkan pada tahun 2012 ini akan mencapai angka 7%. Sebuah angka yang sangat fantastis untuk pertumbuhan negara. Bahkan ketika krisis Eropa, Bangsa Indonesia dapat mempertahankan keadaan ekonominya sehingga tidak terpengaruh dari efek domino krisis Eropa. Beberapa ekonom memprediksi bahwa pada 20 – 30 tahun kedepan, Indonesia akan tumbuh menjadi sebuah negara superpower di dunia, dengan ekonomi yang jauh lebih besar dari Australia. Sementara di sisi lain, negara Adidaya sedikit demi sedikit mulai kehilangan taringnya, dimana kekuatannya mulai digerus dengan krisis global yang melanda. Namun pertanyaan utamanya, benarkah Indonesia dalam 20 – 30 tahun kedepan dapat disandingkan dengan negara adidaya lainnya? Pertama – tama mari kita lihat fakta yang ada di dunia. Indonesia memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat, setelah China, India, dan Amerika. China dengan penduduk sejumlah 2 milyar, sedikit demi sedikit bergerak dari negara konsumen menjadi negara produsen, dengan banyak merk dan produk buatan China yang saat ini beredar di seluruh dunia. India, serupa dengan China, dimana ia juga mulai membenahi diri untuk bersaing dalam era globalisasi. Amerika, sepertinya sudah sangat jelas, bahwa ia salah satu negara produsen terbesar di dunia, sehingga tidak mengherankan bila ia disebut negara adidaya. Indonesia, dengan penduduk 200 juta, masih berlaku sebagai negara konsumen, dibanding negara produsen. Daya beli masyarakat, sangat erat hubungannya dengan pendapatan yang diterima, dan mayoritas pendapatan yang diterima masyarakat masih dari sektor agraris, dengan mengeksplorasi kekayaan alam yang ada di Indonesia. Bukan hal yang salah untuk mengeksplorasi kekayaan alam, tetapi apakah mereka mengeksplorasi dengan bijaksana? Fakta saat ini menunjukan bahwa 40% hutan di Kalimantan rusak karena penebangan liar yang terus dan terus dilakukan tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. Satu demi satu kekayaan mineral Indonesia dieksplorasi secara besar – besaran, tetapi sayangnya, hasilnya dinikmati oleh pihak asing, bukan masyarakat Indonesia, salah satunya freeport yang dimarginalkan oleh Amerika, secara tidak langsung kita, bangsa Indonesia berkontribusi terhadap perekonomian negara Amerika melalui kesempatan untuk mengeksplorasi salah satu tambang emas terbesar di dunia.
Kemudian apa yang harus dilakukan untuk dapat mengoptimalisasi hubungan antara negara adidaya dengan Indonesia? Hal utama yang harus dilakukan adalah adanya kebijakan yang tegas dari pemerintah untuk sepenuhnya menjalankan UUD 45 pasal 33, ayat 2, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan ayat 3, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Disana jelas tertulis bahwa dikuasai oleh negara, bukan dikuasai oleh pihak asing. Pemerintah harus berani untuk menentapkan, bahwa dalam melakukan kerjasama dengan pihak asing, kerjasama dilakukan dalam operasional, bukan dalam capital, sehingga kepemilikan tetap berada di Indonesia, dimana Indonesia memegang kontrol penuh terhadap pemanfaatan sumber daya di Indonesia.
Sering kali, dalih utama yang selalu dijadikan sebagai tameng adalah ketidak mampuan secara modal dan teknologi. Indonesia bukan negara miskin, pendapatan dari BUMN dan pajak sudah mencapai angka yang sangat fantastis. Tentu dalam aplikasinya, banyak adanya pipa bocor disana sini yang mengurangi jumlah dana yang beredar, maka hal kedua yang harus dilakukan adalah menindak secara tegas setiap koruptor. Mungkin cara pemerintah China untuk memberantas koruptor dapat dipakai, dengan memberikan hukuman mati secara langsung, walaupun kejam dan tidak memanusiakan manusia, tetapi tindakan ini memberikan efek jera kepada seluruh koruptor dan dapat memperbaiki budaya korupsi yang ada. Dalam hal teknologi, Indonesia sebenarnya memiliki kualitas yang sangat unggu. Anak Bangsa merupakan generasi yang cerdas, sayangnya karena fakta yang ada menunjukan bahwa kemampuan mereka kurang dapat optimal di dalam negeri, mereka lebih memilih untuk mengoptimalisasinya di luar negeri. Namun ketika pemerintah dapat memberikan sektor yang jelas dan menarik untuk mereka dapat mengembangkan dirinya, bukan hal yang tidak mungkin mereka akan kembali di Indonesia. Pemerintah dapat menyediakan fasilitas, memberikan beasiswa pendidikan, dan memberika biaya research untuk mereka dapat mengaktualisasi dirinya.
Memang, pihak yang saya tekankan disini adalah Pemerintah, sebab layaknya sebuah kapal dengan nahkoda yang memimpinnya, arah tujuan kapal sepenuhnya berada dalam tangan nahkoda kapal, yaitu pemerintah sebagai pemimpin negara untuk memunjukan arah dan tujuan dari bangsa ini. Sebab tidak ada yang dapat membangun suatu bangsa, kecuali bangsa itu sendiri.
Pada 2030, ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalahkan Jepang. Pada tahun itu, Indonesia menempati peringkat ke lima negara terbesar, sedangkan Jepang peringkat ke enam.
Dalam laporan khusus Stanchart berjudul “The Super-Cycle Report”, Indonesia mulai menjadi negara bersinar yang semula menempati peringkat ke-28 pada 2000, bakal menjadi salah satu raksasa ekonomi ekonomi dunia dalam dua dekade mendatang. Berada di posisi kelima, Indonesia akan tampil mendampingi China, Amerika Serikat, India dan Brazil.
Laporan Stanchart sesungguhnya menambah daftar beberapa laporan lembaga keuangan dunia sebelumnya yang meyakini Indonesia bakal menjadi pemain terkemuka dalam beberapa dekade mendatang.
Sebelumnya, Goldman Sachs Group memperkenalkan empat negara calon kekuatan ekonomi baru dunia pada 2020 dengan sebutan BRIC, kepanjangan dari Brazil, Rusia, India dan China. BRIC akan menjadi kekuatan ekonomi paling dominan pada 2050.
Selain BRIC, Goldman Sachs membuat istilah baru, yakni Next11. Ini mencakup Indonesia, Turki, Korea Selatan, Meksiko, Iran, Nigeria, Mesir, Filipina, Pakistan, Vietnam dan Bangladesh.
Lembaga keuangan lainnya, Morgan Stanley malah mengusulkan tambahan Indonesia pada BRIC menjadi BRICI. Alasannya, dalam lima tahun ke depan, lembaga terkemuka ini memperkirakan PDB Indonesia bakal mencapai US$800 miliar.
Majalah bergengsi The Economist, pada Juli 2010 juga memasukkan Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi baru pada 2030 di luar BRIC. The Economist mengenalkan akronim baru dengan sebutan CIVETS, kepanjangan dari Colombia, Indonesia, Vietnam, Egypt, Turkey dan South Africa.
Laporan Stanchart menyebutkan negara-negara berkembang akan melampaui negara maju dengan lebih baik. Akibatnya, keseimbangan kekuatan global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur.
Pemicunya adalah peningkatan perdagangan, terutama pada pasar-pasar dari negara berkembang, industrialisasi yang pesat, urbanisasi dan meningkatnya masyarakat kelas menengah di negara berkembang.
“Asia akan mendorong sebagian besar dari pertumbuhan global selama 20 tahun ke depan,” kata Stanchart.
***
Saat ini, Indonesia yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar di kawasan ASEAN memang sudah masuk dalam jajaran 20 kekuatan ekonomi dunia yang tergabung dalam forum G-20. Namun, Indonesia belum masuk ke dalam 10 negara besar dunia.
Namun, seperti dilaporkan Stanchart, pada 2020 Indonesia bakal masuk peringkat 10 raksasa ekonomi dunia dengan total PDB US$3,2 triliun. Sementara pada 2030, Indonesia bakal mengalahkan Jepang yang melorot ke peringkat enam dari peringkat lima 2020. Pada saat itu, PDB Indonesia diperkirakan mencapai US$9,3 triliun.
Pertanyaannya, mengapa Indonesia bakal menjadi kekuatan baru ekonomi dunia seperti halnya China dan India?
Menurut Stanchart, negara-negara ini memiliki suplai tenaga kerja yang murah dan produktif mendukung pertumbuhan negara Asia yang diperkirakan tumbuh rata-rata 5,2 persen.
Khusus Indonesia, menurut Stanchart, akan menjadi negara bersinar lantaran juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen dalam dua dekade mendatang. Pertumbuhan ini didukung oleh komoditas ekspor. “Indonesia bahkan seharusnya bisa mendepak Rusia dalam kelompok BRIC,” tulis laporan Stanchart.
Namun, untuk menggapai impian besar tersebut, Indonesia dan negara-negara Asia lainnya menghadapi sejumlah tantangan. Di antaranyar adalah perlunya meningkatkan basis manufaktur agar mempunyai nilai tambah untuk memasok barang setengah jadi dan barang modal.
Selain itu, Indonesia juga harus mengatasi kurangnya infrastruktur, dan sektor jasa harus melengkapi sektor manufaktur untuk menambah dorongan bagi pertumbuhan ekonomi.