08 Januari 2010

PETA BENCANA

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PETA BENCANA ALAM DI INDONESIA

1. Ringkasan

Aplikasi ini bertujuan untuk membantu perusahaan asuransi dalam mengestimasi premi asuransi khusus untuk gempa bumi dan tsunami. Aplikasi SIG ini adalah kerangka SIG untuk bencana alam karena dirancang untuk bisa tumbuh sebagai aplikasi pemetaan bencana alam lainnya seperti gunung meletus, banjir dsb. Pada tahap ini aplikasi SIG yang berhasil dikembangkan adalah aplikasi untuk peta bahaya gempa bumi yang dilihat dari dampaknya terhadap bangunan. Untuk memudahkan pemakai, beberapa peta hasil aplikasi ini disusun juga dalam format HTML.

2. Pendahuluan

Letak geografi Indonesia yang membujur dari 94o-141o BT dan 6o LU-11o LS merupakan negara kepulauan dengan tingkat kegempaan tinggi karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang bergerak satu sama lainnya. Lokasi aktif gempa secara sepintas sudah dapat dipastikan berada di perbatasan lempeng tektonik. Namun efeknya bisa dirasakan pada jarak tertentu bergantung pada atenuasi (peluruhan energi) dan geologi setempat. Kondisi lingkungan alam ini membuat Indonesia sering dilanda bencana gempa bumi dan Tsunami yang makin hari makin meningkat kuantitasnya karena perkembangan penduduk, perkotaan dan umur bangunan.

Beberapa kali Indonesia dan Jakarta khususnya dilanda gempa bumi yang menyebabkan klaim kerusakan akibat gempa bumi kepada perusahaan asuransi meningkat. Sedangkan premi khusus untuk gempa bumi tidak ditentukan secara spesifik dan bahkan diberikan secara cuma-cuma. Hal ini melahirkan ketidak seimbangan bisnis asuransi, sehingga perlu meninjau kembali kebijakan premi asuransi gempa bumi. Idealnya, dengan menggunakan peta percepatan tanah maksimum, para insinyur sipil harus membangun bangunan tahan gempa sesuai dengan seismic code, sehingga resiko gempa pada semua tempat bisa sama. Hal ini berarti premi juga akan sama, bahkan jika bangunan tahan gempa maka premi gratis bisa diterapkan. Namun kenyataannya tidak semua insinyur sipil menggunakan kaidah seismic code tersebut, sehingga peta percepatan tanah sangat diperlukan oleh perusahaan asuransi untuk disesuaikannya dengan seismic code bangunan yang sudah diterapkan.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang bisa menjadi referensi premi asuransi gempa bumi tersebut. Ada dua hal yang membuat premi berbeda; yaitu tingkat aktifitas gempa bumi (percepatan tanah) dan kualitas objek, selain itu pengaruh pasar. Premi dari satu tempat ke tempat lain berbeda jika resiko gempa juga beda. Selain dari itu tentu kualitas dari objek yang diasuransikan, seperti gedung, jembatan dsb. Jika gedungnya sudah pernah rusak, maka sudah pasti preminya tinggi, sehingga kedua parameter tersebut menjadi bobot index asuransi untuk menentukan premi tahunan suatu objek asuransi.

Hasil monitoring gempa bumi di Indonesia yang dilakukan oleh BMG maupun oleh pemerintahan Belanda (sebelum 1942) menunjukkan bahwa aktifitas gempa bumi tergolong sangat aktif. Peralatan monitoring gempa bumi yang dioperasikan BMG semakin baik, ditambah pula dengan perhatian peneliti dari luar negri sangat besar terhadap keunikan dinamika tektonik di Indonesia, sehingga informasi ilmiah tentang tektonik Indonesia menjadi bahan yang sangat menguntungkan bagi perencanaan bangunan dan industri asuransi. Namun informasi tersebut masih terpecah-pecah menurut keperluan disiplin tertentu, sedangkan untuk keperluan industri asuransi belum sepenuhnya diintegrasikan sebagai referensi premi.

Referensi untuk perhitungan premi asuransi relatif mudah jika menggunakan index premi untuk suatu nilai objek, namun untuk menemukan index tersebut diperlukan banyak sekali parameter bencana yang akan memberi bobot nilai index tersebut. Paramater tersebut pada prinsipnya adalah resiko yang dihitung berdasarkan probabilitas gempa bumi dan probabilitas kerusakan.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengumpulkan beberapa parameter gempa bumi untuk dipetakan sebagai gambaran kualitatif untuk perkiraan resiko gempa bumi. Parameter tersebut meliputi percepatan tanah, tsunami, seismisitas, distribusi gempa bumi dan sejarah gempa bumi di Indonesia. Beberapa paremeter tersebut memberikan gambaran langsung maupun tidak langsung terhadap dampak dari setiap peristiwa gempabumi di suatu lokasi.

3. Maksud dan tujuan

3.1. Tujuan Umum

Secara umum kita harus berasumsi bahwa premi objek asuransi bergantung pada fenomena alam dimana objek tersebut berlokasi dan objek asuransi tidak tahan terhadap peristiwa alam, sehingga premi tidak perlu nol. Karena itu pemetaan bencana alam menjadi sasaran utama penelitian ini agar dapat menjadi referensi index premi asuransi. Proses pemetaan bencana alam ini dilakukan secara bertahap, karena bencana alam disebabkan oleh peristiwa; gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor dsb. Tiap peristiwa alam tersebut dapat dipetakan sendiri-sendiri, namun bisa juga dijadikan satu peta bencana alam melalui aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografi).

3.2. Tujuan Khusus.

Tahap awal dari penelitian ini adalah membuat aplikasi SIG untuk peristiwa gempa bumi dan Tsunami. Peristiwa gempa bumi dipetakan dalam bentuk peta perpercepatan tanah maksimum, distribusi gempa bumi, distribusi energi, tsunami dan peta intensitas. Beberapa peta tersebut digabung menjadi satu peta untuk melihat total resiko di suatu lokasi.

4. Metodologi

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu perangkat yang berbasis komputer untuk pemetaan dan analisa fenomena alam. Analisa ini memadukan antara fenomena alam di lokasi geografis yang sangat tergantung pada pemilihan jenis peta dan jenis fenomena alam, misalnya gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi dsb. Dengan teknologi SIG, kita padukan beberapa jenis peta dasar (misalnya peta garis pantai, peta topografi, peta tata guna lahan) dengan beberapa peristiwa alam yang terkait dengan bencana alam menjadi satu peta yang disebut sebagai peta bencana alam.

Pada penelitian ini kita pakai peta garis pantai dengan batas propinsi di Indonesia untuk dipadukan dengan dampak gempa bumi berupa peta percepatan tanah maksimum, peta tsunami, dan peta seismisitas. Tiga jenis peta dampak gempa ini dipadukan untuk menjadi dua jenis peta resiko gempa bumi; 1). Perpaduan antara peta percepatan tanah dan tsunami dengan peta garis pantai, 2). Perpaduan peta seismisitas dan tsunami dengan peta garis pantai. Tinjauan resiko gempa bumi disetiap propinsi dilengkapi dengan sejarah kerusakan dari tahun 0 sampai tahun 2000 kemudian dilengkapi juga dengan perhitungan probabilitas priode ulang kerusakan disetiap propinsi.

5. Jenis peta

5.1. Peta seismisitas

Peta seismisitas adalah peta yang menunjukkan aktifitas gempa bumi. Aktifitas gempa bumi bisa ditinjau dari bermacam cara, diantaranya adalah dengan peta distribusi gempa bumi. Setiap gempa bumi melepaskan energi gelombang seismik, sehingga kumpulan gempa bumi pada perioda tertentu pada suatu area juga suatu cara untuk menggambarkan konsentrasi aktifitas gempa bumi.

Metode pemetaan


Pemetaan ini dilakukan dengan data gempa bumi yang berasal dari beberapa katalog seperti katalog BMG, USGS (United State Geological Survey) dan ISC (International Seismological Center) gempa di Indonesia pada periode 1897-2000. Data gempa bumi dipilih dengan magnitudo >= 5 skala Richter dan diplot setiap periode 10 tahun.

Daerah aktif gempabumi di Indonesia di sepanjang pertemuan lempeng tektonik Eurasia dengan India-Australian yang membentuk busur dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai Maluku, tumbukan lempeng oseanik Pasifik dengan Lempeng kontinen Australia di bagian utara Irian dan beberapa sesar lokal seperti sesar Sumatera, sesar Palu-Koro di Sulawesi dan beberapa sesar lokal lainya.

Distribusi gempa bumi ini menggambarkan perbandingan tingkat aktifitas gempa dari satu lokasi terhadap lainnya tiap kurun waktu 10 tahun. Tinjauan lain adalah melihat konsentrasi energi gempa secara kumulatif ditiap grid 0,5o x 0,5 o dalam periode 1897-2000. Dengan melalui penyederhanaan yang cukup radikal kita peroleh hubungan momen energi (Mo) dengan magnitude (mB).

Besaran energi dinyatakan dalam logaritma momen energi yang berkisar antara 1020 erg sampai 1030 erg. Persamaan diatas menunjukkan bahwa perubahan satu skala magnitudo sebanding dengan perubahan momen energi sebesar 102,383 atau sekitar 242 kali magnitudo dibawahnya. Untuk log Mo=26.8 atau Mo= 1026.8 sebanding dengan mB=7 setara dengan 242 gempa bumi dengan mB = 6 atau setara dengan sekitar 58884 gempa dengan mB = 5 skala Richter.

Hasil peta

1. Peta Distribusi gempa bumi tiap periode 10 tahun, dari tahun 1900-2000

2. Peta Distribusi Energi gempa bumi

5.2. Sejarah Gempa merusak, (Peta Intensitas dan probabilitas komulatif Gempa Bumi)

Gempa merusak dan menelan korban merupakan suatu kejadian yang sering dilaporkan sejak zaman sebelum ditemukan alat pencatat gempa bumi (Seismograp). Laporan gempa merusak ini bisa dipakai sebagai data/sample perhitungan statistik untuk mendapatkan gambaran umum tentang kerusakan dan korban dimasa mendatang. Cara ini sebetulnya belum bisa menyimpulkan resiko gempa bumi secara ilmiah, namun cukup mendapatkan gambaran umum dari sejarah kerusakan yang pernah dialami suatu daerah. Cara yang lebih baik adalah dengan pengkajian karakteristik tiap sumber gempa dan menghitung probabilitasnya untuk pertimbangan resiko. Pengkajian sumber gempa merupakan pengkajian sesar-sesar aktif dan

Untuk mendapatkan nilai-nilai Probabilita Kumulatif di beberapa daerah di Indonesia, dengan mempergunakan Metoda Analisa DistribusiWeibull, dengan memakai data sebanyak 280 gempa merusak dari tahun 1821 - 2000, yang merupakan gempa bumi utama (mainshock) pada magnitudo M > 5.0 skala richter.

Bahwa Distribusi Weibull untuk pertama kali dipakai menganalisa periode ulang dan probabilita gempa bumi oleh Hagiwara (1974). Distribusi Weibull yang dipergunakan, ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

(1)

dimana : K dan m adalah konstanta (tetapan),

K > 0 dan m > -1.

Dt adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi gempa bumi sebelum waktu (t)dengan interval waktunya adalah dari (t) hingga ( t + Dt) ).

Pobabilita Kumulatif kejadian gempa bumi selama selang waktu nol dan t dituliskan sebagai berikut :

F(t) = 1 - R(t) (2)

dengan R(t) merupakan Reliabilita yang dirumuskan sebagai berikut :

(3)

Perhitungan frekuensi dari gempa bumi (ni) untuk setiap selang waktu Dt dipilih secara tepat. Kemungkinan terjadinya periode ulang gempa bumi yang terletak dalam selang waktu antara i. Dt dan (i+1). Dt; (untuk i = 0,1,2,3,...,n)diperoleh bentuk(ni/N), dimana N adalah jumlah total gempa bumi.

Probabilita Kumulatif dapat diproleh dengan rumusan :

(4)

Sedangkan nilai reliabilita R(t) dapat diperoleh dengan memasukkan persamaan (4) ke persamaan (2).

Jadi dengan demikian dapat diperoleh nilai Probabilita Kumulatif

dibeberapa daerah di Indonesia, adalah sebagai berikut :

Daerah

Waktu ( Tahun )

Probabilita

( % )

Aceh

26

80

Sumatera Utara

28

90

Sumatera Barat

82

80

Sumatera Selatan

42

90

Bengkulu

60

80

Jawa Barat

19

96

Jakarta

28

92

Jawa Tengah

23

96

Jawa Timur

24

95

Bali

34

90

Nusa Tenggara Barat

20

90

Nusa Tenggara Timur

15

90

Timor Timur

6

90

Kaloimantan Timur

16

90

Sulawesi Utara

42

90

Sukawesi Tengah

9

90

Sulawesi Selatan

15

90

Maluku

24

97

Irian Jaya

16

90

Hasil peta

  1. Sejarah gempa merusak tiap propinsi dengan memakai skala Intensitas MMI
  2. Probabilitas gempa merusak tiap propinsi

5.3. Peta Percepatan tanah maksimum

Perpindahan materi biasa disebut displacement. Jika kita lihat waktu yang diperlukan untuk perpindahan tersebut, maka kita bisa tahu kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan kestabilan tanah tersebut agar bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut juga percepatan tanah, merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap gempa bumi, kemudian dipilih percepatan tanah maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk dipetakan agar bisa memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu lokasi.

Efek primer gempabumi adalah kerusakan struktur bangunan baik yang berupa gedung perumahan rakyat, gedung bertingkat, fasilitas umum, monumen, jembatan dan infrastruktur struktur lainnya, yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat kerusakan yang mungkin terjadi tergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi dan geotektonik lokasi bangunan, dan percepatan tanah di lokasi bangunan akibat dari getaran suatu gempa bumi. Faktor yang merupakan sumber kerusakan dinyatakan dalam parameter percepatan tanah. Sehingga data PGA akibat getaran gempabumi pada suatu lokasi menjadi penting untuk menggambarkan tingkat resiko gempabumi di suatu lokasi tertentu. Semakin besar nilai PGA yang pernah terjadi disuatu tempat, semakin besar resiko gempabumi yang mungkin terjadi.

Pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan Accelerograph yang dipasang dilokasi penelitian. Jaringan accelerograph milik BMG tidak lagi beroperasi karena mengalami kerusakan sejak tahun 1980an, sehingga pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan cara empiris, yaitu dengan pendekatan dari beberapa rumus yang diturunkan dari magnitude gempa atau/dan data intensitas. Perumusan ini tidak selalu benar, bahkan dari satu metoda ke metoda lainnya tidak selalu sama. Namun cukup memberikan gambaran umum tentang PGA.

Gempa besar bisa terjadi berulang-ulang di suatu tempat. Kita kenal sebagai perioda ulang gempa bumi. Hal ini didukung oleh teori elastic rebound yang mempunyai fasa pengumpulan energi dalam jangka waktu tertentu dan kemudian masa pelepasan energi pada saat gempa besar. Perioda ulang gempa besar bisa 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun atau 500 tahun. Sehingga tingkat resiko bangunan terhadap gempabumi bisa terkait dengan periode ulang gempabumi. Kita ambil contoh jika bangunan dirancang untuk berumur pakai 50 tahun dan perioda ulang gempa ditempat tersebut 100 tahun, maka percepatan maksimum di tempat tersebut tentu akan kecil.

5.3.1. Metode Pemetaan

Langkah-langkah membuat peta percepatan tanah maksimum (PGA) adalah sebagai berikut :

v Menyusun kembali data-data gempabumi yang terjadi dalam wilayah Indonesia dan sekitarnya.

v Membagi Indonesia menjadi grid dengan ukuran 0,5 derajad x 0,5 derajad.

v Menghitung percepatan tanah untuk tiap-tiap grid untuk semua data gempabumi dengan beberapa formula dan memilih satu percepatan yang paling besar pada tiap-tiap grid.

v Menghitung percepatan tanah maksimum untuk tiap-tiap grid untuk berbagai periode ulang dengan menggunakan metode McGuire.

v Menentukan tingkat resiko berdasarkan nilai percepatan maksimum.

v Membuat kontur peta resiko untuk wilayah Indonesia.

5.3.2. Perhitungan Percepatan Tanah Maksimum (PGA)

Beberapa formula empiris PGA antara lain metode Donavan, Esteva, Murphy - O’Brein, Gutenberg – Richter, Kanai, Kawasumi dan lain-lain. Formula-formula empiris tersebut ditentukan berdasarkan suatu kasus gempabumi pada suatu tempat tertentu, dengan memperhitungkan karakteristik sumber gempabuminya, kondisi geologi dan geotekniknya. Dari beberapa formula tersebut kita pilih formula Murphy –O’Brein, Gutenberg-Richter dan Kanai untuk diterapkan pada penelitian ini. Formula Murphy-O’Brein memberikan hasil yang mirip dengan formula Gutenberg-Richter yang dikombinasikan dengan fungsi attenuasi gempabumi yang ditentukan berdasarkan gempa Flores, 12 Desember 1991. Formula Kanai perhitungan percepatan tanahnya memperhitungkan site effect yang direpresentasikan oleh periode dominan tanah di site tersebut. Perhitungan dengan formula-formula ini mengunakan data gempabumi selama periode 100 tahun.

Formula Murphy –O’Brein :

PGA=10(0,14 I + 0,24 M) – 0,68(log d + 0,7 )

dimana :

PGA = Peak Ground Acceleration

I = Intensitas standard MMI

M = Magnitude gempabumi

d = jarak antara lokasi dengan sumber gempabumi

Formula Gutenberg-Richter :

log a = I/3 –0.5 dan Io = 1,5 ( M-0,5)

dimana :

a = percepatan (gal),

I = Intensitas (MMI) dan

Io = Intensitas pada hyposenter.

Fungsi attenuasi intensitas gempa Flores 12 Des 1992.

I = Io exp. (-0,0021 X),

dimana :

I = intensitas pada jarak X km dari Io

Formula Kanai :

dimana :

M = Magnitudo gelombang permukaan

D = Jarak episenter

5.3.3. Periode Ulang

Fenomena gempabumi dapat digambarkan sebagai pelepasan energi oleh batuan bumi yang mengalami stress (baik regangan maupun tekakan) setelah mengalami akumulasi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan sifat fisik batuan buminya. Semakin tinggi kekuatan batuan dalam menahan stress semakin besar pula energi yang dilepaskan. Dengan perkataan lain, semakin besar periode ulang suatu gempabumi semakin besar pula magnitude gempabumi yang akan terjadi. Dan semakin besar magnitude gempabumi makin besar pula percepatan tanah yang terjadi di suatu tempat.

Untuk menghitung besarnya percepatan maksimum pada tiap-tipa grid digunakan metode McGuire, dimana probabilitas kejadian gempa dihitung berdasarkan distribusi ektrim Gumbel untuk periode ulang gempabumi 5, 10,20, 50, dan 100 tahun.

Metode McGuire :

dimana :

b1 = 472.3

b2 = 0.278

b3 = 1.301

m = magnitudo gelombang permukaan, dan

R = Jarak hiposenter

Ada 3 (tiga) tipe distribusi ekstrim gumbel yaitu :

1. Distribusi Ekstrim Gumbel tipe I :

= exp [- exp{-a(x – v)}] (1)

2. Distribusi Ekstrim Gumbel tipe II :

= exp {- } (2)

3. Distribusi Ekstrim Gumbel tipe III :

= exp {-} (3)

dimana :

a = parameter fungsi intensitas

v = karakteristik harga maksimum

x = suatu variable

e = batas bawah harga maksimum

w = batas atas harga maksimum

k = parameter kelengkungan

Hasil peta

1. Peta PGA metoda McGuire

2. Peta PGA metoda Kanai

3. Peta PGA metoda Murphy-O’Brein

4. Peta PGA metoda Gutenberg-Richter

5.4. Peta sejarah Tsunami

Istilah “tsunami” berasal dari kosa kata Jepang “tsu” yang berarti gelombang dan “nami” yang berarti pelabuhan, sehingga secara bebas, “tsunami” diartikan sebagai gelombang laut yang melanda pelabuhan. Bencana tsunami terbukti menelan banyak korban manusia maupun harta benda, sebagai contoh untuk Tsunami di Flores (1992) mengakibatkan meninggalnya lebih dari 2000 manusia, kemudian untuk tsunami di Banyuwangi (1994) telah menelan korban 800 orang lebih, belum termasuk hitungan harta benda yang telah hancur.

Tsunami ditimbulkan oleh adanya deformasi (perubahan bentuk) pada dasar lautan, terutama perubahan permukaan dasar lautan dalam arah vertikal. Perubahan pada dasar lautan tersebut akan diikuti dengan perubahan permukaan lautan, yang mengakibatkan timbulnya penjalaran gelombang air laut secara serentak tersebar keseluruh penjuru mata-angin. Kecepatan rambat penjalaran tsunami di sumbernya bisa mencapai ratusan hingga ribuan km/jam, dan berkurang pada sa’at menuju pantai, dimana kedalaman laut semakin dangkal. Walaupun tinggi gelombang tsunami disumbernya kurang dari satu meter, tetapi pada saat menghepas pantai, tinggi gelombang tsunami bisa mencapai lebih dari 5 meter. Hal ini disebabkan berkurangnya kecepatan merambat gelombang tsunami karena semakin dangkalnya kedalaman laut menuju pantai, tetapi tinggi gelombangnya menjadi lebih besar, karena harus sesuai dengan hukum kekekalan energi.

Penelitian menunjukkan bahwa tsunami dapat timbul bila kondisi tersebut dibawah ini terpenuhi :

v Gempabumi dengan pusat di tengah lautan.

v Gempabumi dengan magnitude lebih besar dari 6.0 skala Ricter

v Gempabumi dengan pusat gempa dangkal, kurang dari 33 Km

v Gempa bumi dengan pola mekanisme dominan adalah sesar naik atau sesar turun

v Lokasi sesar (rupture area) di lautan yang dalam (kolom air dalam).

v Morfologi (bentuk) pantai biasanya pantai terbuka dan landai atau berbentuk teluk.

Metode pemetaan

Peta bahaya tsunami di wilayah Indonesia berasal dari dua peta; peta rawan tsunami dan peta potensi tsunami. Sumber data peta ini berasal dari catatan sejarah peristiwa alam tsunami di Indonesia dari tahun 0 sampai dengan tahun 2000. Sumber data peristiwa alam termasuk gempa bumi dan gunung meletus beserta akibatnya pada tahun 0 sampai dengan 1900 diambil dari catalog “The Earthquake of The Indonesian Archipelago” oleh Arthur Wichmann versi bahasa Inggris. Catalog ini berisi catatan peristiwa alam yang dirangkum dari berbagai sumber termasuk catatan harian pelaut, pedagang dsb. Peristiwa Tsunami diterjemahkan kedalam tingginya tsunami pada suatu lokasi untuk dipetakan.

Peta Potensi Tsunami adalah peta bahaya tsunami pada daerah tersebut berdasarkan peristiwa tsunami yang pernah terjadi. Data dasar yang dipakai dalam pembuatan peta ini adalah ketinggian “run up” (limpasan gelombang tsunami di pantai) yang terukur di lapangan. Ketinggian diukur dengan titik dasar pada garis pantai. “Run up” dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : tidak bahaya, dengan tinggi run up 0 – 2 m; bahaya, dengan tinggi run up 2 - 5 m; dan sangat bahaya, dengan tinggi run up lebih dari 5m.

Peta rawan tsunami

Peta rawan tsunami menggambarkan pantai-pantai di Indonesia yang rawan terhadap bahaya tsunami. Kerawanan terhadap tsunami disusun berdasarkan peta tektonik Indonesia, dimana zona-zona subduksi dan zona busur dalam (back arc thrust) merupakan sumber gempabumi dangkal di laut. Dengan demikian pantai yang menghadap kedua kondisi tektonik tersebut merupakan pantai yang rawan tsunami.

Hasil pemetaan

Peta potensi dan rawan tsunami.

5.5. Peta Resiko Gempa Bumi

Semua pemetaan di atas disimpulkan dalam Peta resiko gempa bumi yang dihasilkan dari intergrasi dua peta yaitu peta yang menampilkan dampak gempa bumi di lokasi tertentu. Penampilan peta ini bisa dari integrasi percepatan maksimum tanah dengan Tsunami dan distribusi energi gempa dengan tsunami. Untuk integrasi ini perlu didefinisikan tingkat resiko gempa bumi. Definisi yang kita pakai sangat subjektif, karena banyak parameter yang tidak tersedia. Definisi ini sangat mudah diubah-ubah dalam aplikasi SIG, sesuai dengan tingkat resiko dan parameter yang tersedia. Parameter yang dimaksud sangat dipengaruhi oleh kondisi lokal seperti ketebalan lapisan sedimen dan perioda dominan lapisan tanah.

Penjumlahan tingkat resiko didefinisikan sebagai penjumlahan linier;

T = R1 + R2

Dimana T=total resiko, R1, adalah resiko parameter I dan R2 adalah resiko parameter II.

5.5.1. Peta Percepatan tanah maksimum dan tsunami

Peta percepatan tanah maksimum merupakan dampak gelombang gempa dilokasi pengamat, sehingga bisa menjadi ukuran resiko gempa bumi dan dijumlahkan dengan tingkat resiko tsunami. Peta percepatan tanah maksimum diklasifikasikan menjadi 10 (sepuluh) macam tingkat resiko berdasarkan besaran percepatan maksimum (satuan gal = cm/s2) dan Intensitas (satuan MMI).

NO.

TINGKAT RESIKO

NILAI PERCEPATAN

(gal)

INTENSITAS

(MMI)

KODE

1.

Resiko sangat kecil

<>

<>

0

2.

Resiko kecil

25 – 50

VI-VII

1

3.

Resiko sedang satu

50 – 75

VII-VIII

2

4.

Resiko sedang dua

75 – 100

VII-VIII

3

5.

Resiko sedang tiga

100 – 125

VII- VIII

4

6.

Resiko Besar satu

125 – 150

VIII – IX

5

7.

Resiko Besar dua

150 – 200

VIII – IX

6

8.

Resiko Besar tiga

200 – 300

VIII – IX

7

9.

Resiko sangat besar satu

300 – 600

IX – X

8

10.

Resiko sangat besar dua

> 600

> X

9

Peta tsunami diklasifikasikan menjadi 10 macam tingkat resiko berdasarkan tinggi runup.

NO.

TINGKAT RESIKO

NILAI RUNUP

(m)

KODE

1.

Resiko sangat kecil

< .1

0

2.

Resiko kecil

0.1 – 0.5

1

3.

Resiko sedang satu

0.5-1

2

4.

Resiko sedang dua

1-2

3

5.

Resiko sedang tiga

2-4

4

6.

Resiko Besar satu

4-7

5

7.

Resiko Besar dua

7-10

6

8.

Resiko Besar tiga

10-20

7

9.

Resiko sangat besar satu

20-30

8

10.

Resiko sangat besar dua

> 30

9

5.5.2. Peta akumulasi energi gempa dan tsunami

Akumulasi energi gempa adalah jumlah seluruh gempa yang pernah terjadi dalam periode 100 tahun. Akumulasi ini menjadi ukuran tingkat seismisitas pada pemetaan ini dan dijumlahkan dengan tingkat resiko tsunami.

Klasifikasi resiko akumulasi energi gempa didefinisikan sbb:

NO.

TINGKAT RESIKO

Magnitude

(mB)

Log Mo

(pangkat 10)

KODE

1.

Resiko sangat kecil

<>

19-20.9

0

2.

Resiko kecil

4.5 – 5

20.9-22.1

1

3.

Resiko sedang satu

5-5.5

22.1-23.3

2

4.

Resiko sedang dua

5.5-6

23.3-24.5

3

5.

Resiko sedang tiga

6-6.5

24.5-25.7

4

6.

Resiko Besar satu

6.5-7

25.7-26.9

5

7.

Resiko Besar dua

7-7.5

26.9-28.1

6

8.

Resiko Besar tiga

7.5-8

28.1-29.3

7

9.

Resiko sangat besar satu

8.0-8.5

29.3-30.5

8

10.

Resiko sangat besar dua

> 8.5

30.5-33

9

Hasil pemetaan

1. Peta resiko gempa 1, penjumlahan percepatan tanah maksimum dan tsunami.

Penjumlahan ini dilakukan dengan memakai beberapa peta percepatan tanah maksimum yaitu;

1.a. Percepatan tanah maksimum versi McGuire untuk perioda ulang 5,25,50 dan 100 tahun

1.b. Percepatan tanah maksimum versi Murphy-O’Brien

1.c. Percepatan tanah maksimum versi Gutenberg Richter

2. Peta resiko gempa 2, penjumlahan akumulasi energi dan tsunami

6. Team peneliti

Untuk memudahkan mekanisme kerja, kami bagi kelompok kerja berdasarkan pada unsur peta;

a) Percepatan tanah; menghitung percepatan tanah

b) Tsunami; mengumpulkan dan memetakan data tsunami

c) Data makro;mengumpulkan dan memetakan data intensitas

d) Hyposenter; memetakan berbagai macam seismisitas

e) Sistem Informasi Geografi (SIG); merangkum semua unsur peta, merancang aplikasi dan membuat manual.

Anggota team terdiri dari;

    1. Fauzi MSc PhD
    2. Masturyono MSc PhD
    3. Drs. Rasyidi Sulaiman
    4. Ir. Sindhu Nugroho Msi
    5. Drs. Subardjo Dip.Seis.
    6. Drs. Wandono MSi
    7. Ir. Rameo Adi MSc
    8. Ir. Roberto Pasaribu DEA
    9. Ir. Rinto Mardiyono SSi
    10. Ir. Rizkita Paritusta MT
    11. Guswanto SSi
    12. RR Yuliana P
    13. Muzli
    14. Iqbal
    15. Karyono
    16. Ariska R
    17. Drs. Abdul Gafur

DAFTAR ACUAN :

1. Benjamin F Howell,JR; Introduction to Geophysics, Mc Graw Book Company, 1956

2. P.J. Prih Harjadi & Subardjo, Fungsi Attenuasi Intensitas Gempa Flores 12 Desember 1992, Proceding PIT-HAGI ke 18 tahun 1993

3. Ir. Gunawan, dkk, Diktat Perencanaan Struktur Tahan Gempa, Jilid 1, Delta Tehnik Group.

4. Peta Resiko Gempabumi di Indonesia, Proyek Meteorologi dan Geofisika Pusat BMG dengan Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA ITB- Bandung 1995.

5. Hagiwara,Yukio, Probability of earthquake occurrence as obtained from a Weibull distribution analysis of crustal strain Tectonophysics,23 (1974),313-318.

6. Rikitake,Tsuneji,Earthquake forecasting and warning,Center for Academic Publication,1981.

7. Larson,Harold,J,Introduction to probability theory and statistical inference,second edition,John Wiley & son,Inc,1974.

8. Sulaeman Ismail,Metode peramalan gempa bumi dan penerapannya,BMG,Departemen Perhubungan,1983.

9. A Physical-Based Earthquake Recurrence Model for Estimation of Long-Term Earthquake Probabilities. Ellsworth, W.L., Matthews. M.V, Nadeau, RM., Nishenko, S.P., Raesenberg, PA., Simpson, R.W., Workshop on Earthquake recurrence state of the art and direction for the future, Istituto Nazionale de Geofisica, Rome, Italy, Feb.,1999.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar