Menyikapi rangkaian gempabumi yang bersumber dari perairan baratdaya Bengkulu pada tgl. 12 September 2007 pukul 18:10 dengan magnitude 7.9 Skala Richter [SR] hingga saat ini, Ikatan Ahli Geologi Indonesia [IAGI] mengadakan diskusi ilmiah dengan narasumber para ahli yang aktif melakukan penelitian gempabumi di Indonesi pada tgl. 15 September 2007. Dalam diskusi ini para ahli memaparkan fakta lapangan, data yang tercatat oleh instrumen pemantau, dan analisis terhadap data dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.
Dalam diskusi terungkap bahwa secara umum kerusakan yang terjadi di wilayah Bengkulu tidak separah kerusakan akibat gempa tahun 2000, tidak dijumpai kawasan yang rusak akibat tsunami, dan masyarakat sudah cukup memahami fenomena yang terjadi. Kesiapsiagaan masyarakat telah cukup baik, sebagaimana dilaporkan oleh IAGI Padang.
Dari sisi peringatan terhadap bahaya, otoritas Indonesia sudah berhasil mendeteksi dan menghitung parameter gempa secara cepat. BMG berhasil mengeluarkan informasi dan peringatan terhadap potensi tsunami dalam waktu 5 menit setelah kejadian gempa. Peringatan ini jauh lebih cepat daripada informasi dari sumber-sumber di luar negeri yang memerlukan waktu 20 menit.
Diskusi tentang potensi gempa mengungkap fakta bahwa perairan barat Sumatera masih menyimpan potensi gempa besar yang harus dicermati. Sementara itu para ahli masih menghadapi kendala akibat keterbatasan data kegempaan, data patahan aktif, serta data geologi baik permukaan mau pun bawah permukaan.
Kesimpulan dari diskusi ini adalah sbb.:
1. Kawasan pusat gempa yang harus dicermati adalah perairan barat Lampung, perairan Enggano, perairan Siberut, dan perairan Simeulue. Berdasarkan runtutan peristiwa gempa Bengkulu, peluang kejadian yang paling dekat adalah kawasan Siberut. Waktu kejadiannya belum dapat ditentukan secara tepat, namun belajar dari runtutan persitiwa gempa Aceh dan Nias pada tahun 2004 – 2005, kemungkinan gempa di kawasan Siberut dapat terjadi dalam hitungan beberapa bulan hingga beberapa tahun ke depan. Fenomena ini tergambar dari runtutan gempa Bengkulu dan gempa Sungaipenuh [Jambi] 12 – 13 September 2007.
2. Untuk meningkatkan kemampuan deteksi dan peringatan dini, IAGI merekomendasikan untuk menambah jaringan instrumen pemantau, seperti seismometer dan GPS; serta melakukan survei dan pemetaan terhadap patahan aktif dan zona retakan.
3. Upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat adalah membuat tataruang dan panduan kesesuaian struktur bangunan untuk daerah-daerah yang rawan bencana. Pengawasan terhadap tataruang dan struktur bangunan hendaknya diperketat.
4. Daerah-daerah lain di Indonesia yang akhir-akhir ini diguncang gempa perlu juga mendapat perhatian serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar