Wirausahawan adalah seseorang yang mempunyai karakteristik inovasi yang tinggi dengan risiko yang dihadapi atau dibawanya juga cukup tinggi. Dalam buku berjudul The Entrepreneur, John Kao menyebutkan ada 11 karakteristik seorang entrepreneur. Apakah Anda memiliki beberapa karakteristik berikut?
1. Total berkomitmen, menjadi penentu dan melindungi.
2. Memiliki dorongan untuk mendapatkan dan bertumbuh.
3. Berorientasi kepada kesempatan dan tujuan.
4. Mempunyai inisiatif dan tanggung jawab personal.
5. Pemecah persoalan secara terus menerus.
6. Memiliki realisme dan dapat berbicara denan selingan humor.
7. Selalu mencari dan menggunakan umpan balik (feedback).
8. Selalu berfokus pada internal.
9. Menghitung dan mencari risiko.
10. Memiliki kebutuhan yang kecil untuk status dan kekuasaan.
11. Memiliki integritas dan reabilitas.
KETIDAKPASTIAN perekonomian Indonesia bukan alasan untuk hidup sengsara dan meratapi diri sebagai warganegara Indonesia. Masih banyak cara dapat dilakukan seseorang untuk bangkit dan membenahi kondisi perekomian diri dan keluarganya. Komentar kontroversi itu ditiupkan Julian Foe, senior consultant dan juga founder Asia Pacific Retail Institute (APRI) saat menjadi salah satu pembicara dalam talk show bertajuk The Making of Great Entrepreneurs di Universitas Ciputra, Surabaya.
Sebagai pribadi, pendapat pria berusia 35 tahun berpenampilan kalem itu sebenarnya sangat menggelitik. Bagaimana tidak. Di zaman yang serba sulit, segala kebutuhan melonjak "tinggi-tinggi sekali", sehingga banyak penduduk yang harus iklas makan ketiwul dengan lauk ikan asin, dan angka kemiskinan Propinsi Jatim dan nasional terus meningkat, ternyata si Julian ini kok berani-beraninya "bernyanyi" tentang segala kemudahan dan memaparkan kiat-kiat, yang dikatakan mujarab untuk melakukan perubahan hidup dan masa depan itu.
Karena, saat mendengar prolog Julian Foe itu sebagai pembicara dalam talk show yang digelar perguruan tinggi milik Pak Cik itu, maka berbagai bisil-bisik sumbang terdengar saling bersautan dari penonton talk show tersebut. Salah satu suara yang sempat menjadi pusat perhatian penonton di sekelilingnya adalah, "Julian enak aja ngomong. Apa dia pernah jadi orang miskin dan menderita seperti penduduk di Ponorogo, Situbondo, Pacitan, atau daerah lain. Apa dia pernah makan gaplek yah... cukup tiga hari aja," kalimat kelakar itu diungkapkan oleh salah satu rekan dari media nasional.
Komentar nylekit itu dilontarkan rekan wartawan tersebut, karena Julian Foe cuma mengatakan, bahwa seseorang yang mampu mengelola potensi dirinya, maka jalan lempangnya untuk menjadi seorang entrepreneur (wirausahawan) sudah terlihat jelas di depan mata. Padahal dalam praktiknya, argumen Julian tersebut kurang lengkap. Sebab kemampuan mengelola potensi diri "diatas kertas" sulit terealisasi jika tidak dilengkapi dengan faktor D (dana). Mengapa demikian. Karena seorang entrepreneur sedikit atau banyak pasti membutuhkan dana untuk mengaplekasikan potensi dirinya.
"Teori Julian itu saya yakin akan mujarab jika entrepreneur tersebut bergerak pada usaha jasa. Misalnya jasa pengawalan pribadi, makelar pasar loak, atau jasa kenikmatan sesaat dengan modal kehormatan diri dan kepiawaian bercinta," tambah rekan wartawan itu lagi yang diamini suara tawa cekikan rekan wartawan lain.
Kendati demikian, beberapa pendapat Julian tentang cara menjadi sosok entrepeneur yang tangguh, berhasil memikat para rekan wartawan yang pada awalnya kurang menerima pendapat konsultan dari beberapa perusahaan ternama, seperti Kalbe Group, Acer, Intel Indonesia, dan Sony Ericcson Indonesia, itu.
Pendapat Julian yang mendapat respon positif antara lain konsep seorang entrepreneur harus mampu mengelola 3T (time, talent, dan treasure) untuk mengelola masa depan. Menurut ia, keberadaan waktu harus dimanfaatkan seorang entrepreneur dengan efektif. Talenta yang dimiliki harus dimaksimalkan. Terkait dengan treasure, ujarnya, entrepreneur tak sekadar jago menjual, tetapi punya cara menabung yang bagus. "Apa gunanya sukses transaksi, tetapi pengelolaan keuangan amburadul," katanya.
Selain itu, seorang entrepreneur untuk sukses harus mampu mengelola perubahan yang dialami. Mengelola keberhasilan yang dicapai dan kegagalan yang diderita. "Banyak entrepreneur yang gagal di tengah jalan, karena lemah dalam mengelola perubahan. Saat berhasil cepat puas, sementara ketika gagal langsung patah arah. Padahal gagal 2 hingga 3 kali merupakan hal yang biasa, karena kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda," tambahnya.
Keberadaan seorang mentor yang sarat pengalaman berbisnis, menurut ia, sangat dibutuhkan seorang entrepreneur agar selalu dekat dengan kesuksesan. Dengan memiliki mentor yang handal dan pilih tanding akan membuat entrepreneur tersebut dapat mengambil intisari dari pengalaman bisnis mentornya, sehingga akan selalu terjaga dari kesalahan berbisnis dalam sebuah proses belajar dan sharing dengan sang mentor.
"Menjadi entrepreneur hebat jangan dimulai dari trial and error (coba-coba), tetapi harus lewat experience learning. Selain itu, entrepreneur harus tahan banting dalam situasi seburuk apapun, selalu menjaga komitmen dirinya, sabar dan konsisten pada tujuan akhir," katanya.
Sedangkan persoalan modal yang selama ini menjadi kendala bagi seseorang yang akan memulai diri sebagai seorang entrepreneur, dikatakan, bisa disiasati lewat kerjasama dengan teman atau sahabat yang memiliki modal. Sedangkan posisi entrepreneur tersebut, sebagai pengelola bermodal kejujuran dan keyakinan diri mampu menciptakan kesuksesan atas bidang usaha yang ditangani. Salah satunya kemampuan untuk mengubah tantangan menjadi kesempatan. Karena itu, persiapan mental mengelola harus dengan benar, yaitu dengan sistem pengelolaan yang profesional. Artinya, jika entrepreneur tersebut tidak ingin jualan sendiri, maka ia bisa memperkerjakan karyawan yang sudah terseleksi mental dan komitmennya.
"Setiap calon entrepreneur harus berani bermimpi tentang wujud kesuksesan yang diinginkan. Dengan bermimpi, seorang entrepeneur akan memiliki motivasi diri yang tinggi dan kuat," kunci Julian saat ditemui seusai talk show.
Kiat Sukses Menjadi Entrepreneur Bagi Orang Biasa (1)
By M. Suyanto, STMIK AMIKOM Yogyakarta
Semua orang dapat menjadi entrepreneur, tanpa kecuali. Berdasarkan pengalaman saya, untuk menjadi entrepreneur yang sukses dapat menggunakan pedoman SMART IN ENTREPRENEUR. S merupakan singkatan dari Sikap metal positif sebagai landasan untuk menjadi entrepreneur. M adalah Menciptakan mimpi dan berusaha mengejarnya. A adalah Ambil langkah sekarang juga, meskipun tidak punya uang. R kepanjangan dari Rahasia melambungkan bisnis dan T simbol dari Terimalah kegagalan yang merupakan bagian dari pelajaran untuk meraih kesuksesan. IN adalah Insya Allah, hanya Allah-lah yang mengijinkan kita sukses menjadi entrepreneur.
Menurut Profesor Edwood Chapman, sikap mental adalah cara mengkomunikasikan atau mengekspresikan suasana hati atau watak kepada orang lain. Jika ekpresi kita kepada orang lain positif, maka kita disebut sebagai orang yang bersikap mental positif. Sebaliknya jika ekpresi kita kepada orang lain negatif, maka kita disebut sebagai orang yang bersikap mental negatif. Sikap mental positif merupakan salah satu dari jiwa entrepreneur yang menonjol.
Mimpi adalah bayangan peristiwa atau apa saja yang tampak dalam tidur. Bermimpi adalah melihat sesuatu dalam tidur atau menghayal sesuatu yang tak mungkin tercapai. Tetapi sekarang dapat kita definisikan bermimpi adalah menghayal sesuatu yang masih mungkin tercapai meskipun belum ada gambaran bagaimana cara mencapainya atau sangat sulit mencapainya. Dalam bahasa manajemen mimpi adalah visi, yaitu sesuatu yang dinginkan entrepreneur yang besifat ideal.
Rahasia untuk melambungkan bisnis dapat menggunakan berbagai macam strategi, mulai dari strategi generic dari Michael E. Porter, strategi positioning dari Jack Trout , strategic intent dari Gary Hamel dan Prahalat, strategi samudra biru dari Kim dan Renee serta strategi bisnis dari Nabi Muhammad s.a.w.
Kegagalan merupakan label yang seringkali kita hubungkan dengan suatu tindakan yang tidak berhasil dan begitu diterapkan, label ini membuat kita dikatakan orang yang tidak mampu. Hal ini menurunkan semangat kita untuk menjadi orang yang sukses. Pada saat kita masih kecil, kegagalan tidak mempunyai makna, karena kita tidak mempunyai konsep “kegagalan”. Jika kita memiliki konsep kegagalan, maka kita tidak akan dapat berbicara, tidak akan dapat menulis dan tidak akan dapat berjalan. Karena untuk berbicara, menulis dan berjalan harus melalui kegagalan yang tak terhitung jumlahnya. Demikian juga dalam dunia bisnis juga dapat meniru kegagalan kita di masa kecil dan kita dapat belajar dari kegagalan tersebut.
Insya Allah, hanya Allah-lah yang mengijinkan kita sukses menjadi entrepreneur. Sukses merupakan sebuah proses yang terus bergulir. Meskipun demikian, Allah juga tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau kelompok atau individu, kecuali kaum atau kelompok atau individu itu yang mengubahnya. Kita berusaha yang terbaik, sabar dan mengikuti jalan yang benar yang dilandasi iman kepada Allah. Insya Allah kita akan menjadi entrepreneur yang berhasil, baik di dunia mapun di akhirat. Amien………..
SMA MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
Jiwa wirausaha perlu ditanamkan dalam diri anak sejak belia. Wirausaha bukan sekadar soal berjualan atau bisnis sampingan. Karakter entreprenuer lebih menyasar pada kepribadian yang kreatif, ulet, gigih, percaya diri, dan mandiri.
Anak bisa melatih dirinya mempelajari karakter wirausaha ini melalui pendidikan informal, dengan dukungan orangtua dan lingkungannya. Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi pribadi mandiri dan berprestasi, dalam setiap sisi kehidupannya.
Sembilan perempuan wirausaha, finalis Ernst & Young Entrepreneur Award, memiliki kepedulian tersebut. Para perempuan yang sukses berwirausaha ini meluncurkan Group Social Responsibility, program pelatihan wirausaha selama enam bulan bagi anak putus sekolah.
Lita Mucharom, koordinator Group Social Responsibility, mengatakan fokus utama program ini memang menyasar pada anak putus sekolah usia 17-25 tahun, perempuan, dan memiliki semangat serta motivasi tinggi untuk mengembangkan potensi diri menjadi entreprenuer.
"Jiwa entrepeneur bisa diasah dengan mengubah mindset dan memberikan motivasi kepada anak dan remaja. Anak membutuhkan role model. Anak juga perlu diberikan pemahaman bahwa menjadi berbeda itu baik. Identitas diri tak harus seragam, sama dengan kebanyakan orang. Anak perlu dilatih mandiri dan diyakinkan bahwa mereka bisa menyokong ekonomi," jelas Lita kepada Kompas.com di sela bincang-bincang wirausaha di Jakarta beberapa waktu lalu.
Role model Lita mengatakan, anak membutuhkan role model untuk melatih jiwa kewirausahaan pada dirinya. Role model bisa berasal dari orang dewasa yang sukses berwirausaha, atau anak seusianya.
Namun, jika Lita dan delapan pebisnis perempuan ingin berbagi pengalaman pada remaja perempuan, lain lagi dengan kisah Natasya Asriati (12) dari Tangerang, Banten. Gadis belia akrab disapa Acha ini, secara alami, melatih karakter kewirausahaan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saat berusia delapan tahun, Acha belajar menjajakan makanan yang dibuatnya sendiri, kepada lingkungan di sekitar tempat tinggalnya.
"Saat SD, sekitar usia delapan tahun, Acha berjualan pisang goreng di rumah. Acha memang senang memasak. Begitu melihat ada pisang di rumah, ia punya ide untuk menggorengnya, lalu menjualnya di sekitar rumah. Sayang katanya kalau pisang itu tidak dimanfaatkan. Acha membuat pisang goreng dengan menggunakan kompor minyak, memasak dan menjualnya sendiri, tanpa minta bantuan," tutur Nurwati (50), ibu Acha.
Nurwati mengakui, Kreativitas, keberanian, percaya diri dan mandiri memang menonjol dalam diri Acha. Karakter ini tak lahir dengan sendirinya. Nurwati menilai, kemandirian dan kepercayaan diri terbangun dalam diri anak perempuan ini karena perlakuan setara dan kebebasan di keluarga.
"Acha anak perempuan satu-satunya, dengan dua kakak laki-laki. Ketika melihat kakaknya bebas bermain bola dan sepeda, ia pun melakukan hal yang sama, dan keluarga tidak membatasi. Meski begitu ia juga senang membantu saya memasak di dapur. Ia selalu bertanya bumbu masakan dan cara membuat makanan yang sedang diolahnya bersama saya. Dari pengalaman ini, Acha belajar banyak hal," tutur Nurwati yang mengaku kemandirian pada diri anak perempuannya terlatih secara alami tanpa konsep maupun teori.
Melalui kisah Acha, terbukti bahwa rasa ingin tahu anak yang dikuatkan dengan dukungan keluarga, menghasilkan pribadi mandiri yang kreatif. Pengalaman masa kecil perempuan belia kelahiran 14 Mei 1999 inilah yang kemudian membentuk pribadi mandiri.
Siswi tingkat satu SMP ini dikenal sebagai pribadi yang aktif dan mandiri. Setidaknya, karakter ini bisa menjadi modal dasar semangat dan jiwa kewirausahaan yang bisa terus diasah dalam diri anak muda.
Pendidikan wirausaha dapat menjadi alternatif untuk menekan angka pengganguran saat ini. Namun, ada hal mendasar yang harus dilakukan, yaitu mengubah paradigma pendidikan yang masih konseptual dengan urusan akademik.
Kadang-kadang pendidikan itu tidak membuat mahasiswa berani untuk bereksperimentasi, karena terlalu dogmatis.
-- Novianta Hutagalung
Manajer Umum International Development Program-ABFI Institute Perbanas, Novianta Hutagalung, menuturkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menanamkan pendidikan wirausaha di perguruan tinggi. Menurutnya, tahap awal yang harus dilakukan adalah mengubah paradigma pendidikan yang masih konseptual dengan urusan akademik.
"Kadang-kadang pendidikan itu tidak membuat mahasiswa berani untuk bereksperimentasi, karena terlalu dogmatis. Akibatnya, kemampuan mereka untuk berpikir di luar faktor itu menjadi sesuatu yang sulit dilakukan," ujar Novianta kepada Kompas.com di Jakarta, pekan lalu.
Untuk itu, lanjut Novianta, pendidik mempunyai peranan sangat penting. Ia mencontohkan, di dalam kelas pendidik harus memberi kesempatan mahasiswa mengembangkan kreatifitasnya agar pendidikan wirausaha dapat berjalan secara sistematis.
"Jadi, mereka tidak hanya diberikan teori-teori, karena pendidikan tidak hanya sekedar mengajar saja, tapi juga mendorong mereka bereksperimen dan memberi kebebasan mengembangkan lingkungannya," ujar Novanta.
Ia menambahkan, ketika mahasiswa diberikan kesempatan mengembangkan kreatifitasnya, maka harus juga digabungkan dengan dengan pelatihan-pelatihan khusus. Pelatihan tersebut harus dilakukan bersamaan dengan kesempatan untuk bekerja sama dengan orang-orang di sekitarnya. Hal itu dimaksudkan agar mahasiswa mampu mengelola usahanya dengan network yang sudah ada.
Novianta mencontohkan, pendidikan kewirausahaan di Amerika Serikat (AS). Di AS saat ini banyak dikembangkan kompetensi pendidikan kewirausahaan secara mendalam. Bahkan tak jarang, pendidikan tersebut menjadi perlombaan new bussines venture dengan dukungan, baik secara teori maupun materi oleh pengusaha-pengusaha sukses.
"Memang, beberapa sudah diterapkan di sini (Indonesia) dengan dukungan bank-bank besar. Namun, seharusnya lebih baik jika dikembangkan secara sistematik, menyeluruh. Artinya, tidak hanya bersifat sporadis dan reaktif saja," jelasnya.
Tiga Tingkatan Penting
Menurut Novianta, mengembangkan pendidikan wirausaha setidaknya perlu diperhatikan tiga tingkatan, yakni keterampilan individual, keterampilan interpersonal, dan keterampilan berorganisasi. Dalam tingkatan individual, mahasiswa diajarkan merubah mindset untuk melihat peluang dari berbagai tantangan dunia kewirausahaan.
"Agar mahasiswa dapat berpikir strategis untuk menjadi individu yang efektif dan kreatif. Sedangkan, dalam keterampilan interpersonal, mahasiswa diajarkan untuk mengembangkan jaringan yang bermanfaat bagi dirinya," ujarnya.
Artinya, kata Novianta, mahasiswa tidak hanya sekedar mengetahui siapa saja orang yang berada dalam jaringannya. Namun, mahasiswa juga harus harus mampu mengkapitalisasi jaringannya tersebut agar ide-ide yang tertuang dapat berjalan dengan baik.
"Karena banyak sekali orang punya ide-ide bagus, tetapi kemampuan untuk mengembangkan komunikasi interpersonal skill agar idenya diterima orang itu rendah," tambahnya.
Terakhir, lanjut Novianta, mahasiswa juga harus diajarkan tentang kemampuan berorganisasi. Tujuannya, agar mahasiswa memiliki kemampuan mengelola jaringannya, sehingga nantinya pertumbuhan bisnisnya dapat berjalan secara efektif.
"Ketiga hal ini harus berjalan secara simultan. Misalnya, kalau ada orang yang mempunyai interpersonal skill yang bagus, tetapi tidak punya organization skill yang bagus, nanti dia akan kedodoran terus. Karena, saat itu dia cuma menjadi oportunis yang mampu menangkap saja, tetapi tidak mampu mengelola peluang itu secara berkesinambungan," ujarnya.
WIRAUSAHA
OLEH KRISTI POERWANDARI/PSIKOLOG
”Rasanya sia-sia sekolah tinggi sampai S-2 hanya buang-buang uang, waktu, tenaga, dan pikiran. Dulu orangtua berangan-angan, jika saya sudah lulus dapat kerja akan lebih mudah. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, apalagi umur saya sekarang sudah lebih dari 40 tahun.”
Berikut cerita lebih lengkap dari Bapak H (disingkat). Orangtua bersusah payah membiayai sekolah S-2 saya dan adik. Karena gaji dan pensiun ayah masih kurang, pembiayaan juga diperoleh dari utang. BPKB dan sertifikat tanah terpaksa diagunkan. Kami tertatih-tatih dalam studi. Walaupun ada matrikulasi, tetap saja kami cukup kesulitan untuk menyesuaikan diri secara cepat terhadap ilmu yang masih baru.
Datang musibah besar, ayah kena stroke. Untuk menutup biaya perawatan ayah di rumah sakit, pembiayaan kuliah, serta melunasi utang-utang, ibu terpaksa menjual rumah dan membeli rumah baru yang lebih kecil.
Sejak semula saya usul agar uang hasil penjualan rumah bagian saya digunakan untuk membeli tanah/rumah lain khusus untuk kos-kosan. Ibu menolak mentah-mentah karena takut rugi. Cerita-cerita buruk tentang banyaknya orang bangkrut gara-gara bisnis terus didengung-dengungkan ibu. Uang warisan jatah saya hanya boleh disimpan dan manajemen dipegang penuh oleh ibu.
Belakangan ada pengakuan sangat mengejutkan dari ibu bahwa jatah warisan saya sebesar Rp 200 juta ternyata sudah habis ludes untuk biaya kuliah, biaya ayah di rumah sakit, dan lain-lain, tanpa ibu pernah memberitahukan sedikit pun sebelumnya. Bahkan, mobil pun harus dijual untuk menutup kekurangan biaya hidup sehari-hari. Ibu terlalu menaruh harapan besar pada pendidikan anak walau seberapa besar pun biaya yang dikeluarkan. Dan terlalu berangan-angan bahwa kelak kesuksesan pasti akan kami raih jika gelar sudah diraih.
Cita-cita saya ingin beli tanah sendiri dan bikin kos-kosan pupus sudah. Untung timbul ide memanfaatkan dan memodifikasi bekas kamar adik dan satu kamar kosong yang ada di rumah menjadi kamar kos putri. Tidak mudah mengubahnya karena perabotan dan buku-buku masih banyak sehingga perlu ditata dan beberapa perabotan terpaksa dijual. Saya sempat berselisih paham karena ibu bersikeras tidak ingin perabotannya dijual. Sekarang ibu merasakan manfaatnya bahwa bisnis itu tidaklah sia-sia. Keuangan keluarga cukup terbantu dengan tambahan uang dari kos. Sayang kamar yang dikoskan masih menyatu dengan rumah induk sehingga privasi pengekos dan pemilik rumah agak kurang terjamin. Kamar mandi pun tidak dirancang sebagai kamar mandi dalam.
Akhirnya ibu mengizinkan saya untuk berwirausaha, dengan syarat harus dengan modal dengkul. Saya mencari buku-buku wirausaha modal dengkul yang dapat menginspirasi saya, tetapi tampaknya masih belum ada yang sreg dan sesuai dengan bakat saya. Saya seakan-akan ”di-nol-kan” lagi dan harus mulai lagi dari awal. Saya tetap mencari kerja, namun karena umur saya sudah lebih dari 40 tahun lowongan dan peluang semakin tipis.
Ejekan, cibiran, dan cemoohan ada di sekeliling saya. Ada yang menganggap bahwa saya lebih parah dibandingkan satpam ataupun pekerja cleaning service yang cuma lulusan SMP atau SMA tapi sudah bekerja.
Pembelajaran penting
Terima kasih kepada Bapak H yang sudah membagikan pengalaman secara terbuka. Banyak pembelajaran penting yang dapat kita ambil
? Pendidikan tinggi (pascasarjana) belum tentu menjamin diperolehnya pekerjaan yang lebih baik. Ada banyak prasyarat lain, di antaranya kesesuaian dengan minat, potensi diri, peluang yang ada di lingkungan, serta kejelasan arah karier yang akan dibangun
? Pendidikan itu ”hanya” alat atau sarana, sangat tergantung akan jadi apa di tangan orang yang menggunakannya. Mobil canggih kalau kita tidak mampu menyetir jadi tidak berguna. Sepeda mungkin jadi jauh lebih bermanfaat dan mendukung kesehatan pula!
? Di atas segala-galanya yang terpenting sesungguhnya adalah kekuatan karakter dan sikap dari masing-masing orang: seberapa besar paham mengenai minat, bakat, bidang yang menjadi passion diri, sejauh mana memiliki keyakinan diri, berani bertanggung jawab dan menghadapi risiko dengan mengambil keputusan sendiri?
? Kemampuan berinovasi, berkreasi dan berwirausaha adalah a must agar kita dapat berkembang sebagai warga dan bangsa yang mandiri dan besar, dan sepertinya memang sedikit saja dari kita yang telah memiliki kesadaran itu.
? Pendidikan yang hanya mencekoki pembelajar dengan aspek kognitif sering tidak berguna. Di dunia nyata kita berhadapan dengan realitas yang kompleks, yang sering lebih menuntut keterampilan sosial dan karakteristik kepribadian yang mendukung (misal: sikap asertif, keberanian, keluwesan bergaul, kemampuan memasarkan produk).
? Meski menyakitkan dan sering kurang adil, kita harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa persaingan di dunia kerja amat sangat besar dan terkadang kejam. Semakin lama manusia harus memulai lebih awal, bergerak dan berpikir lebih cepat, menemukan kreasi paling inovatif, berani mencoba dan mengambil risiko, terus menambah keterampilan khusus, strategis mencari peluang dan sebagainya.
? Orangtua dan pendidik perlu paham hal-hal di atas untuk dapat menyiapkan anak dan generasi muda, bukan saja untuk bertahan hidup, tetapi untuk menjadi pemimpin dari arah perjalanan bangsa di masa depan.
Mohon maaf, sepertinya Bapak H telah terlalu lama tidak berani mengambil keputusan, di usia yang sangat dewasa masih bertumpu pada keputusan-keputusan yang diambil orangtua. Pada akhirnya manusia dewasa harus mengambil tanggung jawab atas hidupnya sendiri. Hal yang juga sangat penting: kita perlu bukan saja bekerja keras, tetapi juga bekerja pintar dan strategis dalam mencari dan memanfaatkan peluang.
Memulai terlambat memang lebih sulit, tetapi kesempatan tetap ada. Semoga Bapak H dapat dan berani menemukan peluang itu dengan langkah konkret memperkuat kualitas diri yang sudah baik, dan dengan mengembangkan kualitas-kualitas diri baru yang belum terlalu berkembang, tetapi sangat diperlukan dalam persaingan di dunia kerja. Tetap bersemangat ya Pak!
Kewirausahaan perlu dijadikan pendidikan alternatif dalam menciptakan wirausahawan muda guna menekan angka pengangguran di Indonesia. Pendidikan kewirausahaan memberikan makna, bahwa seorang sarjana tidak perlu tergantung dengan bekerja di perusahaan.
Pendidikan kewirausahaan akan menanamkan makna kepada para sarjana bahwa kita jangan bergantung pada pekerjaan sebagai pegawai.
-- Sunarji
Demikian disampaikan Wakil Rektor (Warek III) Bidang Penelitian, Pengembangan, dan Kerjasama Industri Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Sunarji, saat menghadiri kuliah umum tentang peningkatan kapasitas kewirausahaan di perguruan tinggi, Jumat (25/3/2011), di Universitas Indonesia, Depok.
"Pendidikan kewirausahaan akan menanamkan makna kepada para sarjana, calon-calon wirausahawan, bahwa kita jangan bergantung pada pekerjaan sebagai pegawai," kata Sunarji.
Pada tingkat perguruan tinggi, lanjut dia, kurikulum tentang pendidikan kewirausahaan sebenarnya sudah ada. Pendidikan ini salah satunya diberikan melalui mata kuliah kewirausahaan.
"Kurikulumnya ada pada mata kuliah kewirausahaan dan itu sudah cukup mendukung," kata Sunarji.
Dia mengungkapkan, ada beberapa kendala dalam menyampaikan pendidikan kewirausahaan ini, yaitu perlu adanya suatu hubungan yang baik antara para praktisi wirausaha dengan para calon wirausaha. Untuk itu, institusi pendidikan harus bisa mendatangkan dosen tamu yang berasal dari praktisi berpengalaman di dunia kewirausahaan.
Hal itu akan sangat membantu perguruan tinggi menerapkan ilmu kewirausahaan. Karena, kata Sunarji, selain untuk pendalaman teori, kehadiran para praktisi juga sebagai mediator berbagi pengalaman praktik berwirausaha.
"Kita perlu mendatangkan praktisi-praktisi yang sukses agar mahasiswa termotivasi dan terjadi proses pertukaran pengalaman," katanya.
SUMBER:KOMPAS
UNTUK menjadi seorang entrepreneur yang andal, sungguh tidaklah mudah. Hanya orang yang mampu mengubah dirinya untuk berpikir kreatif, kritis dan inovatif yang akan berhasil dan dapat meraih sukses.
Beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan usahawanusahawan baru yang dibangun oleh para pemula yang usianya masih terbilang muda. Kondisi ini merupakan satu fenomena yang menggembirakan buat pertumbuhan ekonomi bangsa kita. Di tengah keterbatasan lapangan pekerjaan saat ini, justru telah membangkitkan semangat kaum muda untuk menjadi seorang entrepreneur atau wirausahawan.
Sayangnya, para entrepreneur muda tersebut dalam memulai usahanya hanya dilandasi oleh kemampuan modal dan hardskill tanpa adanya perubahan pola pikir. Sehingga sebagian besar para entrepreneur muda tersebut sering menemui kegagalan yang mengakibatkan usahanya menjadi bangkrut.
Oleh karena itu, sebelum melakukan usaha seorang entrepreneur sebaiknya telah melakukan transformasi diri untuk berpikir kreatif dan jeli melihat peluang usaha. Taufik Bahaudin, staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) mengakui, fenomena bangkitnya semangat kewirausahawan atau entrepreneurship di kalangan generasi muda Indonesia saat ini sangat membanggakan.
Namun banyak entrepreneur muda yang gagal dalam berusaha bukan karena tidak menguasai produk atau jasa yang dihasilkannya. Kegagalan itu terjadi karena para usahawan muda tersebut belum mengubah mindset-nya.
"Kegagalan itu terjadi karena para entrepreneur muda tersebut belum mengubah pola pikirnya (mindset). Jadi untuk menjadi seorang entrepreneur, ia harus mempunyai kekuatan berpikir sebagai entrepreneurship. Orang yang belum mengubah pola pikirnya sebagai entrepreneurship, ia hanya mampu menguasai konsep dan teori saja. Hal itulah yang menyebabkan usahanya gagal," jelasTaufik Bahaudin.
Mengubah Mindset
Memang untuk menjadi wirausahawan atau entrepreneur, tentunya kita harus punya keberanian. Tak hanya berani bermimpi, tapi juga berani mencoba, berani gagal, dan berani sukses. Hal ini penting dan harus kita miliki. Selain itu, kita juga harus optimis dalam menghadapi masa depan, yakin pada kemampuan, dan juga menghentikan alur pemikiran yang negatif.
Hal yang selalu menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengubah pola pikir menjadi seorang entrepreneur? Banyak orang belum menyadari bahwa membangun entrepreneurship itu dibangun dari soft competesis-nya.
"Untuk menjadi entrepreneur, seseorang tak bisa hanya berpijak pada kompetensi hard skill, tapi juga pada kemampuan soft skill dan attitude yang baik. Karena yang membedakan entrepreneur dengan yang bukan entrepreneur adalah prilakunya dalam merespons lingkungan di sekitarnya," pungkas Taufik. Untuk mengubah pola pikir atau mindset, orang tersebut harus mempunyai keinginan dan kemampuan untuk menjadi seorang entrepreneur sesuai kebutuhannya.
Kebanyakan orang tidak pernah berpikir untuk mandiri, kreatif, kritis dan inovatif. Taufik pun mengungkapkan banyak contoh yang menunjukkan bahwa entrepreneurship berawal dari mindset bukan dari modal yang besar. Masih ingat dengan perjuangan Bob Sadino mendirikan Kemfood dan Kemchick? Atau bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mendirikan Google, serta perjuangan Bill Gates mendirikan Microsoft.
Faktor uang bukan yang paling utama, tetapi sikap mental dan berpikir kreatif menjadi sangat penting. ?Oleh sebab itu,konsep entrepreneur jangan semata-mata dihubungkan dengan pedagang. Wirausaha harus diartikan sebagai sikap mental yang mampu membaca peluang dan bisa memanfaatkan peluang itu sehingga bernilai bisnis. Ini juga bisa dibangun dalam sebuah perusahaan,?imbuh Taufik.
Faktor Keturunan dan Lingkungan
Taufik pun menambahkan kalau saat ini masih banyak di antara yang menilai faktor keberhasilan seseorang menjadi entrepreneur karena berasal suku tertentu. Apalagi kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis, atau keturunan China itu lebih berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya.
Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau atau bakat. "Pendapat yang menyatakan hanya suku tertentu saja yang mampu menjadi entrepreneur, menurut saya itu salah. Siapa pun dan dari suku apa pun sebenarnya mampu menjadi entrepreneur yang sukses," kata pria berkacamata ini. Namun Taufik mengakui, kesuksesan seseorang menjadi entrepreneurjuga dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan.
Jika seseorang sejak kecilnya berada dalam lingkungan bisnis orang tuanya atau keluarganya secara terus menerus, dia akan merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk pola berpikir dan cara perilaku. Pengetahuan bisnis secara pragmatis melalui proses pengenalan bisnis keluarga secara mendalam dan ditransformasikan ke dalam kerangka berpikirnya.
Dengan pengalaman dan pola pikir yang kuat akan mendorong orang tersebut melakukan pengembangan karakter kewirausahaan, seperti keberanian mengambil risiko, kemampuan menganalisa, komunikasi dan kepemimpinan, serta meningkatkan kesadaran dan kepekaan sosial.
"Untuk memulai sebuah wirausaha, seseorang sebaiknya melakukan tiga langkah awal yakni dengan mendaftar kemampuan atau potensi diri. Selanjutnya, orang tersebut harus mempunyai mimpi yang besar, karena dengan mimpi yang besar ia akan termotivasi untuk meraihnya. Dan yang ketiga mengembangkan potensi diri dengan mentranformasi mind-set atau pola pikir menjadi percaya diri, berorientasi kepada prestasi,berani mengambil risiko,berjiwa independen, kreatif dan inovatif serta ulet dan tekun," tandas Taufik.
Dengan adanya transformasi karakter tersebut diharapkan dapat seseorang yang memiliki jiwa, karakter dan sikap wirausaha yang cerdas dan tangguh.Sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan orang memiliki budaya entrepreneur (culture of entrepreneurship) dan budaya keunggulan (culture of excellence) di Indonesia
Dunia bisnis di Indonesia terus menggeliat, seolah tidak mempedulikan karut marut pemilu dan peristiwa Bom Mega Kuningan. Untuk itu perlu bagi para pelaku bisnis untuk menyusun strategi handal.
"Untuk memenangi pasar dalam dunia yang terus berubah ada 4 kunci sukses," kata Simon Jonatan, Konsultan Marketing, dalam acara Founder's Day di Ciputra World Jakarta Marketing Gallery, Senin (24/8).
Keempat kunci tersebut adalah:
1. Awareness: yang termasuk dalam poin ini adalah iklan yang gencar untuk membangkitkan kesadaran terhadap produk tersebut bagi konsumen.
2. Attractiveness: apakah produk kita menarik. Harus ada sesuatu yang berbeda dipandingkan produk lain yang diproduksi kompetitor.
3. Availability: apakah produk juga dilengkapi oleh ketersedian yang menunjang. Misalnya, produk rumah dilengkapi dengan akses yang mudah dan strategis.
4. Affordability: untuk menarik konsumen, penjualan produk disertai dengan berbagai macam potongan harga maupun kredit ringan.
Menurut Simon, keempat kunci sukses ini bisa meningkatkan brand of mind konsumen. "Ini penting. Karena kalau konsumen mau beli, di otaknya sudah mengingat satu produk yang dipercaya,"
Pengalaman Ciputra Sangat Berguna Bagi Entrepreneur Muda
Barangkali ada yang bertanya, apa yang dapat digali dari seorang Ciputra untuk dibagikan kepada orang-orang yang masih hijau dalam dunia bisnis? Bisakah mereka yang digolongkan sebagai entrepreneur junior pun mungkin belum patut, belajar langsung dari Ciputra? Bukankah Ciputra telah menjadi seorang konglomerat papan atas, taipan, supra-entrepreneur yang mungkin telah berada di ‘ langit yang ketujuh’dan hanya cocok bicara tentang proyek triliunan rupiah? Sementara para entrepreneur baru, orang muda yang berminat menjadi pebisnis, memerlukan petunjuk yang harus cukup sederhana agar bias dilakukan, bukan? Tidakkah akan terjadi kesenjangan yang luar biasa?
Pertanyaan-pertanyaan itu sangat wajar di tengah banyaknya persepsi dan pencitraan yang disematkan kepada tokoh sekaliber Ciputra. Namun, yang sering dilupakan orang adalah perjalanan Ciputra menjadi pengusaha papan atas di Tanah Air bukanlah sebuah proses instan apalagi melalui jalan pintas. Buku-buku tentang dirinya telah bercerita bagaimana dia merintis bisnis mulai dari awal, sama seperti kebanyakan pebisnis pemula di mana pun di dunia ini. Dengan kata lain, titik berangkat Ciputra dalam berbisnis tidak jauh berbeda dengan titik berangkat para anak-anak muda dan pebisnis pemula yang akan menjadi pembaca buku ini. Tantangan-tantangan yang dihadapi Ciputra dari dulu sampai sekarang sangat mungkin juga akan berulang, baik dalam versi serupa maupun dalam berbagai bentuk lain, menghampiri para anak-anak muda yang merintis bisnis atau merencanakan berbisnis. Bagaimana Ciputra mengatasi berbagai tantangan itu, itulah yang ingin dibagikan melalui buku ini.
Pertanyaan tentang bagaimana manfaat pengalaman seorang Cipura dibagikan kepada para anak-anak muda yang ingin jadi entrepreneur juga akan making terjawab bila kita sempat membaca buku karya George H. Ross bersama Andrew James McLean, yang belum lama ini terbit. Buku itu berjudul Trump Strategies for Real Estate. Kita mengenal Donald Trump, multimiliarder di bisnis properti negeri Paman Sam, dan belakangan ini lebih popular lagi lewat acara televisinya, Apprentice. Sudah dapat ditebak jika buku itu bercerita tentang strategi Trump dalam berinvestasi dan mengembangkan bisnis real estate.
Yang menarik, ternyata Ross dan McLean mempersembahkan buku itu bukan bagi para pengusaha besar sekelas Trump, melainkan kepada investor-investor kecil yang ingin belajar meraih sukses dari apa yang dilakukan oleh para pengusaha besar. Memang Ross kelihatannya juga menangkap keraguan, apa kiranya yang dapat dipelajari para investor kecil dari seorang pengusaha caliber raksasa seperti Trump. Dan, Ross, yang sudah menjadi penasihat Trump selama puluhan tahun, percaya bahwa sesungguhnya bukan skala bisnis yang jadi soal penting, melainkan bagaimana strategi dalam berinvestasi dan mengembangkan bisnis. Itulah sebabnya, Ross dan McLean mengatakan bahwa prinsip berbisnis yang sukses di bisnis berskala raksasa juga berlaku di bisnis-bisnis berskala kecil lainnya. Prinsip bisnis yang berlaku pada proyek pencakar langit milik Trump bernilai US $300 juta dolar, menurut Ross, berlaku juga bagi bisnis-bisnis kecil yang digeluti oleh banyak orang.
Maka jika di negeri Paman Sam ada Trump yang membagikan pengalamannya kepada para investor kecil, pengalaman dan pengetahuan bisnis Ciputra yang telah teruji di Indonesia juga seharusnya bernilai guna untuk dibagikan kepada para generasi muda. Anak-anak muda Indonesia sejak dini harus diperkenalkan kepada dunia entrepreneur, karena sejarah membuktikan para entrepreneurlah yang kerap kali menjadi motor perubahan. Bukan hanya di tengah kejayaan ekonomi, tetapi terutama ketika ekonomi berada pada saat-saat sulit.
Pada saat yang sama, di tengah makin terbuka luasnya kebebasan di berbagai bidang, anak-anak muda kita cenderung makin Mandiri dalam menentukan pilihan-pilihan masa depannya, termasuk makin Mandiri terhadap pengaruh paradigma-paradigma yang sudah mapan. Beberapa tahun lalu sebuah survey yang dilakukan Harian Kompas dengan responden para siswa sekolah lanjutan menunjukkan makin banyak para remaja kita yang bercita-cita jadi pebisnis. Ini menunjukkan bahwa para anak muda kita makin berani dan realistis terhadap tantangan mengambil risiko dalam memilih bidang-bidang yang akan mereka jadikan tumpuan hidup di masa depan. Mereka tidak lagi terpaku pada profesi-profesi mapan di masa lalu.
Belajar dari mereka yang berpengalaman banyak dan telah membuktikan pencapaianny, merupakan salah satu cara terbaik untuk memulai langkah menjadi entrepreneur. Itu pula yang ingin ditawarkan di sini. Buku ini akan membahas aneka hal mendasar dalam berbisnis dengan pengalaman Ciputra sebagai fundamennya. Buku ini mengajak pembaca memahami dunia entrepreneur, mulai dari mengenali siapa yang disebut entrepreneur dan bekal apa yang setidaknya dipenuhi sebelum memasuki dunia itu.
Anda jangan pernah terkooptasi bahwa untuk menjadi entrepreneur harus memiliki latar belakang pendidikan bisnis. Banyak lulusan sekolah bisnis yang gagal dalam menjalankan bisnisnya, namun banyak pula yang tidak pernah mengenyam pendidikan ekonomi dan bisnis, justru berhasil dalam usahanya.
Setiap manusia sudah dibekali naluri bisnis oleh Tuhan. Buktinya, mekanisme jual beli sudah ada sejak peradaban manusia ada. Yang paling penting dalam berbisnis adalah Anda sadar akan adanya resiko dan punya langkah2 untuk mengendalikan dan mengelola resiko (Risk Management). Kesuksesan bisnis sangat ditentukan dari keberhasilan pebisnis dalam me-manaj resiko.
Sangat ironis ketika semua diperhitungkan mulai dari modal hingga keuntungan pada saat memulai bisnis, tetapi justru lupa untuk menilai resiko. Padahal, setiap bisnis selalu ada resiko yang menyertainya. Hingga ada istilah No Risk No Business. Ketika Anda siap berbisnis maka konsekwensinya Anda siap menghadapi resiko. Anda tidak bisa menghilangkan resiko, yang bisa Anda lakukan adalah Anda mengelola resiko tersebut agar tidak memberikan efek buruk terhadap bisnis Anda.
Tahapan manajemen resiko:
1. Kenali resiko bisnis anda
2. susun strategi untuk mengeliminasi dampak resiko
3. Ubah resiko menjadi peluang yg menguntungkan jika memungkinkan
4. Evaluasi dan monitoring secara berkala
drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.
1. Total berkomitmen, menjadi penentu dan melindungi.
2. Memiliki dorongan untuk mendapatkan dan bertumbuh.
3. Berorientasi kepada kesempatan dan tujuan.
4. Mempunyai inisiatif dan tanggung jawab personal.
5. Pemecah persoalan secara terus menerus.
6. Memiliki realisme dan dapat berbicara denan selingan humor.
7. Selalu mencari dan menggunakan umpan balik (feedback).
8. Selalu berfokus pada internal.
9. Menghitung dan mencari risiko.
10. Memiliki kebutuhan yang kecil untuk status dan kekuasaan.
11. Memiliki integritas dan reabilitas.
KETIDAKPASTIAN perekonomian Indonesia bukan alasan untuk hidup sengsara dan meratapi diri sebagai warganegara Indonesia. Masih banyak cara dapat dilakukan seseorang untuk bangkit dan membenahi kondisi perekomian diri dan keluarganya. Komentar kontroversi itu ditiupkan Julian Foe, senior consultant dan juga founder Asia Pacific Retail Institute (APRI) saat menjadi salah satu pembicara dalam talk show bertajuk The Making of Great Entrepreneurs di Universitas Ciputra, Surabaya.
Sebagai pribadi, pendapat pria berusia 35 tahun berpenampilan kalem itu sebenarnya sangat menggelitik. Bagaimana tidak. Di zaman yang serba sulit, segala kebutuhan melonjak "tinggi-tinggi sekali", sehingga banyak penduduk yang harus iklas makan ketiwul dengan lauk ikan asin, dan angka kemiskinan Propinsi Jatim dan nasional terus meningkat, ternyata si Julian ini kok berani-beraninya "bernyanyi" tentang segala kemudahan dan memaparkan kiat-kiat, yang dikatakan mujarab untuk melakukan perubahan hidup dan masa depan itu.
Karena, saat mendengar prolog Julian Foe itu sebagai pembicara dalam talk show yang digelar perguruan tinggi milik Pak Cik itu, maka berbagai bisil-bisik sumbang terdengar saling bersautan dari penonton talk show tersebut. Salah satu suara yang sempat menjadi pusat perhatian penonton di sekelilingnya adalah, "Julian enak aja ngomong. Apa dia pernah jadi orang miskin dan menderita seperti penduduk di Ponorogo, Situbondo, Pacitan, atau daerah lain. Apa dia pernah makan gaplek yah... cukup tiga hari aja," kalimat kelakar itu diungkapkan oleh salah satu rekan dari media nasional.
Komentar nylekit itu dilontarkan rekan wartawan tersebut, karena Julian Foe cuma mengatakan, bahwa seseorang yang mampu mengelola potensi dirinya, maka jalan lempangnya untuk menjadi seorang entrepreneur (wirausahawan) sudah terlihat jelas di depan mata. Padahal dalam praktiknya, argumen Julian tersebut kurang lengkap. Sebab kemampuan mengelola potensi diri "diatas kertas" sulit terealisasi jika tidak dilengkapi dengan faktor D (dana). Mengapa demikian. Karena seorang entrepreneur sedikit atau banyak pasti membutuhkan dana untuk mengaplekasikan potensi dirinya.
"Teori Julian itu saya yakin akan mujarab jika entrepreneur tersebut bergerak pada usaha jasa. Misalnya jasa pengawalan pribadi, makelar pasar loak, atau jasa kenikmatan sesaat dengan modal kehormatan diri dan kepiawaian bercinta," tambah rekan wartawan itu lagi yang diamini suara tawa cekikan rekan wartawan lain.
Kendati demikian, beberapa pendapat Julian tentang cara menjadi sosok entrepeneur yang tangguh, berhasil memikat para rekan wartawan yang pada awalnya kurang menerima pendapat konsultan dari beberapa perusahaan ternama, seperti Kalbe Group, Acer, Intel Indonesia, dan Sony Ericcson Indonesia, itu.
Pendapat Julian yang mendapat respon positif antara lain konsep seorang entrepreneur harus mampu mengelola 3T (time, talent, dan treasure) untuk mengelola masa depan. Menurut ia, keberadaan waktu harus dimanfaatkan seorang entrepreneur dengan efektif. Talenta yang dimiliki harus dimaksimalkan. Terkait dengan treasure, ujarnya, entrepreneur tak sekadar jago menjual, tetapi punya cara menabung yang bagus. "Apa gunanya sukses transaksi, tetapi pengelolaan keuangan amburadul," katanya.
Selain itu, seorang entrepreneur untuk sukses harus mampu mengelola perubahan yang dialami. Mengelola keberhasilan yang dicapai dan kegagalan yang diderita. "Banyak entrepreneur yang gagal di tengah jalan, karena lemah dalam mengelola perubahan. Saat berhasil cepat puas, sementara ketika gagal langsung patah arah. Padahal gagal 2 hingga 3 kali merupakan hal yang biasa, karena kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda," tambahnya.
Keberadaan seorang mentor yang sarat pengalaman berbisnis, menurut ia, sangat dibutuhkan seorang entrepreneur agar selalu dekat dengan kesuksesan. Dengan memiliki mentor yang handal dan pilih tanding akan membuat entrepreneur tersebut dapat mengambil intisari dari pengalaman bisnis mentornya, sehingga akan selalu terjaga dari kesalahan berbisnis dalam sebuah proses belajar dan sharing dengan sang mentor.
"Menjadi entrepreneur hebat jangan dimulai dari trial and error (coba-coba), tetapi harus lewat experience learning. Selain itu, entrepreneur harus tahan banting dalam situasi seburuk apapun, selalu menjaga komitmen dirinya, sabar dan konsisten pada tujuan akhir," katanya.
Sedangkan persoalan modal yang selama ini menjadi kendala bagi seseorang yang akan memulai diri sebagai seorang entrepreneur, dikatakan, bisa disiasati lewat kerjasama dengan teman atau sahabat yang memiliki modal. Sedangkan posisi entrepreneur tersebut, sebagai pengelola bermodal kejujuran dan keyakinan diri mampu menciptakan kesuksesan atas bidang usaha yang ditangani. Salah satunya kemampuan untuk mengubah tantangan menjadi kesempatan. Karena itu, persiapan mental mengelola harus dengan benar, yaitu dengan sistem pengelolaan yang profesional. Artinya, jika entrepreneur tersebut tidak ingin jualan sendiri, maka ia bisa memperkerjakan karyawan yang sudah terseleksi mental dan komitmennya.
"Setiap calon entrepreneur harus berani bermimpi tentang wujud kesuksesan yang diinginkan. Dengan bermimpi, seorang entrepeneur akan memiliki motivasi diri yang tinggi dan kuat," kunci Julian saat ditemui seusai talk show.
Kiat Sukses Menjadi Entrepreneur Bagi Orang Biasa (1)
By M. Suyanto, STMIK AMIKOM Yogyakarta
Semua orang dapat menjadi entrepreneur, tanpa kecuali. Berdasarkan pengalaman saya, untuk menjadi entrepreneur yang sukses dapat menggunakan pedoman SMART IN ENTREPRENEUR. S merupakan singkatan dari Sikap metal positif sebagai landasan untuk menjadi entrepreneur. M adalah Menciptakan mimpi dan berusaha mengejarnya. A adalah Ambil langkah sekarang juga, meskipun tidak punya uang. R kepanjangan dari Rahasia melambungkan bisnis dan T simbol dari Terimalah kegagalan yang merupakan bagian dari pelajaran untuk meraih kesuksesan. IN adalah Insya Allah, hanya Allah-lah yang mengijinkan kita sukses menjadi entrepreneur.
Menurut Profesor Edwood Chapman, sikap mental adalah cara mengkomunikasikan atau mengekspresikan suasana hati atau watak kepada orang lain. Jika ekpresi kita kepada orang lain positif, maka kita disebut sebagai orang yang bersikap mental positif. Sebaliknya jika ekpresi kita kepada orang lain negatif, maka kita disebut sebagai orang yang bersikap mental negatif. Sikap mental positif merupakan salah satu dari jiwa entrepreneur yang menonjol.
Mimpi adalah bayangan peristiwa atau apa saja yang tampak dalam tidur. Bermimpi adalah melihat sesuatu dalam tidur atau menghayal sesuatu yang tak mungkin tercapai. Tetapi sekarang dapat kita definisikan bermimpi adalah menghayal sesuatu yang masih mungkin tercapai meskipun belum ada gambaran bagaimana cara mencapainya atau sangat sulit mencapainya. Dalam bahasa manajemen mimpi adalah visi, yaitu sesuatu yang dinginkan entrepreneur yang besifat ideal.
Rahasia untuk melambungkan bisnis dapat menggunakan berbagai macam strategi, mulai dari strategi generic dari Michael E. Porter, strategi positioning dari Jack Trout , strategic intent dari Gary Hamel dan Prahalat, strategi samudra biru dari Kim dan Renee serta strategi bisnis dari Nabi Muhammad s.a.w.
Kegagalan merupakan label yang seringkali kita hubungkan dengan suatu tindakan yang tidak berhasil dan begitu diterapkan, label ini membuat kita dikatakan orang yang tidak mampu. Hal ini menurunkan semangat kita untuk menjadi orang yang sukses. Pada saat kita masih kecil, kegagalan tidak mempunyai makna, karena kita tidak mempunyai konsep “kegagalan”. Jika kita memiliki konsep kegagalan, maka kita tidak akan dapat berbicara, tidak akan dapat menulis dan tidak akan dapat berjalan. Karena untuk berbicara, menulis dan berjalan harus melalui kegagalan yang tak terhitung jumlahnya. Demikian juga dalam dunia bisnis juga dapat meniru kegagalan kita di masa kecil dan kita dapat belajar dari kegagalan tersebut.
Insya Allah, hanya Allah-lah yang mengijinkan kita sukses menjadi entrepreneur. Sukses merupakan sebuah proses yang terus bergulir. Meskipun demikian, Allah juga tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau kelompok atau individu, kecuali kaum atau kelompok atau individu itu yang mengubahnya. Kita berusaha yang terbaik, sabar dan mengikuti jalan yang benar yang dilandasi iman kepada Allah. Insya Allah kita akan menjadi entrepreneur yang berhasil, baik di dunia mapun di akhirat. Amien………..
SMA MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
Jiwa wirausaha perlu ditanamkan dalam diri anak sejak belia. Wirausaha bukan sekadar soal berjualan atau bisnis sampingan. Karakter entreprenuer lebih menyasar pada kepribadian yang kreatif, ulet, gigih, percaya diri, dan mandiri.
Anak bisa melatih dirinya mempelajari karakter wirausaha ini melalui pendidikan informal, dengan dukungan orangtua dan lingkungannya. Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi pribadi mandiri dan berprestasi, dalam setiap sisi kehidupannya.
Sembilan perempuan wirausaha, finalis Ernst & Young Entrepreneur Award, memiliki kepedulian tersebut. Para perempuan yang sukses berwirausaha ini meluncurkan Group Social Responsibility, program pelatihan wirausaha selama enam bulan bagi anak putus sekolah.
Lita Mucharom, koordinator Group Social Responsibility, mengatakan fokus utama program ini memang menyasar pada anak putus sekolah usia 17-25 tahun, perempuan, dan memiliki semangat serta motivasi tinggi untuk mengembangkan potensi diri menjadi entreprenuer.
"Jiwa entrepeneur bisa diasah dengan mengubah mindset dan memberikan motivasi kepada anak dan remaja. Anak membutuhkan role model. Anak juga perlu diberikan pemahaman bahwa menjadi berbeda itu baik. Identitas diri tak harus seragam, sama dengan kebanyakan orang. Anak perlu dilatih mandiri dan diyakinkan bahwa mereka bisa menyokong ekonomi," jelas Lita kepada Kompas.com di sela bincang-bincang wirausaha di Jakarta beberapa waktu lalu.
Role model Lita mengatakan, anak membutuhkan role model untuk melatih jiwa kewirausahaan pada dirinya. Role model bisa berasal dari orang dewasa yang sukses berwirausaha, atau anak seusianya.
Namun, jika Lita dan delapan pebisnis perempuan ingin berbagi pengalaman pada remaja perempuan, lain lagi dengan kisah Natasya Asriati (12) dari Tangerang, Banten. Gadis belia akrab disapa Acha ini, secara alami, melatih karakter kewirausahaan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saat berusia delapan tahun, Acha belajar menjajakan makanan yang dibuatnya sendiri, kepada lingkungan di sekitar tempat tinggalnya.
"Saat SD, sekitar usia delapan tahun, Acha berjualan pisang goreng di rumah. Acha memang senang memasak. Begitu melihat ada pisang di rumah, ia punya ide untuk menggorengnya, lalu menjualnya di sekitar rumah. Sayang katanya kalau pisang itu tidak dimanfaatkan. Acha membuat pisang goreng dengan menggunakan kompor minyak, memasak dan menjualnya sendiri, tanpa minta bantuan," tutur Nurwati (50), ibu Acha.
Nurwati mengakui, Kreativitas, keberanian, percaya diri dan mandiri memang menonjol dalam diri Acha. Karakter ini tak lahir dengan sendirinya. Nurwati menilai, kemandirian dan kepercayaan diri terbangun dalam diri anak perempuan ini karena perlakuan setara dan kebebasan di keluarga.
"Acha anak perempuan satu-satunya, dengan dua kakak laki-laki. Ketika melihat kakaknya bebas bermain bola dan sepeda, ia pun melakukan hal yang sama, dan keluarga tidak membatasi. Meski begitu ia juga senang membantu saya memasak di dapur. Ia selalu bertanya bumbu masakan dan cara membuat makanan yang sedang diolahnya bersama saya. Dari pengalaman ini, Acha belajar banyak hal," tutur Nurwati yang mengaku kemandirian pada diri anak perempuannya terlatih secara alami tanpa konsep maupun teori.
Melalui kisah Acha, terbukti bahwa rasa ingin tahu anak yang dikuatkan dengan dukungan keluarga, menghasilkan pribadi mandiri yang kreatif. Pengalaman masa kecil perempuan belia kelahiran 14 Mei 1999 inilah yang kemudian membentuk pribadi mandiri.
Siswi tingkat satu SMP ini dikenal sebagai pribadi yang aktif dan mandiri. Setidaknya, karakter ini bisa menjadi modal dasar semangat dan jiwa kewirausahaan yang bisa terus diasah dalam diri anak muda.
Pendidikan wirausaha dapat menjadi alternatif untuk menekan angka pengganguran saat ini. Namun, ada hal mendasar yang harus dilakukan, yaitu mengubah paradigma pendidikan yang masih konseptual dengan urusan akademik.
Kadang-kadang pendidikan itu tidak membuat mahasiswa berani untuk bereksperimentasi, karena terlalu dogmatis.
-- Novianta Hutagalung
Manajer Umum International Development Program-ABFI Institute Perbanas, Novianta Hutagalung, menuturkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menanamkan pendidikan wirausaha di perguruan tinggi. Menurutnya, tahap awal yang harus dilakukan adalah mengubah paradigma pendidikan yang masih konseptual dengan urusan akademik.
"Kadang-kadang pendidikan itu tidak membuat mahasiswa berani untuk bereksperimentasi, karena terlalu dogmatis. Akibatnya, kemampuan mereka untuk berpikir di luar faktor itu menjadi sesuatu yang sulit dilakukan," ujar Novianta kepada Kompas.com di Jakarta, pekan lalu.
Untuk itu, lanjut Novianta, pendidik mempunyai peranan sangat penting. Ia mencontohkan, di dalam kelas pendidik harus memberi kesempatan mahasiswa mengembangkan kreatifitasnya agar pendidikan wirausaha dapat berjalan secara sistematis.
"Jadi, mereka tidak hanya diberikan teori-teori, karena pendidikan tidak hanya sekedar mengajar saja, tapi juga mendorong mereka bereksperimen dan memberi kebebasan mengembangkan lingkungannya," ujar Novanta.
Ia menambahkan, ketika mahasiswa diberikan kesempatan mengembangkan kreatifitasnya, maka harus juga digabungkan dengan dengan pelatihan-pelatihan khusus. Pelatihan tersebut harus dilakukan bersamaan dengan kesempatan untuk bekerja sama dengan orang-orang di sekitarnya. Hal itu dimaksudkan agar mahasiswa mampu mengelola usahanya dengan network yang sudah ada.
Novianta mencontohkan, pendidikan kewirausahaan di Amerika Serikat (AS). Di AS saat ini banyak dikembangkan kompetensi pendidikan kewirausahaan secara mendalam. Bahkan tak jarang, pendidikan tersebut menjadi perlombaan new bussines venture dengan dukungan, baik secara teori maupun materi oleh pengusaha-pengusaha sukses.
"Memang, beberapa sudah diterapkan di sini (Indonesia) dengan dukungan bank-bank besar. Namun, seharusnya lebih baik jika dikembangkan secara sistematik, menyeluruh. Artinya, tidak hanya bersifat sporadis dan reaktif saja," jelasnya.
Tiga Tingkatan Penting
Menurut Novianta, mengembangkan pendidikan wirausaha setidaknya perlu diperhatikan tiga tingkatan, yakni keterampilan individual, keterampilan interpersonal, dan keterampilan berorganisasi. Dalam tingkatan individual, mahasiswa diajarkan merubah mindset untuk melihat peluang dari berbagai tantangan dunia kewirausahaan.
"Agar mahasiswa dapat berpikir strategis untuk menjadi individu yang efektif dan kreatif. Sedangkan, dalam keterampilan interpersonal, mahasiswa diajarkan untuk mengembangkan jaringan yang bermanfaat bagi dirinya," ujarnya.
Artinya, kata Novianta, mahasiswa tidak hanya sekedar mengetahui siapa saja orang yang berada dalam jaringannya. Namun, mahasiswa juga harus harus mampu mengkapitalisasi jaringannya tersebut agar ide-ide yang tertuang dapat berjalan dengan baik.
"Karena banyak sekali orang punya ide-ide bagus, tetapi kemampuan untuk mengembangkan komunikasi interpersonal skill agar idenya diterima orang itu rendah," tambahnya.
Terakhir, lanjut Novianta, mahasiswa juga harus diajarkan tentang kemampuan berorganisasi. Tujuannya, agar mahasiswa memiliki kemampuan mengelola jaringannya, sehingga nantinya pertumbuhan bisnisnya dapat berjalan secara efektif.
"Ketiga hal ini harus berjalan secara simultan. Misalnya, kalau ada orang yang mempunyai interpersonal skill yang bagus, tetapi tidak punya organization skill yang bagus, nanti dia akan kedodoran terus. Karena, saat itu dia cuma menjadi oportunis yang mampu menangkap saja, tetapi tidak mampu mengelola peluang itu secara berkesinambungan," ujarnya.
WIRAUSAHA
OLEH KRISTI POERWANDARI/PSIKOLOG
”Rasanya sia-sia sekolah tinggi sampai S-2 hanya buang-buang uang, waktu, tenaga, dan pikiran. Dulu orangtua berangan-angan, jika saya sudah lulus dapat kerja akan lebih mudah. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, apalagi umur saya sekarang sudah lebih dari 40 tahun.”
Berikut cerita lebih lengkap dari Bapak H (disingkat). Orangtua bersusah payah membiayai sekolah S-2 saya dan adik. Karena gaji dan pensiun ayah masih kurang, pembiayaan juga diperoleh dari utang. BPKB dan sertifikat tanah terpaksa diagunkan. Kami tertatih-tatih dalam studi. Walaupun ada matrikulasi, tetap saja kami cukup kesulitan untuk menyesuaikan diri secara cepat terhadap ilmu yang masih baru.
Datang musibah besar, ayah kena stroke. Untuk menutup biaya perawatan ayah di rumah sakit, pembiayaan kuliah, serta melunasi utang-utang, ibu terpaksa menjual rumah dan membeli rumah baru yang lebih kecil.
Sejak semula saya usul agar uang hasil penjualan rumah bagian saya digunakan untuk membeli tanah/rumah lain khusus untuk kos-kosan. Ibu menolak mentah-mentah karena takut rugi. Cerita-cerita buruk tentang banyaknya orang bangkrut gara-gara bisnis terus didengung-dengungkan ibu. Uang warisan jatah saya hanya boleh disimpan dan manajemen dipegang penuh oleh ibu.
Belakangan ada pengakuan sangat mengejutkan dari ibu bahwa jatah warisan saya sebesar Rp 200 juta ternyata sudah habis ludes untuk biaya kuliah, biaya ayah di rumah sakit, dan lain-lain, tanpa ibu pernah memberitahukan sedikit pun sebelumnya. Bahkan, mobil pun harus dijual untuk menutup kekurangan biaya hidup sehari-hari. Ibu terlalu menaruh harapan besar pada pendidikan anak walau seberapa besar pun biaya yang dikeluarkan. Dan terlalu berangan-angan bahwa kelak kesuksesan pasti akan kami raih jika gelar sudah diraih.
Cita-cita saya ingin beli tanah sendiri dan bikin kos-kosan pupus sudah. Untung timbul ide memanfaatkan dan memodifikasi bekas kamar adik dan satu kamar kosong yang ada di rumah menjadi kamar kos putri. Tidak mudah mengubahnya karena perabotan dan buku-buku masih banyak sehingga perlu ditata dan beberapa perabotan terpaksa dijual. Saya sempat berselisih paham karena ibu bersikeras tidak ingin perabotannya dijual. Sekarang ibu merasakan manfaatnya bahwa bisnis itu tidaklah sia-sia. Keuangan keluarga cukup terbantu dengan tambahan uang dari kos. Sayang kamar yang dikoskan masih menyatu dengan rumah induk sehingga privasi pengekos dan pemilik rumah agak kurang terjamin. Kamar mandi pun tidak dirancang sebagai kamar mandi dalam.
Akhirnya ibu mengizinkan saya untuk berwirausaha, dengan syarat harus dengan modal dengkul. Saya mencari buku-buku wirausaha modal dengkul yang dapat menginspirasi saya, tetapi tampaknya masih belum ada yang sreg dan sesuai dengan bakat saya. Saya seakan-akan ”di-nol-kan” lagi dan harus mulai lagi dari awal. Saya tetap mencari kerja, namun karena umur saya sudah lebih dari 40 tahun lowongan dan peluang semakin tipis.
Ejekan, cibiran, dan cemoohan ada di sekeliling saya. Ada yang menganggap bahwa saya lebih parah dibandingkan satpam ataupun pekerja cleaning service yang cuma lulusan SMP atau SMA tapi sudah bekerja.
Pembelajaran penting
Terima kasih kepada Bapak H yang sudah membagikan pengalaman secara terbuka. Banyak pembelajaran penting yang dapat kita ambil
? Pendidikan tinggi (pascasarjana) belum tentu menjamin diperolehnya pekerjaan yang lebih baik. Ada banyak prasyarat lain, di antaranya kesesuaian dengan minat, potensi diri, peluang yang ada di lingkungan, serta kejelasan arah karier yang akan dibangun
? Pendidikan itu ”hanya” alat atau sarana, sangat tergantung akan jadi apa di tangan orang yang menggunakannya. Mobil canggih kalau kita tidak mampu menyetir jadi tidak berguna. Sepeda mungkin jadi jauh lebih bermanfaat dan mendukung kesehatan pula!
? Di atas segala-galanya yang terpenting sesungguhnya adalah kekuatan karakter dan sikap dari masing-masing orang: seberapa besar paham mengenai minat, bakat, bidang yang menjadi passion diri, sejauh mana memiliki keyakinan diri, berani bertanggung jawab dan menghadapi risiko dengan mengambil keputusan sendiri?
? Kemampuan berinovasi, berkreasi dan berwirausaha adalah a must agar kita dapat berkembang sebagai warga dan bangsa yang mandiri dan besar, dan sepertinya memang sedikit saja dari kita yang telah memiliki kesadaran itu.
? Pendidikan yang hanya mencekoki pembelajar dengan aspek kognitif sering tidak berguna. Di dunia nyata kita berhadapan dengan realitas yang kompleks, yang sering lebih menuntut keterampilan sosial dan karakteristik kepribadian yang mendukung (misal: sikap asertif, keberanian, keluwesan bergaul, kemampuan memasarkan produk).
? Meski menyakitkan dan sering kurang adil, kita harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa persaingan di dunia kerja amat sangat besar dan terkadang kejam. Semakin lama manusia harus memulai lebih awal, bergerak dan berpikir lebih cepat, menemukan kreasi paling inovatif, berani mencoba dan mengambil risiko, terus menambah keterampilan khusus, strategis mencari peluang dan sebagainya.
? Orangtua dan pendidik perlu paham hal-hal di atas untuk dapat menyiapkan anak dan generasi muda, bukan saja untuk bertahan hidup, tetapi untuk menjadi pemimpin dari arah perjalanan bangsa di masa depan.
Mohon maaf, sepertinya Bapak H telah terlalu lama tidak berani mengambil keputusan, di usia yang sangat dewasa masih bertumpu pada keputusan-keputusan yang diambil orangtua. Pada akhirnya manusia dewasa harus mengambil tanggung jawab atas hidupnya sendiri. Hal yang juga sangat penting: kita perlu bukan saja bekerja keras, tetapi juga bekerja pintar dan strategis dalam mencari dan memanfaatkan peluang.
Memulai terlambat memang lebih sulit, tetapi kesempatan tetap ada. Semoga Bapak H dapat dan berani menemukan peluang itu dengan langkah konkret memperkuat kualitas diri yang sudah baik, dan dengan mengembangkan kualitas-kualitas diri baru yang belum terlalu berkembang, tetapi sangat diperlukan dalam persaingan di dunia kerja. Tetap bersemangat ya Pak!
Kewirausahaan perlu dijadikan pendidikan alternatif dalam menciptakan wirausahawan muda guna menekan angka pengangguran di Indonesia. Pendidikan kewirausahaan memberikan makna, bahwa seorang sarjana tidak perlu tergantung dengan bekerja di perusahaan.
Pendidikan kewirausahaan akan menanamkan makna kepada para sarjana bahwa kita jangan bergantung pada pekerjaan sebagai pegawai.
-- Sunarji
Demikian disampaikan Wakil Rektor (Warek III) Bidang Penelitian, Pengembangan, dan Kerjasama Industri Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Sunarji, saat menghadiri kuliah umum tentang peningkatan kapasitas kewirausahaan di perguruan tinggi, Jumat (25/3/2011), di Universitas Indonesia, Depok.
"Pendidikan kewirausahaan akan menanamkan makna kepada para sarjana, calon-calon wirausahawan, bahwa kita jangan bergantung pada pekerjaan sebagai pegawai," kata Sunarji.
Pada tingkat perguruan tinggi, lanjut dia, kurikulum tentang pendidikan kewirausahaan sebenarnya sudah ada. Pendidikan ini salah satunya diberikan melalui mata kuliah kewirausahaan.
"Kurikulumnya ada pada mata kuliah kewirausahaan dan itu sudah cukup mendukung," kata Sunarji.
Dia mengungkapkan, ada beberapa kendala dalam menyampaikan pendidikan kewirausahaan ini, yaitu perlu adanya suatu hubungan yang baik antara para praktisi wirausaha dengan para calon wirausaha. Untuk itu, institusi pendidikan harus bisa mendatangkan dosen tamu yang berasal dari praktisi berpengalaman di dunia kewirausahaan.
Hal itu akan sangat membantu perguruan tinggi menerapkan ilmu kewirausahaan. Karena, kata Sunarji, selain untuk pendalaman teori, kehadiran para praktisi juga sebagai mediator berbagi pengalaman praktik berwirausaha.
"Kita perlu mendatangkan praktisi-praktisi yang sukses agar mahasiswa termotivasi dan terjadi proses pertukaran pengalaman," katanya.
SUMBER:KOMPAS
UNTUK menjadi seorang entrepreneur yang andal, sungguh tidaklah mudah. Hanya orang yang mampu mengubah dirinya untuk berpikir kreatif, kritis dan inovatif yang akan berhasil dan dapat meraih sukses.
Beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan usahawanusahawan baru yang dibangun oleh para pemula yang usianya masih terbilang muda. Kondisi ini merupakan satu fenomena yang menggembirakan buat pertumbuhan ekonomi bangsa kita. Di tengah keterbatasan lapangan pekerjaan saat ini, justru telah membangkitkan semangat kaum muda untuk menjadi seorang entrepreneur atau wirausahawan.
Sayangnya, para entrepreneur muda tersebut dalam memulai usahanya hanya dilandasi oleh kemampuan modal dan hardskill tanpa adanya perubahan pola pikir. Sehingga sebagian besar para entrepreneur muda tersebut sering menemui kegagalan yang mengakibatkan usahanya menjadi bangkrut.
Oleh karena itu, sebelum melakukan usaha seorang entrepreneur sebaiknya telah melakukan transformasi diri untuk berpikir kreatif dan jeli melihat peluang usaha. Taufik Bahaudin, staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) mengakui, fenomena bangkitnya semangat kewirausahawan atau entrepreneurship di kalangan generasi muda Indonesia saat ini sangat membanggakan.
Namun banyak entrepreneur muda yang gagal dalam berusaha bukan karena tidak menguasai produk atau jasa yang dihasilkannya. Kegagalan itu terjadi karena para usahawan muda tersebut belum mengubah mindset-nya.
"Kegagalan itu terjadi karena para entrepreneur muda tersebut belum mengubah pola pikirnya (mindset). Jadi untuk menjadi seorang entrepreneur, ia harus mempunyai kekuatan berpikir sebagai entrepreneurship. Orang yang belum mengubah pola pikirnya sebagai entrepreneurship, ia hanya mampu menguasai konsep dan teori saja. Hal itulah yang menyebabkan usahanya gagal," jelasTaufik Bahaudin.
Mengubah Mindset
Memang untuk menjadi wirausahawan atau entrepreneur, tentunya kita harus punya keberanian. Tak hanya berani bermimpi, tapi juga berani mencoba, berani gagal, dan berani sukses. Hal ini penting dan harus kita miliki. Selain itu, kita juga harus optimis dalam menghadapi masa depan, yakin pada kemampuan, dan juga menghentikan alur pemikiran yang negatif.
Hal yang selalu menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengubah pola pikir menjadi seorang entrepreneur? Banyak orang belum menyadari bahwa membangun entrepreneurship itu dibangun dari soft competesis-nya.
"Untuk menjadi entrepreneur, seseorang tak bisa hanya berpijak pada kompetensi hard skill, tapi juga pada kemampuan soft skill dan attitude yang baik. Karena yang membedakan entrepreneur dengan yang bukan entrepreneur adalah prilakunya dalam merespons lingkungan di sekitarnya," pungkas Taufik. Untuk mengubah pola pikir atau mindset, orang tersebut harus mempunyai keinginan dan kemampuan untuk menjadi seorang entrepreneur sesuai kebutuhannya.
Kebanyakan orang tidak pernah berpikir untuk mandiri, kreatif, kritis dan inovatif. Taufik pun mengungkapkan banyak contoh yang menunjukkan bahwa entrepreneurship berawal dari mindset bukan dari modal yang besar. Masih ingat dengan perjuangan Bob Sadino mendirikan Kemfood dan Kemchick? Atau bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mendirikan Google, serta perjuangan Bill Gates mendirikan Microsoft.
Faktor uang bukan yang paling utama, tetapi sikap mental dan berpikir kreatif menjadi sangat penting. ?Oleh sebab itu,konsep entrepreneur jangan semata-mata dihubungkan dengan pedagang. Wirausaha harus diartikan sebagai sikap mental yang mampu membaca peluang dan bisa memanfaatkan peluang itu sehingga bernilai bisnis. Ini juga bisa dibangun dalam sebuah perusahaan,?imbuh Taufik.
Faktor Keturunan dan Lingkungan
Taufik pun menambahkan kalau saat ini masih banyak di antara yang menilai faktor keberhasilan seseorang menjadi entrepreneur karena berasal suku tertentu. Apalagi kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis, atau keturunan China itu lebih berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya.
Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau atau bakat. "Pendapat yang menyatakan hanya suku tertentu saja yang mampu menjadi entrepreneur, menurut saya itu salah. Siapa pun dan dari suku apa pun sebenarnya mampu menjadi entrepreneur yang sukses," kata pria berkacamata ini. Namun Taufik mengakui, kesuksesan seseorang menjadi entrepreneurjuga dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan.
Jika seseorang sejak kecilnya berada dalam lingkungan bisnis orang tuanya atau keluarganya secara terus menerus, dia akan merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk pola berpikir dan cara perilaku. Pengetahuan bisnis secara pragmatis melalui proses pengenalan bisnis keluarga secara mendalam dan ditransformasikan ke dalam kerangka berpikirnya.
Dengan pengalaman dan pola pikir yang kuat akan mendorong orang tersebut melakukan pengembangan karakter kewirausahaan, seperti keberanian mengambil risiko, kemampuan menganalisa, komunikasi dan kepemimpinan, serta meningkatkan kesadaran dan kepekaan sosial.
"Untuk memulai sebuah wirausaha, seseorang sebaiknya melakukan tiga langkah awal yakni dengan mendaftar kemampuan atau potensi diri. Selanjutnya, orang tersebut harus mempunyai mimpi yang besar, karena dengan mimpi yang besar ia akan termotivasi untuk meraihnya. Dan yang ketiga mengembangkan potensi diri dengan mentranformasi mind-set atau pola pikir menjadi percaya diri, berorientasi kepada prestasi,berani mengambil risiko,berjiwa independen, kreatif dan inovatif serta ulet dan tekun," tandas Taufik.
Dengan adanya transformasi karakter tersebut diharapkan dapat seseorang yang memiliki jiwa, karakter dan sikap wirausaha yang cerdas dan tangguh.Sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan orang memiliki budaya entrepreneur (culture of entrepreneurship) dan budaya keunggulan (culture of excellence) di Indonesia
Dunia bisnis di Indonesia terus menggeliat, seolah tidak mempedulikan karut marut pemilu dan peristiwa Bom Mega Kuningan. Untuk itu perlu bagi para pelaku bisnis untuk menyusun strategi handal.
"Untuk memenangi pasar dalam dunia yang terus berubah ada 4 kunci sukses," kata Simon Jonatan, Konsultan Marketing, dalam acara Founder's Day di Ciputra World Jakarta Marketing Gallery, Senin (24/8).
Keempat kunci tersebut adalah:
1. Awareness: yang termasuk dalam poin ini adalah iklan yang gencar untuk membangkitkan kesadaran terhadap produk tersebut bagi konsumen.
2. Attractiveness: apakah produk kita menarik. Harus ada sesuatu yang berbeda dipandingkan produk lain yang diproduksi kompetitor.
3. Availability: apakah produk juga dilengkapi oleh ketersedian yang menunjang. Misalnya, produk rumah dilengkapi dengan akses yang mudah dan strategis.
4. Affordability: untuk menarik konsumen, penjualan produk disertai dengan berbagai macam potongan harga maupun kredit ringan.
Menurut Simon, keempat kunci sukses ini bisa meningkatkan brand of mind konsumen. "Ini penting. Karena kalau konsumen mau beli, di otaknya sudah mengingat satu produk yang dipercaya,"
Pengalaman Ciputra Sangat Berguna Bagi Entrepreneur Muda
Barangkali ada yang bertanya, apa yang dapat digali dari seorang Ciputra untuk dibagikan kepada orang-orang yang masih hijau dalam dunia bisnis? Bisakah mereka yang digolongkan sebagai entrepreneur junior pun mungkin belum patut, belajar langsung dari Ciputra? Bukankah Ciputra telah menjadi seorang konglomerat papan atas, taipan, supra-entrepreneur yang mungkin telah berada di ‘ langit yang ketujuh’dan hanya cocok bicara tentang proyek triliunan rupiah? Sementara para entrepreneur baru, orang muda yang berminat menjadi pebisnis, memerlukan petunjuk yang harus cukup sederhana agar bias dilakukan, bukan? Tidakkah akan terjadi kesenjangan yang luar biasa?
Pertanyaan-pertanyaan itu sangat wajar di tengah banyaknya persepsi dan pencitraan yang disematkan kepada tokoh sekaliber Ciputra. Namun, yang sering dilupakan orang adalah perjalanan Ciputra menjadi pengusaha papan atas di Tanah Air bukanlah sebuah proses instan apalagi melalui jalan pintas. Buku-buku tentang dirinya telah bercerita bagaimana dia merintis bisnis mulai dari awal, sama seperti kebanyakan pebisnis pemula di mana pun di dunia ini. Dengan kata lain, titik berangkat Ciputra dalam berbisnis tidak jauh berbeda dengan titik berangkat para anak-anak muda dan pebisnis pemula yang akan menjadi pembaca buku ini. Tantangan-tantangan yang dihadapi Ciputra dari dulu sampai sekarang sangat mungkin juga akan berulang, baik dalam versi serupa maupun dalam berbagai bentuk lain, menghampiri para anak-anak muda yang merintis bisnis atau merencanakan berbisnis. Bagaimana Ciputra mengatasi berbagai tantangan itu, itulah yang ingin dibagikan melalui buku ini.
Pertanyaan tentang bagaimana manfaat pengalaman seorang Cipura dibagikan kepada para anak-anak muda yang ingin jadi entrepreneur juga akan making terjawab bila kita sempat membaca buku karya George H. Ross bersama Andrew James McLean, yang belum lama ini terbit. Buku itu berjudul Trump Strategies for Real Estate. Kita mengenal Donald Trump, multimiliarder di bisnis properti negeri Paman Sam, dan belakangan ini lebih popular lagi lewat acara televisinya, Apprentice. Sudah dapat ditebak jika buku itu bercerita tentang strategi Trump dalam berinvestasi dan mengembangkan bisnis real estate.
Yang menarik, ternyata Ross dan McLean mempersembahkan buku itu bukan bagi para pengusaha besar sekelas Trump, melainkan kepada investor-investor kecil yang ingin belajar meraih sukses dari apa yang dilakukan oleh para pengusaha besar. Memang Ross kelihatannya juga menangkap keraguan, apa kiranya yang dapat dipelajari para investor kecil dari seorang pengusaha caliber raksasa seperti Trump. Dan, Ross, yang sudah menjadi penasihat Trump selama puluhan tahun, percaya bahwa sesungguhnya bukan skala bisnis yang jadi soal penting, melainkan bagaimana strategi dalam berinvestasi dan mengembangkan bisnis. Itulah sebabnya, Ross dan McLean mengatakan bahwa prinsip berbisnis yang sukses di bisnis berskala raksasa juga berlaku di bisnis-bisnis berskala kecil lainnya. Prinsip bisnis yang berlaku pada proyek pencakar langit milik Trump bernilai US $300 juta dolar, menurut Ross, berlaku juga bagi bisnis-bisnis kecil yang digeluti oleh banyak orang.
Maka jika di negeri Paman Sam ada Trump yang membagikan pengalamannya kepada para investor kecil, pengalaman dan pengetahuan bisnis Ciputra yang telah teruji di Indonesia juga seharusnya bernilai guna untuk dibagikan kepada para generasi muda. Anak-anak muda Indonesia sejak dini harus diperkenalkan kepada dunia entrepreneur, karena sejarah membuktikan para entrepreneurlah yang kerap kali menjadi motor perubahan. Bukan hanya di tengah kejayaan ekonomi, tetapi terutama ketika ekonomi berada pada saat-saat sulit.
Pada saat yang sama, di tengah makin terbuka luasnya kebebasan di berbagai bidang, anak-anak muda kita cenderung makin Mandiri dalam menentukan pilihan-pilihan masa depannya, termasuk makin Mandiri terhadap pengaruh paradigma-paradigma yang sudah mapan. Beberapa tahun lalu sebuah survey yang dilakukan Harian Kompas dengan responden para siswa sekolah lanjutan menunjukkan makin banyak para remaja kita yang bercita-cita jadi pebisnis. Ini menunjukkan bahwa para anak muda kita makin berani dan realistis terhadap tantangan mengambil risiko dalam memilih bidang-bidang yang akan mereka jadikan tumpuan hidup di masa depan. Mereka tidak lagi terpaku pada profesi-profesi mapan di masa lalu.
Belajar dari mereka yang berpengalaman banyak dan telah membuktikan pencapaianny, merupakan salah satu cara terbaik untuk memulai langkah menjadi entrepreneur. Itu pula yang ingin ditawarkan di sini. Buku ini akan membahas aneka hal mendasar dalam berbisnis dengan pengalaman Ciputra sebagai fundamennya. Buku ini mengajak pembaca memahami dunia entrepreneur, mulai dari mengenali siapa yang disebut entrepreneur dan bekal apa yang setidaknya dipenuhi sebelum memasuki dunia itu.
Anda jangan pernah terkooptasi bahwa untuk menjadi entrepreneur harus memiliki latar belakang pendidikan bisnis. Banyak lulusan sekolah bisnis yang gagal dalam menjalankan bisnisnya, namun banyak pula yang tidak pernah mengenyam pendidikan ekonomi dan bisnis, justru berhasil dalam usahanya.
Setiap manusia sudah dibekali naluri bisnis oleh Tuhan. Buktinya, mekanisme jual beli sudah ada sejak peradaban manusia ada. Yang paling penting dalam berbisnis adalah Anda sadar akan adanya resiko dan punya langkah2 untuk mengendalikan dan mengelola resiko (Risk Management). Kesuksesan bisnis sangat ditentukan dari keberhasilan pebisnis dalam me-manaj resiko.
Sangat ironis ketika semua diperhitungkan mulai dari modal hingga keuntungan pada saat memulai bisnis, tetapi justru lupa untuk menilai resiko. Padahal, setiap bisnis selalu ada resiko yang menyertainya. Hingga ada istilah No Risk No Business. Ketika Anda siap berbisnis maka konsekwensinya Anda siap menghadapi resiko. Anda tidak bisa menghilangkan resiko, yang bisa Anda lakukan adalah Anda mengelola resiko tersebut agar tidak memberikan efek buruk terhadap bisnis Anda.
Tahapan manajemen resiko:
1. Kenali resiko bisnis anda
2. susun strategi untuk mengeliminasi dampak resiko
3. Ubah resiko menjadi peluang yg menguntungkan jika memungkinkan
4. Evaluasi dan monitoring secara berkala
drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar