08 Januari 2010

EKSPEDISI ALAM

Abd. Hallaf Hanafie Prasad

MANAJEMEN EKSPEDISI

B. Penjadwalan Kerja
Untuk mengefisienkan kinerja ekspedisi perlu dibuat jadwal kerja (agenda kegiatan) serinci mungkin, menurut tahapan-tahapan dari awal mula hingga akhir pelaksanaan. Selain membantu pergerakan ekspedisi, juga untuk memantau, mengontrol dan mengevaluasi perkembangan aktivitas yang akan dilakukan.

C. Informasi Awal
Mengenal secara baik sejak awal kawasan ekspedisi dan sasaran yang dicapai merupakan tindakan prefentif dalam mengeliminir kegagalan dalam ekspedisi yang dilakukan. Informasi dan data maksimal dari ekspedisi yang dilakukan, akan membantu kelancaran kegiatan tersebut.
Pengumpulan informasi dan data yang diperlukan bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Baik itu melalui studi kepustakaan, survei lapangan dan lain-lain.

D. Target Ekspedisi
Untuk memudahkan parameter keberhasilan ekspedisi, perlu ditentu-kan target ekspedisi secara jelas. Hal ini berpengaruh pada bidang pekerjaan lain yang mendukung ekspedisi.

E. Perizinan
Pada mayoritas ekspedisi yang dilakukan, perizinan bukanlah merupakan permasalahan yang besar, tetapi pada ekspedisi tertentu, hal ini merupakan permasalahan yang cukup rumit. Apalagi bila ekspedisi tersebut menyentuh kekuasaan elit birokrat di tanah air tercinta ini. Paling tidak perlu melapor kepada pihak, lembaga atau instansi yang terkait yang perlu dilapori.
Perizinan ini fleksibel, sesuai dengan status, target dan lokasi ekspedisi yang dilakukan.

F. Penentuan Tim
Penentuan anggota tim pelaku ekspedisi bukan hal yang mudah, tetapi berbagai pola bisa dilakukan sesuai dengan rencana dan kebutuhan ekspedisi. Pada prinsipnya anggota tim pelaku ekspedisi dibuat saling mengisi, saling menunjang, dan saling membantu. Dalam arti, semua personil punya kemauan yang hampir sama, dapat bekerjasama, dan diperkirakan mampu menyelesaikan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
Dengan pertimbangan di atas pemilihan anggota tim dapat dilakukan di antara teman dekat, mengadakan seleksi pada satu kelompok atau membuat seleksi dalam komunitas yang lebih besar. Pada ekspedisi besar, lebih bijaksana yang melibatkan banyak unsur, sehingga mempunyai pilihan yang banyak untuk menentukan tim terbaik. Perlu diingat bahwa tim terbaik bukanlah sekedar sebuah tim yang terdiri dari orang-orang yang memiliki pemikiran yang cemerlang, fisik kuat dan mental baja; tetapi lebih dari itu !

G. Pelatihan Tim Ekspedisi
Untuk mencapai tingkat keberhasilan maksimal dari suatu ekspedisi dan mengurangi resiko kegagalan, persiapan anggota tim harus terencana dengan baik. Dari segi penguasaan pengetahuan, teknik keterampilan, kondisi fisik, perlengkapan dan perbekalan. Masing-masing bagian memiliki keseimbangan (proporsional) di antara yang lainnya.
Untuk mempersiapkan kemampuan anggota tim dalam hal penguasaan keterampilan, pengetahuan dan kondisi fisik, diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak terkait serta perencanaan yang matang dari suatu bidang pendidikan dan latihan. Badan ini harus berfungsi dan berperan aktif dalam mempersiapkan anggota tim untuk menunjang keberhasilan ekspedisi.
Pelatihan atau training adalah suatu proses yang berlangsung secara sistematis dan berulang-ulang. Semakin lama latihan semakin bertambah beban dan tingkat kesulitannya. Dari faktor-faktor yang ada, maka harus dibuat program pelatihan yang spesifik, sistematis, terstruktur sesuai dengan target/tujuan dan kondisi medan yang akan dihadapi. Untuk memperoleh hasil yang maksimal perlu diperhatikan bahwa bentuk pelatihan yang digunakan benar-benar efektif bermanfaat bagi ekspedisi nanti dalam segala lini (spesifik). Prinsip penambahan tingkat-tingkat beban atau tingkat kesulitan penting untuk ditetapkan (overload). Adanya hari libur untuk mengurangi kejenuhan, dan bahwa latihan fisik akan menuju kondisi normal apabila tidak berlatih 2 sampai 3 hari.
Ada banyak faktor yang harus dipersiapkan dalam pelatihan ini; seperti tujuan ekspedisi, riwayat hidup anggota tim, tujuan atau target dari latihan yang akan dilakukan, metode pelatihan, serta evaluasi sebelum dan sesudah pelatihan. Tujuan ekspedisi yang jelas, data awal daerah dan kondisi medan perlu diketahui untuk menetapkan metodologi dan strategi latihan dan lamanya waktu berlangsungnya latihan.
Sebelum pelatihan dimulai diperlukan informasi lengkap, data tentang anggota tim. Data pribadi, pengalaman, kesehatan, kesiapan mental dan lain-lain. Muatan dari tiap-tiap tahapan disusun dari tingkat yang paling mudah dan ringan hingga tingkat yang paling sulit dan berat. Dari penekanan individu hingga kemampuan kerjasama kelompok. Metode latihan yang digunakan pun harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan data individu, tujuan ekspedisi, dan tujuan pelatihan. Pengukuran sebelum pelatihan digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan masing-masing anggota tim. Pengukuran setelah latihan dimaksudkan untuk mengevaluasi sejauh mana peningkatan kemampuan anggota tim setelah mengikuti pelatihan.
Untuk mengkondisikan anggota tim pada kondisi medan ekspedisi, minimal diadakan dua kali simulasi ekspedisi untuk uji-coba kemampuan anggota tim dalam sistem kerjasama kelompok (tim) dalam segala hal yang berkaitan dengan tugasnya masing-masing.
Tiap-tiap anggota tim disiapkan model kartu nilai evaluasi yang diisi sejak awal (termasuk data pribadi), bertahap hingga akhir pelatihan untuk menentukan mana peserta pelatihan yang memenuhi syarat untuk menjadi anggota tim ekspedisi.

H. Rincian Kebutuhan Ekspedisi
Kebutuhan-kebutuhan ekspedisi seperti akomodasi, peralatan, transportasi, dokumentasi, komunikasi, pengaturan porter (penunjuk jalan), dan lain-lainnya perlu ditangani dengan baik.

I. Publikasi Ekspedisi
Publikasi dalam kamus komunikasi didefinisikan sebagai strategi kegiatan menyebarluaskan informasi kepada khalayak. Media komunikasi bisa berupa media komunikasi intrapersonal, media cetak, elektronik, souvenir dan even.
Publikasi adalah bagian dari komunikasi yang intinya mengkomunikasikan (bukan bagaimana berkomunikasi) dengan tujuan tertentu yang berbeda tingkatan prosesnya, yaitu:

1. Masyarakat hanya sekedar mengetahui sesuatu yang dipublikasikan.
2. Selanjutnya masyarakat menyadari hal tersebut sebagai sesuatu yang berguna atau memiliki nilai penting dalam kegiatan sosialnya.
3. Dan pada tingkat akhir, masyarakat diharapkan memberikan reaksi, proaktif, atau dukungan yang positif terhadap apa yang dipublikasikan tersebut.
Ada banyak manfaat yang diperoleh dari sisi publikasi ekspedisi ini. Pertama, menunjang perolehan dana ekspedisi; kedua, untuk mengangkat citra perkumpulan (corporate image); ketiga, sebagai informasi untuk masyarakat; keempat, sebagai sumber dokumentasi; dan lain-lain. Meskipun ekspedisi yang dilakukan cukup “heboh”, jangan diharapkan publikasinya akan besar dengan sendirinya. Jangan mengharapkan publikasi akan datang dengan sendirinya. Publikasi harus dirancang dan diatur serta memerlukan cara-cara tertentu dengan taktik agar media massa tertarik mempublikasikannya.

TAHAPAN PELAKSANAAN

Fase ini adalah tahapan melaksanakan apa yang akan dicapai dalam ekspedisi yang dilakukan.

A. STRUKTUR ORGANISASI DAN PEMBAGIAN TUGAS

1. Sistem Organisasi Tim
Bila jumlah peserta adalah besar (banyak), maka atas dasar evaluasi selama pelatihan dapat dibuat beberapa tim menurut tingkat kemampuan, dan jenis tugas sesuai kebutuhan dalam ekspedisi. Tim inti atau tim perintis tentunya adalah tim yang terdiri dari peserta-peserta terbaik. Peserta-peserta terbaik lainnya dapat ditempatkan sebagai pimpinan tim yang lain pula. Tiap tim terdiri dari unsur pimpinan dan anggota. Jumlah tim sesuai dengan variasi dan mekanisme kebutuhan ekspedisi. Jumlah anggota tiap tim sedikitnya 5 orang dan paling banyak 7 orang. Dari anggota ini ditunjuk salah seorang ketua tim.
Bila jumlah tim ternyata banyak, maka paling tidak ada satu tim “penyapu” yang disiapkan dalam perjalanan kelak bertugas sebagai selalu berjalan paling belakang/terakhir dan juga terakhir tiba di pos-pos persinggahan yang ditentukan. Sebaliknya tim perintis (inti) selalu berjalan paling depan dan selalu harus lebih dahulu tiba di setiap pos yang telah ditentukan (direncanakan).
Selain memberikan gambaran rinci tentang tanggungjawab setiap personil, juga mendeskripsikan tiap-tiap bidang tugas/pekerjaan yang akan diemban oleh tiap anggota tim dan/atau timnya masing-masing. Kontrol dan tanggungjawab semuanya bermuara ke Ketua/Koordinator Ekspedisi.

2. Jadwal Rinci Ekspedisi
Jadwal kegiatan per waktu dan tempat dibuat dengan rinci. Sejak awal sudah dibuat, meskipun bisa dikompromikan untuk dirubah sesuai dengan evaluasi periodik yang dilakukan selama ekspedisi. Jadwal tetap ataupun perubahan-perubahannya harus diketahui selengkapnya oleh setiap anggota tim. Jalur-jalur yang akan dilalui, pos-pos pesinggahan, perkemahan dan jenis-jenis kegiatan-kegiatan sudah harus dikomunikasikan secara jelas kepada seluruh peserta ekspedisi.

3. Dokumentasi Ekspedisi
Mendokumentasikan sebuah ekspedisi dalam bentuk foto, film, catatan harian, gambar maupun sketsa sangat diperlukan. Hasil dan bahan dokumentasi tersebut menjadi bukti nyata suatu kegiatan yang telah dilakukan. Dan hasilnya bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

4. Komunikasi
Faktor komunikasi dalam pelaksanaan ekspedisi merupakan suatu kebutuhan vital. Selain menunjang kelancaran dan suksesnya ekspedisi, juga vital bagi keselamatan anggota tim. Dalam kaitan ini yang dibicarakan adalah komunikasi tim ekspedisi dengan tim pendukung ekspedisi yang dilakukan. Sebelum tahap pelaksanaan dimulai, skenario sistem komunikasi sudah harus dibuat beserta dengan jadwal waktu dan tempatnya.
Penggunaan bahasa sandi atau bahasa kode tertentu yang akan dipakai selama ekspedisi sudah harus dipahami oleh setiap anggota ekspedisi. Penggunaan radio, HT, HP, sumpritan atau alat-alat dan tanda-tanda lain yang menunjuk perintah/komando dan larangan sudah harus dipersiapkan dan dikuasai teknik pengoperasiannya. Demikian pula sistem pelaporan dan informasi lainnya, baik intra tim maupun antar tim ekspedisi.

B. B E R K E M A H

1. Fungsi Kemah
Kemah merupakan tempat berlindung dari cuaca, berfungsi tempat tidur (istirahat), dapur atau pusat kegiatan. Kemah dibuat dari tenda kain, atau kain plastik yang tahan bocor. Dalam keadaan sangat darurat, kemah dapat dibuat dari daun-daunan dengan kerangka kayu yang diikat.
Warna kemah biasanya oranye (jingga) atau warna-warna lainnya yang kontras dengan warna alam sekitar. Tujuannya, agar mudah dikenal, dapat dilihat dari jauh; khususnya dari udara bila dalam keadaan emergency untuk keperluan pencarian oleh tim SAR.
Sekarang sudah ada jenis kemah “kodok”, yaitu kemah kecil kapasitas 2 – 5 orang, lengkap dengan tikarnya, dengan kerangka besi baja yang ringan dan jendela/pintu menggunakan resluiting sehingga dapat terlindung dari gangguan hewan kecil dan serangga. Toko-toko yang bermerek “Alpina” atau “Eiger” sudah dikenal oleh para pencinta alam/pendaki gunung sebagai toko yang menjual berbagai macam perlengkapan perkemahan, lintas alam dan mendaki gunung atau ekspedisi; mulai dari jenis-jenis dan ukuran kemah, rangsel, peralatan dapur, pakaian lapangan sampai dengan peralatan rock climbing (panjat tebing).
Kemah, biasanya terdiri dari dua bagian. Kemah tidur dan kemah/tenda dapur. Tenda dapur terpisah dari tenda/kemah tidur untuk keamanan dari ancaman kebakaran dan asap.

2. Penempatan Kemah
Syarat penempatan kemah ditentukan oleh kemungkinan-kemungkinan mudahnya memdapatkan kebutuhan pokok; dan terhindar dari kemungkinan ancaman bahaya, seperti
 Dekat dengan sumber air minum, mandi, cuci (mata air, sungai, sumur, danau); atau perkampungan penduduk. Kemudahan memperoleh kebutuhan pokok.
 Dataran, lembah, tempat terbuka; tidak di puncak bukit karena terancam oleh bahaya petir dan angin kencang.
 Tidak di lereng terjal; karena terancam dari bahaya tanah longsor, batu-batu berjatuhan.
 Tidak di bantaran sungai; terancam bahaya banjir.
 Tidak di bawah pohon; ancaman tumbang bila keadaan cuaca buruk, juga untuk keperluan emergency.

3. Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan kemah amat perlu diperhatikan. Selain pertimbangan kesehatan, juga membuang sampah di sembarang tempat dapat mengundang binatang pengganggu, seperti serangga, tikus, dll. Hewan-hewan kecil dapat mengundang hadirnya ular atau binatang buas. Sampah dapur dan tinja sebaiknya ditanam dalam tanah. Para pencinta lingkungan sangat memperhatikan hal ini, mereka peka dengan lingkungan yang kotor. Mencorat-coret dengan cet pada dinding batu dan lainnya sangat tidak dianjurkan.
Sepatu dan sandal, karena baunya yang khas, perlu diamankan dari kemungkinan pengambilan oleh hewan-hewan buas seperti anjing. Sepatu yang biasanya berbau tak sedap ditempatkan tergantung pada kaitan yang lebih tinggi dari permukaan tanah, dengan tumit di bagian atas, agar cepat kering dan tidak menjadi sarang binatang.

Bersambung....

EKSPEDISI, MELINTAS ALAM (BAGIAN PERTAMA)

Oleh:
Abd. Hallaf Hanafie Prasad


Gunung dan Pegunungan
Pegunungan itu telah membentuk manusia dan telah banyak menentukan perjalanan sejarah dunianya. Kerap kali manusia harus menyingkir menghadapi sosok masifnya dan kadang-kadang manusia takut serta kalah menghadapi puncak-puncaknya yang berselimut es. Sesekali pegunungan memang memberikan perlindungan kepada manusia. Namun yang jelas, pegunungan senantiasa merupakan tantangan bagi manusia. “Bawalah ke sini orang-orang yang ingin bertanding dengan gunung-gunungku”, demikianlah bunyi pahatan pada salah satu bangunan negara di Sakramento, Kalifornia. Hampir setengah abad yang lalu lebih sedikit, Sakramento adalah pusat pergerakan massa termasyhur untuk mendaki gunung, untuk beramai-ramai mencari emas di Forty-nine. Emas di gumuk-gumuk itu telah lama ditambang habis, dan lereng-lereng tinggi di Sierra Nevada di beberapa tempat telah berubah menjadi kota hantu. Tetapi orang Kalifornia masih menantang gunung mereka, dan merekapun masih dibentuk oleh gunung-gunung itu, sebab salju-salju yang mencair di gunung mereka bendung dan mereka salurkan dengan pipa ke tanah dataran rendah. Salju cair itulah yang mengubah gurun di pantai menjadi kebun, dan kebun ini mengubah Kalifornia menjadi negara bagian dengan penduduk yang paling banyak di A.S.
Dengan begitu mungkin menjadi tampaklah bahwa bila ada kebebasan memilih dan ada kemungkinan untuk kemajuan pribadi, maka orang akan menyadap harta kekayaan gunung – mineralnya, air, hutan, kemungkinannya sebagai obyek wisata – namun orang tidak akan hidup di sana. Ini tampaknya berlaku untuk tanah-tanah baru seperti di American West, Pegunungan Cadas Kanada dan Pegunungan Alpen di Selandia Baru. Tetapi ini pun hanyalah sebagian dari ceritanya, dan cerita manusia beserta gunungnya di tempat-tempat itu barulah dimulai. Manusia telah hadir di daerah pegunungan semenjak para pemburu pertama mendaki lereng-lereng pada zaman purba. Hubungan manusia dengan gunung hampir setua hubungan manusia dengan laut yang membuainya.
Sebabnya ialah karena kondisi hidup di pegunungan memang lain, dan biasanya berat bagi manusia. Pada pokoknya, kondisi-kondisi itu ditentukan oleh tiga pengaruh yang mengendalikannya dan oleh cara-cara bagiamana ketiga unsur tersebut tergabung. Faktor yang mengatur garis kehidupannya ini adalah kawasan pegunungan, iklim dan keterasingan dari orang-orang lain yang dipaksakan oleh kehidupan gunung.
Yang terpenting dari ketiga unsur itu adalah kawasannya. Di daerah yang sangat baik iklimnya sekalipun, pegunungan akan menimbulkan tekanan yang memberatkan hidup manusia. Kesukaran ini dapat diatasi, tetapi harganya tinggi. Miringnya tanah mempersulit segala sesuatu. Di sini diperlukan tenaga ekstra, tidak hanya untuk merem laju bobot yang disandang pada waktu turun. Semua ladang di lereng gunung memerlukan lebih banyak penggarapan. Lagi pula, lereng tidak hanya merupakan musuh pasif, tetapi juga mengerus tanah persawahan itu sendiri.
(dari Pustaka Alam : GUNUNG: 129-130)
Pegunungan selalu memenuhi sanubari manusia dengan rasa adikodrati. Pada zaman dahulu pernah ada orang yang mengira bahwa puncak gunung itu menyangga langit agar langit tidak runtuh. Bagi orang Yunani kuno Pilar Herkules yang menyembul di kedua sisi Selat Giblartar menopang ujung langit. Orang Cina kuno memandang lima gunungnya, yakni Heng Shan di utara, Sung Shan di tengah, Hua Shan di barat, Heng Shan di selatan dan T’ai Shan di timur, sebagai penopang langit. Menurut legenda mereka, naga berpipi merah Kung Kung menerjang Heng Shan di utara dan memiringkan angkasa. Peristiwa ini lalu menyebabkan dunia miring ke arah tenggara hingga mengakibatkan banjir besar.
Pegunungan memancarkan keheningan dan kefasihan alam kodrat. Gunung itu menyebabkan manusia bertengadah dan merasakan kedekatan surga. Tempat tinggi adalah tempat suci. Musa menerima Sepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai, sedangkan Budha lahir di bawah bayang-bayang Pegunungan Himalaya. Biara-biara besar, misalnya Patola di Lhasa, biara Bernardus, dan biara Gunung Athos, ada di tempat tinggi. Lotus Emas yang diciptakan dewa Hindu Vishnu, Sang Pencipta, timbul dari kehampaan, terdiri dari helai-helai bunga berupa puncak Himalaya, dan dari jantungnya mengalir sungai yang penuh keramat, Sungai Gangga. Ezekiel mengatakan bahwa surga dunia itu letaknya di gunung tinggi yang menjadi sumber air hidup. Orang Yunani menaruh panteon mereka di atas Gunung Olympus, yang disajakkan Homerus: “Tak kan goyah oleh bayu. Tak kan basah oleh tetes-tetes tirta dari angkasa. Tak kan tertembus oleh salju. Begitulah sasana segala dewa di puncak cakrawala cerah bermandikan sinar surya. Di situlah para Dewa bahagia mengenyam suka hari demi hari, sepanjang masa ......”.
(dari Pustaka Alam, GUNUNG: 138)
Para Pendaki Pendahulu
Di antara peristiwa-peristiwa besar tahun 1492 ada satu yang selalu diingat-ingat orang, terutama oleh mereka yang senang mendaki gunung. Pada tahun yang bersejarah itu Antoine de Ville, bendaharawan Raja Karel VIII dari Perancis, mematuhi perintah Raja untuk memimpin regu pendaki puncak Mont Aiguille. Puncak gunung yang berada di Alpen Dauphine dekat Grenoble ini terkenal sebagai “gunung yang tak terdaki”. Dengan berani de Ville telah membuktikan kebalikannya. Ia bahkan berada di atas puncaknya selama tiga hari. Setelah itu de Ville turun kembali dan menulis “laporan pertamanya yang lengkap, tepat dan terperinci” tentang percobaan manusia yang pertama dalam catatan sejarah pendakian gunung besar tanpa pamrih lain kecuali untuk menginjakkan kaki di puncaknya.
Pecahnya gelora entusiasme sejati pertama untuk mendaki gunung terjadi sebelum pertengahan abd ke-16. Dan yang ikut menggelora hatinya pada waktu itu termasuk Leonardo da Vinci, yang mendaki lereng selatan Pegunungan Pennina. Gerakan tersebut dipusatkan di Surich dan pemimpinnya adalah Conrad von Gesner, ahli pengetahuan alam kenamaan yang telah membuat keputusan pribadi untuk mendaki paling sedikit satu puncak setiap tahunnya agar dengan demikian terpenuhilah “kepuasan jiwanya”.

Bagaimana dengan ekspedisi Marco Polo (1271-‘95), Columbus (1495-‘93), Cabot (1498), Vasco da Gama (1497-‘99), Magalhaes (1519-‘22), Drake (1577-‘80), Tasman (1642-‘43), Cook (1768-‘80), La PĂ©rouse (1786-‘88)?

Dan, sekarang penjelajahan itu diarahkan ke angkasa luar, atau ke dasar-dasar samudera paling dalam.

KODE ETIK PENCINTA ALAM INDONESIA

“ PECINTA ALAM INDONESIA SADAR BAHWA ALAM BESERTA ISINYA ADALAH CIPTAAN TUHAN YANG MAHA ESA “
“ PECINTA ALAM INDONESIA SEBAGAI BAGIAN DARI MASYARAKAT INDONESIA SADAR AKAN TANGGUNG JAWAB KAMI KEPADA TUHAN, BANGSA DAN TANAH AIR ”
” PECINTA LAM INDONESIA SADAR BAHWA PECINTA ALAM ADALAH SEBAGAI MAKHLUK YANG MENCINTAI ALAM SEBAGAI ANUGERAH TUHAN YANG MAHA ESA “

Sesuai dengan hakekat diatas kami dengan kesadaran menyatakan :

1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memelihara alam beserta isinya serta menggnakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya.
3. Mengabdi kepada Bangsa dan Tanah Air.
4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya.
5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam
6. Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan Tanah air.
7. Selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar